“Bagaimana keadaan anak saya dokter?”
Seorang wanita paruh baya bertanya pada dokter yang baru saja keluar dari ruang UGD dengan wajah panik dan basah oleh air mata. Wanita itu bernama Lina yang tidak lain adalah ibu kandung dari pengusaha muda bernama marfel chandra.
“Saat ini pasien masih dalam keadaan kritis nyonya." Jawab dokter johan pelan.
Tangisan lina semakin hebat. Tubuhnya meluruh ke lantai yang langsung di tubruk oleh suaminya, tedy chandra.
“Mamah tenang mah.. Anak kita kuat.. Papah yakin dia bisa melewati masa kritisnya.” Bisik tedy pada istrinya dengan suara bergetar.
Tedy tidak bisa berbohong. Tedy juga merasa takut juga khawatir. Marfel putra satu satunya. Marfel putra kesayanganya juga kebanggaanya. Dan marfel adalah sumber dari kebahagiaanya selama 27 tahun ini.
Dari kejauhan terlihat seorang wanita cantik berambut kurli berlarian menuju kedua orang tua marfel. Dan wanita itu tidak lain adalah ariana chandra. Istri dari marfel chandra.
“Mamah papah..”
Mendengar suara bergetar ariana kedua orang tua marfel langsung menoleh. Lina yang terus menangis menatap penuh luka pada ariana yang baru datang setelah di beri kabar bahwa marfel mengalami kecelakaan.
“Ana.. Marfel..” Tangis lina terisak.
Ariana langsung menubruk tubuh mamah mertuanya. Ariana memeluk erat tubuh bergetar lina dan ikut menangisi keadaan suaminya.
“Apa yang terjadi mah? Kenapa dengan marfel? Kenapa bisa kecelakaan?” Tanyanya dengan di sertai isak tangis.
Lina hanya menggelengkan kepala dalam pelukan ariana. Wanita baya itu tidak tau menau tentang sebab kecelakaan yang di alami putra tunggalnya.
“Jangan menangis. Kita harus banyak berdo'a untuk marfel. Papah yakin marfel kuat. Marfel bisa melalui masa kritisnya.” Lirih tedy memeluk istri dan menantu kesayanganya.
Deringan ponsel dalam tas kecil ariana membuat tedy langsung melepaskan pelukanya. Begitu juga dengan lina.
“Sebentar mah pah ana angkat telpon dulu.”
Ariana langsung menjauh dari kedua mertuanya sambil mengusap air mata yang membasahi pipi tirusnya. Wanita itu tidak menyadari tatapan tidak percaya ibu mertuanya karna ariana masih sempat mengangkat telpon dalam keadaan suaminya sedang kritis di UGD.
“Bagaimana keadaan tuan marfel?”
“Kamu menelpon di waktu yang tidak tepat. Marfel kritis sekarang. Dan itu gara gara kamu.” Marah ariana pada seorang yang menelponya.
------
Di sisi lain tapi masih di tempat yang sama seorang gadis berambut coklat terang sedang menangis pilu di depan sebuah ruangan tempat dimana orang terkasihnya sedang tidak berdaya.
Gadis itu bernama Laura lusiana atau akrab di sapa laura. Laura menangis pilu karna tidak tau harus bagaimana. Neneknya sedang sakit dan harus segera di operasi. Namun sepeserpun laura tidak memegang uang. Di tambah lagi dengan hutangnya yang menumpuk dengan bunga yang begitu besar pada lintah darat yang hampir setiap hari mendatangi gubuk kecilnya.
“Nenek.. Laura harus bagaimana sekarang.. Hiks hiks.” Tangisnya.
Laura menyembunyikan wajah cantiknya di antara 2 tumpukan lenganya yang bertumpu pada kedua lututnya. Semua yang laura miliki satu persatu di panggil oleh tuhan. Mulai dari ayah, ibu, juga kakeknya. Dan sekarang yang tersisa hanya nenek dan adiknya yang masih duduk di bangku sekolah dasar. Adiknya saat ini laura titipkan di rumah tetangga yang memang baik padanya sementara laura menemani sang nenek di rumah sakit.
Laura menegakan kepalanya. Gadis itu berlahan bangkit dari duduknya di depan pintu ruangan tempat neneknya di rawat.
“Aku nggak boleh nyerah. Nenek sama tian butuh aku.. Aku harus bangkit. Aku harus semangat.” Gumamnya dengan suara bergetar.
Laura yakin juga sadar tuhan tidak akan menguji seorang hamba melebihi batas kemampuan yang hamba itu miliki. Dan keyakinan itu membuat semangat laura kembali berkobar. Laura yakin bisa menghadapi semua ujian yang sedang tuhan berikan padanya.
“Nenek.. Nenek harus sembuh. Nenek harus kuat. Laura sama tian sangat membutuhkan nenek. Laura sama tian sangat sayang sama nenek..” Batin laura bergumam.
Laura menoleh menatap pintu ruang rawat sang nenek. Kedua tanganya mengepal erat.
“Demi nenek juga tian.. Laura nggak akan menyerah..” Gumamnya semangat.
----------
“Saya akan membiayai semua pengobatan nenek kamu tapi dengan satu syarat.”
Laura menatap tidak mengerti pada bos pemilik caffe tempatnya bekerja. Laura juga tidak tau kenapa tiba tiba wanita sombong dan angkuh itu memanggilnya dan menawarkan sejumlah uang bahkan mengiming imingi akan membiayai pengobatan neneknya.
“Syarat apa nyonya?” Tanya laura menelan ludahnya menatap Ariana.
“Kamu harus mau menikah dengan suami saya. Kamu urus baik baik dia. Tapi ingat, jangan pernah mengharap apapun. Apa lagi cinta.”
Jawaban judes ariana membuat laura ternganga tidak percaya. Bagaimana mungkin ada seorang istri yang mencari madu untuknya sendiri.
“Nyonya tapi..”
“Pikirkan itu baik baik. Nasib nenek kamu ada di tangan kamu sendiri. Jam pulang kerja nanti kamu bisa menjawabnya. Silahkan keluar.” Sela ariana.
Laura menggelengkan kepalanya. Laura membutuhkan banyak uang saat ini. Selain untuk pengobatan neneknya laura juga butuh untuk biaya sekolah adiknya tian. Tapi mendengar syarat yang di ajukan bosnya laura menjadi takut juga bimbang.
Menjadi istri ke 2 sama sekali tidak pernah terpikirkan oleh laura. Apa lagi sampai menjadi madu untuk bosnya.
-------
“Laura lusiana. Kamu istri ke 2 ku sekarang.”
Laura menundukan kepalanya mendengar suara berat marfel. Pria yang baru beberapa menit berjanji di hadapan semua saksi, orang tua dan dengan nama yang kuasa untuk mencintai dan menjaganya sepenuh jiwa dan raganya. Meskipun pernikahan itu sebenarnya hanya sebuah tuntutan bagi laura bukan kemauan.
“Aku pria buta laura. Mungkin aku akan menyusahkan kamu kedepanya.”
Laura hanya bisa diam mendengarkan. Pelan pelan laura mengangkat kepalanya.
”Dia kan buta. Untuk apa aku menunduk? Bahkan aku melotot di depanya pun pasti dia tidak akan tau.” Batin laura bergumam.
Marfel menolehkan kepalanya. Pria itu tersenyum manis. Sangat manis sampai membuat laura terhipnotis bak gadis bodoh.
“Ya tuhan.. Dia sangat tampan. Bahkan mengalahkan oppa oppa..”
Sesaat laura terus menatap marfel yang juga menatapnya. Laura benar benar terpana dengan ketampanan suaminya itu. Ketampanan yang baru laura sadari karna selama ijab kobul laura terus menundukan kepalanya. Bahkan untuk sekedar menoleh saja laura merasa takut saat itu.
“Kamu tidak perlu khawatir. Pernikahan ini hanya berlaku sementara. Kamu bisa bebas setelah masalahku dan ana selesai. Untuk itu tolong bantuanya untuk segala hal nanti.” Sambung marfel.
Laura tidak menggubris apa yang marfel katakan. Gadis dengan kebaya pengantinya itu malah mendekat dengan tampang bodohnya pada marfel.
Sementara marfel yang memang hanya pura pura buta tersenyum merasa terhibur melihat wajah menggemaskan gadis yang baru saja sah menjadi istrinya. Marfel tidak heran jika banyak kaum hawa yang terpikat dengan ketampananya. Tapi ekspresi bodoh tidak biasa laura benar benar sangat langka karna hampir semua wanita yang mendekatinya selalu bergaya centil dan menggoda.
“Dasar gadis bodoh.”
Laura menatap ragu seorang meneger bertubuh pendek dengan perut buncit di caffe tempatnya bekerja. Laura bermaksud meminjam uang untuk membiayai operasi jantung neneknya.
“Kenapa ra?”
Laura tersentak. Gadis itu menoleh menatap seorang pemuda yang tidak lain adalah patnernya dalam bekerja sebagai pelayan di caffe tersebut.
“Eh na..”
Laura bingung harus bagaimana. Menceritakan pada nana pun tidak akan merubah keadaan. Yang ada laura hanya menambah beban pada temanya yang sama sama sebagai tulang punggung keluarga itu.
“Kamu ngapain liatin pak handoko begitu?” Tanya pemuda tampan bernama nana itu ikut menatap pada pria pendek berperut buncit yang kalau bicara menyebabkan gerimis kecil dari mulutnya.
Laura menggelengkan kepalanya.
“Nggak kok. Nggak papa.” Jawabnya.
“Kerja kerja !! Jangan ngobrol terus yang disana !!”
Laura dan nana langsung bergerak cepat berlalu dari tempatnya berdiri mendengar teriakan handoko. Mereka berdua tau manager berperut seperti tahu bulat itu sedang berseru kepadanya.
Waktu makan siang caffe itu semakin ramai pengunjung. Mulai dari ABG, ibu ibu arisan, bahkan sampai tuan tuan tampan yang membuat pusing kepala dengan segala omelan dan ke angkuhanya.
“Gimana keadaan nenek kamu ra?”
Laura yang hendak mengantarkan pesanan ke meja pengunjung menoleh. Laura tersenyum. Nana memang tau keadaan neneknya yang saat ini sedang menunggu kedatanganya di rumah sakit.
“Nenek baik.” Jawab laura.
“Aku nganterin pesanan dulu na.” Katanya kemudian.
Nanda mengangguk. Pemuda berambut coklat itu menatap kasihan pada laura yang berlalu. Nana tau bagaimana kekuranganya laura. Meskipun memang keadaan mereka berdua sama. Sama sama menjadi tulang punggung bagi keluarganya.
“Andai aku jadi orang kaya ra. Aku pasti nggak akan biarin kamu susah.” Gumam nana.
1 Jam kemudian pengunjung di caffe itu mulai berkurang. Saat itu para pekerja di caffe tersebut baru bisa beristirahat sambil mengisi perutnya yang keroncongan.
Laura duduk di pojokan dapur menatap ngenes pada makan siangnya hingga suara gelak tawa teman teman seperjuanganya berhasil mengalihkan perhatianya.
Laura tersenyum. Tawa teman temanya begitu ringan dan seolah tidak memiliki beban apapun. Tidak seperti dirinya yang bahkan untuk sekedar tersenyum saja rasanya sangat susah. Beban yang laura pikul sangat berat. Gajinya setiap bulan tidak pernah cukup untuk membiayai kehidupan sehari harinya. Apa lagi jika untuk membeli obat neneknya.
Laura ingin menangis rasanya. Tapi laura malu. Laura tidak mau di katai cengeng oleh teman temanya di caffe itu.
BRAKK !!
Suara pintu dapur yang di buka dengan begitu keras berhasil menghentikan tawa teman teman laura. Mereka semua termasuk laura langsung menoleh ke arah pintu dimana handoko berdiri disana.
“Laura !!” Serunya dengan pandangan mata menyapu keseluruh sudut dapur.
Laura mengerjapkan beberapa kali kedua matanya. Seingatnya laura tidak melakukan kesalahan apapun siang ini.
“Saya pak..”
Dengan ragu laura mengangkat tanganya. Jantungnya berdetak cepat dengan keringat yang mulai membasahi keningnya.
“Ikut ke ruangan saya sekarang.” Kata handoko tegas.
Hening
Seluruh pasang mata langsung menatap pada laura yang semakin merasa ketakutan. Entah kesalahan apa yang di buat olehnya sehingga tiba tiba menager gendut nan pendek itu memanggilnya.
Laura berlalu dari dapur menyusul handoko yang sudah melangkah lebih dulu darinya. Pikiran pikiran buruk mulai menguasai otak laura.
“Tuhan.. Jangan biarkan hamba kehilangan pekerjaan ini.” Batin laura menjerit.
Laura memasuki ruangan handoko namun yang berada disana bukan pria pendek gendut itu melainkan pemilik dari caffe tersebut yaitu Ariana chandra.
“Duduk.”
Laura mengangguk pelan. Gadis itu mendudukan dirinya di kursi tepat di depan ariana.
“Apa yang kamu sangat butuhkan sekarang?”
Laura mengeryit merasa bingung. Entah apa maksud pertanyaan dari wanita cantik di depanya.
“Mak maksud nyonya ap apa?”
Ariana tertawa pelan. Dari sekian banyaknya pekerja di caffe miliknya ariana tau laura adalah salah satu dari mereka yang sangat disiplin juga jujur.
“Katakan saja apa yang kamu sangat butuhkan sekarang?”
Laura terdiam.
“Apa ini jawaban dari tuhan atas do'aku?” Batinya bertanya tanya.
“Laura.” Panggil ariana.
“Ah iya.. Maaf nyonya.” Kejut laura.
“Jadi?”
Detik itu juga wajah kesakitan sang nenek langsung terbayang di mata laura.
“Sa saya sedang butuh uang untuk biaya operasi nenek saya nyonya..” Kata laura gagap.
Ariana tersenyum penuh arti.
”Saya akan membiayai semua pengobatan nenek kamu, tapi dengan satu syarat.”
Laura menatap tidak mengerti pada bos pemilik caffe tempatnya bekerja. Laura juga tidak tau kenapa tiba tiba wanita sombong dan angkuh itu memanggilnya dan menawarkan sejumlah uang bahkan mengiming imingi akan membiayai pengobatan neneknya.
”Syarat apa nyonya?” Tanya laura menelan ludahnya menatap ariana.
“Kamu harus menikah dengan suami saya. Kamu urus dia baik baik. Tapi ingat, jangan mengharapkan apapun. Apa lagi cinta.”
Jawaban judes ariana membuat laura ternganga tidak percaya. Bagaimana mungkin ada seorang istri yang mencari madu untuknya sendiri.
“Nyonya tapi...”
“Pikirkan itu baik baik. Nasib nenek kamu ada di tangan kamu sendiri. Jam pulang kerja nanti kamu bisa menjawabnya. Silahkan keluar.” Sela ariana.
Laura menggelengkan kepalanya. Laura membutuhkan banyak uang saat ini. Selain untuk pengobatan neneknya laura juga butuh untuk biaya sekolah adiknya tian. Tapi mendengar syarat yang di ajukan bosnya laura menjadi takut juga bimbang.
Menjadi istri ke 2 sama sekali tidak pernah terpikirkan oleh laura. Apa lagi sampai menjadi madu untuk bosnya.
Selama bekerja laura terus memikirkan syarat yang di ajukan oleh ariana. Laura bahkan sampai hampir menumpahkan minuman pada salah seorang pengunjung.
“Kamu kenapa si ra? Pak handoko ngomong apa tadi? Kenapa kamu jadi nggak fokus gini?”
Laura menoleh menatap nana yang menatapnya sendu. Nana adalah teman terbaiknya selama bekerja di caffe itu. Nana juga sama seperti dirinya menjadi tulang punggung keluarga. Hanya saja nana masih sedikit beruntung karna masih memiliki ayah dan ibu yang lengkap juga sehat.
“Nggak papa na.. Cuma sedikit gerimis aja tadi biar aku lebih giat bekerja.” Jawab laura berbohong.
Nana menyipit. Pemuda tampan itu tidak percaya dengan jawaban laura.
“Serius?” Tanyanya.
“2 rius malah na.” Jawab laura nyengir kuda.
Nana menghela nafas.
“Oke percaya..” Senyumnya.
Laura ikut tersenyum. Laura ingin mencurahkan segala isi hatinya. Tapi laura merasa tidak punya tempat yang tepat. Nana memang baik. Tapi beban nana juga sudah berat. Laura tidak mau temanya itu ikut memikirkan masalahnya.
“Sepertinya memang menyetujui syarat nyonya ariana adalah jalan satu satunya untuk bisa mendapatkan uang saat ini..” Batin laura sedih.
“Tuhan... Jika memang ini jalanya tolong permudahkan langkah hambamu ini..” Mohon laura dalam hati pada sang pemberi kehidupan.
Jam pulang kerja laura kembali menemui ariana. Laura sudah bertekad. Hatinya sudah mantap dan yakin. Dan laura juga sudah siap menerima resiko apapun yang akan di hadapinya nanti.
“Demi nenek dan tian laura. Kamu pasti bisa.” Gumam laura dalam hati penuh keyakinan.
Ariana tersenyum menatap laura yang menundukan kepalanya. Ariana sudah menduga laura pasti mau menerima tawaran. Apa lagi dengan iming imingnya.
“Jadi bagaimana?” Tanya ariana menatap remeh pada laura yang terus menundukan kepalanya.
Laura memejamkan kedua matanya erat. Meskipun memang hatinya sudah yakin tapi rasa takut dan bimbang itu masih tetap hinggap.
“Sa saya.. Saya bersedia memenuhi syarat itu nyonya.” Katanya.
Lina dan tedy saling bergandengan tangan. Mereka harap harap cemas saat dokter johan membuka berlahan perban yang menutupi kedua indra penglihatan putra tunggalnya marfel.
“Pah..”
“Sabar mah.. Marfel tidak akan kenapa napa. Marfel anak kita yang kuat.”
Tedy berusaha menenangkan hati istrinya. Sebelumnya dokter johan memang sudah memberitahu bahwa ada kemungkinan marfel akan mengalami gangguan dengan penglihatanya akibat benturan keras di kepalanya saat mengalami kecelakaan.
Lina menolehkan kepalanya mencari sosok cantik ariana.
“Kenapa mah?” Tedy bertanya bingung menatap istrinya.
“Mana ana?”
Tedy menghela nafas. Seharusnya memang ariana ada disana menemani marfel saat dokter membuka perban yang menutupi kedua mata pria tampan itu.
“Mungkin ana masih dalam perjalanan mah..” Jawab tedy miris.
Lina menggelengkan kepalanya. Lina tidak menyangka ariana terus menyibukan dirinya sedangkan marfel sedang tidak berdaya di brankar rumah sakit.
“Dia benar benar keterlaluan.” Gumam lina dengan kedua tangan mengepal.
“Mah.. Sudah. Jangan berpikir yang tidak tidak. Ana mungkin sedang banyak yang harus di tangani.”
Tedy sebenarnya juga merasa kecewa tapi tedy berusaha untuk berpikir positif pada menantunya. Tedy yakin ariana istri yang baik. Meskipun memang ariana tidak pernah ada waktu untuk menemani marfel selama beberapa hari ini. Tapi tedy mencoba maklum. Ariana mungkin sibuk, pikir pria baya itu.
“Anda bisa membuka pelan pelan kedua mata anda tuan.” Kata dokter johan setelah melepas perban juga mengambil kapas yang menutupi kedua mata marfel.
Marfel mengangguk pelan. Berlahan marfel membuka kedua matanya. Cahaya terang lampu langsung masuk ke retina matanya membuat marfel merasa silau. Marfel mendesis pelan kemudian menutup kembali kedua matanya.
Lina dan tedy yang berada di samping marfel tampak sangat cemas. Keduanya terus saling bergenggaman tangan menunggu apa yang akan di katakan oleh putra tunggalnya.
“Tuan.. Pelan pelan saja..” Titah dokter johan.
Dengan kedua mata terpejam marfel menganggukan lagi kepalanya.
“Baiklah. Semuanya di mulai. Mamah papah.. Maaf marfel harus membohongi kalian juga.” Batin marfel.
Marfel kembali membuka berlahan kedua matanya. Sosok pertama yang di lihatnya adalah dokter johan yang memang sudah marfel suruh untuk mengatakan bahwa marfel buta. Memang awalnya dokter johan menolak. Dokter johan tidak ingin membohongi keluarga pasienya, begitu alasanya.
“Bagaimana tuan?” Tanya dokter johan pelan.
Marfel menelan ludahnya. Di tolehkanya kepalanya ke kanan dan ke kiri. Marfel bisa dengan jelas melihat kedua orang tuanya yang sangat mengkhawatirkanya. Terutama sang mamah yang terus menatapnya seakan menahan tangis.
“Dokter bisa tolong hidupkan lampunya? Saya tidak bisa melihat apa apa. Semuanya gelap.” Kata marfel mulai menciptakan kebohongan yang memang sudah di rencanakanya.
“Ya tuhan...” Lina menutup mulutnya. Air mata yang sedari tadi di tahanya menetes meluncur dengan bebas di kedua pipinya.
“Mah.. Tenang..” Lirih tedy dengan suara bergetar.
Tidak ada satupun orang tua yang tidak terpukul jika melihat putra kesayanganya harus kehilangan penglihatanya, termasuk tedy dan lina.
Dokter johan menghela nafas. Ini pertama kali selama menjadi seorang dokter dirinya harus berbohong. Dan itu karna permintaan marfel. Tuan muda dari keluarga chandra yang terkenal cerdas dalam segala hal.
Dokter johan melirik lina yang menangis dengan tubuh meluruh. Jika saja tedy tidak menyangga tubuh wanita itu mungkin lina sudah terduduk di lantai dengan tidak berdaya.
“Tuhan.. Maafkan hambamu.” Batin dokter johan.
Marfel yang juga menyaksikan sendiri tangis pilu mamahnya merasa menyesal. Tapi marfel tidak punya cara lain. Hanya itu satu satunya cara untuk membongkar perselingkuhan istrinya.
“Dokter.. Apa itu suara mamah saya?” Tanya marfel dengan pandangan lurus ke depan.
Lina langsung menubruk tubuh marfel. Wanita baya yang masih terlihat cantik itu menangis meraung raung meratapi keadaan putranya.
“Mamah disini sayang.. Mamah disini. Mamah selalu ada di samping kamu..” Tangisnya.
Tedy menelan ludahnya. Hancur hatinya melihat putra kebanggaanya harus kehilangan penglihatanya. Tedy memejamkan kedua matanya. Saat itu air matanya ikut menetes membasahi pipi tirusnya. Tedy benar benar merasa lemah dan tidak berdaya sekarang. Kedua kakinya bahkan bergetar seperti tidak sanggup menahan bobot tubuhnya.
“Mamah kenapa nangis?” Tanya marfel memeluk tubuh bergetar mamahnya.
“Dokter tolong lampunya..” Kata marfel.
Dokter johan hanya diam. Pria itu enggan mengatakan apapun untuk menumpuk lagi kebohonganya.
“Nak.. Lampunya sudah menyala semua.” Tedy mengatakanya dengan hati hancur.
Marfel mengangkat sebelah alisnya. Suara tedy begitu bergetar dengan ekspresi sedih yang begitu kentara.
“Jadi?” Tanya marfel berpura pura.
Ceklek
Suara pintu yang terbuka membuat lina, tedy, juga dokter johan menoleh. Mereka terdiam menatap ariana yang berdiri dengan nafas tersengal di ambang pintu ruang rawat marfel.
“Marfel..” Lirih ariana.
Ariana langsung berlari menghampiri marfel yang duduk di brankar dengan lina yang menangis di pelukanya.
“Mamah.. Mamah kenapa nangis?” Tanya ariana dengan suara bergetar.
Dokter johan yang berdiri di samping ariana langsung menyingkir. Tugasnya sudah selesai. Dokter johan tidak ingin mengatakan apapun lagi.
Lina terus menangis di pelukan marfel. Wanita baya itu menggelengkan kepalanya tidak sanggup mengatakan bahwa putra satu satunya mengalami kebutaan.
“Pah..” Ariana beralih menatap tedy yang berdiri di samping lina.
“Marfel ana.. Marfel buta..” Jawab tedy pelan.
Ariana langsung menatap cepat pada suaminya. Ariana menggelengkan kepalanya dengan bibir bergetar serta air mata yang menggenangi kelopak matanya.
“Ap apa?” Tanyanya pelan.
Ariana berdecak setelah mengingat semuanya. Beruntung laura mau menerima tawaranya sehingga ariana tidak perlu repot repot mengurus marfel. Ariana tau kebutaan marfel akan menyebabkan hal besar. Buktinya saat ini hampir semua media sedang memberitakan tentang kecelakaan yang menimpa suaminya. Baik di berbagai stasiun televisi, media online, bahkan sampai ke surat kabar.
Ariana menghela nafas. Wanita berambut kurli itu mulai menghidupkan mesin mobilnya. Saat ini ariana berniat mengunjungi nenek laura sekaligus membayar semua administrasi rumah sakit seperti janjinya pada laura.
“Kenapa harus buta? Kenapa tidak amnesia aja?” Hela nafas ariana mempercepat laju mobilnya.
Ariana meraih ponselnya saat bunyi notifikasi terdengar. Kedua matanya membulat sempurna saat menerima pesan dari laura yang memberitahu tempat neneknya di rawat saat ini.
“Loh ini kan rumah sakit tempat marfel di rawat juga.. Jadi neneknya laura di rawat di rumah sakit ini juga?”
Ariana berdecak. Wanita itu menepikan mobilnya untuk membalas pesan dari laura berniat menanyakan dimana kamar rawatnya.
Ting
Satu notifikasi kembali masuk ke ponselnya. Dengan segera ariana membukanya.
“Apa?! Jadi kamar rawat neneknya tidak jauh dari kamar marfel sekarang?”
Ariana benar benar terkejut. Jika sampai kedua mertuanya melihat dirinya masuk ke dalam kamar rawat nenek laura itu bisa membuat tedy dan lina bertanya tanya bahkan curiga padanya.
”Handoko, aku harus minta tolong pada handoko.”
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!