NovelToon NovelToon

My Arrogant CEO

Bab 1 : Praktek Kerja Lapangan

Marisa dan Gery duduk di depan meja kerja di ruangan Bu Retno, dosen pembimbing mereka di kampus. Bu Retno adalah seorang dosen killer yang sangat bawel, galak dan pemarah. Salah sedikit saja bisa menjadi malapetaka untuk setiap mahasiswa yang dibimbingnya.

Siang itu Marisa dan Gery adalah mahasiswa terakhir yang mendapat giliran menghadap Bu Retno untuk mengambil berkas yang dibutuhkan dalam praktek kerja lapangan mereka.

Marisa dan Gery adalah mahasiswa tingkat akhir di kampus mereka yang harus mengikuti program praktek kerja lapangan untuk kelulusan kuliah mereka.

Setumpuk berkas tersusun sedikit berantakan diatas meja Bu Retno. Jam sudah menunjukkan pukul 12 siang dan Marisa merasa perutnya sudah kelaparan.

"Marisa! Gery! Kalian berdua ditempatkan kerja di Perdana Enterprise. Sebuah perusahaan besar di daerah Bekasi yang bergerak dibidang ekspor dan impor. Mulai Senin kalian bisa bekerja disana sebagai karyawan biasa. Kalian harus bekerja serius dan sungguh-sungguh! Kalian membawa nama baik kampus ini! Ingat! Bekerja itu berdasarkan butuh! Bukan betah! Kalian membutuhkan rekomendasi bagus dari perusahaan Perdana Enterprise untuk barometer kelulusan kalian!" kata Bu Retno.

"Ya Bu," jawab Marisa dan Gery berbarengan.

"Sedikit saja kalian membuat kesalahan dan perusahaan itu tidak berkenan memberikan rekomendasi baik untuk kalian, maka Ibu pastikan kalian akan menambah masa kuliah kalian di kampus ini selama beberapa tahun lagi!"

"Ya Bu,"

"Kabar baiknya yang Ibu terima adalah pihak perusahaan akan memberikan kalian gaji intensif selama tiga bulan kalian bekerja disana! Termasuk uang makan dan bonus."

Sampai disini mata Gery langsung berbinar!

"Hari Sabtu kalian tetap masuk kerja. Pada hari Minggu kalian bisa beristirahat dan mengevaluasi diri. Cukup sekian saja petunjuk dari Ibu. Ada pertanyaan?" kali ini Bu Retno mengajukan pertanyaan.

"Saya ada pertanyaan, Bu!" ujar Gery.

"Ya, Gery. Ada apa?"

"Bagaimana dengan gaji bulanan yang akan saya terima? Apakah ibu ada bocoran nominalnya?"

Marisa menghela nafas putus asa mendengar pertanyaan Gery. Bisa-bisanya Gery mengajukan pertanyaan konyol seperti itu kepada Bu Retno?! Yang ada bukan jawaban yang akan diterima Gery melainkan kuliah panjang diluar jam pelajaran!

Mata Bu Retno berkilat sadis dibalik kacamata besar dan tebalnya! "Apa kata kamu, Gery?! Belum apa-apa kamu sudah berani menanyakan berapa besar nominal gaji yang akan kamu terima?! Belum mulai bekerja kamu sudah berani itung-itungan?! Keterlaluan! Kamu membutuhkan rekomendasi bagus dari perusahaan Perdana Enterprise! Itu yang terpenting! Gaji intensif urusan belakangan! Tunjukan dulu kinerjamu baru kamu berpikir masalah gaji! Bla... bla... bla..." dan masih banyak lagi yang Bu Retno tegaskan panjang lebar kepada Gery.

Urusan pun menjadi panjang! Andai di dunia ini ada mesin waktu, pasti Gery akan kembali ke masa beberapa menit lalu dimana dia mengajukan pertanyaan konyol itu! Kalau sudah begini, Marisa juga kena imbasnya karena harus ikut mendengarkan kuliah panjang dari Bu Retno!

"Ya Tuhan..! Urusan pun jadi panjang! Mana aku sudah lapar sekali...!" keluh Marisa di dalam hatinya. Marisa mencoba menghela nafas dan membiarkan omelan Bu Retno sebagai angin lalu. Masuk telinga kiri dan keluar telinga kanan. Sementara Gery hanya bisa mengangguk-angguk takut.

Setelah 20 menit memarahi Gery, akhirnya Bu Retno pun berhenti karena sudah mulai terbatuk-batuk. "Mengerti kamu, Gery?! Uhuk uhuk uhuk!"

"Ya Bu, saya sangat mengerti..." ucap Gery memelas.

"Ada yang ingin ditanyakan lagi?! Mungkin kamu, Marisa?!" Bu Retno kali ini melirik Marisa.

"Tidak, Bu." kata Marisa cepat.

"Kalau begitu, ini sudah Ibu siapkan berkas lamaran kalian yang harus kalian lengkapi dengan foto, biodata, dan materai. Silahkan kalian pelajari dirumah! Hubungi Ibu jika ada yang kalian tidak pahami!" Bu Retno memberikan satu map untuk Marisa dan satu map lagi untuk Gery.

"Terima kasih Bu!" kata keduanya.

"Sama-sama!"

"Kami pamit keluar Bu," kata Marisa.

"Ya, silahkan! Semoga sukses!"

Marisa dan Gery pun keluar dari ruangan Bu Retno. Keduanya menghela nafas lega setelah sampai didepan ruangan.

"Alhamdulillah... Bisa keluar juga kita dari sarang macan!" ucap Gery dengan penuh rasa syukur.

"Kamu juga yang cari masalah! Nanya kok konyol gitu?! Kita jadi terjebak lama di ruangan Bu Retno! Perut aku udah laper banget!" tukas Marisa.

"Iya, maaf! Untuk nebus kesalahan aku, gimana kalau siang ini aku yang traktir makan siang?" tanya Gery.

"Hm..." Marisa tersenyum. "Boleh juga, aku mau!"

"Mau makan apa?"

"Ketoprak Mang Epep!"

"Hayuk! Gas!" Gery pun merangkul Marisa menuju lokasi jajanan di kampus mereka yang terletak didepan gedung kampus. Ya walaupun ada kantin di dalam yang terjamin kebersihan makanannya, terkadang jajanan luar lebih nikmat. Nikmat di lidah juga ringan dikantong.

Gery dan Marisa adalah kawan lama sejak keduanya sekolah di SMA yang sama, hingga kini keduanya telah menjadi mahasiswa tingkat akhir di kampus yang sama pula.

Keduanya juga adalah mahasiswa pendatang dari Bogor yang kuliah di ibukota. Mereka tinggal di kos-kosan kecil dengan bekal uang saku seadanya.

Kini keduanya hampir merampungkan kuliah mereka dan berkesempatan menjalani praktek kerja lapangan di Perdana Enterprise mulai Senin lusa.

Sampai di warung ketoprak Mang Epep, Gery memesan dua porsi ketoprak pake lontong-menu makan siang favorit Marisa.

"Mang! Pesen dua porsi gak pake lama!" seru Gery.

"Ok! Siap Ger!" seru Mang Epep seraya menghentikan kegiatannya yang sedang bermain game FF di HP Android nya yang selalu terhubung dengan alat charger.

"Gak salah dulu Mang Epep diberi nama Epep sama keluarganya!" ucap Gery pada Marisa selama menunggu pesanan ketoprak mereka tiba.

"Kenapa?" tanya Marisa heran.

"Epep namanya, FF mainan favoritnya! Klop kan?"

Marisa tertawa sambil menutup mulutnya. "Kamu ini Ger! Ada-ada aja!"

"Lho! Bener kan?!"

Pesanan ketoprak pun tiba. "Ini pesanan nya, Ger!" kata Mang Epep.

"Makasih Mang!" ucap Gery.

"Amang lanjut main FF dulu ya?!"

"Main game terus! HP nya udah gak bisa jauh dari colokan juga!" tukas Gery.

"Iya, batrenya udah jelek! Kudu beli yang baru! Kemaren nanyain di konter Mang Cue, mahal!" keluh Mang Epep.

"Nabung dong Mang!"

"Nabung kan buat ngirimin istri Amang di kampung, Bi Geuis!"

"St..! Udah kita makan dulu! Jangan berisik!" kata Marisa.

Marisa dan Gery pun makan bersama dengan lahap karena mereka memang sudah sangat lapar.

"Aku udah gak sabar pengen praktek kerja lapangan di perusahaan Perdana Enterprise itu, Ger," ujar Marisa excited.

"Iya, aku juga! Mudah-mudahan CEO nya ramah dan royal!" kata Gery.

"Amin..."

Marisa dan Gery sangat bersemangat untuk menjalani praktek kerja lapangan mereka. Jalan menuju masa depan yang cerah seolah sudah terbentang luas dihadapan mereka. Tanpa mereka tahu apa yang sedang menanti mereka di Perdana Enterprise!

Bab 2 : Hari Pertama di Perdana Enterprise

Senin paginya, Marisa dan Gery berangkat pagi-pagi sekali menuju perusahaan Perdana Enterprise dimana mereka akan menjalani praktek kerja lapangan selama tiga bulan.

Marisa dengan rambut panjang hitamnya yang dibiarkan terurai, kemeja putih dan rok span selutut berwarna biru navy. Wajahnya di beri bedak tipis, lipglos pink, dan tanpa alis buatan.

Gery dengan kemeja putih, celana bahan berwarna hitam, sabuk dan juga wajahnya dengan dagu yang sudah rapi dicukur.

Marisa siap masuk gerbang depan gedung perusahaan itu saat Gery menarik lengannya. "Nanti, Mar," ucap Gery.

"Ada apa?" tanya Marisa.

"Berdoa dulu!"

"Bismillah..."

"Bukan gitu, Mar!"

"Terus gimana?"

Gery berdoa dengan dua telapak tangan terbuka dan mata terpejam, tak lupa usai berdoa dia mengusap wajahnya. "Amin ya Allah..."

"Kamu kebanyakan nonton sinetron Amanah Wali, Ger! Kayak masuk pasar genjing aja pake doa gitu segala!" kata Marisa.

"Ya kan biar berkah!"

"Tapi malu kalau keliatan security kantor!"

"Biarin! Nanti dapet CEO galak dan bawel baru tahu rasa kamu!"

"Udah ah! Ayo kita masuk!"

Marisa dan Gery pun memasuki gedung perkantoran yang luar biasa megah itu. Mereka disapa ramah petugas di lobi. "Ada yang bisa saya bantu?"

"Kami berdua mahasiswa dari kampus Guna Bakti yang akan ikut PKL disini, Mbak." ujar Gery.

"Oh iya, silahkan kalian menghadap Pak Rafi di ruangan HRD. Kalian naik saja ke lantai dua dan ruangannya ada disebelah kanan. Nanti ada disana tertulis ruangan HRD."

"Makasih Mbak." ucap Marisa.

"Ya sama-sama."

Marisa dan Gery pun segera menuju lift dan masuk ke dalamnya. Baru saja Gery hendak memencet tombol penutup pintu, satu sosok tinggi besar tampan memakai jas hitam rapi terlanjur ikut memasuki lift. Tubuh tinggi tegap, kulit putih, dan rambut berkilau rapi yang dimilikinya semakin menambah pesona yang dipancarkannya. Aroma wangi segar memenuhi ruangan lift itu. Seketika Marisa merasa terpesona.

"Wah... Luar biasa tampannya..." batin Marisa dengan mata yang tak lepas-lepas dari pandangannya terhadap lelaki berjas hitam itu.

"Hai!" sapa sang pria tampan berjas itu.

"Selamat siang, Pak!" sapa Gery.

"Siang. Kalian siapa? Saya seperti baru melihat kalian berdua,"

"Kami mahasiswa yang mau PKL disini, Pak!" ujar Marisa.

"Oh begitu, nanti kalian temui Pak Rafi dilantai dua, ya,"

"Iya, udah tahu kok Pak," ucap Gery enteng.

"Hus! Sopan dikit!" bisik Marisa.

Pria berjas itu hanya tersenyum kecil seraya memandangi wajah Marisa.

Tiba dilantai dua, pintu lift terbuka. Gery dan Marisa keluar terlebih dahulu dari dalam lift. "Mari Pak," ucap Marisa.

"Mari, semoga nyaman PKL disini." kata pria tampan berjas itu.

Pintu lift pun tertutup kembali dan membawa pria berjas itu ke lantai yang lebih tinggi.

"Ganteng ya?" kata Marisa seraya senyum-senyum sendiri.

"Heeh, keliatan banget aura orang kaya nya..." timpal Gery.

"Kamu ini, Ger! Tadi waktu Bapak ganteng itu bilang kita temui Pak Rafi di lantai dua, kamu malah jawab 'udah tahu Pak' , gak sopan banget!"

"Emangnya aku harus bilang gimana gitu?"

"Makasih Pak, gitu!"

"Oh..."

"Bapak ganteng tadi kayaknya orang penting di perusahaan ini! Mungkin CEO nya!"

"Iya, aku juga berpikir gitu."

"Udah ganteng, kaya, ramah lagi! Its so ferfect!" mata Marisa berbinar.

"Nah! Mulai ada tanda-tanda mau ngincer CEO nih!" tegur Gery.

"Apaan sih?!"

"Inget Fero ya!"

Fero adalah pacar Marisa yang sudah setengah tahun ini menjalin cinta dengan Marisa.

"Iyalah! Aku setia kok sama Fero!" tukas Marisa.

"Setia sih setia! Melihat Bapak ganteng tadi mata kamu langsung membrojol keluar!"

"Enak aja! Mata aku masih ada di dalam rongganya! Sekarang sebaiknya kita temui Pak Rafi!"

Mudah saja bagi Marisa dan Gery untuk menemukan ruangan HRD dan masuk ke dalamnya. Disana mereka disambut sang pemimpin HRD yang tak lain adalah Pak Rafi sendiri.

"Coba saya lihat berkas kalian berdua," kata Pak Rafi.

Marisa dan Gery segera menyerahkan berkas mereka. Lama juga Pak Rafi meneliti berkas itu sambil sesekali melirik kearah Marisa dan Gery yang dug-dugan.

"Berkas kalian bagus! Kalian termasuk mahasiswa berprestasi di kampus kalian. Saya menerima pengajuan PKL kalian di perusahaan ini. Selamat bergabung!" kata Pak Rafi seraya menyalami Marisa dan Gery.

"Terima kasih Pak!" ucap Marisa dan Gery berbarengan.

"Saya akan menempatkan Gery di bagian gudang karena saya lihat badan Gery yang besar dan kuat,"

Hati Gery mencelos. "B... Bagian gudang, Pak?"

"Iya, kebetulan bagian gudang kekurangan satu orang karyawan. Tugas kamu adalah membantu mengemasi barang yang masuk maupun yang keluar dan tidak lupa mencatat semua jumlahnya. Untuk lebih jelasnya nanti akan dijelaskan lebih rinci oleh kepala bagian gudang, yaitu Pak Nino"

"Baik Pak," ucap Gery terpaksa.

"Dan untuk Marisa, sepertinya kamu bisa saya tempatkan di bagian pembukuan. Nanti data dalam bentuk fisik bisa kamu tuangkan ke dalam bentuk digital. Di berkas saya lihat kamu bagus dalam komputer!" kata Pak Rafi kali ini pada Marisa"

"Baik Pak." kata Marisa.

Tiba-tiba telepon di ruangan Pak Rafi berbunyi nyaring. Pak Rafi segera mengangkatnya. Tidak jelas terdengar apa yang dibicarakan, hanya terdengar Pak Rafi bicara, "Iya Pak" berulang kali.

Selesai bicara melalui telepon, Pak Rafi menatap Marisa. "Marisa, barusan saya mendapat telepon dari Pak Indra Perdana selaku CEO di perusahaan ini. Beliau meminta saya untuk membawa kamu ke ruangannya sekarang!" tutur Pak Rafi.

"S... Saya?" tanya Marisa ragu.

"Ya, kamu!" Pak Rafi bangkit dari kursinya. "Ayo ikut saya! Dan kamu Gery, temui Pak Nino di belakang gedung bagian gudang!"

"Ya Pak." kata Gery.

Pak Rafi mendahului Marisa dan Gery keluar ruangan.

"Ger, maaf aku ikut Pak Rafi dulu ya?" kata Marisa yang sebenarnya iba pada Gery yang harus mendapat tugas di bagian gudang.

"Iya Mar, aku ke belakang dulu..." kata Gery lesu.

"Sabar ya Ger, mudah-mudahan kamu bisa segera masuk ke bagian lain yang lebih baik, bagian QC misalnya,"

"Gak papa, Mar. Emang aku udah dari sananya tampang kuli kok!"

"Jangan gitu, Ger... Aku jadi gak enak..."

"Biasa aja Mar, nanti siang kita makan bareng ya?"

"Oke, nanti kita kontekan."

"Mudah-mudahan kamu dikasih jabatan jadi sekertaris Pak CEO!"

"Ah, masa!"

"Ya mungkin aja pria gantengnya tadi yang telepon Pak Rafi biar kamu dibawa ke ruangannya buat jadi sekertarisnya!"

"Apa pria tadi itu benar-benar CEO di perusahaan ini?"

"Ah! Sial sekali aku! Pasti gara-gara aku bilang kurang sopan tadi jadi aku di tempatkan dibagian gudang! CEO ganteng itu udah sekongkol sama Pak Rafi untuk menjatuhkan aku!" kata Gery berapi-api.

"Ah kamu ini! Masa sampai kayak gitu?! Ya udah aku ikut Pak Rafi dulu." Marisa segera mengikuti Pak Rafi keluar ruangan dan mereka menuju lift dan naik ke lantai 8.

Marisa dan Pak Rafi sampai di lantai 8. Hawa di ruangan itu terasa lebih dingin membuat bulu-bulu halus yang ada lengan Marisa berdiri.

Bab 3 : Indra Perdana yang Sempurna

Pak Rafi mengajak Marisa masuk ke ruangan CEO yang megah itu. Di dalam ruangan itu, tampak sedang duduk seorang pria tampan berjas di atas sofa mewah yang ada disana. Ruangan kerja itu terdiri dari dua meja kerja di sudut kiri dan seperangkat sofa di sudut kanan.

Tapi, tunggu dulu! Bukankah itu adalah pria tampan berjas yang tadi Marisa temui bersama Gery di dalam lift?! Sepertinya iya, tapi kenapa seolah ada yang janggal. Apa?

"Selamat pagi, Pak." sapa Pak Rafi penuh rasa hormat.

"Hm!" pria tampan berjas itu hanya berdehem pelan.

Pak Rafi mengajak Marisa duduk di atas sofa dan memperkenalkannya. "Pak Indra, ini adalah Marisa. Mahasiswa yang akan ikut program PKL di perusahaan ini. Dari rekomendasi dan berkas yang diberikan oleh kampus Guna Bakti, sepertinya dia adalah mahasiswa yang ulet dan berprestasi. Untuk lebih jelasnya, silahkan Bapak lihat sendiri berkasnya," tutur Pak Rafi.

"Saya sudah berbicara dengan Bu Retno, dosen pembimbing yang menempatkan dia disini. Silahkan kamu keluar dari ruangan ini!" sahut pria tampan berjas itu.

"Baik Pak! Saya pamit dulu." Pak Rafi segera meninggalkan ruangan CEO tanpa mendapat jawaban dari sang CEO.

Kini hanya tinggal Marisa berdua dengan pria tampan berjas yang adalah CEO itu. Marisa kini seolah tersadar kalau pria tampan yang duduk dihadapannya itu bukanlah pria yang sama saat tadi dia naik lift bersama Gery. Keduanya memang memiliki wajah yang hampir sama tapi ada beberapa perbedaan yang tampak disana.

Dua ketampanan yang sempurna tapi memiliki sisi lain yang berbeda. Yang paling jelas terlihat adanya perbedaan pada raut wajah mereka. Kalau pria yang di lift tadi memiliki raut wajah penuh senyum dan ramah, sementara yang satu ini memiliki raut wajah sombong dan arogan.

"Kamu Marisa?" tanya pria tampan itu seraya menatap Marisa.

"Iya, Pak. Saya Marisa." jawab Marisa.

"Saya Indra Perdana. CEO utama di perusahaan ini."

"Ya Pak."

"Saat ini saya sedang membutuhkan asisten pribadi untuk membantu pekerjaan saya. Kebetulan asisten pribadi saya sudah tidak bekerja lagi bersama saya karena usai melahirkan dan pasti akan sibuk mengurus bayinya. Saya tidak tahu apakah dia akan kembali lagi bekerja di perusahaan ini atau tidak.

"Untuk sementara waktu selama kamu praktek kerja lapangan disini, kamu bisa menggantikan posisinya. Kamu bertugas mengurus semua jadwal metting saya, baik dengan seluruh kepala bagian di perusahaan ini maupun dengan klien bisnis saya.

"Saya tidak mau ada jadwal metting saya yang bentrok satu dengan yang lainnya! Saya juga tidak mau ada jadwal metting yang berbenturan dengan jadwal pribadi saya! Kamu juga berkewajiban menemani seluruh acara metting saya dan mencatat semua yang penting dalam metting tersebut!

"Satu hal lagi, saya juga ingin kamu menyiapkan semua berkas yang harus saya tanda tangani setiap harinya!"

Marisa cukup terkejut. Dia tidak menyangka kalau dia akan langsung dijadikan asisten pribadi seorang CEO! Tapi ini adalah kesempatan baik untuk mengembangkan karier nya kedepan!

"Kamu mengerti?!" tanya sang CEO dingin.

"Baik Pak, saya mengerti!" jawab Marisa antusias.

"Bagus! Untuk tugas kamu hari ini kamu bisa langsung berkomunikasi dengan sekretaris pribadi saya di depan ruangan ini, namanya Bella."

"Baik Pak."

"Kamu bisa mulai bekerja hari ini juga!"

"Ini berkas saya Pak," Marisa meletakkan berkasnya di atas meja.

"Berkas?! Apa kamu pikir saya harus meluangkan waktu untuk melihat berkas kamu yang sama sekali tidak penting itu?!" tanya Indra dengan matanya yang sedikit menyipit dan kening berkerut.

"Barangkali Pak..." jawab Marisa takut. Nada suara Indra tadi sangat tidak bersahabat.

"Heh! Yang utama di perusahaan ini adalah tugas kamu dan kepentingan saya! Mengenai berkas kamu, saya tidak tertarik sama sekali! Bu Retno adalah istri dari rekan kerja saya. Jadi saya percaya beliau tidak akan merekomendasikan orang yang tidak ada gunanya di perusahaan ini!

"Sekarang kerjakan saja apa yang menjadi tugas kamu! Biar kinerja kamu yang membuktikan kalau kamu ini bisa bertahan di perusahaan ini atau tidak!

"Kamu butuh rekomendasi baik dari saya, bukan?! Kalau begitu lakukan saja apa yang menjadi kewajiban kamu dan tidak usah cari muka di hadapan saya! Saya tidak suka seorang penjilat!" Indra malah mengucapkan kata-kata keras yang sama sekali tidak disangka-sangka oleh Marisa.

Marisa sampai berkali-kali menelan ludah sendiri karena mendapat kata-kata keras seperti itu dari mulut atasan barunya! Marisa sampai tidak tahu apa yang harus dia katakan untuk menjawabnya.

"Yang penting bagi saya kamu cukup berpenampilan cantik dan menarik untuk menjadi partner saya disetiap metiing yang akan saya datangi!" ujar Indra lagi.

Wajah Marisa memerah mendengar kata-kata Indra yang seolah tidak menghargainya sama sekali.

"Sekarang kamu temui Bella disebelah ruangan saya! Kamu tanyakan apa saja schedule saya untuk Minggu ini dan kamu manage sebaik mungkin!"

"B-baik, Pak..." jawab Marisa takut dan segera pamit keluar dari ruangan itu. "Saya pamit ke ruangan sebelah dulu, Pak."

Indra sama sekali tidak menjawab.

Marisa berdiri di depan ruangan sekretaris Indra yang berada di sebelah ruangan CEO. Sambil mengelus dadanya Marisa membatin, "Ya Allah... Apa salahku tiba-tiba Pak Indra marah-marah seperti itu? Aku kan hanya menawarkan berkas yang aku bawa agar dia memeriksanya... Heran! Ganteng-ganteng kok kayak singa!"

Tiba-tiba Marisa teringat laki-laki yang ia temui tadi di lift. Yang mempunyai wajah bagai pinang dibelah dua dengan Indra Perdana.

"Kemana ya, cowok ganteng yang tadi aku temui di lift? Wajahnya mirip banget sama Pak Indra! Apa itu Pak Indra? Ah! Mana mungkin! Bukan! Dia bukan Pak Indra! Cowok yang tadi di lift kelihatan ramah banget, sementara Pak Indra..."

Marisa pun segera memasuki ruangan sekretaris Indra dan bertemu dengan seorang wanita dewasa yang anggun disana. "Selamat pagi. Ada yang bisa saya bantu?" tanyanya ramah.

"Mbak Bella, perkenalkan saya Marisa. Mulai hari ini saya yang akan menjadi asisten Pak Indra selama tiga bulan kedepan. Saya mohon kerja samanya." kata Marisa seraya menyodorkan tangannya.

Bella pun menjabat tangan Marisa. "Ya, saya Bella, sekretaris Pak Indra Perdana. Oh, kamu mahasiswa PKL itu ya?"

"Iya, Mbak sudah tahu?"

"Tadi Pak Indra sudah kirim WA pada saya,"

"Oh ya, Mbak."

Selanjutnya Bella menjelaskan apa-apa saja yang menjadi tugas Marisa selama PKL di perusahaan Perdana Enterprise. Gaya bicara Bella sangat lugas dan mudah dipahami.

Marisa mengangguk-angguk dan mencoba memahami setiap perkataan Bella. Intinya Marisa bertugas mengurus seluruh jadwal metting Indra dan menemaninya selama metting juga menyiapkan semua berkas yang harus di tanda tangani oleh Indra.

"Kamu mengerti, Marisa?" tanya Bella.

"Saya mengerti, Mbak." jawab Marisa.

"Oh ya, ada beberapa hal yang harus kamu ketahui tentang Pak Indra. Kamu tidak boleh membuat jadwal metting di hari-hari dimana Pak Indra ada jadwal pribadi! Yang pertama hari Selasa sore, beliau ada jadwal main Band bersama teman-teman masa kuliahnya. Rabu dan Kamis pagi juga beliau ada jadwal fitnes, dan terakhir tidak ada acara apapun pada hari Sabtu karena itu adalah waktu dimana beliau pasti menghabiskan waktu bersama tunangannya!"

"Tunangan?" Hati Marisa serasa mencelos.

"Ya, Pak Indra sudah bertunangan!"

Marisa sempat terdiam lalu menjawab, "Ya Mbak, saya akan mengingatnya..."

"Semoga sukses, Marisa. Perlu kamu ketahui juga kalau Pak Indra adalah seorang yang ferfeksionis. Beliau tidak mengenal kata lumayan atau sekedar. Baginya semua yang dikerjakan untuknya adalah SEMPURNA! Kerja yang tekun dan bersungguh-sungguh.

"Bekerja sebagai asisten pribadi Pak Indra adalah hal yang tidak mudah. Tidak ada satupun orang yang cocok memegang pekerjaan itu selama beberapa tahun perusahaan ini dipimpin Pak Indra. Asisten pribadi yang terakhir adalah yang terlama bisa bertahan bekerja disini. Itupun karena dia adalah sepupunya Pak Indra."

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!