NovelToon NovelToon

Aku Bukan Wanita Murahan

Stevani Yunsu

Jedam... Jedum.. Jedam... Jedum...

Jedam... Jedum.. Jedam... Jedum...

Seperti itulah suara kebisingan musik di sebuah klub malam di kota X setiap harinya. Musik DJ, minuman keras, wanita malam, tamu tamu dari kelas bawah sampai kelas atas selalu memenuhi klub malam tersebut. Suara gelas yang berdentang ikut meramaikan suasana klub malam, hingga sulit sekali pengunjung maupun pegawai untuk berbicara pelan disana.

Stevani Yunsu adalah wanita yang sangat cantik, ia memiliki tubuh yang tinggi dan berwajah oriental Asia. Wanita itu salah satu pegawai klub malam tersebut. Ia bertugas untuk mengantarkan minuman keras kelas atas disana. Bekerja sudah lebih dari 7 tahun di tempat tersebut dengan ratusan bahkan ribuan pengalaman disana.

"Vani...ruang mawar dua botol wiski, dan satu botol brandi." ujar Huber manager klub malam sambil berteriak.

Stevani segera berlari ke arahnya. "Siap pak." jawabnya.

Ruangan kelas atas diberi nama bunga untuk mempermudah mereka bekerja. Stevani segera mengambil pesanannya lalu membawanya menuju ruangan tersebut. Ia mengetuk pintu sebelum masuk ke dalam.

Seperti biasa Stevani selalu melihat adegan yang tak pantas disana. Tamu tamu tersebut saling mencumbu pekerja malam yang bertanda kutip. Tangan Stevani bergetar saat memberikan minuman tersebut. Ia selalu seperti itu saat melihat sesuatu yang dianggapnya sangat tabu, walaupun ia bekerja sudah lebih dari 7 tahun disana.

"Hei... mengapa kau tidak ikut bergabung bersama kami?" tanya salah satu tamu.

Mereka semua langsung menatap Stevani dengan tatapan melecehkan seperti biasanya.

"Maaf tuan, saya hanya pengantar minuman. Silahkan anda nikmati." jawab Stevani lembut.

Mereka semua menertawakannya.

"Bukankah pengantar minuman juga bisa menemani tamu minum." sahut tamu yang lain.

"Mohon maaf tuan, saya tidak minum alkohol." jawab Stevani lagi.

"Ciiiih...apa kalian percaya itu?" tanya salah satu tamu lagi lalu mendapat tawaan mengejek dari yang lain sebagai jawaban.

Cia salah satu wanita disana ikut menjawab. Wanita yang mampu melakukan perbuatan tak senonoh itu adalah pegawai klub malam yang mengenal Stevani dengan baik.

"Benar... wanita ini tak bisa minum. Ia bisa muntah walaupun hanya minum setetes saja. Percayalah ia tidak asyik sama sekali." ujar Cia berusaha menyelamatkan Stevani.

"Ih... menjijikkan sekali. Keluarlah..." usir tamu tersebut.

Cia mengedipkan matanya karena berhasil menyelamatkan Stevani. Stevani menghela nafasnya dan segera keluar dari ruangan tersebut. Ia menyenderkan tubuhnya di pintu saat sudah berhasil keluar dari sana.

"Ya Tuhan terima kasih, terima kasih Cia...aku berhutang budi padamu lagi dan lagi." gumam Stevani sebelum kembali ke bar.

Kembali kebisingan itu memenuhi telinganya saat kembali ke tempat umum. Ia meletakkan nampannya di meja bar.

"Lama sekali, apa terjadi sesuatu?" tanya Angga bartender disana.

Stevani kembali menghela nafasnya. "Yah seperti biasa mereka memintaku minum. Untung saja ada Cia."

"Van... berhentilah bekerja disini. Kau wanita baik yang tak pantas berada disini." ujar Angga.

"Hah...lalu haruskah aku menjadi pengemis?" tanya Stevani.

"Carilah pekerjaan lain, pelayan restoran mungkin."

"Kak Angga...kau pikir mencari pekerjaan mudah dengan pendidikanku ini. Aku sudah pernah mencari pekerjaan lain, tapi alhasil aku tetap kembali kemari. Dan gaji dari pekerjaan ini paling besar, kau tahu kan aku membutuhkannya untuk pengobatan Zaline."

"Aku tahu, tapi kau tidak pernah mau menerima bantuan dariku atau dari yang lain. Bagaimana keadaan Zaline akhir akhir ini?" tanya Angga.

"Aku tak ingin merepotkan siapapun, Zaline adalah tanggung jawabku sejak aku mengambilnya 5 tahun yang lalu di samping klub. Keadaannya akhir akhir ini sangat baik, selama aku bisa membawanya check up ke rumah sakit, ia akan baik baik saja." jawab Stevani.

"Syukurlah kalau seperti itu. Kau wanita yang baik Van, kehidupanmu sudah sulit tapi kau masih mau mengangkat seorang anak sebagai adikmu sendiri."

"Lupakan ucapan itu. Kau terus saja mengatakannya hingga aku bosan." ujar Stevani seraya menyeringai.

"Yah mungkin aku juga akan melakukan hal yang sama jika menemukan seorang anak. Tapi mengapa kau tak melaporkannya ke kantor polisi saja dan mencari tahu keluarganya?" tanya Angga. "Aku sebenarnya sudah lama ingin menanyakan hal ini." sambungnya.

"Kau pikir aku tidak berusaha kak. Tapi sayangnya, Zaline akan ketakutan dan menangis setiap kali aku menanyakan nama aslinya. Itulah sebabnya aku tidak membahasnya lagi selama 5 tahun. Aku bahagia ia bersamaku dan menemaniku di saat aku kesepian." jawab Stevani.

"Hah...jadi nama Zaline?"

"Itu nama pemberian dariku." potong Stevani.

Angga terkejut dengan pengetahuan barunya, selama ini ia sama sekali tak pernah bertanya secara rinci tentang anak kecil yang diasuh oleh Stevani.

"Berhentilah mengobrol...Vani pesanan buat ruangan Anggrek, satu botol brandi dan satu botol wiski." ujar Huber menghampiri mereka.

"Siap bos." jawab Stevani lalu meminta minuman itu pada Angga.

Setelah siap, Stevani pun meninggalkan bar menuju ruangan Anggrek. Angga terus memperhatikan Stevani hingga wanita itu menghilang.

"Katakan jika kau menyukainya." ujar Huber pada Angga.

"Ah...pak Huber mengarang." jawab Angga.

"Kau pikir aku tak pernah muda, aku bisa melihat tatapanmu pada Vani." goda Huber. "7 tahun lebih ia bekerja disini, tapi aku tak pernah melihatnya menyentuh minuman keras. Ia bahkan pernah memukul seorang pengunjung karena menyentuh bokongnya. Kalau saja aku tak kasihan, mungkin ia sudah aku pecat saat itu walaupun bukan kesalahannya." sambung Huber.

"Wanita yang baik tapi berakhir di tempat seperti ini." jawab Angga.

"Kehidupan sekarang sangat sulit, ia harus bertahan hidup. Aku sama sekali tak pernah mendengarnya berpacaran. Apa ia wanita normal." ejek Huber seraya tertawa.

"Benar... seharusnya ia bisa menemukan pria kaya dan tampan. Ia wanita yang sangat cantik pak." kata Angga sambil tersenyum.

"Pria kaya dan tampan yang mana yang mau dengan wanita kelas bawah. Apalagi ia bekerja di tempat seperti ini. Mimpi pun sangat tidak mungkin." ejek Huber. "Sepertinya kau cocok dengannya, tunggu apalagi?" tanyanya.

"Tunggu waktu yang tepat lah. Aku baru mengenalnya selama 2 tahun." jawab Angga.

"Jika keduluan pria lain, kau pasti akan menyesal."

"Sepertinya itu tidak mungkin, ia sangat menjauhi pria yang berusaha mendekatinya."

"Hais... terserahlah... mulai bekerja lagi, jangan banyak mengobrol." ujar Huber.

"Siap bos..." jawab Angga seraya menyeringai.

Huber menggelengkan kepalanya, seraya meninggalkan bar untuk terus berkeliling klub seperti biasanya.

Lima jam telah berlalu...

Stevani mencuci mukanya di kamar mandi karyawan, ia harus kembali ke rumah segera setelah menyelesaikan pekerjaannya. Cia wanita yang menyelamatkannya tadi masuk ke kamar mandi seraya muntah karena mabuk.

Stevani membantu wanita itu sambil menepuk punggungnya dengan pelan. "Kau terlalu banyak minum..."

Cia mendongakkan kepalanya seraya menyeringai. "Inilah pekerjaanku."

"Terima kasih." ujar Stevani.

"Kau mulai lagi Van. Sudah sana siap siap pulang, kasian Zaline di rumah." usir Cia.

"Tapi... kau..."

"Aku sudah biasa Van, sudah sana..." usir Cia lagi.

Stevani menatapnya dengan iba, wanita pekerja **** komersial seperti Cia sebenarnya wanita yang sangat baik. Tapi hidup adalah pilihan, wanita itu sudah memilih hidupnya seperti itu. Stevani menganggukkan kepalanya lalu berpamitan pada Cia.

*****

Hay para reader Miss You...kembali aku membuat novel terbaru ini... seperti biasanya, mohon dukungan kalian dengan cara like, komen, rate, vote dan gift ya guys...

Dukungan kalian adalah motivasi terbesar buat Miss You...

Terima kasih...🙏🏻🙏🏻🙏🏻

Happy Reading All...😘😘😘

Ilustrasi Stevani Yunsu 👇🏻👇🏻👇🏻

Aku Bukan Wanita Murahan

Stevani selalu dijemput oleh abunemen, ia harus menyewa jasa ojek bulanan tersebut untuk mempermudah ia pulang dan pergi bekerja. Tempat tinggalnya begitu jauh dari kata elite. Pemukiman itu bisa dibilang sangat kumuh. Rumah kontrakan yang ia tinggali sangat kecil dan berada di pemukiman yang padat.

Jika orang di sekitarnya baru berangkat bekerja, ia justru baru pulang. Itulah yang membuatnya jadi cemoohan di sana. Kerap kali ia mendengar warga saling berbisik dan memanggilnya wanita murahan. Tapi Stevani hanya bisa tersenyum dan tetap ramah di depan mereka.

Ia sudah sampai di gang sempit itu. Ia turun dari ojek langganannya lalu menelusuri jalan menuju kontrakannya. Stevani menyapa beberapa orang yang melintas disana.

"Van... berapa orang yang dilayani malam ini?" ejek seorang wanita yang selalu menjelekkannya disana.

Stevani tersenyum. "Sangat banyak, aku sampai lelah." jawabnya acuh.

"Wah...wah... kalau kena penyakit menular segera pergi dari sini. Kami tidak ingin dekat dekat dengan wanita sepertimu." teriaknya.

Stevani menghela nafasnya lalu melanjutkan langkahnya. Kerap kali ia diperlakukan seperti itu, tapi ia tak bisa marah. Karena pekerjaannya memang akan di pandang sebelah mata. Ia akhirnya sampai di kontrakan. Perlahan ia membuka pintu agar tidak membangunkan Zaline. Tapi seketika ia terkesiap saat Zaline berdiri disana dengan wajah penuh amarah.

"Ya Tuhan...kau mengejutkan aku." ujar Stevani. "Mengapa kau sudah bangun?" tanyanya.

"Tak bisakah aku ikut dengan kakak bekerja. Aku bosan berada di rumah sendirian." ujar Zaline.

Stevani menyeringai. "Apa kau takut sendirian?" tanyanya.

"Aku mana ada takut. Aku paling berani." jawab Zaline.

"Lalu kenapa kau mau ikut bekerja nona cantik. Kau harus fokus belajar."

Zaline menundukkan kepalanya sedih. Stevani menatapnya lalu sedikit menunduk untuk melihat wajah adiknya. "Ada apa?" tanyanya.

"Mereka menghina kakak. Mereka bilang kakak menjual tubuh kakak buat cari uang. Apa itu benar?" ujar Zaline seraya terisak.

Stevani menghela nafas panjang, ia menarik Zaline ke dalam pelukannya. "Apa kau lebih percaya pada ucapan mereka? Apa kakak terlihat seperti wanita murahan?" tanyanya.

Zaline menggelengkan kepalanya. "Aku percaya pada kakak, aku sudah mengatakannya pada mereka kalau kakak bukan wanita murahan. Tapi mereka tidak percaya padaku."

"Zaline... dengarkan kakak. Kau tidak perlu menjelaskan apapun pada mereka. Tidak ada gunanya membuat mereka percaya pada kita. Dan kau harus memikirkan kesehatanmu, tolong jaga diri karena kakak tidak ingin terjadi apapun padamu. Kakak mencari uang memang di tempat yang tidak baik, tapi kakak punya harga diri. Kakak berjanji tidak akan melakukan hal kotor seperti itu." ujar Stevani.

"Kakak... Zaline menyayangi kakak." katanya.

"Tentu saja aku tahu karena aku juga menyayangimu." jawab Stevani. "Ini masih jam 4 pagi, tidurlah lagi." pintanya.

Zaline menganggukkan kepalanya seraya naik ke ranjang kecilnya. Stevani menepuk pundaknya perlahan agar adiknya bisa tertidur kembali. Ia menahan air matanya karena terlalu sedih dengan keadaan mereka saat ini.

"Maafkan aku Zaline, seharusnya kau diasuh oleh wanita baik baik dan lebih kaya dariku. Kita bahkan harus tidur berdesakan seperti ini. Kau bahkan harus menerima cacian setiap hari karena aku. Tapi ketahuilah, aku sangat menyayangimu. Hanya kau yang bisa membuatku bertahan sampai sekarang. Kehadiranmu membuatku ingin cepat cepat pulang ke rumah." pikir Stevani.

Setelah ia yakin adiknya terlelap, Stevani segera masuk ke kamar mandi. Disanalah ia selalu menangis. Ia tak bisa membendung air matanya lagi.

"Ya Tuhan... lindungilah Zaline. Aku rela disakiti tapi jangan membuatnya sakit. Aku bukan wanita murahan, sampai saat ini aku masih menjaga kesucianku. Tapi aku menjelaskan apapun pada semua orang akan sia sia, karena pekerjaanku memang seperti ini. Aku berusaha acuh dan tak perduli, tapi saat Zaline yang harus menerima hinaan seperti itu, aku tidak sanggup Tuhan." gumam Stevani disela tangisannya.

Stevani terus berusaha menenangkan dirinya. Setelah ia sudah bisa tenang lagi, ia keluar dari kamar mandi. Ia mengatur alarm di ponselnya agar Zaline tidak bangun kesiangan untuk ke sekolah. Ia pun ikut merebahkan tubuhnya di samping Zaline. Matanya mulai terpejam karena lelah. Ia pun akhirnya terlelap.

*****

Alarm berbunyi memekakkan telinga, tapi Stevani sama sekali tidak terbangun karena ia tertidur dengan nyenyak. Zaline meraih ponsel yang terus berbunyi dengan mata yang masih berat untuk terbuka.

Zaline memaksakan diri untuk bangun lalu menatap Stevani yang terlelap. Ia tersenyum lalu mencium pipi wanita cantik itu. Perlahan ia turun dari ranjangnya menuju dapur yang sangat sempit.

"Apa yang harus aku masak buat kakak?" gumam Zaline. "Kalau aku berisik di dapur, pasti kakak terbangun." gumamnya lagi.

Zaline kembali keluar dari dapur. Ia mengambil tas sekolahnya lalu mulai merogoh tas tersebut untuk mencari uang sakunya.

"Ah... ternyata aku masih punya uang. Lebih baik aku belikan saja sarapan buat kakak." ujar Zaline.

Ia beranjak dari sana lalu keluar mencari pedagang sarapan di sekitar kontrakan. Zaline menemukan warung nasi yang sudah buka.

"Bu..." panggil Zaline.

"Iya neng." jawab pedagang tersebut.

"Kalau buat sarapan itu nasi apa?" tanya Zaline.

"Loh, neng Zaline kan?" tanya pedagang lagi.

Zaline menganggukkan kepalanya.

"Biasanya kak Vani yang buat sarapan kan?"

"Iya... tapi kak Vani masih tidur sekarang. Kelihatannya kelelahan." jawab Zaline.

"Baru pulang subuh ya."

Zaline kembali mengangguk.

"Biasanya kalau sarapan itu bisa nasi uduk, nasi goreng atau nasi sayur. Neng biasa sarapan apa di rumah?"

"Aku tidak mau sarapan, tapi ini buat kakak." jawab Zaline.

"Kalau begitu nasi sayur saja. Mungkin neng Vani bangun siang. Nasi ma sayurnya ibu pisah ya."

Zaline menganggukkan kepalanya lalu menunggu pedagang tersebut menyiapkan makanannya. Zaline menatap beberapa orang yang sedang sarapan disana. Mereka semua menatap Zaline penuh cemoohan.

"Bu...apa orang di sekitar sini cuma bisa menilai orang dari luarnya saja?" tanya Zaline pada pedagang itu.

"Apa maksud neng?" tanya pedagang bingung.

"Kak Vani itu wanita baik baik, ia tidak menjual diri untuk mencari uang, tapi kenapa banyak orang yang menghinanya?"

"Aduh neng, jangan dipikirkan. Ibu tahu neng Vani wanita baik. Ini makanannya." jawab pedagang tersebut lalu menyerahkan makanannya pada Zaline.

"Berapa bu?" tanya Zaline.

"Tidak usah neng, neng Vani nanti yang bayar. Udah sana siap siap ke sekolah."

"Tapi..."

"Tidak apa apa...neng Vani sering beli nasi disini. Uangnya simpan saja buat jajan di sekolah."

"Seandainya semua orang baik seperti ibu." ujar Zaline.

Pedagang tersebut tertawa. "Neng jaga kesehatan biar neng Vani tidak sedih lagi."

Zaline mengangguk. "Iya bu... terima kasih." jawabnya seraya meninggalkan warung nasi tersebut.

Bu Yoyoh menggelengkan kepalanya saat Zaline sudah meninggalkan warungnya. Ia sangat iba dengan Stevani dan Zaline. Semua orang menghina mereka, padahal bu Yoyoh sangat tahu seperti apa Stevani. Wanita itu juga sering curhat dengan bu Yoyoh.

"Bukannya tadi itu adiknya Vani?" tanya salah satu pelanggan.

"Iya..."

"Cantik juga seperti kakaknya. Sayang sekali..."

"Sayang sekali apa? Jangan menilai orang kalau tidak ada bukti."

"Lah harus bukti apalagi, orang kerjanya berangkat sore pulang subuh."

"Walaupun seperti itu belum tentu jual diri. Sudahlah jangan nambahin dosa pagi pagi." ujar bu Yoyoh.

"Ibu memang selalu membela si Vani itu." ujar pembeli itu kesal.

Bu Yoyoh hanya menggeleng-gelengkan kepalanya.

*****

Happy Reading All...😘😘😘

Ilustrasi Zaline...👇🏻👇🏻👇🏻

Warung Bu Yoyoh

Stevani merenggangkan tubuhnya, ia membuka matanya perlahan, saat ia sadar sepenuhnya seketika ia terkesiap lalu terbangun dan nyaris terjatuh dari ranjangnya. Ia mengambil ponselnya dan terkejut saat melihat jam menunjukkan pukul 11 siang.

"Ya Tuhan...aku bodoh sekali. Apa Zaline sudah sarapan?" gumamnya lalu cepat cepat turun dari ranjangnya.

Ia baru menyadari di meja kecil sudah ada makanan dan secarik kertas. Ia menghampiri meja tersebut dan membaca pesan dari Zaline.

Kakak... jangan menyalahkan diri sendiri karena bangun kesiangan. Jangan khawatir, aku makan di kantin sekolah saja, aku masih punya uang saku. Makanlah nasinya, nanti kakak sakit. Jika kakak ingin makanannya hangat, ya hangatkanlah sendiri... 😝😝😝

Stevani tersenyum saat membaca pesan dari adiknya tersebut. "Kau sudah tumbuh dewasa Zaline, terima kasih sayang." gumamnya.

Ia segera menuju kamar mandi untuk membersihkan dirinya. Setengah jam kemudian, setelah selesai mengganti pakaiannya, ia pun mengambil makanannya yang di meja lalu menghangatkannya sebentar. Stevani segera memakannya setelah semuanya hangat. Kehidupan semacam itu baginya sudah sangat luar biasa. Setelah ia selesai makan siang, ia pun segera membereskan rumahnya. Mulai dari mencuci pakaian sampai membersihkan lantai ia kerjakan selama kurang lebih dua jam.

Stevani segera keluar dari rumah menuju warung bu Yoyoh. Karena ia tahu makanan itu pasti didapatkan oleh Zaline dari warung bu Yoyoh.

"Bu..." panggil Stevani saat sampai di warung tersebut.

"Lah neng baru kelihatan." jawab bu Yoyoh.

Stevani menyeringai. "Aku bangun kesiangan bu. Sepertinya yang aku makan tadi masakan ibu, apa Zaline kemari?" tanyanya.

"Iya neng Zaline kemari, ibu sampai kaget tidak biasa biasanya kesini." jawab bu Yoyoh.

"Itu salahku karena tidak bangun, semalam pekerjaan begitu sibuk. Apa ia sudah membayar makanannya atau hutang?"

"Tidak usah neng." jawab bu Yoyoh.

"Mana bisa seperti itu, ibu mencari uang. Aku juga mau membeli makanannya untuk makan Zaline, sudah siang begini aku malas memasak." ujar Stevani.

"Neng mau beli apa?" tanya bu Yoyoh.

Stevani menatap makanan yang ada di warung tersebut. "Ayam bakar, sayurnya terserah saja. Pisah ya bu." pintanya.

"Iya neng, ibu siapkan dulu."

Stevani menganggukkan kepalanya lalu menunggu. Dua orang wanita melewati warung bu Yoyoh lalu menatap Stevani dengan tatapan jijik.

"Kalau siang tidak laku ya." ejek salah satu wanita tersebut.

Stevani mengabaikan mereka.

"Jangan sombong kalau di sapa, kerjaan seperti itu bahkan tidak bisa membuatnya kaya tapi kenapa masih juga jual diri. Dasar wanita tidak benar gitu." sahut satunya lagi.

Tiba tiba bu Yoyoh keluar dari warung lalu membuang air cucian piring di ember ke depan warungnya. Mereka semua berteriak karena terkena cipratan air tersebut.

"Ya Allah...maaf...ibu kira tidak ada orang." ujar bu Yoyoh.

"Bu Yoyoh sengaja kan." bentak mereka.

"Mulut kalian itu lebih mirip air comberan daripada air cuci piring. Besok besok ibu ambil air comberan deh biar kalian bisa mandi." ejek bu Yoyoh membuat Stevani terkekeh.

Mereka mengumpat lalu dengan penuh amarah meninggalkan warung.

"Terima kasih bu, tapi ibu tak perlu seperti itu. Aku sudah biasa mendapat ejekan." ujar Stevani.

"Kalau ibu tidak dengar sih bodo amat neng." jawab bu Yoyoh.

"Hanya ibu yang percaya kalau aku wanita baik baik. Sebenarnya mereka wajar memandangku rendahan. Aku memang bekerja di klub malam." kata Stevani.

"Ibu tidak pernah mencium bau alkohol di tubuh neng Vani kalau ketemu subuh saat baru pulang. Sayangnya ibu tidak bisa kasih gaji besar kalau neng mau kerja di warung."

Stevani tertawa. "Aku membutuhkan gaji besar untuk pengobatan Zaline bu. Dokter bilang kondisinya akan memburuk jika tidak segera melakukan operasi. Aku sedang berusaha mencari uang lebih banyak lagi untuk biayanya."

"Neng Vani orang yang luar biasa baik. Disaat neng hidup kesusahan, neng malah membantu orang lain. Apa sampai saat ini neng Vani tidak bisa menemukan keluarga neng Zaline?" tanya bu Yoyoh.

Stevani menggelengkan kepalanya. "Aku bahkan melupakan hal itu bu. Aku semakin menyayangi Zaline. Aku berharap ia tetap bersamaku sampai kapanpun."

Bu Yoyoh menggelengkan kepalanya. "Subhanallah... wanita sebaik neng Vani selalu mendapat cobaan dari Allah. Tapi bu Yoyoh yakin, suatu saat harkat dan martabat neng diangkat sama Allah."

"Amin...puji Tuhan... Terima kasih bu."

"Sama sama neng, eh ini makanannya." ujar bu Yoyoh seraya memberikan pesanan tersebut.

"Ini bu uangnya." ujar Stevani menyodorkan uangnya.

"Tidak usah neng...simpan saja buat nambahin pengobatan neng Zaline."

"Tapi bu..."

"Sudah ambil saja...neng Vani kalau butuh apa apa datang saja kemari. Jangan sungkan-sungkan neng."

Stevani menggigit bibirnya untuk menahan air matanya. Itulah kebiasaannya lagi dan lagi.

"Semoga Tuhan memberkati ibu. Semoga warungnya semakin laris bu." ujar Stevani.

"Aamiin." jawab bu Yoyoh.

Stevani tersenyum lagi. "Terima kasih banyak bu."

"Iya neng..." jawab bu Yoyoh lagi.

Stevani meninggalkan warung tersebut, bu Yoyoh menatap wanita cantik itu. Ia merasa sangat iba pada Stevani. Bu Yoyoh sudah mengenal Stevani 10 tahun, wanita yang selalu bekerja keras mencari nafkah sendiri.

"Kasihan sekali neng Vani, sayangnya bu Yoyoh bukan orang kaya neng. Kalau saja ibu kaya, neng tidak perlu susah payah cari uang buat neng Zaline." gumam bu Yoyoh.

"Ngedumel apa sih bu?" tanya seorang pria mengejutkan bu Yoyoh.

"Tidak ada Jun." jawab bu Yoyoh.

"Tadi itu si Vani kan?"

"Ho oh...kenapa mau ikut menghina wanita baik?"

"Ya tidak atuh bu...Lebih baik aku lamar daripada dihina." jawab Juned.

"Mimpi aja kamu Jun, cewek cantik mana mau sama kamu." ejek bu Yoyoh.

"Dih bu Yoyoh mah gitu, aku gini gini juga ganteng."

"Hilih...kalau ibu belum nikah juga tidak mau sama kamu apalagi neng Vani."

"Jahatnya bu Yoyoh." ujar Juned membuat bu Yoyoh tertawa.

"Makan apa Jun?" tanya bu Yoyoh.

"Biasa bu nasi telor." jawab Juned.

"Lah setiap hari makan nasi telor, gimana mau jadi suami neng Vani."

Juned tertawa. "Justru itu bu, aku lagi irit biar uangnya bisa terkumpul buat ngelamar Vani."

"Sudah deh berhenti saja, mimpimu ketinggian nanti jatuh." kata bu Yoyoh sambil menyiapkan pesanannya.

"Dihina tidak boleh, dilamar juga tidak boleh. Bu Yoyoh seperti orang tuanya saja."

"Neng Vani memang sudah ibu anggap seperti anak sendiri. Kalau saja si Rudy anak ibu belum nikah, ibu jodohin mereka." jawab bu Yoyoh.

"Lah...Vani juga tidak mau kali sama anak ibu." ejek Juned.

"Cerewet kamu Jun, sudah makan saja." ujar bu Yoyoh seraya memberikan makanannya pada Juned.

Juned tertawa sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia pun mulai menikmati makanan bu Yoyoh. Makanan bu Yoyoh memang sangat enak, tapi karena letak warungnya berada di dalam gang sempit, membuat para pembeli malas mengunjunginya. Jadi pembeli di warung bu Yoyoh hanya ada satu, dua orang. Itupun mereka datang bergantian.

*****

Happy Reading All...😘😘😘

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!