Jakarta, 2010
Siang itu, pada waktu istirahat, sekelompok gadis remaja berseragam putih abu-abu, tampak tengah berkumpul di sebuah kantin sekolah. Salah satu dari mereka ialah Aretha Chairani Grissham yang merupakan salah satu siswi berprestasi di sekolah. Gadis itu merupakan siswi kelas XII, kurang lebih dua bulan lagi akan melaksanakan Ujian Nasional.
Gadis yang akrab disapa Rere itu adalah anak semata wayang dari pasangan Antonio Grissham dan Carmila Grissham. Ayahnya merupakan salah satu pengusaha ternama di Indonesia, sedangkan ibunya hanyalah seorang ibu rumah tangga biasa.
Terlahir dari pasangan yang begitu menyayanginya membuat gadis itu memiliki kebahagiaan tersendiri sehingga tumbuh menjadi pribadi yang periang dan supel. Ia termasuk salah seorang remaja yang mudah bergaul. Meskipun ia memiliki tiga sahabat yang selalu setia menemaninya, tetapi ia tidak pernah membatasi pergaulan dengan siapa pun. Itu sebabnya ia mempunyai banyak teman.
Drt ... drt ... drt ....
Di tengah kegiatan mereka, tiba-tiba terdengar getaran ponsel, sontak membuat Aretha dan ketiga sahabatnya mengalihkan perhatian ke arah meja, dimana benda pipih itu tergeletak di sana.
Nampaknya ponsel tersebut milik Aretha. Secepat kilat, ia meraih benda pipih tersebut dan melihat layar ponselnya.
My Rich is calling ...
Senyum merekah nampak di wajah gadis itu sehingga menimbulkan pipinya yang semakin terlihat chubby. Ia segera menggeser icon berwarna hijau, menandakan akan menerima panggilan tersebut.
"Hallo, Sayang ... kamu sudah makan siang?" Suara di seberang sana.
"Hallo, Kak, ini aku lagi di kantin, kok!" jawab Aretha sembari mengaduk minuman lemon tea miliknya. "Kamu sendiri gimana, Sudah makan belum atau masih sibuk dengan tugas paper kamu? " tanyanya kemudian.
"Iya, sebentar lagi aku makan, Yank!" jawab Richard.
"Ya sudah, jangan lupa ya!"
"Siap! Aku tutup dulu ya teleponnya. Bye, Sayang!"
"Bye!"
Aretha meletakkan kembali ponselnya ke tempat semula, setelah mengakhiri obrolannya dengan Richard. Obrolan yang tentu saja menjadikan pusat perhatian ketiga gadis yang berada di sana. Mereka adalah Deasy, Diandra dan Tania yang tak lain adalah sahabat dari Aretha.
Kehadiran Richard Calder sebagai kekasihnya membuat kebahagiaan gadis itu semakin sempurna. Pria itu selalu membuatnya merasa menjadi gadis yang paling bahagia di dunia.
Ditengah Kesibukannya menyusun skripsi, tidak lantas membuat pria itu melupakan gadis yang begitu dicintainya. Ia tetap berusaha menjadi yang terbaik untuk Aretha dan selalu memberikan perhatian kepada gadis itu, meskipun hanya dengan cara yang sederhana.
Pria yang berusia 21 tahun itu memiliki kepribadian yang baik, Dewasa dan berwibawa. Parasnya yang tampan nyatanya tidak jarang membuat kaum hawa terbius akan pesonanya. Namun, ia terbilang sulit untuk jatuh cinta. Dari sekian banyaknya wanita yang ia kenal, hanyalah Aretha yang mampu menaklukkan hatinya.
Pasangan yang terpaut usia empat tahun ini, memang kerap sekali mengumbar kemesraan di depan sahabatnya sehingga mereka menjulukinya sebagai perfect couple.
Setelah meletakkan ponsel itu ke tempat semula, Aretha mengalihkan pandangan ke arah ketiga sahabatnya, secara bergantian. Ia termangu, ketika menyadari tatapan ketiga sahabatnya. Entah apa yang membuat ketiga gadis itu memasang ekspresi wajah datar saat menatapnya.
"Kalian kenapa lihatin gue kayak gitu?" tanya Aretha dengan rasa penasarannya.
Deasy melipat lengannya di atas meja. "Hidup lo enak banget sih, Re," ucapnya datar. "Gue kapan ya bisa kayak lo?" imbuhnya sembari mengalihkan pandangan ke arah gelas berisi orang juice, kemudian menyeruput minuman itu.
"Iya, boleh gak sih, kalau gue bilang Tuhan tuh gak adil?" timpal Diandra.
"Hus! sembarangan! Kalau ngomong tuh hati-hati, jangan asal bunyi, pakai bawa-bawa Tuhan segala!" ujar Tania, sedikit memberi jeda. “Hidup seseorang itu sudah ada yang ngatur. Jadi, ya syukurin saja apa yang Tuhan kasih untuk kita dan ikhlasin apa yang Tuhan kasih untuk orang lain." imbuhnya bijak.
"Nah tuh, dengerin!" tukas Aretha. "Don't be jealous of what other people have!" lanjutnya yang langsung dimengerti oleh kedua sahabatnya.
"Lagian, dia menang banyak sih! Udah punya cowok ganteng, baik, perhatian, dewasa, tajir melintir pula, kurang apa coba??" keluh Deasy.
"Betul! Lah kita, sampe ijo lumutan gini masih saja statusnya JOMBLO!" timpal Diandra meratapi nasibnya.
"Ya udah sih ya, jodoh kan emang udah ada yang ngatur!" ujar Tania lagi-lagi mengeluarkan fatwanya. Namun, kala itu dengan wajah tanpa ekspresi, seolah harus menerima keterpaksaan. Iya terpaksa, terpaksa karena harus berlapang dada meratapi nasibnya sendiri yang sama-sama jomblo.
Aretha hanya menggelengkan kepala, tanpa menanggapi ocehan yang dirasa sudah sering sekali terngiang di telinga. Jadi, menurutnya tidak perlu lagi ditanggapi berulang kali.
"Pulang nanti, lo dijemput lagi, Re?" tanya Deasy kemudian.
Aretha menganggukkan kepalanya. "Ya, seperti biasa. Kenapa?" Tanya Aretha sembari melirik ke arah Deasy.
"Hmm ... kapan gue–" Lirih Deasy seraya berpikir.
"Kagak usah mikirin yang aneh-aneh, ingat bentar lagi ujian. Mendingan tuh otak difokusin ke UN saja!" sela Aretha memotong pembicaraan Deasy.
"Tahu! Punya otak tuh jangan dipake ngehalu mulu!" timpal Tania sambil mengusap kasar wajah Deasy sehingga membuyarkan sedikit angannya.
"Sialan! Nasib lo juga sama, kan, kayak gue?" umpat Deasy.
"Yang penting kan gue gak ngehalu kayak lo!" jawab Tania.
"Gak usah pura-pura tabah, kalo hati lo ternyata nyesek meratapi nasib yang sama kayak kita!" ledek Diandra menimpali.
"BODO AMAT!!!!" ketus Tania, sedangkan Aretha hanya menyaksikan pertikaian ketiga sahabatnya sambil terkekeh menahan senyum.
Ditengah kegiatan mereka, tak lama bel masuk berbunyi. Seketika seluruh siswa yang berada di kantin itu masuk ke dalam kelasnya masing-masing tak terkecuali Aretha dan ketiga sahabatnya.
***
Setelah kegiatan pembelajaran di sekolah selesai, Aretha langsung keluar dan berjalan menuju tempat parkir. Dari jarak sekitar lima meter, tampak seorang pria bertubuh atletis tengah berdiri sambil bersandar pada mobil silver miliknya. Pria itu tak lain ialah Richard. Gadis itu pun segera menghampiri Richard.
"Hai, Sayang, sudah dari tadi?" tanya Aretha ketika telah berada di hadapan Richard.
"Enggak kok," jawab Richard sembari tersenyum. "Ya sudah, yuk!" ajaknya kemudian yang langsung mendapat anggukkan dari gadis itu.
Mereka melekatkan seatbelt ke tubuhnya masing-masing, setelah berada di dalam mobil. Richard mengemudikan mobilnya dengan kecepatan sedang. Di tengah perjalanan menuju rumah Aretha, mereka melakukan berbagai perbincangan sekadar penghilang jenuh.
"Gimana sekolah hari ini?" tanya Richard sambil menoleh ke arah Aretha sejenak, kemudian memusatkan kembali pandangannya kearah kemudi.
"Hmm ... masih seperti biasa, Kak!" jawab Aretha. "Bagaimana dengan paper kamu, sudah selesai?" tanyanya kemudian.
"Ya, hanya menunggu jadwal bimbingan!" jawab Richard.
"Oh ... syukurlah!" ucap Aretha sembari menganggukkan kepalanya.
"Oh ya, kamu mau aku antar kemana dulu, nih?" tanya Richard.
"Mmm ... kayaknya langsung pulang saja deh, Kak."
"Baiklah!" Richard mengiyakan.
Setengah jam pun berlalu, akhirnya mereka sampai di tempat yang dituju. Pria itu turun terlebih dahulu dari mobil, lalu membukakan pintu mobil untuk Aretha. Gadis itu pun langsung turun dan memijakan kaki tepat di halaman rumahnya, setelah pintu mobil terbuka.
"Kak, kamu tidak perlulah berlebihan kayak gini!" seru Aretha menolak diperlakukan layaknya seorang putri oleh kekasihnya.
Ini bukanlah kali pertama gadis itu menolak perlakuan Richard yang menurutnya berlebihan. Namun, pria itu tidak pernah menghiraukan karena menurutnya wanita itu adalah makhluk yang harus dihargai dan dihormati, apalagi Aretha adalah wanita yang saat ini dicintainya. Jadi, sudah sepantasnya dia memperlakukan gadis itu seperti seorang putri.
"Kamu tuh apaan sih, tidak ada yang berlebihan, kok!" ucap Richard sambil mengacak rambut Aretha. "Ya sudah, kamu masuk, gih!" tuturnya.
"Kamu gak masuk dulu?" tanya Aretha.
"Aku langsung pulang, ya?" ucap Richard. "Kamu mandi terus istirahat, jangan lupa makan!" imbuhnya mengingatkan.
"Ya sudah, take care ya!" ucap Aretha mengingatkan.
Seketika terbit senyuman di wajah Ruchard. "Ya sudah, aku pulang ya, bye!" ucap Richard sembari memegang pipi Aretha sekilas, kemudian berlalu masuk ke dalam mobil. Aretha hanya menganggukkan kepala sembari tersenyum. Setelah mobil Richard sudah tidak terjangkau oleh netranya, gadis itu masuk ke dalam rumah.
Kak Richard, kamu tidak tahu saja, seandainya ketiga sahabatku tahu perlakuan kamu yang sebegitunya manisnya terhadapku, Bisa tambah iri mereka! gumam Aretha dalam hati sembari berjalan masuk kedalam rumah.
Selama dua tahun berpacaran, Richard selalu memperlakukan Aretha dengan baik. Ia sangat menghargai kekasihnya sebagai seorang wanita. Bahkan, pria itu juga selalu menjaga kehormatan gadis itu dengan tidak memperlakukannya seperti wanita murahan. Pria itu tidak pernah mengeluarkan kata-kata kasar yang dapat menyakiti perasaan kekasihnya, sekali pun mereka dihadapkan dengan masalah dalam hubungan mereka. Richard selalu menghadapi dengan sikap dewasa, sekalipun Aretha yang salah, dia tetap selalu mengalah.
Waktu yang lumayan lama untuk menjalin sebuah hubungan sebagai seorang kekasih, tidak lantas merubah perasaan keduanya. Perasaannya masih sama seperti dulu, yaitu sama-sama saling mencintai satu sama lain.
__________
Chapter ini sudah berulang kali di revisi, namun tidak menutup kemungkinan masih banyaknya kesalah ataupun typo yang tanpa author sadari. Oleh karena itu, author mohon dengan sangat agar para readers bisa memberikan sedikit krisannya guna untuk menjadikan karya yang lebih baik lagi.
terima kasih sudah mampir
Happy Reading!
semoga kalian suka!
jangan lupa tinggalin jejak dengan like and comment!!!!
Pagi itu, Aretha terlihat sedang membaca buku dalam posisi tengkurap di atas tempat tidur. Kala itu ia memang tidak disibukkan dengan kegiatan sekolah karena libur. Selain hobi, membaca buku juga termasuk salah satu caranya dalam menghilangkan rasa bosan. Pada zaman modern seperti sekarang, membaca buku adalah termasuk hobi yang langka di kalangan anak remaja seusianya.
Disaat yang lain lebih menyukai berkutat dengan alat tekhnologi canggih seperti telepon pintar dan sejenisnya. Namun, tidak dengan gadis itu. Kecanggihan tekhnologi saat ini tidak lantas membuat gadis itu melupakan akan hobinya.
Di tengah kegiatannya, tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu yang diiringi suara panggilan dari Carmila Grissham yang tak lain adalah ibu kandung dari gadis itu.
Tok ... Tok ... Tok ...
"Re, ini Mami!" seru Carmila di balik pintu kamar.
Dengan sigap gadis itu beranjak dari tempat tidur dan segera membuka pintu kamarnya.
"Iya, Mi, ada apa?" tanya Aretha dengan masih memegang daun pintu.
"Mami dan papi mau menghadiri pesta pernikahan anaknya rekan bisnis papi, kamu mau ikut?" tanya Carmila.
"Gak deh, Mi ... aku di rumah aja, ya?" jawab Aretha malas.
"Ya sudah, kalau begitu mami berangkat dulu, ya!" pamit Carmila sembari mencium kening anak semata wayangnya.
"Iya, Mi. Hati-hati, ya!" Aretha menutup kembali pintu kamarnya, setelah Carmila berlalu dari sana.
Gadis itu berniat meraih kembali buku yang tadi sempat ia baca. Namun, seketika ia mengurungkan niat itu, ketika mendengar bunyi ponsel yang tergeletak tak berdaya di atas nakas, di samping tempat tidurnya. Ia langsung meraih benda pipih tersebut dan segera menerima panggilan yang ternyata dari Richard, kekasihnya.
"Hallo, Kak!" sapa Aretha, setelah berhasil menerima panggilan itu.
"Hallo, Sayang, kamu lagi sibuk?" tanya Richard di seberang sana.
"Enggak, sih. Kenapa?" tanya Aretha sedikit memberi jeda. "Aku baru saja mau lanjutin baca buku," imbuhnya.
"Aku ganggu ya?" tanya Richard seolah merasa tidak enak hati.
Aretha terkesiap. "Hn? Eng-enggak, kok!" jawabnya gugup.
"Tadinya aku mau ngajakin kamu jalan, Yank," ujar Richard memberi tahu. "Tapi sayang, kayaknya kamu lagi sibuk!" keluhnya.
"Enggak. Sibuk apaan, cuma baca buku doank!" jelas Aretha.
"Beneran??" tanya Richard meyakinkan.
"Iya!" jawab Aretha singkat.
"Ya udah, kita jalan yuk!" ajak Richard.
Gadis itu berpikir sejenak. Ia merasa bingung, antara harus menerima atau menolak ajakan Richard. "Mmm ... kayaknya aku lagi males keluar deh, Yank!" jawab Aretha.
"Yah ... gak jadi melepas rindu dong?" lirih Richard kecewa.
"Ya udah kamu ke sini deh, temenin aku nonton!" titah Aretha. "lagian aku juga lagi BT di rumah, mami sama papi lagi pergi," lanjutnya.
"Emang boleh berduaan di rumah kamu?" ucap Richard menggoda.
Gadis itu berdecak sebelum menanggapi. "Kata siapa berduaan? Di sini masih ada bibi lho, Yank!" ujarnya.
"Hehe ... kirain, pahal aku udah seneng, lho ...," balas Richard cengengesan. "Ya udah, wait ya, Sayang!" lanjutnya girang.
Setelah mengakhiri obrolan dengan Richard, Aretha kembali melanjutkan membaca buku yang belum sempat ia selesaikan
***
Lima belas menit berlalu, deru lembut sebuah knalpot mobil memecah di sekitar halaman rumah. Suara mobil yang sangat familiar di telinga gadis itu. Ia sudah menduga bahwa itu adalah suara mobil Richard
Ah, aku sangat mengenal suara mobil itu, gumamnya.
Gadis itu segera beranjak dari kamarnya, menuju pintu depan. Dalam waktu yang bersamaan, Wati, sang asisten rumah tangga terlihat tengah berjalan menuju pintu depan, setelah indra pendengarannya menangkap suara ketukan pintu. Namun, Aretha segera menghentikan langkah perempuan paruh baya itu sehingga membuat Wati membalikan badan, menghadap ke arah gadis itu.
"Biar saya yang buka, Bi!" seru Aretha.
"Oh ... baik, Mbak," ucap Wati mengangguk kemudian kembali berjalan menuju dapur.
"Bi, tolong bikinin minum ya, buat Richard!" seru Aretha kepada Wati, sebelum ia berhasil meninggalkan tempat itu.
Wati yang sudah sempat melangkahkan kakinya kembali menoleh ke arah Aretha. "Baik, Mbak!" jawab Wati sembaru menganggukkan kepalanya.
Ceklek
Benar saja dugaan Aretha bahwa tamu itu adalah Richard. Tampak raut semringah di wajahnya. Seketika ia menarik kedua sudut bibirnya membentuk senyuman, lalu mempersilakan pria itu untuk masuk.
"Hai, Kak, silakan masuk!" sapa Aretha, lalu memepersilakan Richard masuk dan duduk di ruang tamu. Secepat kilat pria itu mengiyakannya. Mereka tampak duduk bersebelahan di kursi panjang yang berada di ruang tamu tersebut.
"Nih, buat kamu!" ucap Richard sembari menyodorkan paper bag kecil berwarna putih yang dibawanya.
"Apaan nih?" tanya Aretha seraya meraih paper bag itu, kemudian mengintip isinya.
"Buku lagi," lirihnya seraya menatap wajah Ricjard. "Kamu gak bosan kasih aku buku terus?" tanya Aretha seraya melirik ke arah Richard.
"Memangnya kamu sudah bosan dengan hobi kamu itu?" ucap Richard bertanya balik.
"Mana bisa aku bosan dengan hobiku itu," jawab Aretha manyun sembari mengambil buku yang ada di dalam paper bag itu.
"Itulah alasannya kenapa aku tidak pernah bosan kasih kamu buku," jelas Richard.
"Kyaaa ... ini kan novel terbaru, Kak! Thanks ya, aku seneng banget. Dari kemarin - kemarin aku mau beli ini, tapi belun sempat!" ucap Aretha girang.
"Kamu tahu gak, aku beliin kamu buku biar apa?" tanya Richard sembari mencondongkan kepalanya ke depan, lebih mendekati gadis di hadapannya.
"Biar apa?" tanya Aretha penasaran.
"Biar kamu inget terus sama aku!" jawab Richard tanpa ragu. Aretha mengernyitkan dahinya seolah merasa heran. Ia pikir apa hubungannya coba?
"Kalau aku kasih bunga, sehari juga layu, ujung - ujungnya kamu buang, sekali pun bunganya tetap mekar gak mungkin kamu pandangin terus, kan?" ucap Richard mulai menjelaskan.
"Tapi kalo buku, aku tahu kamu pasti mau baca buku itu karena itu kan hobi kamu. Jadi, setiap kali kamu baca buku dari aku, aku harap kamu selalu inget sama aku." lanjutnya Richard panjang kali lebar.
Aretha terkekeh menahan senyumnya. "Tanpa di kasih buku pun, mana mungkin aku melupakanmu, nyebelin!" ucap aretha memanyunkan bibirnya.
"Yang bener??" tanya Richard menggoda Aretha sembari menoel dagunya menggunakan jari telunjuknya.
"Ish ... apaan sih!!" Aretha menahan senyum sembari menepis pelan tangan Richard. Seketika wajahnya bersemu merah, merasa malu atas perlakuan Richard terhadapnya.
Belum selesai pria itu menggoda kekasihnya, tiba-tiba Wati datang menghampiri mereka. Ia membawa nampan yang berisikan dua gelas air minum beserta cemilannya, lalu ia meletakan makanan dan minuman itu di atas meja yang berada di hadapan mereka.
Setelah Wati selesai menyuguhkan makanan dan minuman tersebut, ia kembali ke dapur dan melakukan pekerjaan yang sudah menjadi tanggung jawabnya.
"Aku tuh gemes kalo liat ekspresi wajah kamu kayak gitu!" ucap Richard kembali menggodanya.
"Apaan?" ucap Aretha membelalakan matanya ke arah Richard sambil menahan senyum, sontak membuat pria itu semakin gemas melihatnya. Secepat kilat pria itu meraih kedua pipi Aretha yang chubby kemudian mencubitnya gemas layaknya kepada seorang bayi.
"Aaww ... sakit!" pekik Aretha.
"Aku gemas banget sama kamu!" ucap Richard menghentikan cubitannya kemudian mengusap pipi Aretha untuk menghilangkan rasa sakit yang tidak seberapa itu.
"Kalau pipi aku di cubitin terus kayak gitu, nanti tambah chubby pipi akunya!" gerutu Aretha manja sembari megusap kasar pipinya kemudian memajukan bibirnya hingga lima centimeter.
"Gak usah manyun gitu, kalau gak mau aku makan!" ucap Richard membuat Aretha berdecak.
Meskipun mereka berdua hanya menghabiskan hari liburnya di rumah. Namun, itu tidak mengurangi keseruan antara mereka. Banyak yang mereka bahas waktu itu. Karena sudah merasa bosan, Aretha mengajak Richard untuk menonton film di rumahnya. Richard pun mengiyakan ajakan gadis itu.
Tak terasa waktu sudah semakin sore. Richard segera berpamitan untuk pulang, setelah orang tua Aretha pulang. Gadis itu tampak mengantar Richard ke depan rumahnya dan menunggu sampai mobil milik pria itu sudah tidak terjangkau oleh netranya.
__________
Happy Reading ...!!!
Ditunggu Kritik dan sarannya ya ...
Jangan lupa tinggalin jejak kalian dengan LIKE and COMMENT
🤩
NEXT EPISODE ...
Sidang skripsi telah usai. Terpancar raut bahagia dari beberapa mahasiswa, ketika mendengar pengumuman hasil dari sidang tersebut. Namun, ada beberapa dari mereka yang merasa kecewa karena kelulusannya ditangguhkan. Canda tawa beberapa mahasiswa memecah di setiap penjuru kampus, tak terkecuali Richard dan sahabatnya, Rendy.
Akhirnya, setelah empat tahun berjuang bersama-sama. Mereka berdua bisa lulus pada waktu yang sama pula, meskipun setelah ini akan ada perpisahan di antara mereka.
Sedari awal, Mereka berdua telah memiliki rencana. Namun, dengan terpaksa Richard harus menggagalkan rencana itu. Ia tidak bisa melanjutkan kuliah S2-nya di London bersama Rendy.
Bukan karena soal biaya, melainkan karena ia memiliki tugas dari ayahnya, Felix, untuk membantu mengelola perusahaan yang fokus pada bidang properti, milik keluarganya.
"Ren, lo jadi lanjut kuliah di London?" tanya Richard.
"Iya. Mungkin mulai besok gue akan sibuk ngurusin persyaratan buat masuk di salah satu universitas terbaik di sana," jawab Rendy. "Lo do'ain gue ya, Bro, semoga gue diterima di sana," pintanya.
"Pasti gue do'ain, Bro." lirih Richard. "Gue pasti kangen sama lo!" lanjutnya.
"Lo serius gak mau lanjut kuliah bareng gue, Bro? Bukannya lo pengen banget kuliah di sana?" tanya Rendy.
"Pengen banget gue, tapi ... kayak lo gak tau bokap gue aja. Lo tau sendirilah bokap tuh keras banget, gak bisa kalau harus di tentang," jawab Richard sedikit menunjukkan wajah kecewa.
"Kalau sewaktu-waktu lo berubah pikiran, nanti akan ada pendaftaran untuk gelombang kedua!" ujar Rendy memberi informasi. Namun, hanya direspon dengan anggukkan kepala oleh Richard.
Terpancar raut kekecewaan di wajah Richard. Pria itu hanya bisa berlapang dada menerima semua kekecewaan itu, mengingat sesuatu hal yang sudah sejak lama direncanakannya, ternyata harus gagal. Namun, di sisi lain ia juga merasa bahagia karena itu artinya ia tidak perlu LDR (Long Distance Relationship) dengan Aretha sebagai kekasihnya.
Ayah Richard yang tak lain adalah Felix Calder merupakan sosok yang memiliki watak yang keras dan tegas. Ia tidak bisa di tentang oleh siapapun, tak terkecuali anaknya sendiri.
Jiwa bisnis yang begitu tinggi membuat Felix sangat terobsesi untuk menjadikan putra satu-satunya itu mewarisi keahliannya dalam berbisnis. Bukan berarti ia tidak ingin putranya memiliki pendidikan yang tinggi. Namun, kondisi kesehatannyalah yang memaksa ia harus segera memposisikan Richard di perusahaannya.
PT. Calder Property yang tak lain adalah nama perusahaan keluarga Calder. Perusahan yang fokus pada bidang properti itu sudah berdiri sejak tahun 2005. Perusahaan itu didirikan oleh Bramantyo Calder yang merupakan ayah kandung dari Felix Calder.
Karena Bram hanya memiliki satu anak yang tak lain adalah Felix, maka setelah meninggal, Bram menyerahkan seluruh harta kekayaannya kepada putra semata wayangnya itu, termasuk perusahaan tersebut.
Namun, dua belas tahuh Felix mengelola perusahaan itu, ia tiba-tiba terserang penyakit jantung. Semakin lama kondisi kesehatannya semakin memburuk. Itulah mengapa ia meminta Richard untuk membantunya dalam mengelola perusahaan tersebut.
Bahkan, dari semenjak masih kuliah, Felix sudah mengajarkan putranya untuk ikut terjun ke dalam dunia bisnis. Itu semua Felix lakukan semata-mata hanya karena ingin memberikan pengalaman kepada putra satu- satunya itu, selagi ia mampu sehingga ia tidak perlu khawatir akan perusahaannya, ketika sakit jantung yang dideritanya semakin bertambah parah.
Entah karena jiwa bisnis yang diwariskan oleh orang tuanya, atau karena memang Richard adalah orang yang termasuk kalangan jenius sehingga Felix tidak pernah merasa kesulitan untuk mengajarkan putranya dalam mengelola perusahaan.
Richard bisa dengan mudah memahami apa yang diajarkan oleh ayahnya. Itulah mengapa Felix sangat ingin sekali Richard segera membantunya dalam mengelola perusahaan karena ia tahu akan kemampuan yang dimiliki oleh putranya itu.
*****
Sorenya, Aretha dan Richard nampak telah berada di dalam mobil. Mereka sedang berada dalam perjalanan pulang. Setelah sepuluh menit yang lalu Aretha menyadari keberadaan Richard di parkiran sekolah, ia langsung menghampiri pria itu dan segera masuk ke dalam mobil berwarna silver yang terparkir di samping pria itu.
Seperti telah menjadi kebiasaan. Mereka menyelipkan beberapa perbincangan ringan di tengah perjalanan mereka yang kali ini dimulai oleh Aretha.
"Kak, bagaimana dengan sidang skripsi kamu?" tanya Aretha seraya menoleh ke arah Richard yang masih fokus dengan kemudinya.
"Alhamdulillah ... lancar, Sayang," jawab Richard menunjukkan raut wajah yang begitu bahagia. "Aku lulus dengan nilai yang memuaskan," imbuhnya sembari menoleh ke arah Aretha sejenak, kemudian memfokuskan kembali pandangannya ke arah kemudi.
"Alhamdulillah ... selamat ya, Kak!" ucap Aretha senang.
"Makasih, Sayang." Richard mengusap puncak kepala Aretha dengan lembut.
Hening ....
Seketika perbincangan mereka terhenti. Aretha tampak menundukkan kepalanya, seolah ada yang tengah ia pikirkan. Setelah beberapa menit, gadis itu kembali memulai pembicaraan dengan Richard.
"Mm ... kamu jadi lanjut kulian di London?" tanya Aretha sedikit ragu. Ia menatap pria di sampingnya yang masih fokus dengan arah kemudi. Gadis itu tampak menunggu jawaban dari Richard.
Richard tersenyum. "Pengennya!" jawab Richard singkat tanpa menoleh ke arah gadis itu.
Seketika jawaban Richard membuat gadis itu termenung. Ia menekuk lehernya dengan ekspresi wajah memberengut. Tak ayal tingkah gadis itu tampak mengalihkan perhatian Richard. Seketika terbit senyuman di wajah pria itu.
"Tapi papa gak kasih ijin," ujar Richard seraya menatap Aretha sejenak.
Mendengar jawaban Richard, Aretha sedikit terkesiap. "Kenapa?" tanyanya seraya menatap heran pria itu.
"Papa memintaku untuk membantu beliau dalam mengelola perusahaan," jelas Richard dengan tatapan yang fokus ke arah jalanan. Sedangkan, Aretha hanya ber-oh ria menanggapinya.
Ada sedikit kebahagiaan yang terpancar di raut wajah gadis itu. Seketika ia menarik kedua sudut bibirnya, membentuk senyuman. Richard semakin terkekeh menahan senyum.
Entah kenapa ekspresi wajah Aretha saat itu terlihat sangat lucu dan menggemaskan. Seketika ekpresi itu membuat Richard ingin sekali mencubit pipinya yang chubby, tetapi tidak mengurangi kecantikannya itu.
"Kenapa senyum begitu?" tanya Richard seakan ingin menggodanya.
"Hn??" Aretha terkesiap. "Eng-enggak kenapa-kenapa," jawabnya sedikit gugup, seolah sedang tertangkap basah melakukan sesuatu hal yang buruk.
Tiba-tiba Richard menghentikan kemudinya, lalu memarkirkan mobil itu di tepi jalan yang sedikit sepi dari lalu lalang kendaraan sehingga membuat Aretha merasa heran.
"Lho, kenapa berhenti, Kak?" tanya Aretha penasaran. Richard menatap gadis itu dengan satu tangan yang masih memegangi setir mobil. Mereka tampak beradu pandang.
"Kamu senang kalau aku gak jadi kuliah di London?" tanya Richard seraya mencondongkan sedikit kepalanya hingga jarak mereka menjadi lebih dekat.
Aretha menundukkan kepalanya. Wajahnya tampak bersemu merah. Ia menganggukkan kepalanya berulang kali tanpa sedikit berbasa basi terlebih dahulu. Richard memang paling bisa membuatnya tersipu.
Aretha mendongakkan kepalanya, menatap ke arah Richard. "Tapi ... kalaupun kamu harus kuliah di sana, aku juga tetap akan dukung kamu, kok!" ucapnya yakin.
Richard pun melempar senyuman khasnya. "Kalau kamu senang, aku juga senang," ujar Richard seraya mengacak rambut Aretha, lalu mencubit sebelah pipi gadis itu dengan gemas.
"Ishh ... Kak Richard kebiasaan deh. Sakit aku tuh!" gerutu Aretha dengan nada manjanya.
"Uuh ... kasihan, mananya yang sakit, Sayang? Sini-sini, aku obatin!" goda Richard seraya mengerucutkan bibir, kemudian mendekatkan wajahnya, seolah berusaha mencoba mengecup pipi gadis itu.
Namun, secepat kilat Aretha menghalaunya sebelum jarak mereka semakin mendekat. Gadis itu tampak mendorong tubuh pria itu, sedikit menjauh darinya.
"Awas ya, jangan macam-macam!!" Ancam Aretha dengan penuh penekanan.
"Yah, mau aku obatin juga!" ucap Richard kecewa seraya melengos ke sembarang arah. Sedangkan, Aretha hanya berdecak kesal.
Richard kembali mengemudikan mobil setelah Aretha meminta kepada pria itu untuk segera mengantarkannya pulang.
_________
Happy Reading...!!
Jangan lupa LIKE and COMMENT😘😘
Author selalu menunggu kritik dan saran dari kalian 🙏🙏🙏
****
NEXT EPISODE...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!