Lembayung senja mulai menyapa. Membiaskan warna jingga di ufuk barat yang terlihat begitu memesona. Induk-induk burung pipit mulai mengepakkan sayap untuk kembali ke dalam sarang. Ia mengisi paruhnya dengan makanan dan siap untuk ia berikan anak-anaknya yang telah menunggu dalam penuh harap untuk bisa segera mengisi perut mereka.
Suasana taman masjid nampak begitu ramai dengan anak-anak kecil yang baru saja selesai mengikuti belajar membaca dan menulis Al-Qur'an. Sebuah pemandangan yang terlihat begitu menyejukkan mata. Melihat para generasi-generasi muda yang kelak akan menjadi para Khalifah di muka bumi ini. Tentunya dengan berpedoman pada Ammar Ma'aruf Nahi Munkar yang kelak akan menjadikan mereka para generasi surga.
Seroja anak haram.... Seroja anak haram.... Tidak punya ayah... Tidak punya ayah.....
"Hiks... Hiks... Hiks... Kalian mengapa jahat kepadaku?"
Di sela-sela riuh tawa anak-anak itu, terdengar sebuah suara yang terdengar begitu memekak telinga. Sebuah suara yang berhasil membuat perhatian seorang lelaki kecil yang tengah membeli cilor di abang-abang penjual menoleh ke arah sumber suara. Dahinya mengerut tatkala ekor matanya menangkap sesosok gadis kecil yang tengah dikerumuni oleh teman-teman lelaki seusianya sembari diolok-olok.
Tidak hanya kerumunan teman-temannya yang membuat lelaki kecil itu terkesiap. Posisi sang gadis kecil yang tengah berjongkok, memeluk lutut sembari menutup kedua telinganya seakan membuat nuraninya sedikit terusik. Lelaki kecil yang memiliki hati begitu lembut yang menurun dari sang bunda, membuat matanya tetiba ikut memanas.
"Den Fakhru, ini cilornya sudah jadi!" ucap Abang penjual cilor sembari memberikan makanan yang ia jual kepada lelaki kecil yang bernama Fakhru.
Fakhru menerima cilor itu dengan raut wajah yang berbinar karena inilah salah satu jajanan yang menjadi favoritnya. "Terimakasih banyak Bang." Fakhru merogoh saku baju koko yang ia kenakan. "Ini uangnya Bang!"
"Terimakasih banyak Den!"
Fakhru mengangguk. "Sama-sama Bang!"
Setelah pesanan cilor yang ia pesan sudah selesai, gegas Fakhru menyusul gadis kecil yang tengah diolok-olok oleh teman-teman lelakinya ini. Sungguh sebuah pemandangan yang membuat terkoyak bagi siapapun yang kebetulan melihatnya. Tak terkecuali Fakhru, lelaki kecil itu juga merasa iba melihat gadis kecil yang tidak tahu apa-apa itu diolok-olok oleh teman-teman yang tidak memiliki belas kasihan sama sekali.
"Hei hentikan! Apa yang sedang kalian lakukan? Mengapa kalian membuat Seroja menangis?"
Fakhru menerobos memasuki kerumunan teman-temannya itu. Meskipun tubuhnya masih sangat kecil namun ia tidak merasa takut sama sekali berhadapan dengan teman-teman lelaki seusianya ini. Dengan gagah, ia berusaha melindungi gadis kecil yang tengah meringkuk, dan membenamkan wajahnya di sela-sela pahanya. Gadis itu menangis tergugu di sana.
Salah seorang teman Fakhru yang berbadan sedikit tambun terlihat terbahak. "Fakhru, Seroja ini tidak mempunyai ayah. Jadi kita jangan berteman dengan Seroja."
"Betul itu Fakhru. Kata mamaku, Seroja ini adalah anak haram, jadi kita tidak boleh berteman dengan Seroja. Nanti bisa sial." timpal salah seorang anak yang berbadan sedikit kurus dan tinggi.
Fakhru hanya bisa berdecak lirih. Lelaki kecil pasangan Rama Gilang Pradana dan Ellana Alessia Safaraz Ismail itu sungguh tidak paham dengan maksud anak haram yang dilontarkan oleh temannya ini. "Sudah, kalian pergilah. Dan jangan ganggu Seroja lagi! Jika kalian masih mengganggu Seroja, kalian akan berhadapan langsung denganku!"
Tidak hanya memiliki hati nan lembut, jiwa pemberani dari sang ayah pun turut menurun kepada lelaki kecil itu. Seperti yang menjadi idolanya, Umar bin Khattab RA, Fakhru pun juga ingin memiliki hati lembut dan juga disegani oleh musuh-musuhnya karena keberanian yang dimilikinya.
"Huh kamu tidak percaya dengan yang kita katakan Ru? Kamu pasti akan ditimpa kesialan karena berteman dengan anak haram," seloroh anak lelaki berusia satu tahun di atas Fakhru.
Fakhru hanya menggeleng-gelengkan kepala. Ia masih terlalu kecil untuk bisa mencerna ucapan teman lelakinya ini. "Tidak ada kesialan yang akan menimpaku hanya karena aku berteman dengan Seroja. Justru kalian lah yang akan dicatat oleh malaikat Allah sebagai anak-anak nakal, karena kalian telah membuat Seroja menangis!"
Fakhru berujar dengan rasa percaya diri tinggi dan tanpa merasakan takut sama sekali. Mendengar ucapan Fakhru, gerombolan anak laki-laki itu mulai meninggalkan Seroja yang masih terisak. Fakhru mendekat ke arah Seroja dan memberikan tisu yang baru saja ia ambil dari dalam tasnya.
"Pakailah ini untuk menghapus air matamu, Seroja. Dan jangan menangis lagi!" ucap Fakhru sambil mengulurkan sebuah tisu ke arah teman kecilnya ini.
Gadis kecil yang belum mengerti sepenuhnya tentang hidup itu menerima tisu yang diulurkan oleh Fakhru. "K-kenapa kamu tidak ikut mengolok-olok aku, Ru? Bukankah kata teman-teman tadi, kamu akan ditimpa kesialan kalau dekat-dekat denganku?"
Fakhru hanya mengulas sedikit senyumnya. "Aku bahkan tidak paham dengan apa yang mereka katakan. Jadi aku tidak takut." Fakhru membuka kantong plastik bening yang ada di tangannya. "Ini untuk kamu, Seroja!"
Seroja menatap lamat-lamat bungkusan yang diberikan oleh Fakhru. "Ini apa Ru?"
"Cilor. Aku baru saja membeli cilor di abang penjual itu untuk adik-adikku. Karena aku membeli banyak, abang penjual itu memberikan bonus, dan bonus ini untuk kamu, Seroja. Terima lah!"
Tangan gadis kecil itu terulur untuk menerima pemberian Fakhru. Seutas senyum manis terbit di bibir gadis kecil itu. "Terimakasih Fakhru. Kamu dan saudara-saudara kembarmu memang baik. Karena hanya kalian lah yang mau berteman denganku."
"Bukankah itu yang diajarkan oleh kakak-kakak ustadz kita tadi? Bahwa kita harus berteman dengan siapa saja dan tidak boleh membeda-bedakan?"
Seroja menundukkan wajahnya. "Tapi aku berbeda dengan kalian. A-Aku tidak punya ayah, Ru."
Gadis itu kembali mengisakkan tangis. Usia yang baru menginjak lima tahun itu masih sangat belum mampu untuk membuatnya mengerti tentang kehidupan yang ia jalani. Tidak adanya kehadiran sosok seorang ayah yang selalu menjadi pemicu dirinya diolok-olok dan diperlakukan berbeda.
"Ayah kamu pasti ada, Seroja. Mungkin ayah kamu sedang bekerja di tempat yang jauh. Dan membuatmu belum bisa bertemu dengan ayahmu."
Gadis itu hanya menggelengkan kepala pelan. "Aku benar-benar tidak tahu Ru." Perlahan, ia seka air mata yang mengalir deras dari telaga beningnya. "Aku tidak tahu harus bagaimana menghadapi teman-teman yang mengolok-olok aku. Aku tidak tahu harus bagaimana!"
Fakhru mengulas senyum manis di bibirnya. "Kata papa dan mama kita tidak cukup memiliki banyak tangan untuk membungkam mulut orang-orang yang mengolok-olok kita. Namun kita punya dua tangan untuk menutup telinga kita. Jadi yang perlu kamu lakukan hanya menutup telingamu, Seroja." Fakhru mengulurkan tangannya, bermaksud untuk membantu Seroja untuk berdiri dari posisi jongkoknya. "Sudah, jangan menangis lagi Seroja. Mari kita pulang. Sebentar lagi adzan Maghrib akan segera berkumandang. Ibu kamu pasti sudah menunggumu di rumah."
Seroja mengusap sisa-sisa air matanya. Gadis itu mencoba untuk tersenyum meskipun hanya senyum getir yang dapat ia tampakkan. "Terimakasih banyak Fakhru. Sungguh hanya kamu dan adik-adikmu lah teman terbaik yang aku miliki."
Fakhru mengangguk seraya mengulas sedikit senyumnya. "Sama-sama Seroja. Jangan bersedih lagi. Selamanya kita akan berteman."
Kedua anak kecil berusia lima tahun itu berjalan beriringan meninggalkan pelataran masjid. Setelah bulir-bulir bening mengalir deras dari pelupuk mata Seroja, kini hanya ada tawa yang terbit di bibir gadis kecil itu. Pastinya saat Fakhru berupaya untuk menghibur teman kecilnya ini dengan cerita-cerita lucu yang keluar dari bibirnya.
🍁🍁🍁
Malam mulai datang menjelang menyisakan suasana pekat di sekitar. Sang dewi malam memilih untuk bersembunyi di balik awan. Enggan untuk menampakkan wajahnya dan kian menambah langit nampak semakin muram.
Awan mendung terlihat nampak jelas. Dengan seluruh kekuatan yang ia miliki, ia mencoba untuk menahan tetes-tetes air yang berada dalam perutnya. Namun sayang seribu sayang. Rupa-rupanya ia sudah tidak sanggup menahan untuk tidak menjatuhkan tetes air langit itu, dan ia pun memilih untuk memuntahkan semua yang terkandung di dalam perutnya.
Prang.... Prang... Prang!!!!
"Dasar wanita *******! Berani-beraninya kamu mengganggu suamiku. Gara-gara ja*lang sepertimu membuat suamiku tidak ingat jalan pulang!"
"Jaga mulutmu. Jika ada yang patut disalahkan, maka kamu sendirilah yang bersalah karena kamu tidak dapat menjaga suamimu. Sehingga dia berani berselingkuh di di belakangmu!"
Dua orang wanita yang tengah berseteru itu membuat Seroja hanya dapat berjongkok di belakang pintu kamar dengan memeluk lutut sembari menutup kedua telinganya. Tubuh gadis kecil itu nampak bergetar mendengar setiap teriakan yang terlontar dari bibir sang ibu dan dengan entah siapa. Tidak hanya teriakan. Semua barang-barang yang berada di ruang tamu pun nampaknya juga ikut menjadi kekalapan dua wanita itu. Mereka saling melempar apa saja yang berada di sana hingga menimbulkan suasana gaduh.
Meskipun hujan turun begitu lebat di malam hari ini, nyatanya rinai air langit yang beradu nyaring dengan suara genting, sama sekali tidak dapat meredam teriakan dua wanita yang tengah berselisih paham itu. Teriakan keduanya sukses membuat para tetangga berbondong-bondong mendatangi rumah yang digunakan untuk beradu mulut itu.
"Mama.... Di rumah Seroja ada apa? Mengapa terdengar ribut seperti itu?"
Fakhru, yang sebelumnya sudah lelap dalam buaian mimpinya, seketika terbangun tatkala mendengar suara gaduh barang-barang yang dilempar dan juga dua orang yang tengah berteriak-teriak. Rumah Seroja yang hanya berjarak beberapa meter dari rumah Fakhru, menjadi pemicu bangunnya lelaki kecil itu dari buaian mimpinya karena teriakan-teriakan itu terdengar semakin membahana.
Lelaki kecil itu memasuki kamar papa juga mamanya mencoba mencari tahu apa yang sebenarnya telah terjadi. Rama dan Ellana yang bersiap mengistirahatkan tubuh mereka, seketika mereka urungkan niat mereka tatkala sang putra memasuki kamar.
"Papa juga tidak tahu apa yang terjadi di rumah Seroja, Sayang. Lebih baik Fakhru kembali ke kamar untuk beristirahat ya."
Rama mencoba menjawab apa yang dipertanyakan oleh sang putra. Dengan penuh kelembutan lelaki yang hampir memasuki usia paruh baya itu memberikan pengertian kepada sang putra agar ia tidak terlalu memikirkan apa yang tengah terjadi di kediaman Seroja. Namun sia-sia saja tatkala sang putra menggelengkan kepalanya sebagai isyarat bahwa ia ingin tahu dengan apa yang dialami oleh sahabat kecilnya itu.
"Tidak Papa... Fakhru ingin ke rumah Seroja. Seroja pasti sedang ketakutan."
"Tapi Nak...."
"Papa, bawa Fakhru ke rumah Seroja. Fakhru berjanji akan bersedia untuk masuk ke pondok pesantren, asalkan Papa membawa Fakhru ke rumah Seroja."
Entah sifat yang menurun dari siapa, lelaki kecil yang baru berusia lima tahun itu sudah pandai bernegosiasi dengan sang papa. Untuk bisa menyambangi rumah sahabat kecilnya, lelaki kecil itu sampai memutuskan untuk menerima keinginan papa Rama dan mama Ellana untuk mereka masukkan ke pondok pesantren. Hal itulah yang membuat hati Rama dan Ellana sedikit tercubit.
Diraihnya tubuh kecil sang putra untuk ia bawa ke dalam pangkuannya. Diusapnya dengan lembut rikma hitam legam milik putranya ini. "Apa yang membuat Fakhru begitu ingin mendatangi rumah Seroja? Padahal hari sudah gelap dan hujan di luar sana turun begitu deras?"
Tanpa permisi bulir bening dari pelupuk mata lelaki kecil itu lolos begitu saja. Nafasnya terlihat tidak beraturan seakan menyimpan rasa sesak dalam dada. Ellana semakin terkesiap melihat bahasa tubuh yang tetiba ditampakkan oleh putranya ini. Tangan wanita itupun juga ikut terulur untuk membelai punggung sang putra.
"Sayang, sebenarnya apa yang tengah Fakhru rasakan? Mengapa putra Mama tiba-tiba menangis seperti ini?"
Menatap lekat manik cokelat yang sudah berbalut dengan bulir-bulir bening di sekelilingnya, Ellana mencoba mencari tahu dengan apa yang sebenarnya terjadi kepada putranya ini. Diantara ketiga anaknya, hati Fakhru lah yang paling lembut. Lelaki kecil itu mudah sekali tersentuh dengan apa yang terjadi di sekitarnya. Dengan lembut, Ellana mencoba menyeka kristal bening yang mulai meluncur satu persatu dari pelupuk mata putranya ini.
"Fakhru hanya ingin melihat keadaan Seroja, Mama. Sejak di masjid sore tadi, Seroja sudah dibuat sedih dan menangis oleh teman-teman yang lain. Fakhru ingin melihat bahwa Seroja baik-baik saja."
Rama dan Ellana saling menautkan pandangan. Bahasa kalbu keduanya seakan sama-sama berbicara bahwa mereka akan memenuhi permintaan sang putra. Dan sepasang suami istri itu sama-sama menganggukkan kepala mereka.
"Baiklah, kita ke rumah Seroja ya Sayang. Tapi sebelum kita ke sana, Fakhru ambil sweater terlebih dahulu karena udara di luar sana begitu dingin."
Ucapan sang papa layaknya sebuah secercah rasa bahagia yang tiba-tiba mendekap erat tubuhnya. Kedua bola mata milik lelaki kecil itu yang sebelumnya berselimut kabut duka kini berangsur berbinar layaknya mentari pagi yang mulai bersinar di ufuk timur. Ia seka sisa-sisa air mata itu perlahan. "Benarkah Papa? Papa akan mengantar Fakhru ke rumah Seroja?"
"Iya Nak. Ayo lekas ambil sweater di dalam kamar Fakhru, setelah itu kita ke rumah Seroja."
Gegas, Fakhru turun dari pangkuan sang papa. Dengan langkah lebar, lelaki kecil itu keluar dari kamar kedua orangtuanya. "Tunggu Fakhru Papa!"
🍁🍁🍁
Brakkkkk!!!
"Pergi kamu dari tempat ini! Keberadaanmu hanya akan menjadi jalan bagi penduduk kampung ini mendapatkan azab dari Allah. Seorang pezina yang pastinya akan mendatangkan bencana di tempat ini!"
Sebuah tas besar yang berisikan pakaian dihempaskan dengan kasar di teras rumah oleh seorang wanita yang sejak tadi menjadi lawan bicara ibu Seroja. Wanita itu nampaknya telah dipenuhi oleh api amarah yang menghanguskan seluruh akal sehatnya sehingga sedikitpun tidak merasa malu bahwa apa yang ia lakukan telah menjadi pusat perhatian dari para tetangga.
Setelah menghempaskan tas berisikan pakaian itu, si wanita dengan paksa menjambak rambut ibu Seroja hingga membuatnya memekik kesakitan.
"Aaahhhh.... Lepaskan!"
Seakan tidak perduli sama sekali dengan teriakan ibu Seroja, wanita itu semakin kuat menjambak dan meremas rambut wanita seusianya itu.
"Bapak-bapak, Ibu-ibu, lihatlah wanita ini! Wanita ini di samping menjadi perebut suami orang, dia juga merupakan seorang pezina yang menjajakan tubuhnya kepada lelaki hidung belang di luar sana."
"Nyonya, tolong hentikan! Jika memang ada suatu permasalahan yang terjadi diantara Anda dengan ibu Dahlia, tolong diselesaikan secara baik-baik. Jangan dengan keributan seperti ini!"
Rama sembari menggendong tubuh kecil sang putra, mencoba untuk memadamkan api amarah wanita yang tengah berkobar dalam diri wanita di hadapan ini. Namun sayang seribu sayang, apa yang dikatakan oleh Rama hanya dianggap sebagai angin lalu saja.
Pandangan wanita itu mengedar ke sekeliling. Dengan pongah ia berkelakar di depan kerumunan orang yang mengelilingi rumah Seroja ini. "Itu tidak mungkin saya lakukan, Pak. Menyelesaikan permasalahan dengan wanita pela*cur seperti ini tidak dapat dilakukan secara baik-baik. Bapak-bapak dan Ibu-ibu tidak ingin membuat tempat ini terkena azab dari Allah bukan? Maka dari itu kita usir saja wanita ini!"
Rama terkesiap mendengar penuturan wanita ini. Bagaimana bisa sesama manusia menjadi hakim untuk manusia yang lain akan kesalahan yang telah diperbuat? Ia memposisikan dirinya seperti Tuhan yang berhak memutuskan untuk memberikan sebuah balasan. Sedangkan para tetangga yang lain hanya saling melempar pandangan dan membisu tidak memberikan respon apapun.
"Bu tolong, selesaikan permasalahan ini secara baik-baik. Kasihan putri ibu Dahlia yang mungkin sedang ketakutan di dalam sana!"
"Saya tidak peduli Pak! Saya ingin wanita ini segera meninggalkan tempat ini!"
Mendengar sang papa mengucap kata putri ibu Dahlia, gegas tubuh kecil Fakhru merosot dari gendongan sang papa. Lelaki kecil itu teringat bahwa ia memaksa sang papa menemaninya kemari karena Seroja.
"Nak, mau kemana?" ucap Rama di saat kaki sang putra telah berpijak sempurna di atas tanah yang basah karena guyuran air hujan.
"Fakhru ingin masuk ke dalam mencari Seroja, Papa. Seroja pasti ketakutan!"
Kaki kecilnya melangkah untuk memasuki rumah milik teman kecilnya ini. Ia sedikit terkejut karena keadaan rumah Seroja sudah berantakan layaknya diterjang oleh badai besar. Rumah ini terasa dingin dan hening sehingga memudahkan indera pendengaran Fakhru untuk menangkap sebuah suara isak tangis di salah satu kamar rumah ini.
"Seroja!"
Kepala gadis kecil itu mendongak. "Fakhru!"
Fakhru mendekat ke arah teman kecilnya ini. Ia sejajarkan tinggi tubuhnya dengan Seroja, dengan ikut berjongkok di hadapannya. "Kamu baik-baik saja?"
Seroja menggeleng pelan. "Aku takut, Fakhru. Aku takut!"
Tubuh dan bibir gadis kecil itu terlihat bergetar seakan disergap oleh rasa takut yang begitu kentara. Hal itulah yang membuat hati Fakhru terenyuh dan gegas, ia peluk tubuh teman kecilnya ini.
"Jangan takut, semua akan baik-baik saja Seroja!"
Seperti memeluk adiknya sendiri, Fakhru berupaya untuk memberikan sebuah ketenangan bagi gadis kecil ini. Meski tidak dapat ia bohongi jika hatinya pun turut terkoyak melihat Seroja dalam keadaan memilukan hati.
"Fakhru, pela*cur itu apa? Sedari tadi tante itu mengatakan bahwa ibu adalah seorang pela*cur."
"Jangan kamu dengarkan ucapan-ucapan orang dewasa itu Seroja. Itu sama sekali bukan menjadi urusan kita!"
"Tapi..."
"Seroja, ayo kita segera pergi dari tempat ini!"
Suara sang ibu yang tiba-tiba terdengar, membuat dua anak kecil itu sedikit terkejut. Fakhru melerai pelukannya dari tubuh Seroja dan menautkan pandangannya ke arah sumber suara.
"Ibu? Kita akan pergi kemana?"
Sungguh, gadis kecil itu begitu kebingungan dengan apa yang ia alami malam hari ini. Dengan keributan yang tiba-tiba terjadi di kediamannya dan sang ibu tiba-tiba mengajakanya untuk pergi.
Dahlia mendekat ke arah sang putri dan menarik tangan kecil putrinya ini dengan paksa. Dan kini posisi Seroja berdiri sempurna, berhadapan langsung dengan sang ibu. "Jangan terlalu banyak bertanya. Ikuti saja kemana Ibu akan membawamu!"
"Tante, jangan terlalu kasar terhadap Seroja. Dia pasti kesakitan!"
"Jangan ikut campur hei anak kecil. Kamu tidak tahu apa-apa. Dan lebih baik kamu segera pergi dari tempat ini!" Dahlia kembali menarik tangan Seroja dan mulai melangkahkan kaki untuk meninggalkan tempat ini.
"Tante tunggu!"
Teriakan Fakhru sukses membuat Dahlia menghentikan langkah kakinya. Wanita itu membalikkan tubuhnya. "Apa lagi yang kamu inginkan Fakhru? Cepat susul papamu daripada kamu membuang-buang waktu yang aku miliki dengan percuma."
Putra pasangan Rama Gilang Pradana dan Ellana Safaraz Ismail itu sama sekali tidak menggubris ucapan Dahlia. Dengan sorot mata tajam namun terasa begitu meneduhkan, ia tatap kedua manik mata milik Seroja.
"Seroja... Apakah kamu akan kembali lagi ke sini?"
Gadis kecil itu menggeleng pelan sembari mencoba untuk menghilangkan sisa-sisa air matanya. "Aku tidak tahu Fakhru!"
"Satu minggu lagi aku akan berulang tahun yang ke enam tahun, bisakah kamu datang?"
Seroja nampak sejenak berpikir, namun gadis itu gegas menganggukkan kepalanya. "Aku pasti datang Fakhru!"
Fakhru tersenyum simpul. Ia merogoh saku celananya dan mengambil sesuatu dari dalam sana. "Ini untukmu Seroja. Pergunakan ini ketika kamu merasa sedih ataupun ketakutan. Kata kakek Juna, ini akan membuat hatimu selalu tenang dan tidak pernah merasa takut."
Sebuah tasbih kecil berwarna putih bening, Fakhru ulurkan ke arah Seroja. Diraihnya tasbih putih itu dari tangan Fakhru dan seutas senyum terbit di bibir kecilnya. "Terimakasih banyak Fakhru. Kamu memang teman terbaik yang aku miliki. Semoga suatu saat nanti kita bisa kembali bertemu!"
Mengetahui sang anak sudah selesai dengan perbincangannya bersama Fakhru, Dahlia kembali menarik lengan tangan Seroja. Ibu dan anak itu keluar dari rumah dan mulai berjalan menembus deras air hujan untuk segera meninggalkan tempat ini.
Dari balik jendela, Fakhru menatap nanar tubuh Seroja yang perlahan mulai hilang ditelan malam. Lagi, setetes kristal bening itu kembali lolos dari pelupuk matanya tanpa permisi.
"Lindungilah Seroja, ya Allah..."
"Kita pulang ya Nak!"
"Papa.... Seroja...."
Rama merengkuh tubuh kecil Fakhru ke dalam pelukannya. Ia usap punggung sang putra untuk mentransfer ketenangan dan kenyamanan. "Allah lah sebaik-baik pelindung, Sayang.... Inshaallah, Allah akan melindungi Seroja... Seperti doa yang Fakhru panjatkan..."
🍁🍁🍁🍁
Assalamualaikum para pembaca tersayang.... Akhirnya bertemu lagi dengan author remahan kulit kuaci ini... Hihi hiiihii... Bagaimana prolognya? Panjang sekali? Semoga tidak terlalu membosankan ya Kak...
Untuk novel ini, saya buat sedikit berbeda. Karena saya akan menyajikan dua kehidupan (kehidupan Seroja dan Fakhru) yang akan menjadi jalan bertemunya kembali mereka berdua. Semoga tidak membingungkan ya Kak...
Seperti yang ada di sinopsis depan, bahwa tokoh utama di novel ini (Seroja) bukanlah sosok sempurna. Justru sebaliknya, ada banyak cela dari dalam diri wanita itu. Novel ini berkisah tentang sebuah kehidupan yang sedikit kompleks. Bukan hanya tentang cinta terhadap sesama manusia namun juga cinta kepada Rabb--nya. Tentang taubat seorang pendosa dan tentang seorang pendosa yang berupaya untuk menjemput apa itu hidayah.
Semoga melalui tulisan ini ada satu hikmah yang bisa diambil ya Kak..😘😘😘
Jangan lupa untuk selalu mendukung tulisan author remahan kulit kuaci ini dengan like, komentar, dan favorit ya... Atau mau memberikan gift, vote, atau koin seikhlasnya? hihihihihi akan saya terima dengan penuh rasa syukur ❤❤
Selamat membaca semua....
Banyak cinta untuk Kakak-kakak semua...
Salam love, love, love❤️❤️❤️
🌹 Yakinlah, setiap tulisan yang ditulis dengan sepenuh hati pasti akan mendapatkan tempat di hati masing-masing para pembaca...
Rintik air hujan masih saja berlomba-lomba untuk turun ke bumi. Suaranya yang nyaring layaknya sebuah simfoni alam yang begitu syahdu terdengar semakin memanjakan indera pendengaran. Meski jatuh itu sakit, namun mereka tetap menjatuhkan dirinya untuk memberikan kesejukan di bumi manusia. Seolah tidak pandang bulu dengan apa yang menjadi kesan dari mulut-mulut manusia akan kehadirannya. Yang menyambutnya dengan penuh rasa syukur atau justru disambut dengan sebuah hujatan. Sebuah kehadiran yang memberikan kesegaran di bumi yang semakin hari terasa semakin gersang. Lambat laun, rintik itu melebat hingga menjadi hujan deras yang mengguyur tanah Jawa di bagian barat.
Hawa dingin alami dari rinai air langit yang turun ke bumi beserta hawa dingin buatan yang keluar dari sebuah pendingin ruangan, nyatanya tidak berpengaruh apapun terhadap dua sosok manusia yang terlihat sedang berada di sebuah kamar apartemen mewah di kota ini.
Selimut, bed cover, dress berbahan sifon dengan motif bunga sakura, kemeja, jas, dan celana terlihat berserakan di atas lantai. Ranjang di salah satu kamar apartemen yang sebelumnya terlihat begitu rapi, saat ini mulai terlihat begitu berantakan. Sebagai pertanda bahwa sebelum detik ini telah terjadi sebuah pergulatan tubuh yang begitu menggairahkan.
"Tubuhmu selalu saja membuatku kecanduan, Seroja. Sungguh, aku selalu ingin dan ingin menikmatinya."
Menyenderkan punggungnya di sandaran ranjang, seorang lelaki berusia tiga puluh tahun itu melingkarkan lengan tangannya di pinggang ramping wanita cantik yang berada di sisinya. Membawanya ke dalam dekapan sembari mengusap-usap rambut hitam legamnya. Sesekali lelaki itu juga terlihat menghujani sang wanita dengan kecupan-kecupan lembut di pucuk kepalanya, sebagai sebuah pertanda bahwa ia begitu mengapresiasi servis wanita ini.
"Jika kamu merasa puas dan kecanduan dengan pelayananku, kamu tahu apa yang harus kamu lakukan kan Mas?"
Memainkan jemari tangannya yang lentik di dada bidang sang lelaki, wanita bernama Seroja itu tiada henti memberikan sentuhan-sentuhan sensual yang pastinya akan menjadi pemantik api hasrat yang sebelumnya telah padam. Bagi lelaki normal, mendapatkan sentuhan seperti ini pastinya akan kembali membangkitkan sesuatu yang baru beberapa saat tertidur. Dan benar saja, lelaki itu terlihat memejamkan mata tatkala gelenyar-gelenyar aneh seakan mulai terasa menjalar ke seluruh tubuhnya.
"Aaahhhh... Kamu selalu saja seperti ini. Mengujiku dengan pertanyaan-pertanyaan retorismu itu. Tanpa kamu bertanya, aku sudah paham dengan apa yang harus aku lakukan, Seroja." Lelaki itu menggiring kedua bola matanya ke arah dua benda sintal milik wanitanya ini dan tanpa basa-basi ia mulai meremasnya dengan lembut dan penuh gairah. "Aku akan memberikanmu uang servis yang jauh lebih banyak dari sebelumnya. Atau kamu menginginkan apa selain apartemen ini? Aku pasti akan mengabulkannya."
Senyum manis terbit di bibir wanita berusia dua puluh tujuh tahun itu. Dengan penuh perasaan, ia menyambut setiap sentuhan yang diberikan oleh lelaki yang hampir satu tahun belakangan memanjakannya secara materi. Lelaki ini begitu memesona di mata Seroja. Selain lelaki itu memperlakukannya dengan begitu istimewa, lelaki itu juga selalu memanjakannya dengan memberikan apa yang menjadi keinginannya. Sepatu, tas, pakaian branded terlihat begitu rapi menghiasi almari kaca miliknya.
Dari lelaki itulah ia bisa merasakan sebuah kehidupan yang jauh lebih layak dari sebelumnya. Ia yang sebelumnya bekerja di salah satu pabrik pembuatan sarung tangan di kota ini, yang setiap hari pulang larut malam yang hanya menyisakan rasa lelah dan penat yang begitu mendera, perlahan mulai berubah ketika ia berkenalan dengan salah seorang mucikari yang memperkenalkannya dengan lelaki ini.
Seroja yang sebelumnya banting tulang menjadikan kakinya sebagai kepala dan kepala menjadi kaki untuk sekedar bisa bertahan hidup, kini keadaan seakan berbalik seratus delapan puluh derajat. Kini ia hanya tinggal membuka lebar-lebar pahanya dan menjadi salah satu bud*ak na*fsu para lelaki hidung belang, maka pundi-pundi rupiah itupun terus mengalir ke dalam rekening pribadinya.
"Apakah kamu menginginkannya lagi mas Randy?"
Kedua jendela hati Seroja terpejam dan ia gigit bibir bagian bawahnya dengan kuat tatkala jemari tangan lelaki bernama Randy itu mulai mengeksplor setiap titik rangsangnya. Jemari tangannya *******-***** rambut milik Randy di mana lelaki itu semakin liar dalam menjamahnya dengan kecupan-kecupan dari bibirnya.
Randy menghentikan sejenak permainan bibir dan juga lidahnya di titik-titik rangsang Seroja. Ia menatap lekat wajah wanitanya ini dengan tatapan penuh damba. "Haruskah aku menjawabnya lagi Seroja? Bahkan kamu sangat tahu bahwa aku sudah benar-benar kecanduan akan tubuhmu. Jadi mari kita ulangi sekali lagi!"
Senyum manis kembali terbit di bibir tipis wanita itu. Ia anggukkan kepalanya sebagai isyarat bahwa ia akan menuruti apa yang menjadi keinginan lelakinya ini. Nafas keduanya kembali memburu. Tubuh keduanya sama-sama berpacu untuk merasakan apa itu surga dunia yang akan mereka dapatkan dari penyatuan raga.
🍁🍁🍁
"Aku pulang terlebih dahulu. Satu minggu lagi aku akan kembali berkunjung ke sini. Sepertinya mulai hari ini aku akan mengunjungimu satu minggu sekali dan aku putuskan untuk tidak menginap."
Mengusap kepalanya menggunakan sebuah handuk berwarna navy, Randy mencoba untuk mengeringkan rambutnya yang terlihat basah. Ia lempar handuk itu ke atas ranjang dan mulai mengambil deodorant dan juga parfum beraroma maskulin kemudian ia aplikasikan pada tubuh atletisnya. Dan terlihat sebuah t-shirt warna putih ia kenakan untuk membalut tubuh bagian atasnya itu.
"Tidak biasanya kamu tidak menginap di akhir pekan seperti ini Mas? Biasanya kamu baru akan pulang esok hari, bukan? Dan apa yang baru saja kamu katakan? Kamu hanya akan mengunjungiku sekali dalam seminggu? Itu sama artinya kamu menyiksaku Mas!"
Memasang mimik wajah yang dipenuhi oleh tanda tanya besar, Seroja mencoba untuk mempertanyakan apa yang terlihat tidak seperti biasanya. Biasanya setiap akhir pekan Randy selalu bermalam di apartemen ini, namun mengapa hari ini ia terlihat buru-buru sekali? Dan keputusannya untuk mengunjunginya dari tiga kali dalam satu pekan kemudian ia pangkas menjadi sekali dalam seminggu benar-benar membuatnya bertanya, apa gerangan yang sebenarnya telah terjadi?
Berkutat di depan cermin sembari menyisir rambut hitamnya, Randy menatap lekat wajah Seroja melalui pantulan di cermin itu. "Saat ini aku harus berhati-hati karena sepertinya istriku sudah mulai mengendus pergerakanku. Aku tidak ingin hubungan kita ini diketahui olehnya."
Satu jawaban telak dari bibir Randy yang berhasil membuat rasa ingin tahu dan penasaran Seroja menguap dan hilang begitu saja. Ucapan Randy ini sukses membuat otak dan juga hati miliknya kembali bekerja sama untuk tersadar akan posisinya. Posisi sebagai wanita simpanan yang tidak bisa terlalu berharap banyak dari apa yang sudah ia dapatkan.
Benar jika Randy selalu memanjakannya secara materi, namun untuk waktu, ia tidak berhak untuk meminta lebih dari apa yang sudah menjadi porsinya.
"Apakah itu berarti kamu sudah tidak akan pernah bermalam di sini lagi, Mas?"
Dengan hati-hati, Seroja mencoba untuk kembali mempertegas apa yang menjadi maksud lelaki ini. Ia sungguh tidak ingin dianggap sebagai wanita yang terlalu banyak menuntut, namun rasa-rasanya ia harus mendapatkan kejelasan dari apa yang diucapkan oleh lelaki itu.
Randy mengulas sedikit senyumnya. Sebuah senyuman yang terlihat begitu memukau bagi siapapun yang memandangnya. Lengkungan bibir yang membentuk bulan sabit itu seketika dibarengi dengan terbentuknya dua lesung pipi yang semakin membuat wajah lelaki itu semakin memesona dan bisa dipastikan akan membuat hati para kaum hawa terhipnotis oleh ketampanan lelaki itu. Hal ini sudah dibuktikan bahwa Seroja begitu menggilai lelaki yang sudah beristri ini.
"Kamu tidak perlu risau, Seroja. Jika keadaan sudah kembali aman terkendali, akan aku sempatkan untuk bermalam di sini. Kamu sabar ya."
Tutur kata penuh kelembutan yang keluar dari bibir Randy seperti sebuah mantra yang berhasil membuat Seroja tidak lagi mengajukan pertanyaan. Meski pelan, namun kepala wanita itu mengangguk juga, sebagai pertanda bahwa ia akan tunduk dan patuh dengan apa yang sudah menjadi keputusan Randy.
Randy tersenyum tipis melihat wajah Seroja yang sudah dipenuhi oleh raut sendu. Ia ayunkan langkah kakinya untuk menaiki ranjang dan kembali memeluk tubuh Seroja yang masih berbalut selimut tebal itu.
"Mengapa wajahmu terlihat begitu sendu? Meski aku tidak bermalam di sini dan satu minggu sekali aku mengunjungimu, namun bukankah seharian kita bisa menghabiskan waktu untuk bersama? Jadi kamu tidak perlu bersedih."
"Aku hanya takut bosan Mas. Aku sepertinya tidak sanggup jika setiap hari sendirian di dalam apartemen seperti ini."
Lengan tangan Seroja kembali bergelayut manja di tubuh Randy bak sehelai daun yang tidak ingin terlepas dari sang dahan. Ia letakkan kepalanya di ceruk leher Randy dan kembali bersikap manja layaknya seorang anak kecil yang tidak ingin ditinggalkan oleh sang ayah.
"Kamu tidak perlu merasa bosan, Seroja. Kamu bisa berjalan-jalan berkeliling mall sembari membeli semua barang-barang yang kamu inginkan. Dengan begitu kamu pasti bisa membunuh semua rasa bosanmu itu!"
"Tapi Mas, aku...."
"Ssstttt sudah, aku harus segera pulang. Jika tidak, istriku pasti akan semakin curiga!"
Memangkas ucapan wanitanya, Randy mulai beranjak dari ranjang. Sekilas, ia kecup kening Seroja dan kemudian melangkahkan kakinya untuk bersegera keluar dari apartemen ini. Sedangkan wanita itu hanya bisa menatap kepergian sang kekasih dengan tatapan kosong dan menerawang. Ia merasa bahagia hidupnya selalu dipenuhi dengan kemewahan seperti ini. Namun di sudut hatinya yang paling dalam ia merasakan sebuah kehampaan dan kekosongan yang entah ia sendiripun tidak tahu itu apa.
🍁🍁🍁🍁
Terimakasih banyak sudah berkenan singgah di cerita remahan kulit kuaci ini ya Kak... Jangan lupa untuk selalu meninggalkan jejak like, komentar di setiap episodenya ya... Dan bagi yang memiliki rezeki lebih, boleh juga jika ingin memberikan vote, gift maupun koin, hihihihihi pasti akan saya terima dengan penuh rasa syukur...😘😘
Atau jika tulisan ini menginspirasi, boleh juga jika di share, hihihihihi 😅😅
Banyak cinta untuk Kakak-kakak semua....
Salam love, love, love ❤️ ❤️❤️
🌹 Yakinlah, setiap tulisan yang ditulis dengan sepenuh hati pasti akan mendapatkan tempat di hati masing-masing para pembaca...
Dengan langkah gontai, sepasang telapak kaki Seroja yang berbalut flat shoes warna mocha menapaki ruas jalanan beraspal di sudut kota ini. Setelah ojek online berwarna oranye yang ia tumpangi berhasil mengantarkannya di tepi jalan raya, kini langkah kakinya berbelok memasuki sebuah gang yang mana menjadi seutas benang penghubung masa-masa kecil yang telah ia lewati dengan masa dewasanya saat ini. Melintasi gang kecil ini seakan kembali menyeret ingatannya akan sebuah tempat di mana ia dibesarkan.
Rumah-rumah kecil dengan konstruksi bangunan yang sangat sederhana terlihat menghiasi sisi kanan kiri gang. Rumah-rumah yang saling berhimpitan satu sama lain dan terlihat begitu sumpek dan sesak seakan semakin membuat kesulitan untuk meraup oksigen yang berada di sekelilingnya. Namun apapun keterbatasan yang disajikan oleh tempat ini, akan tetap menjadi tempat yang menggoreskan tinta rasa yang bercampur dalam dada.
Rumah-rumah kecil yang di bagian depannya dihiasi oleh lampu-lampu Tumbler beraneka warna, di mana jika malam hari lampu-lampu itu akan berkerlip-kerlip laksana bintang di langit. Banyak rumah yang di salah satu bagian ruang dalamnya mereka sulap menjadi ruang karaoke dan ada pula yang mereka sulap menjadi ruang pijat.
"Seroja... Wah, sudah lama kamu tidak pernah terlihat. Kemana saja kamu?"
Sambutan dari salah seorang ibu paruh baya namun tetap menjaga penampilan dengan mengaplikasikan make-up tebal di wajahnya, sukses menyadarkan Seroja dari pikirannya yang tengah bernostalgia dengan masa-masa yang telah terlewat. Kepala yang sebelumnya menunduk menekuri jejak-jejak langkah kakinya mulai sedikit terangkat dan hanya dengan seutas senyum tipis tersungging di bibir merah jambunya ia tampakkan di depan wanita itu.
"Iya Mam. Beberapa bulan terakhir aku memang jarang sekali kemari, hanya beberapa kali saja. Mungkin ketika aku datang kemari, tidak berpapasan dengan Mami. Jadi Mami menganggapku tidak pernah kemari."
Ibu paruh baya dengan setelan hot pant, dan kaos putih yang nampak sedikit longgar itu, hanya tersenyum sinis tatkala pandangan matanya menangkap barang-barang branded yang melekat di tubuh wanita ini. Ia merasa bahwa Seroja melupakan satu hal.
"Begitukah? Apakah itu hanya alasanmu saja untuk menghindar dari balas budi yang sepatutnya kamu lakukan untukku?"
Seroja semakin dibuat tidak mengerti dengan apa yang dikatakan oleh wanita ini. "Maksud Mami apa? Balas budi seperti apa yang Mami harapkan dariku?"
Memutar tubuhnya sembilan puluh derajat dari posisi sebelumnya, Seroja mengayunkan kakinya untuk bisa lebih dekat dengan wanita ini. Ia masuk ke teras kecil rumah milik 'mami' dan ia daratkan bokongnya di atas sofa panjang yang berada di sana.
Sembari memainkan gawai yang berada di dalam tangannya, kemudian berselancar di dunia maya, seorang ibu yang dipanggil 'mami' oleh Seroja itu kembali tertawa renyah di hadapan Seroja.
"Apakah kamu lupa Seroja? Bahwa yang mengangkat derajat kehidupanmu saat ini adalah aku? Karena melalui aku lah kamu mengenal sosok lelaki bernama Randy yang kaya raya itu dan pastinya bisa memanjakanmu?"
Seroja mencoba untuk mencerna apa yang dikatakan oleh Laura yang ia panggil dengan sebutan mami itu. "Oh ternyata maksud Mami balas budi perihal itu? Bukankah saat awal-awal aku mulai berkencan dengan mas Randy, Mami selalu mendapatkan uang dari mas Randy? Selain mas Randy memberikan uang servis kepadaku bukankah ia juga memberikan uang tips untuk Mami, sebagai ucapan terima kasih? Jadi saat ini balas budi seperti apa lagi yang Mami harapkan?"
Wanita malam yang bekerja di bawah mucikari, seperti itulah aturan mainnya. Ia dijual oleh para mucikari kepada para lelaki hidung belang yang kebanyakan dari mereka sudah beristri seakan tidak pernah merasa puas akan pelayanan wanita yang menjadi pendamping hidupnya. Hingga akhirnya mereka memilih jajan di luar.
Setiap para pelanggan yang berhasil membawa para wanita malam untuk berkencan, mucikari yang berfungsi sebagai penghubung itu selalu mendapatkan tips dari lelaki-lelaki pemburu kenikmatan sesaat itu. Lalu jika saat ini mami Laura memintanya untuk membalas budi, bukankah itu hal yang terlalu mengada-ada?
Jari-jari tangan Laura yang sebelumnya sibuk bergulir di layar gawai itu, ia hentikan sejenak aktivitasnya. Ia letakkan gawainya di meja kecil yang berada di sisi kanannya.
Laura menggiring kedua manik matanya untuk menatap lekat wajah Seroja yang tengah duduk di hadapannya. Di mata Laura sendiri, Seroja merupakan aset paling berharga yang pernah ia miliki. Selain wajah wanita itu sangat cantik, Seroja juga memiliki bentuk tubuh yang sangat proporsional. Gumpalan-gumpalan daging yang terbentuk di bagian dada dan boko*ngnya terlihat begitu sempurna. Dan tidak menyisakan sebuah kesan bagi para lelaki itu selain kesan seksi dan montok.
"Itu memang benar Seroja. Tapi sampai saat ini bukankah kamu masih berhubungan dengan tuan Randy? Dan pastinya kamu masih menikmati pundi-pundi uang darinya bukan? Tapi mengapa sudah hampir enam bulan terakhir dia tidak pernah memberikanku tips lagi? Atau mungkin dari kamu sendiri. Mengapa kamu tidak pernah memberikanku uang sebagai tanda terima kasih?"
Seroja tertawa renyah. Ingin rasanya ia mengumpat wanita paruh baya ini. Namun bagaimanapun juga ia merupakan salah satu wanita yang 'berjasa' dalam hidupnya. Berjasa dalam menjerat dan memasukkannya ke dalam gemerlap dunia yang penuh dengan kenikmatan namun sejatinya merpakan kubangan nista. Yang pastinya akan sulit baginya untuk bisa terlepas dan keluar dari jeratan sekaligus keluar dari kubangan itu.
"Apakah pantas Mami meminta imbalan lagi kepadaku setelah Mami mendapatkan imbalan yang jauh lebih banyak daripada tarifku sendiri?"
Sorot mata Laura yang sebelumnya terlihat begitu tegas menatap Seroja, kini terlihat sayu. Sedikit ia redupkan sorot mata itu sebagai pertanda jika wanita itu mulai diserang oleh sebentuk perasaan cemas.
"Kamu berbicara apa Seroja? Apa maksud dari ucapanmu itu?"
Pertanyaan dijawab dengan pertanyaan, merupakan satu-satunya cara bagi Laura untuk menyembunyikan rasa gugupnya atau bahkan mungkin untuk menghindar dari pertanyaan yang akan menggiringnya untuk membuka rahasia yang ia tutupi. Laura benar-benar khawatir jika wanita muda di hadapannya ini mengetahui trik yang ia mainkan di saat 'menjualnya'.
"Mami tidak perlu mengelak lagi. Karena aku sudah memiliki buktinya. Meskipun belum lama aku mendapatkan bukti ini dari mas Randy, namun sepertinya cukup bagiku untuk menjadi alasan bahwa aku tidak lagi memiliki hutang budi kepada Mami."
Seroja membuka resleting tas yang ia bawa. Ia rogoh isi dalam tas itu kemudian ia ambil gawainya. Jemarinya menyentuh sebuah folder yang berisikan rekaman suara yang mana merupakan percakapannya dengan Randy beberapa waktu yang lalu. Tepatnya tiga bulan yang lalu.
Gelombang suara bariton milik Randy yang keluar dari gawai ini perlahan mulai merembet masuk ke dalam indera pendengaran Laura. Di sana terdengar jelas bahwa Randy 'membeli' tubuh Seroja dengan tarif dua kali lipat dari apa yang telah menjadi kesepakatan Laura dengan Seroja sendiri dan itu semua tanpa diketahui oleh Seroja. Itu artinya Laura menikmati tarif tambahan itu secara cuma-cuma.
Bahkan tidak hanya tarif dua kali lipat, Randy pun juga sering membelikan Laura tas-tas mewah sebagai bentuk ucapan terimakasih karena telah mempertemukannya dengan Seroja.
Laura terkesiap mendengar penuturan Randy melalui rekaman ini. Bibirnya terkatup, lidahnya seakan kelu tidak mampu untuk berucap apapun. Suara Randy di dalam rekaman ini berhasil membuatnya tidak berkutik sama sekali. Ternyata apa yang coba ia tutupi selama ini mulai terbuka dengan jelas.
"Seroja, i-itu...."
Seroja mengakhiri rekaman Randy yang ia rasa sudah cukup membuat mulut wanita paruh baya di depannya ini terbungkam. Ia masukkan kembali gawainya ke dalam tas dan kembali menatap netra milik Laura dengan lekat.
"Mami tidak perlu mengatakan apa-apa lagi. Mas Randy sudah mengatakan semua. Karena Mami sudah banyak mengambil keuntungan dari tarif tubuhku maka dari itu aku tidak pernah memberikan Mami sesuatu sebagai bentuk 'balas budiku' kepada Mami."
Seroja bangkit dari posisi duduknya. Perlahan mulai mengayunkan kakinya bermaksud untuk meninggalkan rumah mami Laura ini. Namun baru tiga langkah kakinya terayun, ia hentikan ayunan langkah kakinya itu. Seroja membalikkan badan, kembali menatap tubuh mami Laura yang masih duduk terdiam di salah satu sofa kecil itu.
Resleting tas kembali ia buka. Ia ambil dompet berwarna cokelat dengan merk Louis Vuitton sama seperti tas yang ia bawa. Kemudian ia keluarkan lembaran-lembaran uang kertas berwarna merah dan ia ulurkan ke arah mami Laura.
"Beruntunglah Mami pernah memiliki seorang pela*cur seperti aku ini. Meski Mami sudah mendapatkan hasil yang begitu banyak dari menjual tubuhku, namun aku masih memiliki niat untuk memberikan Mami uang sebagai ucapan terimakasih. Terimalah uang ini. Aku rasa setelah ini aku tidak lagi berhutang budi kepada Mami."
Laura terlihat ragu untuk menerima uang yang diulurkan Seroja itu atau tidak. Namun pada akhirnya, tangannya terulur jua. Wanita paruh baya itupun menerima uang pemberian Seroja itu.
Seroja kembali tersenyum simpul. "Aku anggap urusan kita sudah selesai, Mam. Jadi setelah ini, aku harap Mami tidak lagi mengungkit-ungkit perihal balas budi. Karena selain mengurus kehidupanku sendiri, aku juga harus mengurus hidup ibu dan juga adikku. Jadi aku harap Mami tidak lagi menambah beban dalam hidupku."
Seroja memutar tumit untuk bersegera pergi meninggalkan Laura dan tempat ini. Ia kembali menghirup udara dalam-dalam. Mengisi rongga dadanya dengan oksigen. Mempersiapkan hati untuk kembali bertemu dengan ibu dan juga adiknya yang menempati di salah satu rumah di area lokalisasi ini.
🍁🍁🍁
Terimakasih banyak sudah berkenan singgah di cerita remahan kulit kuaci ini ya Kak... Jangan lupa untuk selalu meninggalkan jejak like, komentar di setiap episodenya ya... Dan bagi yang memiliki rezeki lebih, boleh juga jika ingin memberikan vote, gift maupun koin, hihihihihi pasti akan saya terima dengan penuh rasa syukur...😘😘
Atau jika tulisan ini menginspirasi, boleh juga jika di share, hihihihihi 😅😅
Banyak cinta untuk Kakak-kakak semua....❤️❤️❤️
🌹 Yakinlah, setiap tulisan yang ditulis dengan sepenuh hati pasti akan mendapatkan tempat di hati masing-masing para pembaca...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!