Elina merebahkan tubuhnya, di atas ranjang tidur. Dia benar-benar lelah, karena harus berjalan ke sana kemari mencari kosan.
"Oh Tuhan, terimakasih atas nafas yang telah Engkau berikan. Hari ini aku masih bisa menghirupnya, dengan perasaan lega." ujar Elina, dengan bergumam sendiri.
Kruyuk! Kruyuk!
Bunyi suara dari dalam perut Elina. Gadis itu benar-benar merasa kelaparan. Harap maklum saja, karena dia kabur dari acara pernikahan. Perutnya belum sempat, menerima makanan sedikitpun.
Elina melangkahkan kakinya, untuk keluar rumah. Dia ingin mencari makanan, untuk mengisi perutnya yang kelaparan.
"Alhamdulillah, cuaca tidak panas. Kalau sampai terkena panas, kulitku ini bisa kambuh lagi alerginya." monolog Elina.
Dia berjalan melihat sebuah kedai. Melangkahkan kakinya dengan santai, tanpa perlu membawa payung seperti biasanya.
"Mbak, beli nasi bungkusnya 1." ujar Elina.
"Tunggu sebentar iya Mbak." jawab pemilik kedai.
Elina duduk di kursi, dia menunggu pesanannya siap dibungkus.
Sementara di sisi lain, terlihat seorang laki-laki yang sedang memimpin meeting (pertemuan) di perusahaan TCH grup. Gedung pencakar langit itu, terlihat dipenuhi oleh para pekerja yang sedang berkutat dengan laptopnya. Itulah kebiasaan manusia, mencari nafkah setiap hari.
"Kenapa laporan ini berantakan sekali. Aku tidak bisa menerima hal seperti ini, untuk dijadikan bahan kerjasama." Haska protes, pada salah satu rekan bisnisnya.
"Direktur Haska, bisakah kau menghargai hasil jerih payah perusahaan kami." jawab pria paruh baya.
"Mbak, apa di sekitar sini ada yang membuka lowongan pekerjaan?" tanya Elina, pada pemilik kedai.
"Sepertinya tidak ada Mbak." jawab perempuan itu.
"Terimakasih Mbak atas informasinya." ucap Elina.
"Iya sama-sama." jawabnya.
Elina melanjutkan perjalanannya. Seorang pria yang tadi ada di kedai tersebut, sempat mendengar pembicaraan mereka.
"Hei, tunggu!" ujar pria itu.
Elina menoleh ke belakang, ternyata ada manusia yang memanggil. Dia menghentikan langkahnya sejenak.
"Ada apa iya?" tanya Elina dengan bingung, karena dia merasa tidak kenal.
"Di perusahaan TCH sedang membutuhkan karyawati. Anda bisa mencoba ikut interview, besok adalah hari yang tepat. Bawa saja lamarannya ke sana." jawab pria muda itu, dengan menjelaskan.
”Aneh, baru juga bertemu sudah menawarkan lowongan pekerjaan.” batin Elina, mulai mencurigai.
"Kenapa anda bisa tahu kalau saya mencari kerja?" tanya Elina.
"Tadi, saya ada di kedai juga. Saya sempat mendengarkan pembicaraanmu, bersama dengan pemilik kedai." jawabnya.
"Oh seperti itu, terimakasih atas informasinya." ucap Elina.
"Iya sama-sama." jawabnya.
Tiba-tiba hujan turun dengan derasnya. Pria muda itu membentangkan payung yang dibawanya. Dia segera memayungi Elina, yang sedang menutupi kepala dengan telapak tangannya.
"Hujan turun dengan deras, ayo aku antar untuk pulang." tawarnya.
"Tidak perlu repot-repot, aku bisa pulang sendiri." jawab Elina.
"Tidak usah merasa sungkan, anggap saja aku temanmu." ucapnya.
"Oh oke, namaku Elina." jawabnya, sambil memperkenalkan diri.
"Namaku Fikram." Pria muda itu, akhirnya memperkenalkan diri juga.
"Di perusahaan TCH ada lowongan bagian apa?" tanya Elina.
"Lowongan menganalisis laporan keuangan." jawab Fikram.
Elina mengangguk, dia merasa cocok untuk kerja di sana. Mereka mulai melangkahkan kakinya, berjalan di tengah derasnya hujan. Mereka menggunakan payung bersama-sama. Udara dingin menembus ke dalam lubang pori Elina. Dia merasa menggigil, karena udara sore itu benar-benar sejuk.
"Kamu kedinginan iya." ujarnya.
"Tidak kok." jawabnya berbohong.
Keesokan harinya, Elina memasuki sebuah kantor yang mencakar langit tersebut. Dia sudah membawa berkas, yang dimasukkan ke dalam amplop berwarna coklat.
"Hari ini aku akan interview. Semoga aku lulus di sini, ini merupakan impianku sejak dulu." monolog Elina.
Menganalisis laporan keuangan, merupakan kegiatan yang ingin Elina praktikan di dunia nyata. Selama ini dia sudah belajar dengan baik, menyandang sebagai status mahasiswi keuangan.
Elina sudah rapi dengan seragam lengkapnya. Dia mengenakan baju putih dengan setelan rok hitam panjang. Dia semakin terlihat cantik, meski dengan penampilan sederhana.
Di sana ternyata ramai sekali, peserta interview. Hingga beberapa jam mengikuti tes, Haska memutuskan untuk menerima 5 orang saja. Elina terpilih mengikuti masa training (uji coba) di perusahaan.
"Kalian dengar iya, bahwa yang lolos interview harus bekerja sebaik mungkin. Proses training selama sepuluh bulan, setelah itu akan ditentukan posisi kalian." ucap Haska.
"Iya Direktur Haska." jawab semuanya serentak.
”Widih galak sekali atasanku, aku jadi penasaran siapa pacarnya. Sekalian mau introgasi, kenapa bisa betah dengannya.” batin Elina.
Haska memberikan sebuah berkas, pada masing-masing 5 orang tersebut. Sebelum menjadi karyawan dan karyawati tetap, mereka harus bisa menunjukkan kemampuannya.
Haska melanjutkan omongannya. "Kalian harus menganalisis laporan keuangan perusahaan TCH. Setelah itu kalian akan ikut kunjungan, di perusahaan Citra Abadi." jelasnya.
Elina merasa deg degan, takut bila perusahaan Rentala Grup bekerjasama dengan perusahaan direktur Haska.
Satu peserta interview perempuan berbisik, pada laki-laki di sebelahnya. Kedua bola mata itu, memandang Elina dengan rasa tidak suka.
"Eh, kenapa dari tadi Direktur Haska melihat Elina terus?" tanya Nesya.
"Iya, benar sekali." jawab Erik.
"Itu hanya perasaan kalian saja." sahut laki-laki di sebelah Erik.
"Yuno, ini bukan hanya sekilas lihat." jawab Nesya, dia tidak mau kalah.
Jelly hanya diam saja, dia tidak ingin ikut-ikutan. Baginya, masuk ke perusahaan TCH impian banyak orang. Namun, tidak semuanya bisa terpilih.
"Kalau atasan berbicara, harap diperhatikan baik-baik." Haska memperingati, dengan suara yang tegas.
"Baik Direktur Haska." jawab mereka serentak.
Semua orang keluar dari ruangan itu. Sekretaris pribadi Haska yang bernama Rivai juga keluar. Elina pun hendak melangkahkan kakinya keluar, namun Haska sudah memanggilnya. Elina baru saja mau mengikuti rombongan yang keluar.
"Elina!"
"Iya Direktur Haska." jawabnya.
"Kamu yakin bisa mengikuti kegiatan training dengan baik. Perusahaan TCH akan mengunjungi banyak perusahaan. Kalian akan dilatih untuk menambah wawasan. Melihat langsung kerjasama antar perusahaan berjalan. Disaat itu, kalian harus memberikan laporan paling akurat." tutur Haska panjang dan lebar.
"Aku sangat yakin, bahwa aku bisa melakukannya." jawab Elina.
"Bagaimana mungkin seorang gadis yang memiliki alergi dengan sinar matahari, bisa menjalankan semuanya dengan baik." Haska tersenyum meremehkan.
”Kurang ajar nih iblis es, berani-beraninya dia meremehkan kemampuan milikku.” batin Elina.
"Aku pasti akan mengusahakan, kekurangan bukan menjadi sebuah alasan." Elina menjawab, dengan tersenyum paksa.
Dia membelah poninya, yang menjuntai menutupi mata. Benar-benar kesal, dengan penuturan direktur sombong.
"Baiklah bila kamu yakin, sekarang silahkan keluar dari ruangan ku." titah Haska, tanpa senyuman.
Elina segera berbalik badan, dia keluar dari ruangan itu sambil menggerutu lirih.
"Dasar iblis es, berani-beraninya dia menghinaku seperti tadi. Dia pikir, yang paling terkaya dirinya. Dia hanya direktur, sedangkan Om Argan adalah CEO. Dia konglomerat sejagat, yang mempunyai perusahaan disetiap negara." Elina bergumam-gumam, membandingkan Argan dan Haska.
Elina mampir sebentar ke sebuah mall. Tidak ketinggalan dengan payung setianya. Dia merasa perlu makan sebentar, karena sudah lelah dengan kegiatan interview. Elina duduk di kursi, setelah memesan makanan.
"Alone, hidup gue benar-benar tidak ada teman bicara." monolog Elina.
Dia menopang dagu dengan tangannya. Tak berselang lama, makanan yang dipesan sudah diletakkan di meja makan dengan pelayan.
"Ini cumi bakar enak sekali. Aku benar-benar rindu, dengan suasana rumah." Elina mengunyah makanan.
Tiba-tiba, seseorang masuk ke dalam restoran. Ternyata itu adalah Argan, Heru, dan rekan bisnisnya.
”Aduh, dunia mendadak sempit sekali. Kenapa harus bertemu dengan Papa di sini.” batin Elina.
Dia segera menutupi wajahnya dengan buku. Semua orang yang lewat tertawa, karena buku Elina terbalik.
"Haha kelihatan sekali, kalau dia lagi menyamar." ucap seorang perempuan.
"Iya, tidak mungkin membaca buku terbalik." jawab orang di sebelahnya.
Elina menurunkan bukunya, ternyata benar memang terbalik. Dia mengambil gelas berisi air, segera minum dengan tergesa-gesa.
"Uhuk... uhuk..." Elina tersedak.
Heru menoleh ke arah Elina, namun dia segera menunduk di bawah meja. Elina berjongkok di sana, sehingga orang yang melihatnya merasa aneh.
”Nasib, nasib, harus kabur dari rumah. Sekarang malah ketemu Om Argan, dan juga Papa. Mereka pasti sengaja mencari aku. Jangan-jangan, masih berniat menjadikan aku pengantin pengganti.” batin Elina.
Heru tetap menoleh ke arah meja makan Elina. Dia celingak-celinguk, membuat Argan merasa heran.
"Kamu melihat apa Heru?" tanya Argan.
"Aku melihat Elina." jawab Heru.
"Dimana?" tanya Argan.
"Di sana." jawab Heru, dia menunjuk ke arah meja Elina tadi.
"Haha kamu halusinasi, karena terlalu rindu." Argan malah menertawakan Heru.
"Masak sih, aku yakin tidak mungkin salah lihat." jawab Heru.
Dia beranjak dari duduknya, berjalan dengan perlahan menghampiri meja Elina.
"Aduh bisa gawat, aku tidak mau ketahuan bersembunyi." monolog Elina.
Tiba-tiba saja, ada sekumpulan orang yang memasuki restoran. Elina segera berjalan jongkok menuju meja sebelahnya. Elina sengaja bersembunyi, di antara kumpulan orang-orang yang duduk.
Heru merasa sedikit kecewa, karena ternyata Elina tidak ada. Dia berpikir, mungkin salah melihat orang. Heru kembali ke tempat duduknya.
Elina keluar dari restoran secara diam-diam. Saat Heru sibuk berbicara dengan rekan bisnisnya.
"Benar-benar, melelahkan sembunyi tubuh. Masih ringan sembunyi tangan iya." Elina tertawa kecil.
Tiba-tiba seekor kucing berjalan didekatnya. Dia menempel pada kaki Elina, kucing itu gemuk dan menggemaskan.
"Kucing sayang, kamu lucu sekali." Elina menggendongnya.
Haska sibuk berlarian mencari binatang kesayangannya. Dia akan susah tidur, bila kucing berbulu halus itu tidak menemani.
"Pupus, kamu di mana. Ayolah kembali, kenapa harus membuatku mencari." ujar Haska.
Elina sudah sampai di kosan. Dia membawa pupus ke dalam kamarnya.
"Lucu sekali sih kamu. Aku akan menjadikan kamu kucing tersayang ku." Elina mencium tubuh kucing itu.
Dia menari-nari di depan cermin, sambil mengenakan si kucing pita bunga. Elina merasa terhibur dan tidak sepi lagi. Dia tertawa sendiri, sambil memandangi wajah pupus yang imut.
"Lihatlah kuku, hidung, mulut, sungguh lucu. Pasti semua orang ingin memeliharamu. Aku tidak akan membiarkan kamu pergi, kamu adalah milikku." Masih berbicara sendiri.
"Meong!," Suara si Pupus.
"Haha, itu tandanya kamu setuju Mumu." Elina memberikan panggilan baru.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!