"Ampun tuan Haiden, saya mohon beri saya waktu lagi.."
"Waktu..? Kau ingin waktu..?" tanya seorang pria berwajah tegas dan dingin memandangnya sambil meneguk minuman di tangannya.
"Iiiyya tuan, saya mohon.." pria yang berumur hampir lima puluh tahun dengan peluh dikeningnya itu bersimpuh dan terus memohon.
"Hmmm.. baiklah Baskara Wijaya aku akan memberimu waktu.."
"Benarkah.. Terima kasih atas kemurahan hati tuan Haiden.." dengan sigap pria yang dipanggil dengan Baskara Wijaya itu segera memeluk kaki tuan Haiden.
"Minggir kau..!" Tuan Haiden mengibaskan kakinya. Dengan serempak semua orang di sekitarnya mengeluarkan pistol.
Ceklek..klek.. dan mengarah ke pria tadi
"Ampun tuan, maafkan kelancangan saya.." Baskara Wjaya langsung bersujud mohon ampunan. "Saya.. saya terlalu senang.."
"Hahahahhhh.. kau jangan terlalu senang dulu.. apa yang akan kau jadikan jaminan..?"
"Maksud tuan..? saya tidak mengerti.."
"Kau kira aku memberi kelonggaran waktu dengan cuma - cuma.."
"Lantas apa yang tuan inginkan dari saya..?"
"Aku dengar kau memiliki dua orang anak, aku ingin salah seorang dari mereka menjadi pelayanku, menjadi pesuruhku.."
"Ttttaaappii tuan.."
"Kau menolaknya.. Baiklah kalau itu mau mu..".
"Segera kalian eksekusi perusahaan dan rumahnya..!" perintah tuan Haiden.
"Tunggu.. tunggu dulu tuan.. saya mohon dengarkan saya dulu.."
"Berani kau menyuruh tuan Haiden..!" plak..! seorang pria dengan body tegap dan berwajah dingin menampar Baskara.
Tuan Haiden segera memberi intruksi ke bodyguardnya untuk tidak melanjutkan aksinya dan mau mendengarkan Baskara.
"Bicaralah..!"
"Ampun tuan.. kedua anak saya masih kuliah, mereka masih terlalu muda untuk menjadi pesuruh tuan.. tapi..tapi saya punya anak angkat yang baru saja lulus kuliah dia yang akan menjadi jaminan atas hutang - hutang saya.."
"Anak angkat..? kau memiliki anak angkat..?"
"Ya betul tuan ia anak dari saudara jauh saya, karena orang tua nya meninggal kami yang merawatnya.."
"Tapi sayang sekali, aku menginginkan anak - anakmu yang menjadi budakku.. agar kau selalu ingat dengan hutang - hutangmu itu.."
"Tuan.. saya menyayangi anak ini seperti anak kandung saya tuan.. dari kecil saya merawatnya dan memperlakukan sama seperti anak saya sendiri.. dia sangat gesit dan bisa melakukan pekejaan apa saja.."
"Hmmm baiklah.. aku juga ingin orang yang berada di sampingku cekatan dan bisa bekerja apa saja.. besok bawa dia ke hadapanku aku ingin melihatnya.."
"Baik tuan.. saya tidak akan pernah mengecewakan tuan.."
"Ingat waktumu hanya enam bulan untuk melunasi hutang - hutang mu itu..!"
"Iya tuan.. pasti.. pasti saya akan membayarnya.. terima kasih atas kemurahan hati tuan.."
Tuan Haiden hanya mengangguk dan memberi isyarat agar Baskara segera pergi dari hadapannya.
Kafael Haiden Lukashenko, pria keturunan Turki Rusia seorang mafia dalam dunia bisnis. Lukashenko Internasional merupakan perusahaan nomor satu di Asia. Tidak heran kekuatan keluarga nya sangat di takuti dalam dunia bisnis.
Pria berusia tiga puluh lima tahun ini merupakan kandidat terkuat sebagai pewaris kerajaan bisnis Lukashenko Internasional. Memiliki wajah yang tampan, tubuh yang kekar membuatnya memiliki banyak teman wanita.
"Maaf tuan Haiden, nona Revina memaksa ingin bertemu.."
"Noah.. kau tahu sejak kedatangan Baskara mood ku menjadi jelek, suruh dia besok menemuiku di kantor.."
"Baik tuan.." pamit Noah yang merupakan Asisten sekaligus orang kepercayaan Haiden.
"Kenapa mood mu menjadi jelek sayang..?" tanya seorang wanita yang duduk di sampingnya. Mengenakan baju seksi yang memang itu tuntutan pekerjaan. Menemani pria - pria berkelas untuk sekedar minum. Wanita itu mulai meraba dada dan merasakan halusnya bulu dada kafael, membuka kancing kemejanya satu persatu.
"Stopped..!" perintah Kafael karena tangan wanita itu sudah hampir membuka ikat pinggangnya.
"Oh Common El, kita bersenang - senang malam ini.." ucapnya sambil mengecup bibir Kafael
"I say stopped..!" teriak Kafael dan plak..! ia menampar pipi wanita penghibur tadi. "Jangan panggil aku El, itu hanya panggilan untuk orang terdekatku saja kau tidak pantas, mengerti..!"
"Iiyya tuan Haiden saya mengerti.." ucap wanita itu terbata - bata.
"Get out..!" usirnya kemudian. Wanita itu sangat ketakutan dia memilih untuk segera keluar.
Sial.. Aku sebenarnya sangat tertarik dengan Ivanka anak Baskara. Tapi ternyata ia sangat licik dan tidak mau menyerahkan anaknya padaku. Oke aku akan tunggu siapa yang nanti akan kau kirim untuk menerima siksaan dariku. Enam bulan adalah waktu yang sebentar, Ivanka akan menjadi milikku. Kafael tersenyum smirk sambil meneguk segelas wiski ditangannya
☘☘☘☘☘
"Bagaimana pa, negosiasinya berhasil..? Kenapa kamu jadi babak belur begini..?"
"Biarkan aku duduk dulu ma, jantungku masih terasa sakit setelah bertemu tuan Haiden.."
"Iya..iya pa, ayo duduk dulu..".
"Bik Sumi tolong ambilkan air putih.."
Tampak dari belakang bik Sumi membawakan segelas air putih untuk tuannya.
"Diminum pa.."
Tuan Baskara segera meminum segelas air yang disajikan oleh istrinya itu.
"Heh.. dadaku sudah tidak terasa sakit lagi.."
"Jadi bagaimana hasilnya pa.."
"Kita di beri lagi waktu enam bulan untuk melunasi hutang kita.."
"Enam bulan..? itu terlalu sebentar pa.. harusnya papa minta waktu yang lebih lama lagi.."
"Itu sudah kesepakatan ma, bahkan tuan Haiden meminta jaminan.."
"Jaminan apa...? bukankah semua akta perusahaan sudah ditangannya..? minta jaminan apalagi dia.."
"Jaminan anak kita untuk menjadi budaknya ma.."
"Apa..! terus jawaban papa apa.."
"Aku tidak setuju.."
"Papa tidak setuju..? papa ini bodoh atau bagaimana.."
"Maksud mama..?"
"Anak kita akan hidup bahagia bergelimang harta bila dia tinggal di sana.."
"Ma..! ini menjadi budaknya.. kalau penawarannya menjadi istrinya tentu saja akan aku berikan.."
"Ah ya.. betul apa yang papa katakan.. lantas siapa yang akan menjadi penggantinya.."
"Aku mengatakan kalau aku punya anak angkat, nanti dia yang akan menjadi pengganti anak kita menjadi budaknya.."
"Papa punya anak angkat..? kenapa mama tidak tahu.. papa selingkuh..!"
"Bukan ma, dengar dulu penjelasanku.. aku sengaja seperti itu agar tuan Haiden percaya padaku. Dalam pemikiranku Denaira nanti yang akan pergi ke rumah tuan Haiden.."
"Denaira..? Aira keponakanmu itu yang akan kesana.."
"Ya ma, aku rasa dia cocok kita jadikan jaminan. Tenaganya luar biasa dan penampilannya tomboy. Terus terang aku bingung dan terpojok saat itu.."
"Kalau Aira tidak setuju bagaimana..?"
"Harus setuju ma, dia akan mengikuti apa yang kita perintah.."
"Betul pa, apalagi dia hanya beban di rumah ini.. kita bisa hemat pengeluaran.."
Tanpa mereka sadari ada sepasang mata sedang memperhatikan dari tadi. Tak terasa mata bening yang indah itu menitikkan air mata.
Ayah, bunda ternyata mereka selama ini terpaksa menerima aku. Pantas saja selama ini mereka memperlakukanku secara berbeda. Aku harus kuat karena aku belum menemukan siapa yang telah membunuh kalian. Tak lama setelah itu Aira kembali ke kamarnya. Sebuah kamar yang sangat kecil berukuran 3 x 3 yang terletak di samping kamar pembantu.
Seharusnya ia tidak layak diperlakukan seperti itu mengingat semua kekayaan dan perusahaan adalah milik Ayah dan bunda nya. Kecelakaan sepuluh tahun yang lalu telah merenggut semua kebahagiannya. Yang dia ingat adalah lambang 'L' pada mobil yang menabraknya.
Tok..tok..tok..
"Aira kamu sudah tidur..?"
"Belum tante.. silahkan masuk.."
"Bagus kalau kamu belum tidur.. ada sesuatu yang perlu kami bicarakan padamu.."
"Apa itu tante..?" tanya Aira pura - pura tidak tahu.
"Begini Aira.." Om Baskara mulai berbicara. "Kamu tahu kan kondisi perusahaan sekarang ini..?"
"Tahu Om.."
"Hampir bangkrut.. jadi om dan tante minta kamu mengerti kondisi ini.."
"Apa yang bisa aku lakukan untuk membantu om dan tante..?"
"Menurut kami, kamu harus bekerja.."
"Aku sudah bekerja di sebuah cafe om. Dan hasilnya lumayan untuk menghidupi diriku sendiri.. Selama ini aku tidak pernah minta uang untuk membayar kuliah.."
"Bekerja di sebuah cafe tidak cukup untuk membantu kerugian perusahaan.."
"Tapi bukankah perusahaan Ayah sudah menjadi milik om dan tante..? Aira pikir, Aira tidak perlu membantu om lagi.."
"Lancang kamu ya..!" teriak tante Nungki sambil mengangkat tangan hendak menampar wajah Aira tapi di tahan oleh om Baskara.
"Sabar ma.." ucap om Baskara sambil menatap istrinya yang sudah dipenuhi amarah itu. "Itu betul Aira tapi apa kamu lupa waktu kecil siapa yang mengurusmu..?"
"Om dan tante.." jawab Aira lirih. "Aku tidak akan melupakan semua kebaikan om dan tante.."
"Nah kamu sudah mengertikan. Kami tidak meminta kamu balas budi tapi itu kewajibanmu terhadap kami karena telah merawatmu.. kamu setuju kan..?"
"Iya.." Aira mengangguk pelan.
"Jadi kamu nanti akan bekerja pada tuan Haiden sebagai asistennya.. Karena pekerjaan ini berat om ingin kamu merubah penampilanmu seperti laki - laki.."
"Seberat itukah pekerjaan ku nantinya sampai harus merubah penampilanku..?"
"Kamu tahu reputasi dari tuan Kafael Haiden Lukashenko dalam dunia bisnis..?"
Aira mengangguk.. Keluarga Lukashenko pikir dia
"Mereka bukan orang sembarangan, hidup mereka keras, musuh mereka di mana - mana. Apabila kamu berpenampilan sebagai perempuan tentu akan menyulitkan langkah mu, jadi om pikir menjadi laki - laki lebih memudahkanmu menyesuaikan mereka.."
"Aira dengarkan tante.. tuan Haiden sebenarnya meminta seorang laki - laki untuk asistennya.." ucap tante Nungki berbohong. "Kamu tahu tidak mungkin Ivanka dan Dave pergi bekerja di sana karena mereka masih kuliah. Ini demi nyawa perusahaan.."
"Tttapi om, tante.." sela Aira. Selalu aku yang dikorbankan batin nya sedih.
"Kamu tidak ingin kan di perusahaan kita ada pengurangan pegawai karena hampir bangkrut. Kasihan mereka bila ada PHK besar - besaran.."
Sambil menghela napas panjang "Baiklah Aira mau bekerja di sana.."
"Bagus.." teriak om Baskara dan tante Nungki senang.
"Tapi aku minta waktu untuk menyelesaikan semua urusanku sebelum aku bekerja di sana.."
"Om beri kamu waktu satu hari untuk menyelesaikannya dan bersiap bekerja disana.."
"Satu hari tidak cukup om.."
"Harus cukup, tuan Haiden tidak suka dengan orang yang tidak disiplin.. om sudah berjanji akan membawamu lusa.."
"Ingat Aira kamu sudah berjanji pada kami.." tante Nungki mengingatkan.
"Sekarang kamu istirahatlah.." ucap om Baskara sambil meninggalkan Aira sendiri.
Sepeninggal mereka pecahlah tangisan Aira.
Aku harus kuat, aku tidak tahu apa yang menantiku disana. Tuhan beri aku kekuatan untuk menghadapi semua ini. Aku harap akan ada pelangi setelah hujan badai. Akan ada secercah harapan untuk masa depanku nanti.
☘☘☘☘☘
"Loh, non Aira mau kemana pagi - pagi begini.."
"Aku ada urusan bentar bik.. Oya nasi goreng nya sudah aku siapkan di meja makan.."
"Waduh saya kalah cepat sama non Aira.."
"Nggak apa - apa bik.. lagian Ivanka sama Dave kurang cocok kan sama masakan bik Sumi, daripada nanti di buang.."
"Bener juga non, cuma..."
"Cuma kenapa bik.."
"Cuma saya kasihan sama non Aira, pagi - pagi sudah menyiapkan sarapan, masih kerja terus sorenya masih harus bersih - bersih kamar nyonya dan tuan, belum lagi kalau malam kadang minta dimasakin lagi.."
"Sudah, tidak perlu kasihan bik saya ikhlas kok. Apalagi om dan tante sudah merawat ku sampai saat ini bik.."
"Yang sabar non.."
"Iya.. makasih ya bik.. aku pamit dulu keburu siang.."
"Hati - hati di jalan non.."
Aira segera pergi ke kafe untuk mengajukan surat pengunduran diri. Sebenarnya cukup di sayangkan karena ia sudah cocok bekerja di sana. Gajinya pun cukup untuk memenuhi kebutuhannya sehari - hari. Dengan mengendarai sepeda motor hasil kerja kerasnya Aira memantabkan hatinya.
"Sudah nggak usah dilihatin terus.. memang non Aira cantiknya alami.."
"Heh..! kamu itu lo wan ngagetin saja.."
"Habis dari tadi di panggil malah melamun saja.. memang kenapa..?"
"Aku itu cuma kasihan sama non Aira, dia itu kan masih ada hubungan keluarga sama tuan Baskara tapi kok malah mirip pembantu.."
"Eh hati - hati kalau ngomong, kedengeran sama nyonya bisa di pecat kamu nanti.."
"Iya.. iya.. sudah sini sarapan dulu sebelum antar nona Ivanka ke kampus.."
"Hari ini non Ivanka sama den Dave naik mobil sendiri ke kampus.."
Tiba - tiba terdengar teriakan dari arah meja makan.
"Bik Sumi...!"
"Ya non.." jawab bik Sumi. "Kamu ambil nasi sendiri, non Ivanka memanggil.."
Bik Sumi bergegas menuju ke meja makan.
"Mana Aira..?"
"Tadi non Aira pergi pagi - pagi sekali non katanya mau ada urusan.."
"Kurang ajar itu anak, kemarin aku kan pesan telur setengah matang.. kenapa tidak dibuatkan.."
"Maaf non, saya kurang tahu.."
"Andai masakanmu enak, sekarang sudah aku suruh kamu buat masak telur.."
"Maaf non.." ucap bik Sumi
"Kamu itu, digaji mahal - mahal tapi masak saja nggak pernah enak. Harusnya aku suruh mama buat memecat kamu.."
"Ampun non, jangan pecat saya.." mohon bik Sumi mengiba.
"Hei.. hei..! kenapa pagi - pagi sudah ribut begini..!"
"Ini ma.. aku kemarin minta Aira sarapan telur setengah matang tapi malah adanya nasi goreng.."
"Aira nya mana..?" tanya Nungki
"Sudah pergi pagi - pagi sekali, mungkin ketemu sama om - om.." ucap Ivanka dengan nada sewot
"Aira tidak pamit mau kemana bik..?"
"Tidak nyonya, pamitnya cuma mau ada urusan sebentar.."
Nungki segera diam sepertinya ia tahu ke mana Aira pergi. Sekilas senyum terukir di bibirnya, ternyata anak itu benar - benar menuruti apa yang kami perintahkan. Lega rasanya tahu kalau aku masih bisa menikmati kemewahan ini.
"Ivanka sayang, mulai sekarang kamu harus terbiasa dengan masakan bik Sumi.."
"Cuih, jangan harap ma.. masakan bik Sumi sama sekali tidak enak.."
"Mulai sekarang biasakanlah makan masakan bik Sumi mengerti..!" tegas Nungki sekali lagi.
"Mama sekarang mulai membebas tugaskan anak gembel itu.."
"Bukan membebas tugaskan, tapi mama akan mengirim dia untuk bekerja dengan Haiden.."
"Haiden..?" Ivanka tampak berpikir.. "Haiden Lukashenko ma..? pemilik Lukashenko Internasional..?
"Iya.." jawab Nungki dengan mengambil nasi goreng dan meletakkan dipiringnya.
"Kenapa.. kenapa Aira yang dikirim kesana ma..? Mama kan tahu aku sudah lama ingin dekat dengan Haiden.."
"Kalau untuk jadi istri mama pasti akan mengirimmu, tapi ini sebagai pesuruhnya, sebagai budaknya dan mama yakin kamu tidak akan mau.."
"Kenapa bisa begitu ma..?"
"Aira jadi jaminan atas hutang - hutang papa mu.."
"Jaminan..? aku tidak menyangka kalau ternyata profesi sebagai pembantu cocok dengannya.."
"Iya, dia tidak cocok hidup seperti kita.."
"Hmmm, tapi aku pikir dia ada gunanya juga.."
"Maksud kamu..?"
"Aku bisa mendapatkan informasi pribadi tentang Haiden dan itu memudahkan langkahku untuk mendekatinya.."
"Haiden bukan orang yang mudah untuk di dekati Ivanka sayang, teman wanita banyak tapi tak satu pun bisa memenangkan hatinya.." kata Nungki dengan pendapatnya
"Karena aku nanti yang akan memenangkan hatinya, mama lihat saja hasil akhirnya, siapa yang akan jadi pemenang.."
"Tentu saja kamu sayang.." Hahahahhhh.. mereka tertawa bersama..
☘☘☘☘☘
Dengan kecepatan tinggi Aira melajukan sepeda motornya menuju kafe 'Casanova'. Tak berapa lama ia sampai di sana. Bertemu dengan satpam penjaga.
Aku harus cepat sebelum teman - teman yang lain datang. Kalau tahu aku hari ini resign pasti akan repot.
"Pagi mbak Aira, tumben pagi - pagi sudah berangkat.."
"Iya nih pak mau ketemu sama pak gilang.. pak gilang nya sudah datang.."
"Sudah mbak.. tuh mobilnya.."
Sebuah mobil Fortuner berwarna silver sudah terparkir di sana. Gilang memang seorang atasan yang disiplin tak heran jika di usia yang muda dia sudah meraih banyak kesuksesan..
"Kalau begitu saya masuk dulu pak.."
"Iya silahkan mbak.."
Aira melangkahkan kakinya masuk ke dalam ruang kerja gilang. Tampak seorang laki - laki berumur dua puluh lima tahun sedang mengecek pembukuan dikomputer.
"Selamat pagi pak.."
"Eh Aira, selamat pagi.." Gilang mengalihkan pandangan ke Aira. Ia melihat sebentar ke arah jam dinding. "Tumben pagi - pagi sudah datang..?"
"Saya ada perlu sebentar dengan bapak.."
"Hmm baiklah.. ayo silahkan duduk.."
"Sebelumnya saya minta maaf kalau kedatangan saya pagi ini mengganggu pekerjaan bapak.."
"Tidak apa - apa Aira.. kafe juga bukanya masih lama.." jawab Gilang sambil fokus dengan Aira.
"Begini pak.." Aira menyerahkan surat resign.. "Saya mau keluar dari pekerjaan saya.. Ini surat resign nya.."
"Resign..? kamu mau resign..? kenapa..? apa kamu ada masalah dengan teman kerja..? atau apa..?"
"Bukan.. bukan masalah itu pak.. justru saya sudah kenal baik dengan teman - teman disini bahkan sudah seperti keluarga saya sendiri.."
"Lantas apa yang membuatmu resign..?"
"Saya akan bekerja di perusahaan om saya, berat rasanya menolak permintaannya karena beliau yang telah merawat saja sejak kecil.." jawab Aira berbohong
"Baiklah saya bisa mengerti, tapi bila kamu suatu saat butuh pekerjaan, kamu bisa kembali ke sini lagi.. kafe ini terbuka lebar untukmu.."
"Terima kasih atas kebaikan hati bapak.."
"Sama - sama.." Gilang mengambil sesuatu dari laci mejanya.. "Ini uang gaji kamu yang terakhir.."
"Bukankah kemarin saya habis terima gaji pak.. lebih baik tidak usah saja.."
"Tidak apa - apa, hitung - hitung sebagai uang pesangon.."
"Terima kasih pak, kalau begitu saya permisi dulu.."
"Baiklah hati - hati di jalan.."
Aira segera meninggalkan ruang kerja Gilang. Berat rasanya meninggalkan tempat yang telah memberikan kenyamanan untuknya. Sempat Aira menitikkan air mata sebelum keluar.
"Mbak Aira kok sudah pulang.." tanya satpam kafe
"Iya pak, saya ada perlu jadi ijin.." jawabnya berbohong.
Kenapa aku jadi pintar berbohong begini, ah sudahlah ini demi kebaikan semua batin Aira.
Setelah mengantarkan surat resign ke Gilang, Aira mampir sebentar ke sebuah pusat perbelanjaan terbesar di Jakarta.
Ia akan membeli beberapa pakaian pria, kaos oblong yang longgar dan tentu saja semacam korset untuk menutupi *********** yang sudah kelihatan besar.
Tapi teriakan dan kasak kusuk para gadis membuat perhatiannya teralihkan.
Siapa sih itu, kenapa cewek - cewek di sini sampai heboh begini, ada artiskah batin Aira. Ia melongok ke arah kerumuman. Memang agak sedikit samar tapi ia masih bisa melihat dengan jelas pria tampan yang gagah sedang berjalan dikelilingi oleh beberapa orang pria yang serba hitam. Sempat sekilas Aira melihat matanya yang indah, warna hijau ke abu - abuan. Benar - benar mata paling indah yang pernah ia lihat. Tiba - tiba dari arah belakang ada yang tanpa sengaja menyenggolnya sehingga beberapa belanjaannya terjatuh..
"Auuww.." teriaknya
"Maaf.. saya terburu - buru.." ucap gadis itu
Aira segera memunguti belanjaan nya yang terjatuh, heh apa harus seheboh itu untuk melihat pria yang bukan seorang artis..
"Ini mbak belanjaannya.." tiba - tiba seorang pria setengah baya membantu memungut belanjaannya.
"Oh.. terima kasih pak.."
"Anak muda jaman sekarang, kalau lihat orang ganteng aja senangnya bukan main.."
"Oh ya pak.. memangnya itu siapa ya pak.."
"Loh mbak ini tidak kenal, itu kan Kafael Haiden Lukashenko pemilik kerajaan bisnis di Asia.. pintar, tampan, gagah masih lajang pula.."
Deg.. deg.. deg.. inikah pria yang nantinya akan menjadi atasanku batin Aira. Ia tiba - tiba menjadi gugup. Heh sepertinya hidupku akan tambah sulit..
"Eh.. maaf pak saya permisi dulu, terima kasih sudah dibantu.." ucap Aira yang langsung mengambil langkah seribu meninggalkan tempat itu menuju parkiran.
Aku tidak menyangka akan bertemu dengan tuan Haiden. Tahu kalau dia jahat ke om baskara aku tidak akan memuji kalau ia memiliki mata yang paling indah. Tapi memang betul mata itu indah sekali. Pantas banyak wanita yang tergila - gila padanya batin Aira.
Ah aku harus segera ke salon, untuk mengurus rambutku ini. Aira segera mengendarai sepeda motornya menuju sebuah salon yang cukup terkenal di Jakarta. Setelah sampai ia segera konsultasi bagaimana caranya agar ia tidak perlu memotong rambutnya hanya untuk tampil mirip laki - laki.
Ternyata wig adalah satu - satunya solusi. Karena tehknologi yang berkembang ada wig yang memang bisa untuk semi permanen. Tidak mudah lepas, cara pakai dan perawatannya gampang.
Setelah berlatih sebentar dengan pegawai salon tentang cara memakai wig. Aira akhirnya bergegas pulang sambil mengingat - ingat lagi apakah ada yang terlewatkan.
Tiba - tiba plak..!
Seseorang menampar pipinya
"Ivanka, Dave.." ucap Aira kaget
"Dasar anak gembel tidak tahu diuntung, ternyata ini yang di bilang urusan penting sampai harus meninggalkan rumah pagi - pagi..!"
"Apa maksudmu Iv..? aku tidak mengerti"
"Jangan pura - pura bodoh, dengan siapa kamu ke salon mahal ini, pria tua bangka mana yang telah berhasil kau rayu.."
"Jangan berkata sembarangan Iv, aku tidak seperti itu. Aku kesini untuk membeli wig.."
"Bohong..!"
"Aku tidak bohong, mari kita bicara di rumah.. malu orang - orang melihat kita.."
"Heh.. biar saja.. biar orang tahu kalau kamu perempuan nggak bener..!"
"Kak.. sudah.. kita pulang saja. Kita selesaikan di rumah.." ucap Dave berusaha melerai
"Oke.. karena ini permintaan Dave, ayo kita pulang biar papa sama mama yang menghajarmu.."
Oh tuhan cobaan apalagi ini, semuanya aku serahkan padamu doa Aira.
☘☘☘☘☘
"Ma.. mama..!" teriak Ivanka dari halaman rumah. Dengan tergesa - gesa ia mencari mama nya ke segala penjuru rumah.
"Ada apa sih teriak - teriak..! mama baru istirahat..!"
"Coba mama tebak, dengan siapa aku bertemu di salon..?"
"Mana mama tahu.. Artis mungkin.."
"Bukan ma, aku dan Dave tadi ketemu sama Aira.."
Nungki mengerutkan kening, karena merasa tidak ada hal yang aneh disini. "Terus..?"
"Ini kan aneh ma, dapat uang dari mana coba. Pelayan kafe dengan gaji sedikit bisa masuk ke salon langganan kita.."
Nungki tampak berpikir sejenak.. "Aira.."
"Ya tante.." jawab Aira
"Jadi hari ini kamu pergi ke salon langganan kami.."
"Iya tante.."
"Tuh kan ma, sudah jelas.. kalau tidak mencuri ya melacur.."
"Ivanka..! jangan memfitnah sembarangan..!" teriak Aira
"Berani ya kau membentakku..!" Ivanka langsung menjambak rambut Aira.
"Sudah..! sudah..! Ivanka lepaskan rambut Aira.." perintah Nungki. "Sekarang jelaskan ke tante apa saja yang kamu lakukan di salon.."
"Sesuai dengan perintah om Baskara bahwa besok aku bekerja dengan tuan Haiden sebagai seorang laki - laki maka aku ke salon untuk konsultasi masalah rambut tante.."
"Masalah rambut..?"
"Iya aku merasa sayang jika harus dipotong pendek, jadi aku memutuskan memakai wig yang tidak mudah copot walau harus bergerak seharian.." jelas Aira
"Jadi.. jadi kamu bekerja dengan Haiden sebagai seorang laki - laki..?" tanya Dave yang sedari tadi diam tiba - tiba ikut berbicara.
"Iya.." jawab Aira
"Bagaimana ceritanya ini ma..?"
"Nanti akan mama jelaskan, kamu diam dulu..!" perintah Nungki.. "Terus kamu beli wig menggunakan uang siapa, aku tahu harga wig itu tidak murah.. kalau kamu sampai berani mengambil uang tante tamat riwayatmu..!"
"Hari ini aku resign dari kafe tante dan mendapat uang gaji terakhir. Uang itu untuk membeli beberapa baju pria dan wig.."
"Oke karena yang kamu lakukan hari ini demi menunjang penampilanmu besok, maka tante tidak akan marah.."
"Ma..!" terlihat Ivanka yang jengkel dengan keputusan Nungki kali ini.
"Iv.. ini juga demi kondisi keuangan kita.."
"Kalau begitu saya akan bersiap untuk besok.."
"Baiklah, pergi dan bereskan semua pakaianmu.. Ingat jangan meninggalkan satu pun barangmu disini.."
"Ya tante.. saya permisi.."
Aira segera pergi meninggalkan sekerumunan orang yang memang menginginkan ia pergi dari rumah itu. Rumah itu sebenarnya adalah milik orang tuanya. Tapi karena om dan tante sekarang adalah wali nya jadi mereka sekarang yang menguasainya.
"Non.. bibik bantu ya.." bik Sumi menawarkan bantuan. Orang yang baik di rumah ini hanyalah bik Sumi dan pak Iwan.
"Terima kasih atas bantuannya bik.." ucap Aira.
"Loh non, yang dimasukkan ke koper kenapa cuma kaos dan celana...? yang ini tidak dibawa..?"
"Tidak bik, pekerjaan aku di sana cukup berat jadi susah kalau harus pakai rok. Aku rasa celana, kemeja dan kaos lebih leluasa.."
"Lah, non ini kerjanya apa..?"
"Belum tahu bik, karena atasanku ini seorang pebisnis yang sukses aku harus mempersiapkan segalanya.."
"Non ini kayak mau pergi perang saja.."
"Hahahahh.. semuanya serba mungkin bik.. oya baju dan rok yang ini saya titipkan ke bik Sumi ya.. nanti kalau sudah tidak bekerja di sana akan aku ambil lagi.."
"Siap non, barang - barang non Aira yang tidak dibawa biar bibik yang simpan dikamar.."
"Terimakasih bik, karena selama ini hanya bik Sumi dan pak Iwan yang baik dengan ku.." Aira memeluk bik Sumi cukup lama, tak terasa air matanya menetes.
"Ehem.." suara dari arah belakang mengalihkan perhatian mereka.
"Dave.."
"Nih beberapa kaos milikku tidak terpakai, kamu bawa saja.." ucap Dave sambil memberikan kaos miliknya.
"Thank's Dave.."
"Hmmm.." jawabnya singkat dan kemudian pergi meninggalkan kamar Aira. Sebenarnya Dave tidak jahat terhadapnya hanya saja mereka jarang berbicara. Mungkin karena pengaruh dari orang tuanya yang membuatnya terlihat cuek di depan Aira. Selama orang tuanya dan Ivanka yang kadang menganiayanya Dave memilih diam dan pergi.
"Non Aira istirahat ya, saya kembali ke kamar.." pamit bik Sumi.
"Ya bik.."
Besok pagi adalah hari yang berat bagi Aira. Bagaimana tidak ia akan tinggal di tempat orang lain yang sama sekali ia tidak mengenal orang - orang yang bekerja disana. Dan apa saja tugas dan pekerjaannya ia sama sekali tidak ada gambaran. Terutama adalah meninggalkan orang - orang yang sangat sayang kepadanya, bik Sumi dan pak Iwan.
Tuhan selalu beri aku kekuatan dan semangat dalam menjalani kehidupanku ini. Kau telah mengatur semua perjalanan hidupku dan memang ini fase yang harus aku lalui untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Aku berserah kepadaMu.. doa Aira.
☘☘☘☘☘
Pagi itu matahari tampak malu memperlihatkan sinarnya. Burung - burung pun tidak ada yang berkicau pagi ini. Awan mendung menggelantung seakan tahu akan isi hati Aira
"Kamu sudah siap..?"
"Sudah om.."
"Bagus...kamu terlihat seperti seorang pria aku yakin tuan Haiden pasti akan setuju menerimamu menjadi jaminan. Kamu harus bisa meyakinkannya.."
"Baik om.."
"Betul Aira, nasib karyawan di perusahaan tergantung usahamu meyakinkan tuan Haiden.. Jangan mengecewakan kami.. mengerti.."
"Aku mengerti tante.."
"Sudah.. sudah.. ayo kita berangkat.." ajak Baskara
"Aku pamit tante, Ivanka, Dave.." ucap Aira tapi tak satu pun dari mereka yang memeluk atau memiliki rasa kehilangan dengan kepergiannya.
Aira membawa kopernya ke bagasi mobil, pak Iwan bahkan tidak berani membantunya.
"Wan, kenapa non Aira penampilannya seperti seorang pria.. memang kerja apa sih.."
"Sudah jangan banyak penasaran, kalau kamu tidak ingin angkat kaki dari rumah ini.."
"Ya aku cuma heran saja.. aneh gitu lo.."
"Iwan ayo berangkat.." perintah Baskara.
"Baik tuan.." jawab Iwan.. "Eh aku pergi kerja dulu.." pamit Iwan ke bik Sumi.
"Ya hati - hati.." jawab bik Sumi lirih..
Pak Iwan segera masuk ke dalam mobil "Kemana ini tuan.."
"Ke kediaman keluarga Lukashenko.."
"Baik tuan.."
Iwan segera mengendarai mobil dengan kecepatan sedang. Selama perjalanan Aira hanya diam saja dan lebih banyak menikmati pemandangan diluar selama perjalanan.
"Kamu sudah memikirkan nama baru mu..?"
Pertanyaan Baskara membuyarkan lamunannya "Sudah om.."
"Siapa..?"
"Abimana om, nama ayah saya.."
"Bagus.. ingat dengan apa yang telah om pesan ke kamu, kinerjamu harus bagus, lakukan apa saja yang disuruh oleh tuan Haiden.."
"Bahkan kalau harus membunuh sekalipun.."
"Ya.." jawab Baskara.
Iwan yang mendengar sedikit kaget, sebenarnya ini non Aira kerja apa sih batin Iwan.
Aira menghela napas panjang. Hidup memang berat. Tapi aku bersyukur masih diberi kesempatan untuk hidup dan bisa memberikan hal terbaik untuk keluarga dan orang lain. Aku lakukan ini agar tidak banyak kepala keluarga yang nanti kehilangan pekerjaan karena PHK akibat hutang yang tidak bisa dibayar perusahaan. Apa yang aku lakukan ini benar kan ayah batin Aira.
Setelah menempuh perjalanan sekitar tiga puluh menit mereka sampai ke sebuah tempat yang sangat luas. Tampak gerbang besar dan tinggi sebagai awal jalan masuk kesana yang di jaga oleh empat orang berpakaian serba hitam.
"Selamat pagi.." sapa salah seorang dari mereka "Ada perlu apa..?"
"Hari ini saya sudah ada janji dengan tuan Haiden.. nama saya Baskara Wijaya"
"Baik tunggu sebentar.." tampak ia menghubungi seseorang dan tak lama kemudian dia membuka pintu gerbang.
Halaman luas dengan hamparan rumput yang hijau. Aira begitu menyukai pemandangan di sana. Tampak beberapa orang pria sedang berlatih fisik. Ada beberapa yang berlatih menggunakan senjata seperti senapan, panah dan pedang. Terdapat beberapa kamera pengawas di setiap tempat.
Heh betul - betul mafia batin Aira.
Ada beberapa ekor kuda yang sedang di latih dan dirawat oleh pekerja. Setelah sepuluh menit menempuh perjalanan dari pintu gerbang utama, mereka akhirnya sampai di sebuah rumah besar bergaya klasik Eropa. Pintu utama yang besar dengan lambang keluarga Lukashenko.
Deg.. deg.. lambang itu batin Aira kaget.
Pikirannya kembali ke kejadian sepuluh tahun yang lalu. Kecelakaan yang menimpa diri dan orang tuanya bukanlah murni kecelakaan. Tapi lebih seperti pembunuhan berencana.
Saat itu hujan cukup deras, rem pada mobil Ayah tidak berfungsi dengan baik sehingga menabrak sebuah pohon besar. Tak berapa lama sebuah mobil dengan kecepatan tinggi menabrak mobil ayah. Mobil terguling - guling hingga ketengah jalanan, hanya aku yang masih setengah sadar saat itu. Melihat dua orang pria turun dari mobil yang terdapat lambang "LS". Mereka tidak bicara apa - apa hanya memastikan kalau kami semua yang di dalam mobil sudah meninggal. Kemudian aku tak sadarkan diri dan menemukan sudah berada dirumah sakit. Om dan tante mengatakan kalau Ayah dan bunda meninggal ditempat kecelakaan dan sudah dimakamkan.
Dan sekarang aku melihat lambang yang sama dipintu itu. Apakah ini berarti keluarga Lukashenko ada yang sengaja membunuh kedua orang tua ku. Lantas siapa dalang di balik ini semua.
Sepertinya tuhan memang punya rencana lain dengan adanya aku dikirim ke sini maka aku akan lebih leluasa menyelidiki kematian orang tuaku.
"Heh ayo turun.." suara om Baskara membuyarkan lamunan Aira.
"Baik om.. "
"Nah kamu akan bekerja disini, kamu lihat sendiri kan kamu akan lebih beruntung dengan tinggal disini.."
"Iya om.."
"Tapi ingat kamu harus bekerja dengan baik jangan mempermalukanku.. Dan kamu juga harus cari cara agar tuan Haiden mau memperpanjang jangka waktu hutang.."
"Baik om, aku akan berusaha.."
"Bagus.. sekarang ayo kita masuk.."
Baskara dan Aira berjalan masuk mengikuti arahan dari pelayan keluarga Lukashenko.
Dia mengenakan baju dan rok warna abu - abu tua. Dia berumur hampir sama seperti bik Sumi, hanya saja ia terkesan dingin dan tidak bersahabat.
"Maaf tuan Haiden, tuan Baskara sudah datang.."
"Suruh masuk.."
"Baik tuan.." pelayan itu keluar memberitahu Baskara dan Aira agar masuk ke dalam ruang kerja Haiden.
Ruang itu sangat luas dan kental dengan nuansa eropa di tambah beberapa barang dengan aksen turki. Terdapat perpustakaan kecil penuh dengan buku - buku yang tertata rapi. Sofa dengan gaya eropa berwarna abu - abu.
Tampak seorang pria berwajah Turki Rusia dengan mata terindah yang pernah Aira lihat. Tampan, gagah, dingin kesan di wajahnya yang menunjukkan bahwa ia pria yang memiliki kekuasaan.
Ada seorang wanita dengan mengenakan gaun yang seksi sedang duduk dipangkuannya.
"Kau pergilah dulu..!"
"Kau mengusirku..?" tanya wanita itu
Haiden memandang wanita itu dengan tatapan tajam. "Oke.. oke.. aku akan keluar.. ingat nanti malam telpon aku.."
Wanita seksi dengan rambut ikal itu keluar dari ruangan. Sejenak ia menghentikan langkahnya dan melirik ke arah Aira, kemudian berjalan keluar ruangan.
"Oh kamu rupanya.."
"Iya tuan Haiden, kedatangan saya kali ini membawa anak angkat saya untuk bekerja dengan tuan.."
"Hmmm.. maksudmu kamu jadikan jaminan, bukankah itu perjanjian kita.."
"Iiyyaa tuan.." jawab Baskara gugup
"Dengan kata lain aku tidak akan menggajinya tapi ia harus melayaniku dua puluh empat jam bahkan mempertaruhkan nyawanya untukku. Apakah dia tahu soal itu.."
Glek.. Aira yang mendengar menelan ludahnya. Waduh kenapa sampai bertaruh nyawa diusiaku yang seperti ini. Jatuh cinta saja aku belum pernah merasakannya kenapa harus mati muda batin Aira dengan wajah pucat pasi.
Haiden berdiri dari tempat duduknya, berjalan pelan menuju dimana Aira berdiri. Tercium aroma woody yang membuatnya terkesan maskulin.. Hmmm wanginya.. pantas banyak wanita yang ingin dekat dengannya dan mata itu membuatku terpesona untuk yang kedua kalinya batin Aira. Ia segera menundukkan wajahnya begitu Haiden berdiri di hadapannya.
"Siapa namamu.."
"Abimana tuan.."
"Abimana..?" tanya Haiden. Dia melihat dari atas ke bawah kemudian mengitari tubuh Aira. Gila..! kenapa pria ini memiliki bibir yang sangat seksi. Aroma tubuhnya tidak seperti kebanyakan pria. Lebih mirip aroma vanilla.
"Iya tuan, tuan bisa memanggil saya Abi.."
"Hmm.. Bi, bagaimana seorang pria kecil, kurus dan pendek sepertimu bisa menjadi asistenku..? kau lebih mirip seorang wanita..?
"Tuan tidak perlu ragu, saya bisa melakukan semua pekerjaan yang bahkan tidak bisa dilakukan oleh pria manapun.." jawab Aira mantab.
"Menarik.. sangat menarik, tapi aku perlu pembuktiaan.."
"Siap tuan.. saya siap membuktikan bahwa saya pantas untuk bekerja dengan tuan..". Demi menyelidiki kematian orang tuaku aku harus bertahan di dunia mafia ini.
☘☘☘☘☘
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!