Malam masih panjang, namun para pria dan wanita itu masih berkumpul bersama di dalam ruangan yang besar dan megah sambil menyantap makanan lezat yang dihidangkan langsung oleh koki yang memasaknya. Dave yang hanya mengenakan kemeja putih mengangkat gelas anggurnya ke udara sambil tersenyum angkuh di hadapan para sahabatnya.
" Terima kasih, karena kalian telah sudi datang ke kediamanku untuk merayakan pesta ulang tahunku yang ke tiga puluh tiga tahun" Ujar Dave dengan begitu bangga. Semua orang yang mengelilingi meja ikut mengangkat gelas-gelas anggur mereka sambil bersorak penuh antusias.
" Kau yang terbaik Dave ! " Teriak pria yang berdiri paling ujung.
" Oh honey, aku mencintaimu! " Teriak wanita berambut pirang bergelombang dengan dada yang setengah menyembul dari gaun merah menyalanya.
" Sahabatku Dave, aku harap kau menemukan seorang wanita yang akan kau nikahi !" Teriak salah satu pria yang mengenakan setelan jas berwarna kuning.
Dave sontak langsung melirik pada pria itu lalu kemudian tersenyum miring. Semua orang yang ada di dalam ruangan pun ikut menoleh pada pria itu. Tak lama suara deheman keras berhasil membuat semua orang kembali menatap Dave.
" Sepertinya aku harus memberitahukan sesuatu pada kalian semua malam ini "
" Apa itu Dave?! " Tanya para wanita yang terlihat begitu antusias. Wajar, karena Dave ibarat magnet yang mampu menarik setiap wanita tanpa perlu bersusah payah untuk merayu mereka.
" Di malam ulang tahunku yang ke tiga puluh tiga ini, seorang Dave Abraham tidak akan pernah menikahi wanita manapun di dunia ini. Jadi tolong di ingat baik-baik agar besok tidak ada lagi yang mendo'akanku agar cepat-cepat menikah "
Sontak suara tepuk tangan dan siulan memenuhi ruangan itu. Apalagi para wanita seksi yang berada disitu, semua berteriak bahagia. Setidaknya Dave masih bisa di miliki oleh mereka.
" Ah, kau terlihat begitu sexy, sayang" Desah Dave sambil menarik kasar dasinya lalu melemparkannya ke sembarang arah. Wanita cantik itu meliuk-liuk liar di atas ranjang, berusaha memberikan tontonan vulgar untuk Dave, teman kencannya malam ini.
" Lepaskan gaunmu! " Perintah Dave dengan tatapan yang menggelap. Dengan tersenyum nakal, wanita itu melepaskan gaun ketat yang membungkus tubuhnya, menyisakan dua lembar kain mini di bagian atas dan bawah tubuhnya.
" Oh Dave kau begitu tampan "
" Aku tahu" Dave menelusurkan jemarinya ke bawah tubuh wanita itu. Membuat tubuh wanita itu menggelinjang geli oleh sentuhan panas jemari Dave.
" Sudah ada berapa banyak pria yang pernah berada disini? "
" Jangan bahas itu Dave, bukankah tujuanmu malam ini adalah untuk menikmati milikku" Wanita itu merasa sedikit terhina dengan ucapan Dave.
" Aku hanya ingin tahu, Miranda" Dave tersenyum miring. Dengan kasar ia mendorong tubuh Miranda hingga wanita itu jatuh terlentang di atas kasur. Setelah itu tanpa menunggu lebih lama, Dave langsung menghimpit tubuh Miranda dengan bobot tubuhnya yang tidak di tahan-tahan.
" Aku akan membuatmu menjerit malam ini "
" Lakukan Dave, aku sangat menyukai keahlianmu itu " Bisik Miranda sambil merangkul erat leher kokoh Dave.
Bibirnya sedikit gemetar dan tubuhnya juga menggigil karena terpapar udara malam, Davina berjalan di tepi jalan raya sambil melihat-lihat di sekitarnya mungkin saja, dirinya bisa mendapatkan makanan sisa untuk adik-adiknya malam ini. Hari ini ia belum mendapatkan gaji dari mencuci pakaian pemilik dari gubuk reot yang mereka tinggali saat ini. Saat Davina baru akan menyebrang, kedua matanya menatap penuh antusias pada rumah megah bertembok tinggi di depannya. Banyak mobil-mobil terparkir di depan sana dan Davina pikir si pemilik rumah pasti sedang mengadakan acara.
" Mungkin saja aku bisa mendapatkan makanan bekas dari sana" Gumam Davina dengan penuh semangat. Ia langsung berlari masuk ke halaman tersebut. Namun rupanya keadaan rumah itu membuat Davina seketika langsung memekik
" Ya Tuhan, rumah ini besar sekali! "
" Disini pasti banyak makanan, aku mungkin bisa membawa pulang makanan untuk adik-adikku malam ini "
Davina segera berlari ke arah tempat sampah besar yang berada tidak jauh dari sekitar taman. Ia membuka tutup sampah itu dan tanpa jijik sama sekali, Davina mengobrak-abrik tempat sampah tersebut.
" Ini dia " Satu kantong plastik besar berhasil ia angkat dari dalam tempat sampah tersebut.
" Semoga saja isinya makanan" Gumam Davina penuh harap. Begitu dibuka kantong tersebut, isinya benar yang seperti ia harapkan. Makanan yang padahal masih layak untuk dimakan, namun sudah dibuang begitu saja seolah-olah itu semua tidak ada harganya.
" Hei ! Kau siapa?! "
" Hah! Kabur ! " Pekik Davina sambil mengangkat kantong sampah itu lalu kemudian berlari cepat meninggalkan pria yang meneriakinya.
" Dasar pengemis jalanan! Berani-beraninya kau masuk ke lingkungan rumah ini ! " Teriak pria bertubuh tinggi besar itu. Ia mengejar Davina yang sudah lari terbirit-birit.
Davina memeluk erat kantong sampah itu sembari mempercepat langkah kakinya, ia tidak akan pernah memandang ke belakang karena hal itu bisa membuatnya tersandung dan Davina sudah ahli dalam hal melarikan diri seperti ini. Davina berbelok ke arah kiri, memasuki gang-gang sempit yang sudah sangat ia hafal. Pria besar itu mengikutinya namun, karena ia membawanya masuk ke dalam gang-gang sempit dengan jalan yang berlubang dan banyak kerikil, akhirnya pria itu berhenti mengejarnya.
" Dasar pengemis sialan! Awas saja jika kau berani kembali lagi ke rumah itu ! Aku akan menangkapmu !!" Teriak pria itu yang ternyata adalah seorang satpam di rumah mewah tersebut.
" Hampir saja aku tertangkap " Davina mengusap wajahnya yang telah basah oleh keringat. Deru nafasnya berlomba-lomba keluar memenuhi rongga hidungnya. Davina menoleh kebelakang, tidak ada orang yang mengejarnya lagi.
" Dasar orang kaya sombong, masa hanya mengambil makanan sisa saja aku di kejar sampai seperti ini. Tapi orang kaya itu tidak akan mampu menangkapku dengan mudah. Aku cukup tangguh jika sudah berlari " Davina tersenyum bangga. Kedua kakinya sudah terbiasa berlari cepat sejak ia tinggal di jalanan.
" Mereka pasti sudah menungguku sekarang " Davina segera berlari pulang untuk menemui adik-adiknya.
Di dalam kamar mewah itu, dua orang berbeda jenis kelamin sama-sama terengah setelah pelepasan cepat yang menghantam tubuh mereka. Selalu saja seperti ini, Dave merasa hubungan intimnya dengan para wanita tidak pernah bisa membuatnya berlama-lama berbaring di tempat tidur, apalagi sambil memeluk wanita yang baru saja ia gauli. Dave dengan cepat bangkit dan turun dari ranjang meninggalkan Miranda yang masih tertidur. Dave memasang celana pendeknya lalu kemudian mengambil ponselnya yang berada di atas nakas.
" Besok pagi, aku tidak ingin melihat Miranda di dalam rumah ini. Kau harus segera mengusirnya pagi-pagi sekali " Perintah Dave pada seseorang di seberang telepon. Setelah memberikan perintah, Dave kemudian melangkah pergi keluar untuk kembali menyendiri. Saat dirinya baru akan masuk ke dalam ruang kerjanya, Dave melihat beberapa orang satpam yang di pekerjakannya sedang berkumpul di dekat ruang tamu.
" Apa yang kalian lakukan disini, kalian tidak melakukan pekerjaan kalian ? " Dave sudah menghampiri orang-orang tersebut.
" Tu...tuan, saya sedang memberi arahan untuk mereka agar memperketat penjagaan "
" Ada yang telah terjadi dirumah ini? "
" Iya tuan, saya baru saja kembali dari mengejar seorang pengemis yang sudah berani masuk ke dalam halaman rumah kita " Ujar pria bertubuh besar itu.
" Pengemis ? " Dave menaikkan sebelah alisnya.
" Iya tuan "
" Kenapa kalian membiarkan orang-orang rendahan itu masuk ke dalam rumah ini hah? Memangnya apa yang kalian lakukan sampai tidak menyadari seorang pengemis telah masuk dan mengotori tempat ini ?! " Bentak Dave dengan penuh amarah.
" Maafkan kami tuan. Kami telah melakukan kesalahan. Tolong maafkan kami "
" Untuk sekali ini aku akan memaklumi kejadian ini. Tapi ingat, jika hal ini terjadi lagi maka aku tidak akan segan-segan untuk memecat kalian. Apa kalian semua mengerti ? " Bentak Dave dengan suaranya yang keras dan menuntut.
" Kami mengerti tuan ! "
Setelah itu Dave langsung pergi membawa kekesalan akibat ulah para pekerjanya yang tidak kompeten. Dave membuka kasar pintu ruang kerjanya lalu kemudian mengambil wine miliknya yang berusia puluhan tahun yang tersimpan rapi di sudut ruang kerjanya. Dave menyesap minumannya dengan wajah yang masih terlihat kesal.
" Dasar pengemis, aku sangat membenci orang-orang lemah seperti itu. Mereka adalah orang-orang pemalas yang menggantungkan hidupnya pada orang lain." Gumam Dave dengan senyuman sinis menghiasi bibirnya.
Begitu sampai Davina langsung membuka bungkusan plastik besar itu dan mendapati isinya yang ternyata benar berisi makanan orang-orang kaya. Kerang, udang, bahkan daging steak pun ada di dalam kantong plastik yang ia ambil tadi. Hanya saja tampilan dari makanan tersebut sudah terlihat berantakan. Mungkin bagi kebanyakan orang makanan itu justru terlihat sedikit menjijikkan. Namun, bagi mereka semua makanan itu tampan normal dan masih layak untuk di makan. Bahkan ada daging steak yang tidak terpotong sama sekali.
" Kakak, darimana kakak mendapatkan semua makanan mahal ini? " Tanya adiknya yang paling muda.
" Dari tempat sampah orang kaya sayang. Mereka sudah punya banyak uang, hingga makanan sebagus ini saja sudah di buang " Davina mengambil beberapa kerang dan udang yang terlihat sama sekali belum di sentuh, memisahkannya dari makanan yang sudah dimakan oleh orang-orang itu.
" Kakak tidak mencuri dari dapur milik orang kaya kan kak? " Tanya Akmal. Dia adalah adiknya yang paling tua diantar yang lain berumur 14 tahun.
" Hush! Mana boleh mencuri mal. Itu dosa loh" Davina menyodorkan satu daging steak pada Akmal. Adiknya itu langsung menyambutnya, namun Davina bisa melihat jelas sorot ragu dari kedua matanya.
" Kalian harus makan yang banyak. Jangan khawatir, semua makanan ini halal kok. Kakak tidak mencuri dari dapur orang kaya itu. Kakak hanya mengambil makanan yang sudah mereka buang "
Kelima adiknya mengangguk dan seketika wajah mereka semua langsung terlihat senang. Davina tahu bahwa adik-adiknya ini memiliki hati yang baik, meski mereka hidup susah dan melarat setiap hari begini tapi jika diberikan makanan hasil dari mencuri apalagi memalak orang lain mereka semua tidak akan pernah mau. Dan Davina pun tidak akan pernah melakukan hal sehina itu.
" Ini untuk Amel, Sina dan Dodi " Davina memberikan makan itu pada ketiga adiknya. Dengan begitu gembira mereka menyambutnya. Menghirup aroma makanan itu dengan cepat.
" Nah, yang ini untuk si bungsu kesayangan kita, Dami"
Davina menyodorkan steak daging pada Dami, adik bungsu mereka yang baru berusia 8 tahun.
" Kasihan Dami, dia alergi makanan laut. Jadi, dia hanya bisa memakan steak daging saja" Seru Akmal.
" Untung aku tidak alergi seperti Dami " Sambung Sina yang berusia 10 tahun.
" Dami kecil kita memang punya banyak alergi. Mulai dari alergi makanan laut, alergi dingin sampai alergi pada bulu kucing " Amel menarik pipi gembul Dami dengan gemas. Amel adalah anak yang paling aktif dan lincah, ia baru saja berusia 12 tahun.
" Kak Amel, sakit tau ! " Dami menggelengkan wajahnya, hingga jemari Amel yang menarik pipinya terlepas.
" Sudahlah, jangan begitu padanya Amel " Davina menarik pelan tangan Amel agar menjauh dari wajah Dami yang sudah cemberut.
" Dami mau menangis saja " Ancam Dami sambil berkacak pinggang.
" Jangan dong sayang, nanti malu kedengaran tetangga sebelah " Davina mengusap pelan puncak kepala Dami.
" Iya Dami, kak Akmal tidak ingin melihat Dami menangis. Dami tahu kenapa? "
" Kenapa ? " Tanya Dami.
" Karena Dami terlihat sangat jelek saat sudah menangis."
" Ih kak Akmal ! "
" Akmal, sudahlah " Tegur Davina sambil terkekeh geli menatap wajah Amel.
" Tunggu dulu semua, apa Dodi masih ada disini dengan kita? " Tanya Sina. Semua langsung melirik cepat pada Dodi si pendiam yang baru saja berusia 13 tahun.
" Dodi, kau sudah menghabiskan semua makananmu?" Tanya Amel dengan mulut yang menganga.
" Hm, Aku tidak suka berlama-lama ketika makan"
" Kak Davina, sepertinya kita harus mendaftarkan Dodi untuk ikut lomba makan kerupuk saat acara tujuh belasan " Ujar Amel.
" Ide bagus itu Mel " Seru Akmal dan Sina.
" Dami mau ikut nanti ! " Dami mengangkat tinggi kedua tangannya.
" Jangan Dami kerupuk itu kan dari udang " Sina tertawa lepas.
" Makanya jangan Alergi, kalau kau tidak alergi kau akan bisa ikut acara tujuh belasan nanti " Akmal ikut menimpali.
" Ih, kenapa semuanya suka membuli Dami sih ! Kak Davina tolong Dami, kak " Rengek gadis kecil itu.
" Sudah, sudah jangan membuli Dami lagi " Perintah Davina.
" Baik kak ! " Sahut mereka bersamaan. Hanya Dodi yang diam, asyik sendirian. Malam itu pun mereka lewati bersama dengan hidangan yang mahal dan berkelas di gubuk reot yang menjadi tempat tinggal mereka. Suara tawa memenuhi kesunyian malam.
To be continued...
Happy reading, love you guys😘
Matahari baru akan menampakkan wujudnya dan ayam jantan pun baru akan berkokok, namun Davina sudah lebih dulu keluar dari rumahnya untuk kembali bekerja. Sangat susah mendapatkan kerja yang bagus disaat dirinya hanyalah lulusan SMA dan parahnya lagi, ia tidak memiliki ijazah, dan surat- surat penting lainnya. Karena ia tidak sempat membawa semuanya itu saat terusir dari rumah. Benar-benar menjengkelkan.Jadi, percuma ia menjelaskan kepada setiap orang bahwa dirinya lulusan SMA jika kertas selembar itu tidak ada di tangannya. Ia akan di cap sebagai seorang pembohong.
" Davina, kenapa kau tidak menjual dirimu saja? " Ujar pria yang merupakan salah satu teman kerjanya di bengkel. Davina memang bekerja di sebuah bengkel hanya sampai setengah hari saja lalu setengah harinya ia akan mencuci pakaian ke rumah-rumah yang memerlukan jasanya.
Seketika wajah Davina langsung berubah merah padam penuh emosi.
" Kau sedang bicara apa Farhan? " Desis Davina sembari melemparkan obeng di tangannya dengan kasar. Pria bernama Farhan itu tertawa santai sambil masih sibuk membenarkan mobil milik pelanggan.
" Yah, daripada kau bekerja serabutan seperti ini? Kau seorang wanita Davina, dan kau cukup cantik. Kenapa harus repot-repot mengerjakan pekerjaan kasar yang tidak cocok untukmu? "
" Sialan ! Kau sedang merendahkanku ? " Tunjuk Davina lalu melangkah cepat menghampiri Farhan. Beberapa orang tampak melihatnya namun Davina tidak peduli.
" Aku hanya ingin memberitahumu saja. Santai "
Davina terkekeh sinis, sambil menarik nafas penuh emosi ia menendang peralatan bengkel yang berada di samping tubuh Farhan.
" Kau keterlaluan sekali, kau pikir aku bisa diam saja saat kau mengolokku, merendahkanku ! " Bentak Davina.
" Kau marah ? Memang itulah kenyataannya." Farhan melemparkan alat bengkel ditangannya dan berdiri cepat. Mengangkat dagunya dengan begitu angkuh
" Aku tidak sudi melakukan pekerjaan hina itu, apa kau tahu sialan! "
" Kau hanya pura-pura baik saja, Davina. Jika ada yang menawarimu pekerjaan itu, kau tidak mungkin menolak "
" Apa masalahmu padaku? hah! " Davina melotot dan hendak menerjang Farhan namun segera di tahan oleh Andi.
" Sudahlah Davina, abaikan saja dia" Cegah Andi.
" Kau tahu Davina, kau cocok berada di bawah tubuh pria " Farhan semakin menjadi-jadi
Davina menyentak tangannya yang di tahan oleh Andi lalu kemudian menggapai tempat oli di bawah kakinya dan hanya dalam hitungan detik wadah yang berisi oli bekas itu pun melayang tinggi ke udara lalu mendarat mulus di atas kepala Farhan.
Byurrr !!
Oli yang berwarna hitam pekat itu membasahi seluruh tubuh Farhan tidak terkecuali mulut busuknya. Harusnya tadi ia melemparkan telur busuk saja pada wajah pria itu. Tapi sayangnya, Davina tidak bisa dengan mudah mendapatkannya.
" Kau terlihat kotor sekali Farhan, cocok dengan mulutmu yang juga kotor dan busuk " Ejek Davina dengan tersenyum puas.
" Wanita sialan ! " Pekik Farhan dengan marah, ia hendak menerjang Davina namun dengan cepat Andi menahan tubuh tinggi pria itu.
" Jangan Farhan, kau tidak boleh menyakiti seorang wanita "
" Minggir Andi, lepaskan aku ! " Farhan mencoba mendorong tubuh Andi agar ia bisa memberi pelajaran pada Davina. Andi sekuat tenaga menahan tubuh temannya itu.
" Kenapa kalian pada diam semua ! Bantu aku melerai mereka ! " Teriak Andi pada teman-temannya yang lain. Ia masih menahan tubuh Farhan yang penuh emosi.
" Kau hanya seorang pecundang tidak berguna, Farhan! " Teriak Davina
" Sudah, sudah. Jangan bertengkar disini, kalian dilihat oleh pelanggan kita "
" Aku tidak peduli. Pria itu memang pantas di permalukan"
" Sudahlah Davina " Ujar teman-temannya yang lain.
Keadaan di depan bengkel langsung terlihat kacau karena perkelahian mereka berdua. Semua mata memandangi aksi keduanya, yang sama-sama tidak ada yang mau mengalah. Apalagi Davina, suara terdengar nyaring saat ia mengatai Farhan.
" APA YANG KALIAN LAKUKAN ?!! " Suara menggelegar milik pemilik bengkel berhasil menghentikan Davina dan juga Farhan. Mereka semua dengan cepat menoleh pada bos gemuk mereka yang sudah berdiri dengan wajah persis seperti seekor gorila yang mengamuk di tengah kota.
" Davina duluan bos yang melempari tempat oli di wajahku "
" Aku melakukannya, karena kau mengataiku murahan, sialan ! "
" DIAM!! " Bentak bos mereka.
" Kau Davina, apa yang coba kau lakukan di bengkelku hah? "
" Bos aku....."
" Kau tidak sadar diri sama sekali, padahal aku sudah menerimamu bekerja disini meski kau tidak memiliki ijazah sama sekali. Dan kau malah membuat kekacauan di bengkelku. Apa yang kau pikirkan? "
Farhan tersenyum jahat.
" Apa karena aku tidak berpendidikan seperti ini lalu kalian semua boleh merendahkanku, hah? "
" Dengar Davina, Farhan itu sudah lama bekerja di bengkelku dan dia tidak pernah berbuat onar disini "
" Kau membelanya " Davina tertawa sumbang.
" Iya, sejak kau diterima bekerja disini ada-ada saja hal yang terjadi "
" Oh jadi ini karena salahku bukan karena si mulut busuk itu ! " Tunjuk Davina pada Farhan.
" Iya itu salahmu " Bosnya menunjuk wajah Davina dengan penuh emosi. Davina memejamkan kedua matanya dengan erat sembari tersenyum sinis. Ia kemudian perlahan membuka matanya lalu mendekati bosnya itu.
" Aku berhenti, bos. Kuharap suatu hari nanti bengkelmu ini akan bangkrut " Ujar Davina lalu setelah itu ia pergi meninggalkan bengkel dengan amarah yang berapi-api.
Farhan tersenyum puas, merasa senang karena berhasil membuat Davina keluar dari bengkel.
Itulah akibatnya jika kau berani menolakku, Davina.
" Aku tidak akan mengeluarkan gajimu! " Teriak bosnya. Memangnya Davina peduli.
Dasar bos bodoh!
Davina menjambak rambutnya dengan kasar, menendang kaleng bekas di pinggir jalan dengan begitu kesal. Mau makan apa mereka kalau begini jadinya. Sudahlah, semakin hari tetangganya sekarang sudah jarang meminta jasanya untuk mencuci di tambah lagi Davina harus kehilangan pekerjaan
nya yang sedikit banyak membantu kondisi keuangannya untuk memenuhi kebutuhan hidup serta membiayai adik-adiknya yang masih harus sekolah. Kenapa hidupnya selalu saja berakhir dengan menyedihkan seperti ini ?
" Aku pulang " Ujar Davina dengan suara yang terdengar lesu.
" Kakak kenapa? " Tanya Akmal yang membukakan pintu untuknya. Davina hanya tersenyum sekilas pada adiknya itu.
" Tidak apa-apa mal, dimana yang lainnya? " Tanya Davina sambil mendaratkan bokongnya di atas kursi.
" Masih disekolah kak, tunggu kak. Akmal ambilkan air minum untuk kakak " Akmal buru-buru melesat ke dapur mengambilkan air minum untuk Davina.
" Ini kak " Akmal menyodorkan satu gelas air putih dari tangannya.
Davina menyambutnya dengan senyum bahagia.
" Terima kasih mal "
" Kenapa mereka belum kembali dari sekolah? "
" Dodi sebenarnya sudah lebih dulu pulang kak, tapi dia masih menunggu Sina, Amel dan Dami "
" Lalu kenapa kau sudah lebih dulu kembali. Apa kau tidak masuk sekolah? "
Akmal menunduk sambil meremas kedua tangannya. Ia tidak berani mengangkat wajahnya. Davina merasa curiga dengan sikap Akmal. Ia dengan cepat bangkit berdiri dan menghampiri adiknya itu. Davina memegang bahu Akmal dan menguncangnya pelan.
" Akmal, katakan pada kakak kenapa kau tidak berangkat ke sekolah ? "
" Kak, aku tidak ingin sekolah lagi " Akmal mengangkat wajahnya, menatap Davina dengan kedua matanya yang berkilat penuh rasa menyesal.
" Kenapa kau tidak ingin masuk sekolah? Bukankah kakak selalu membayar spp untukmu? Jangan bilang jika kamu tidak pernah memberikan uang spp pada gurumu?"
" Tidak kak. Akmal tidak sekolah bukan karena Akmal tidak pernah membayar spp. Akmal tidak sekolah, karena Akmal ingin membantu kakak mencari uang."
" Akmal ! " Bentak Davina. Ia menatap adiknya itu dengan perasaan kecewa bercampur marah.
" Kau harus bersekolah sampai SMA minimal. Setidaknya kau bisa mendapatkan pekerjaan yang layak nantinya. Kakak tidak mau mendengarkan alasan apapun, kau harus tetap bersekolah. Kakak masih sanggup membiayai kalian"
" Tapi kak....."
" Kau harus bersekolah, itu keputusan kakak Akmal" Putus Davina dengan tegas. Ia kemudian berlalu pergi meninggalkan Akmal yang sudah menangis.
Davina memijat pelipisnya dengan begitu frustasi, ia tidak tahu harus melakukan apa sekarang. Masalah datang silih berganti, seperti tidak ada habisnya. Davina menggigit bibir bawahnya dengan kuat, ia harus mencari pekerjaan lain hari ini. Davina segera berlari menuju pintu, hendak keluar rumah. Sekilas, ia masih sempat melihat Akmal. Anak itu masih terduduk sendirian.
" Akmal" Panggil Davina.
" Iya kak " Akmal mengangkat wajahnya lalu dengan cepat mengusap kasar wajahnya yang sudah basah oleh air mata.
" Jemput mereka, kakak harus kembali bekerja. Jika kakak belum pulang sampai larut malam, kunci pintu rumah"
" Baik kak"
Davina mendatangi seseorang, yang merupakan teman lamanya sekaligus tetangganya. Pria itu sudah banyak membantunya selama ini. Davina bisa bekerja di bengkel itu juga karena Jono yang memberitahunya.
" Ada apa Davi? " Tanya Jono begitu pintu rumahnya terbuka. Pria itu selalu memanggilnya dengan nama pendek tersebut.
" Aku butuh pekerjaan Jono. Aku sudah berhenti dari bengkel pria gemuk itu "
" Aduh Davi, kau ini kenapa selalu berhenti di tempatmu bekerja "
" Masalahnya, orang-orang di tempat itu selalu bermulut busuk. Mereka selalu saja merendahkanku karena aku tidak punya pendidikan sama sekali "
" Baiklah, aku punya pekerjaan untukmu"
Beberapa menit kemudian.......
" Apa? Memperbaiki toilet ini?!! " Pekik Davina sembari menatap horor toilet yang ada di hadapannya saat ini. Mereka sekarang sedang berada di pusat perbelanjaan.
" Hm, kau mau atau tidak? " Tanya Jono sambil melipat kedua tangannya di depan dada dengan malas.
" Aku mau, tapi masalahnya, aku belum pernah memperbaiki toilet sebelumnya. Aku hanya bisa memperbaiki motor atau mobil yang rusak"
" Coba saja dulu, aku akan menunggumu disini"
Sambil menyingsingkan lengan bajunya hingga kesiku, Davina langsung masuk kedalam toilet tersebut. Ia sempat merasa kebingungan, namun Davina yang sudah terbiasa memegang alat-alat tukang terlihat tidak canggung sama sekali untuk menggunakannya. Meski belum pernah membetulkan toilet, namun setelah beberapa menit berlalu akhirnya Davina berhasil melakukannya.
" Aku sudah memperbaikinya" Davina keluar dari dalam toilet dan menghampiri Jono.
" Kau berhasil melakukannya? " Jono kemudian masuk ke dalam toilet di ikuti Davina dari belakang.
" Coba saja " Ujar Davina. Dan Jono pun mencoba menekan tombol-tombol di toilet tersebut.
" Kau benar, toilet ini sudah tidak tersumbat lagi. Wah kau memang berbakat Davi " Jono menepuk pelan bahu Davina. Senyum puas terukir dari bibir tipis Davina.
" Jadi, aku akan mendapatkan uangnya sekarang kan?"
" Iya Davi "
Setidaknya malam ini dan besok kami masih bisa makan, syukurlah.
To be continued....
Happy reading, love you guys😘
Wanita pelayan itu tak bisa berhenti tersenyum malu-malu saat Dave menatapnya. Dave tahu bahwa pesonanya memang tidak terbantahkan lagi, mustahil jika ia tidak menatap lawan bicaranya ketika berbicara. Bukankah itu terlihat sedikit tidak sopan. Dave hanya berniat membelikan bunga Tulip kesukaan ibunya dan tak berniat untuk menggoda wanita itu. Tapi, senyum malu-malu wanita itu memberitahukan padanya bahwa wanita itu merasa tertarik padanya. Kalau sudah begini, Dave akan memanfaatkan hal ini untuk kesenangannya sendiri.
" Semuanya berapa? " Tanya Dave. Wanita itu kembali tersenyum sesekali ia tampak menggigit bibir bawahnya.
" Semuanya seratus delapan puluh ribu, pak " Jawab wanita itu dengan nada suara yang terdengar lembut dan manja. Dave langsung membuka dompetnya dan mengangsurkan dua lembar uang seratus ribuan pada wanita cantik itu.
" Ini kembaliannya pak " Lagi-lagi wanita itu tersenyum padanya.
" Terima kasih......" Dave menyipitkan matanya untuk menatap tulisan yang terdapat di name tag seragam kerja wanita itu.
" Bela " Lanjut Dave lalu memberikan senyuman tipis di bibirnya sebelum ia berbalik.
" Hm Pak, bolehkah saya tahu nama anda? "
" Kenapa kau ingin tahu namaku? " Dave kembali berbalik untuk menatap wanita muda itu.
" Anda...terlihat sangat tampan" Akui Bela sambil tersenyum malu.
" Aku suka pada wanita yang jujur. Namaku Dave.....Dave Abraham "
Dan semua berjalan dengan sangat cepat, Dave dan Bela sudah sepenuhnya tidak berbusana, bergulat di atas ranjang hotel dan bahkan matahari diluar masih bersinar sangat terik. Senyum malu-malu wanita itu telah luntur sejak mereka sudah berada di dalam kamar hotel. Bela bukanlah wanita pemalu, ia bahkan sangat liar dan panas ketika sudah berada di atas ranjang. Bela hanyalah seorang wanita yang juga sama dengan wanita lainnya. Murahan dan tidak ada harganya. Dave selalu merasa cepat bosan pada para wanita ini. Seperti yang jelas-jelas yang terjadi padanya sekarang. Ia mempercepat gerakannya, hingga beberapa detik kemudian Bela mengerang dan berteriak puas. Lalu setelah itu dengan cepat Dave bangkit dan membersihkan dirinya. Meninggalkan Bela yang masih terkapar di atas ranjang hotel.
" Dave, kau mau kemana? " Bela mendekatinya dengan tubuh polosnya. Dave hanya menatap datar tubuh wanita itu lalu pandangannya perlahan naik untuk menatap kedua mata wanita itu.
" Bukan pada tempatmu untuk menanyakan hal ini, Bela "
Dave sudah kembali rapi, ia bahkan sudah mengenakan jasnya kembali.
" Apa aku bisa bertemu denganmu lagi? "
" Tergantung Bela. Dan oh....aku akan membelikan apapun yang kamu inginkan. Kamu hanya perlu memberitahuku lewat pesan singkat, dan barang itu akan tiba dirumahmu"
" Ah, Daveku sayang. Kau memang yang terbaik" Bela melompat dan memeluk lengan Dave dengan begitu gembira. Dave secepat mungkin menarik lengannya lalu setelah itu keluar dari dalam kamar hotel.
Setelah melakukan hubungan intim dengan para wanita, Dave pasti akan membelikan barang-barang branded untuk para wanita itu. Dave hanya menganggap mereka semua tidak lebih dari seorang teman kencannya saja. Dave baru saja keluar dari dalam hotel, saat jemarinya baru akan membuka pintu mobil, tiba-tiba seseorang menabrak tubuhnya dengan sangat kuat.
Bugh !
" Akh ! Apa-apaan kau ini! " Bentak Dave pada orang yang memakai jaket hoodie hitam itu yang juga mengenakan masker dengan warna senada. Kepala orang itu tertutupi jaket hoodienya.
" Maaf Pak ! " Gumam orang itu sambil membungkuk. Dave memutar malas kedua matanya, sebelum orang itu benar-benar pergi Dave langsung mencekal pergelangan tangan orang itu.
Ukuran tangannya kecil sekali, dia seorang wanita
Dave yang memang sudah sangat hafal dengan proporsi tubuh seorang wanita, merasa tidak perlu untuk bertanya pada orang tersebut.
" Saya sudah meminta maaf padamu, pak. Lepaskan tangan Saya "
See ! Dia memang seorang wanita!
" Aku akan melepaskanmu nona tapi sebelum kau pergi....Kembalikan dulu dompetku " Dave tersenyum miring dengan sebelah alisnya terangkat.
Wanita itu mendongak dan kedua matanya membelalak lebar. Dave perlahan mengulurkan sebelah tangannya pada wanita itu.
" Berikan dompetku"
Dengan sebelah tangannya yang gemetar wanita itu meraba saku jaketnya dan.....
" Aww ! " Pekik Dave dengan sangat nyaring. Ia berjingkrak-jingkrak kesakitan saat merasakan tendangan kuat di tulang keringnya.
" Maafkan saya pak ! " Teriak wanita itu sebelum berlari dan meninggalkan Dave yang masih mengaduh kesakitan.
" Pencuri Sialan ! " Ujar Dave dengan menggeram marah. Dave dengan cepat bangkit lalu kemudian dengan buru-buru mengejar pencuri itu yang belum terlalu jauh dari posisinya berada.
" Jangan melihat kebelakang Davina. Kau bisa ! Kau bisa ! " Gumam Davina pada dirinya sendiri, masih dalam keadaan berlari cepat.
" Hei pencuri ! Kembalikan dompetku ! " Teriak Dave dari belakang.
" Pencuri sialan! " Umpat Dave lagi.
Davina membelokkan tubuhnya, memasuki gang-gang sempit, tidak mempedulikan orang-orang yang menatap bingung aksi kejar-kejaran mereka. Dave mempercepat langkah kakinya, ikut masuk ke dalam gang sempit dengan jalan yang berlubang-lubang.
" Pencuri keparat, kau berani mencari masalah denganku " Desis Dave dengan marah.
Mereka masih berkejar-kejaran, Davina merasa dirinya kali ini sedikit kesulitan untuk menjauh dari pria tersebut. Rupanya orang yang baru di copetnya itu, sangat ahli berlari. Meski ia sudah membawa pria itu masuk ke dalam gang-gang sempit, nyatanya pria itu masih bisa mengejarnya. Davina masuk ke dalam pasar yang di penuhi banyak orang, ia terus berlari hingga menabrak beberapa orang yang ada di depannya.
" Hei kau ini ! " Pekik beberapa orang padanya.
" Maaf, maaf " Davina terus berlari sembari meneriakkan kata maaf berulang kali.
" Kau tidak akan bisa kabur dariku, dasar pencuri ! " Gumam Dave.
Hingga akhirnya Davina berhasil menemukan tembok pembatas di antara rumah warga. Dengan cepat Davina melompat dan tepat seperti perkiraannya. Kedua tangannya pun berhasil menggapai ujung tembok tersebut. Davina langsung mengangkat tubuhnya sendiri dan baru saja ia berhasil menaikkan kaki kanannya, Dave sudah lebih dulu menangkap kaki kirinya.
" Kena kau ! " Ujar Dave dengan smirk menyeramkan.
" Lepas! " Teriak Davina. Ia sudah terjebak di atas tembok itu dengan kaki kanannya yang berayun di sebelah tembok dan kaki kirinya di pegang oleh pria yang di copetnya. Posisi duduknya otomatis mengangkangi tembok tinggi tersebut.
" Kembalikan dompetku sialan! " Pekik Dave sambil berusaha menarik kaki kiri Davina.
" Tidak mau ! " Tolak Davina sambil berusaha menendang tangan Dave dari kaki kirinya.
" Pencuri rendahan! Turun sekarang atau jika tidak aku akan menghajarmu, tidak peduli meski kau seorang wanita. " Ancam Dave.
" Kau kira kau bisa menangkapku hah ! " Davina menendang semakin kuat.
" Dasar pencuri tidak tahu diri ! "
" Lepas ! lepas ! " Teriak Davina. Dave makin menarik kaki kirinya.
" Aku bilang kembalikan dompetku ! Kau boleh mengambil uangnya tapi kembalikan dompetku. Aku malas untuk mengurus surat-surat penting di dalamnya ! " Teriak Dave dengan kuat.
" Aaaaaakh! " Davina jatuh ke sebelah kanan tembok itu dan Dave hanya bisa mendapatkan sepatu ket wanita itu.
" Sialan ! " Umpat Dave lalu melempar sepatu putih itu dengan kesal. Ia bergegas melompat untuk menggapai tembok tinggi itu dan berhasil namun ketika kepalanya baru melewati tembok tinggi itu, Dave bisa melihat wanita berhoodie hitam itu sudah berlari dengan satu sepatunya.
" Kau tidak bisa pergi begitu saja, pencuri. Aku ak...."
Dave tidak bisa menyelesaikan ucapannya karena tubuhnya sudah lebih dulu di tarik oleh seseorang.
" Hei kau! Mau apa kau memanjat tembok itu ! " Teriak seseorang yang langsung menarik kerah jas Dave yang membuat tubuh pria itu jatuh terduduk ke tanah.
" Kau mau mencuri ya " Ujar Pria yang menariknya dengan berang. Dave bangkit dengan wajah yang memerah kesal.
" Gara-gara kau, aku kehilangan pencuri itu akh !! " Teriak Dave dengan frustasi karena telah gagal menangkap pencuri dompetnya.
" Bukannya kau yang ingin mencuri. Jangan banyak alasan " Ujar pria itu tidak mau kalah.
" Kau akan tahu siapa aku jika kau melihat siaran televisi nanti malam. " Dave mendorong kasar tubuh pria itu lalu kemudian pergi. Ia sempat berhenti dan melirik pada sepatu putih itu dengan pikiran yang berkecamuk. Dave lalu memutuskan untuk mengambil sepatu putih tersebut dan membawanya.
" Ini bukanlah kisah cinderela yang kehilangan sepatu kacanya lalu pangeran tampan datang dan mengembalikannya. Tapi ini adalah kisah dimana pencuri kehilangan sebelah sepatunya lalu aku sendiri yang akan datang untuk mengembalikannya pada si pencuri itu.....sekaligus menjebloskannya ke dalam penjara " Gumam Dave sambil berlalu pergi dengan membawa sepatu putih milik Davina.
To be continued....
Happy reading, love you guys😘
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!