NovelToon NovelToon

I Know I'M (Not) Perfect

Episode 1

Matahari bersinar dengan sangat enggan. Mencoba mencari celah untuk menyapa satu gadis cantik yang masih tertidur dengan nyenyak. Perlahan, mata gadis itu terbuka. Mata yang sudah dua hari lamanya terpejam.

“Dokter! Pasien sadar!!”

Salah satu perawat yang menjaga pasien itu berteriak dan berlari memanggil Dokter.

Mata gadis itu melirik ke kanan dan ke kiri. Mencoba mencari seseorang. Namun sayang, tidak ada orang di sampingnya.

Tangannya terulur memegang kepalanya. Mengaduh pelan sebelum akhirnya satu Dokter tampan dan dua perawat datang menghampirinya.

“Kau sudah sadar? Baguslah. Biar aku memeriksamu.” Tangan Dokter itu bergerak lincah memeriksa tubuh Hana. Mulai dari menyenteri matanya, mengecek denyut nadi, dan mengetuk pelan persendian kaki Hana.

“A-aku dimana?” suara yang masih serak itu dipaksakan berbicara. Satu perawat dengan sangat cekatan mengambil minuman di nakas. Memberikannya pada Hana.

“Kau di rumah sakit. Sudah dua hari tidak sadarkan diri. Beritahu paman, apa yang sebenarnya terjadi.”

Kim Taehyung, Dokter yang bekerja di rumah sakit terbesar di Seoul sekaligus teman dari Jung Hoseok atau ayah Jung Hana.

“A-aku…” Mata Hana menerawang. Seperti memikirkan kembali apa yang telah terjadi padanya.

“E-emm.. Apa Ayah tahu keadaanku paman?”

Taehyung menggeleng. Membuat Hana bernafas lega. “Paman tidak memberitahunya. Tapi jika kamu masuk rumah sakit sekali lagi, paman akan menceritakan semuanya pada ayahmu.”

Ini menjadi ke-6 kalinya Hana keluar masuk rumah sakit. Taehyung ingin sekali mengabarkan kondisi Hana yang sudah di anggapnya seperti keponakannya sendiri. Namun, tidak jadi karena Hana selalu memohon agar merahasiakan kesehatannya dari ayahnya. Hana tak ingin membuat orang tua satu-satunya itu khawatir.

Sebenarnya, Hana tidak memiliki riwayat penyakit yang serius. Kanker, gagal ginjal, jantung? Tidak.

Hana keluar masuk rumah sakit akibat ulah teman-temannya di sekolah. Ia sering dibully. Hampir tiap hari, bahkan bisa dibilang setiap saat.

Hana tidak mempunyai teman. Alasannya simple. Karena tidak ingin di bully seperti dirinya.

Dulu, Hana pernah mempunyai seorang teman. Namanya Yerin. Namun, Yerin memilih pindah sekolah dan meninggalnya.

Sebenarnya, Hana sudah beberapa kali membujuk ayahnya dan memintanya pindah sekolah. Atau paling tidak, ikut tinggal bersama ayahnya di Jepang. Namun, ayah Hana atau Jung Hoseok menolak. Dengan dalil, bahwa di Korea semua akan menjadi lebih baik. Padahal alasan sebenernya, Korea adalah tempat bertemunya Hoseok dan istrinya dulu. Hoseok belum bisa sepenuhnya meninggalkan kenangan bersama mendiang istrinya.

“Paman, bisakah kau menjaga rahasia ini lagi?”

“Hana, kau itu anak temannya paman. Meskipun ayahmu tidak ada disini sekarang, tapi paman yang bertanggung jawab pada dirimu. Dan suatu saat ayahmu pasti akan tahu.”

“Aku tidak ingin membuat ayah khawatir paman. Aku sudah banyak menyusahkannya.”

Taehyung mendekat dan memeluk Hana.

“Jangan bicara seperti itu. Dia ayahmu. Kau anaknya. Dia berhak tahu apa yang terjadi pada anaknya. Dan tidak ada kata menyusahkan dari ayah untuk anaknya.”

Hana merenung. Memikirkan semua perkataan paman yang sangat disayangnya itu. Meskipun status Taehyung hanya teman ayahnya, tapi Hana sangat menyayangi Taehyung.

“Besok aku sudah boleh bersekolah belum paman?”

Taehyung melepaskan pelukannya, dan menatap Hana. “Jangan macam-macam. Beristirahat dulu saja. Kau baru sadar.”

“Tapi aku ketinggalan banyak pelajaran,”

Taehyung menghembuskan nafas pelan. “Hmm... Jangan sampai kelelahan. Jika merasa pusing atau lemas, langsung pergi ke UKS dan istirahat.” Hana mengangguk senang.

Meskipun Hana termasuk orang yang kaya. Namun, ia selalu mendapatkan beasiswa di sekolahannya. Kecerdasannya benar-benar tidak diragukan lagi. Semua nilainya hampir sempurna. Jika ada salah, hanya satu atau dua soal.

Hana juga sering diikutkan olimpiade di sekolahannya. Dan selalu membawa kemenangan dari semua olimpiade yang diikutinya.

Hal yang membuatnya selalu di bully adalah, Hana terlahir tanpa ibu.

Ibu Hana meninggal sewaktu melahirkannya. Itu sebabnya kanapa teman-temannya selalu mengatai Hana anak pembawa sial. Yang lahir dan membuat ibunya meninggal.

Hana pernah depresi. Membenarkan apa yang dikatakan teman-temannya. Tapi, ayahnya selalu bilang, bahwa Hana bukan penyebab kematian ibunya.

Rahim Ibu Hana atau Jung Eunbi lemah sewaktu mengandung Hana. Hanya ada dua pilihan. Jika Eunbi selamat, maka Hana harus di gugurkan. Tapi sayangnya, Eunbi lebih memilih menyelamatkan Hana. Meskipun harus mengorbankan nyawanya.

Awalnya, Hoseok menolak keputusan Eunbi. Keduanya memang sangatlah penting. Anaknya atau istrinya. Benar-benar pilihan yang sangat sulit. 9 bulan Eunbi mengandung Hana dengan susah payah. Hoseok pun selalu memberi semangat. Dalam hati, ia selalu berdoa agar Eunbi dan anaknya baik-baik saja.

Namun, Tuhan berkata lain.

Eunbi melahirkan dengan operasi cesar. Meskipun awalnya ia memilih untuk melahirkan secara normal.

Sewaktu lahir, Hana tidak menangis. Eunbi juga tidak sadarkan diri. Membuat hati Hoseok hancur sehancur-hancurnya.

Kala itu, fikirannya sudah memikirkan kemungkinan paling terburuk. Kehilangan kedua malaikatnya sekaligus.

Beruntungnya, Hana bisa menangis setelah dilakukan banyak pemeriksaan oleh Dokter. Eunbi pun juga sempat tersadar. Sempat menggendong anaknya, bahkan menyusuinya. Sampai akhirnya, Eunbi menghembuskan nafas terakhirnya, dengan Hoseok dan juga Hana di pelukannya.

Pesan terakhir, yang selalu di ingat Hoseok adalah,

“Jaga anak kita, seperti kau menjagaku. Cintai anak kita, sampai kapanpun. Jangan salahkan dirimu. Aku akan selalu ada bersama kalian, dan mengawasi kalian dari surga…”

Episode 2

Di dalam mobil, tangan Hana tidak berhenti bergetar. Bahkan kedua telapak tangannya sudah berkeringat. Jika boleh Hana ingin putar balik pulang kerumah. Mengurung diri, lalu bolos sekolah.

Detak jantungnya pun berpacu tak kalah cepat. Udara di Seoul saat ini sedang memasuki musim dingin. Bahkan, pagi ini salju turun lebih banyak dari kemarin. Meskipun dingin, suhu badan Hana terasa sangat panas.

Bukan karena Hana masih sakit. Ia hanya gugup untuk bertemu dengan teman-temannya. Bukan teman sebenarnya, karena Hana tidak memiliki teman. Lebih tepatnya, siswa-siswi yang sering membully nya.

“Pak nanti jangan telat jemput saya ya,” pinta Hana pada supirnya.

“Baik nona Hana.”

Tak lama, mobil hitam sampai di depan gerbang sekolah. Hana keluar dari mobil dengan perasaan yang kacau. Menyiapkan mental, menghadapi semua tatapan ganas dan juga perlakuan semena-mena kepadanya.

Baru saja turun dari mobil, Hana sudah mendapatkan tatapan tajam dari beberapa siswa. Namun, ia lebih memilih bungkam. Menunduk, merapatkan mantelnya, dan berjalan memasuki area sekolah.

Di sepanjang perjalanan, banyak siswa berbisik ke arah Hana. Tak sedikit bahkan, yang menyenggolnya secara sengaja. Membuat Hana hampir saja terjatuh.

Ingin rasanya ia menangis. Berlari dan memeluk ayahnya. Ya… andai ayahnya ada di Seoul.

“Hana!”

Satu suara yang sangat familiar memanggil namanya. Hana berdiri kaku. Tidak berani menoleh. Sampai akhirnya, orang itu menghampiri dan menepuk pelan bahunya.

“Kau sudah sembuh? Aku baru saja ingin menjengukmu.”

Park Jimin. Laki-laki dengan senyum manis, mata sipit dan baik hati. Ketua kelas Hana. Jimin selalu perhatian, bukan hanya kepada Hana tetapi juga seluruh siswa. Sifatnya yang lembut dan baik, membuat banyak orang menyukainya.

“O-oh..” Hana gugup. “Aku sudah sembuh kok.”

Dahi Jimin mengernyit. “Tapi wajahmu masih pucat. Aku dengar kau tak sadar selama dua hari. Apa itu benar, Han?”

Hana memandang Jimin. Ketua kelasnya yang sangat baik hati. “I-iya. Tapi aku sudah baik-baik saja kok.”

Jimin mengamati wajah Hana. Memang masih pucat sekali, karna Hana baru sadar kemarin dan sudah memaksa masuk sekolah.

“A-aku permisi.” Dengan ragu, Hana pamit dan berjalan sedikit cepat. Sebelum akhirnya, lengannya ditarik kembali oleh Jimin.

“Kita sekelas. Jadi kita bisa ke kelas bersama-sama.”

Ingin rasanya Hana menolak. Tapi Jimin juga ada benarnya. Toh, mereka hanya bareng tanpa bergandengan tangan atau semacamnya.

Jimin melangkahkan kakinya terlebih dulu. Hana hanya mengekor di belakangnya. Sebenarnya, Jimin sudah menyuruh Hana berjalan disampingnya. Tapi Hana menolak. Katanya, begini lebih baik.

Ruang kelas sudah terlihat. Jantung Hana berpacu semakin cepat. Ia berharap kabar tentang dirinya masuk ke sekolah tidak tersebar luas, atau dia akan…

“Byurrrrrr…..”

Terkena bully lagi.

“Hahahaha!!!”

Tawa yang terdengar sangat nyaring. Musim salju yang dingin dengan siraman satu ember di pagi hari membuat tubuh Hana terasa sangat kaku.

“Apa-apaan kalian?!” Jimin yang berjalan lebih dulu, menoleh kaget melihat Hana basah kuyup. Berkali-kali Jimin sering mengingatkan tindakan teman-temannya. Namun, berkali-kali juga temannya acuh dengan peringatan Jimin.

Jimin sama seperti siswa lain. Tidak mempunyai kewenangan lebih agar siswa lain mendengarkan perkataannya.

Pernah, Jimin mengadukan tindakan teman-temannya pada Kesiswaan dan Guru BK. Namun karena mereka memiliki banyak uang, mulut Guru pun bisa mereka beli.

“Hey, Jimin! Kau jangan dekat-dekat sama dia. Nanti kena sial.” Ucap Daniel yang langsung mendapat anggukan dan tawa dari teman-temannya yang lain.

“Masuk ke kelas! Ini masih pagi! Jangan bikin rusuh!”

“Kau ingin kita masuk? Baiklah, Jim. Aku turutin kemauanmu.” Sungjae tersenyum miring. melangkahkan kakinya mendekat ke arah Hana, lalu memberikannya tatapan yang sangat tajam.

Hana hanya diam. Ini bukan sekali ia mendapat guyuran air di pagi hari. Hampir tak terhitung.

Jimin menghela nafas kesal. “Kau bawa seragam ganti? Jika tidak, pakai baju olahragaku. Aku menyimpan baju olahraga di loker. Ambil, dan gantilah.”

Tangan Hana terkepal. “T-terimakasih.” kemudian berlalu begitu saja meninggalkan Jimin.

“Aku akan mengizinkanmu kepada Namjoon Ssaem!” teriak Jimin, yang entah Hana masih bisa mendengarkannya atau tidak.

Sesampainya di kamar mandi, Hana menangis. Ia tak langsung mengambil seragam gantinya. Melainkan berbelok ke arah toilet wanita. Gadis itu masuk di salah satu bilik toilet. Menguncinya, dan menangis didalam.

“Bunda, Hana rindu Bunda. Bunda kenapa tidak mengajak Hana ikut Bunda?”

Isakan Hana semakin kencang. Bahunya naik turun seirama dengan tangisannya.

Ini bukan pertama kalinya Hana protes pada takdir. Protes pada Tuhan. Kenapa ia harus dilahirkan jika hanya di bully dan di maki seperti ini?

Ia ingin hidup normal layaknya gadis biasa. Mempunyai banyak teman, orang tua yang masih utuh, dan hidup dengan tawa bahagia. Tanpa ada rasa khawatir akan hari esok.

Khawatir apa yang akan terjadi padanya esok. Apakah bangkunya akan penuh dengan sampah? Pagi hari mendapat guyuran air seperti tadi? Atau akan ada kemungkinan terburuk lainnya?

Hana ingin hidupnya normal. Berjalan dengan biasa.

Terkadang, ia menanyakan pada dirinya sendiri. Dosa apa yang pernah dilakukannya di masa lalu, sampai membuat hidupnya sekarang hancur. Seingatnya, ia anak yang penurut. Tidak pernah membangkang pada ayahnya sekalipun.

Tapi kembali lagi. Takdir dan rencana Tuhan selalu berbeda dari perkiraan manusia.

Hana menghapus air matanya kasar. Mengikat tali sepatunya yang kendor, lalu menegakkan badannya. Menarik pelan gagang pintu toilet, lalu membukanya.

“Byurrrrr…”

Satu siraman lagi menyambut Hana untuk kedua kalinya di pagi yang sangat dingin ini.

“Lihatlah, anak ini sudah berani muncul kembali rupanya.”

Joy yang saat itu ada di toilet yang sama, memanfaatkan untuk menjahili Hana.

“Kalau aku tidak salah dengar, kau ingin ikut dengan Bunda mu kan?” Sudut bibir Joy tertarik. Menampilkan senyum smirk kejamnya. “Sini! Biar ku antar kau ikut Bunda sialanmu itu!”

Joy menjembak rambut Hana. Hana hanya bisa menangis dan memohon ampun. Memberontak meskipun percuma. Karena badannya masih sangat lemah.

Aku ingatkan lagi. Hana baru saja keluar dari rumah sakit. Badannya masih lemas. Tapi pagi ini sudah mendapat dua siraman air sekaligus.

“Sini kau!” Tanpa ampun, Joy menjambak dan menyeret rambut Hana. Tidak peduli jika nanti rambut Hana rontok.

Joy menyumbat lubang air pada wastafel. Mengisinya hingga penuh. Lalu, dengan kejam menyelamkan wajah Hana ke dalam air penuh pada wastafel.

Hana gelagapan. Ia sulit bernafas. Bibir nya sudah sangat biru, dan wajahnya jauh lebih pucat. Sementara Joy? Ia hanya tertawa dengan tindakannya.

Dirasa puas, Joy membenturkan wajah Hana pada kaca. Tidak keras memang, tapi cukup membuat Hana terhuyung.

“Menjijikkan!” Joy melangkahkan kakinya keluar dari toilet. Meninggalkan Hana yang menangis dengan kondisi tubuh yang bisa dibilang tidak baik-baik saja.

Gadis itu melirik tajam pada pantulan wajahnya di cermin. Meraba pelan wajah yang terlihat sangat pucat dan mengerikan itu. Badannya menggigil kedinginan. Ia hanya berharap, agar bisa bertahan dan tidak mati membeku dengan tubuh dan cuaca yang seperti ini.

Dengan langkah yang di seret, Hana keluar dari toilet. Menuju loker lalu membukanya. Mencari apakah ia masih menyimpan seragam kering atau tidak.

Kunci itu bergerak memutar. Hana menarik pintu loker sedikit ragu. Saat pintu itu terbuka, mata Hana disuguhkan oleh tiga foto yang membuat hatinya semakin hancur.

Foto pertama foto laki laki setengah baya yang menggendong anak kecil dengan tawa yang sangat bahagia. Ayah Hoseok dan Hana Kecil. Hana benar-benar ingin kembali ke masa itu. Masa dimana ia bisa bermanja dan bermanis-manis dengan ayahnya.

Foto kedua, foto dua pasangan yang terlihat sangat mesra. Wanita di foto itu memiliki perut buncit yang sangat besar. Foto Eunbi dan Hoseok, saat kehamilan Eunbi berumur 8 bulan. Hana rindu ibunya. Ibu yang sangat cantik dengan senyum yang sangat teduh.

Dan foto terakhir. Foto ketiga. Seorang laki-laki manis, tampan, dan sangat baik hati. Cinta pertama Hana. Jeon Jungkook. yang sekarang entah kemana perginya pria itu.

Satu bulir air mata kembali menetes. Orang-orang yang sangat dicintai Hana. Orang-orang yang sangat berharga untuk Hana. Namun sayangnya, mereka semua tidak ada satupun yang tinggal disisi Hana.

Hana terkejut dari lamunannya. Kala ada seseorang dengan sengaja menyampirkan handuk di pundaknya. Tanpa kata, bahkan orang itu langsung pergi begitu saja.

Hana terperanjat. Ia melihat loker disampingnya yang masih terbuka. Lalu, melihat satu laki-laki yang berjalan berbalik arah ke arahnya. Ia hanya diam, meski Hana menatapnya.

“Jangan melihatku. Keringkan badanmu. Kau terlihat seperti kucing yang terjebur air.”

Setelah berkata seperti itu, laki-laki itu pergi meninggalkan Hana.

Min Yoongi. Anak pemilik sekolahan dan sangat kaya. Namun, sangat cuek dan dingin.

Hana terbengong, lalu mengambil seragamnya dan menutup kembali lokernya. Melangkahkan kakinya kembali ke toilet. Dan mengganti seragamnya dengan seragam musim dingin yang kering dan lebih hangat.

Episode 3

Hari minggu yang cerah sayang jika dilewatkan hanya dengan bermalas-malasan. Lebih berguna lagi jika dihabiskan dengan berkumpul bersama keluarga. Ya… andai seluruh keluarga bisa berkumpul dan menghabiskan waktu bersama. Pasti rasanya sangat menyenangkan.

Seorang gadis berambut panjang sepinggang, berwarna kecoklatan dan berpita biru di kiri kepalanya berjalan seorang diri. Rok selutut berwarna biru laut, dengan slingbag kecil yang menggantung di pundak kirinya. Syal biru putih menggantung indah pada lehernya. Serta sepatu boots putih menambah kesan manis penampilannya.

Jung Hana, berjalan seorang diri di tanah coklat yang tertimbun benda putih di atasnya. Salju yang semakin menumpuk membuatnya sedikit kesusahan berjalan.

Tertatih tatih ia melewati gundukan salju tebal. Sesekali ia mendumal, apakah petugas pemakaman tidak membersihkan salju hari ini?

Jung Hana berjongkok saat langkahnya sampai di depan makam yang tidak pernah sepi dari buket bunga indah. Makam yang hampir tertutup salju itu pun perlahan ia bersihkan. Mengusap nisan dengan nama Jung Eunbi lalu meletakkan sebuket bunga lily putih di depan nisan.

“Hai bunda. Hana dateng lagi. Bunda apa kabar? Bunda lagi ngapain disana?” Tangannya masih setia mengusap nisan keramik berwarna hitam dengan ukiran nama bertinta emas itu.

“Bunda, ayah belum pulang. Tapi ayah menelfonku semalam. Katanya ia akan pulang dalam waktu dekat. Aku harap perkataan ayah kali ini benar?” Hana terus berbicara. Seolah nisan itu akan menjawab dari setiap kata yang diucapkan juga ditanyakannya.

“Ayah tidak pulang 2 tahun terakhir ini. Apa perusahaannya masih membutuhkan ayah? Tapi, aku lebih membutuhkannya.”

“Bunda jangan khawatir. Paman Taehyung merawatku dengan baik. Meskipun dia sama sibuknya seperti ayah. Oiya, katanya paman akan membuka kedai kopi di dekat rumah sakit. Aku ingin membantunya. Boleh kan bunda?”

“Bunda. Bunda masih ingat nggak sama Jungkook? laki-laki yang dulu pernah aku ceritain ke bunda. Dia apa kabar ya bun? Dia dimana sekarang?”

Hana merapatkan tubuhnya. Melilit syalnya ke leher. Udara dingin sepertinya berhasil merasuki tubuhnya.

“Maaf bun, aku tidak memakai baju hangat hari ini. Mungkin, akan lebih hangat jika bunda datang dan memelukku. Aku ingin di peluk bunda.” Satu bulir air mata terjun indah di pipi Hana.

“Bunda, apa di surga bunda menemukan seorang anak? Apa di surga bunda merawat seorang anak? Apa bunda merindukan aku dan ayah?” Bulir selanjutnya pun ikut turun.

“Bunda, aku rindu…”

Bibir Hana bergetar. Tangisa nya pecah.

Gadis manis yang selalu kesepian dan sendirian. Ia rindu bagaimana merasakan hangatnya keluarga. Hanya Paman Taehyung yang ada didekatnya sekarang. Atau paling tidak Nenek Chan yang sudah dua hari tidak ia kunjungi.

Ayahnya memang tidak pernah absen menelfonnya. Basa basi menanyakan kabar, atau menanyakan sekolah Hana. Tapi tetap saja. Yang ia inginkan adalah keberadaan ayahnya di sampingnya. Dan kalau bisa, keberadaan bunda nya juga.

“Bunda, disini semakin dingin. Aku akan mampir ke toko Nenek Chan. Besok aku akan datang lagi dengan baju yang lebih hangat. Aku pamit bunda, aku sayang bunda.”

Hana mencium nisan dingin itu sebelum ia menegakkan tubuhnya. Membungkuk ke arah makam ibunya lalu melangkah sedikit lebih cepat. Udara dingin benar-benar tidak main-main. Tubuh Hana sudah menggigil. Ia berlari ke arah toko bunga yang tak jauh dari makam. Toko Nenek Chan yang hampir setiap hari ia singgahi.

Nenek Chan tinggal seorang diri. Suaminya sudah lama meninggal. Bahkan umurnya sudah lebih dari 50 tahun. Ia punya satu cucu laki-laki. Cucunya sering mengunjunginya. Tapi Hana belum pernah bertemu dengan cucu Nenek Chan.

Nenek Chan sangat baik hati. Ia selalu menolong Hana saat Hana kesusahan. Memeluk tubuh kecil Hana saat Hana menangis merindukan ibunya. Hana juga sering menginap di toko Nenek Chan saat dirinya benar-benar merasa kesepian.

“Nenek, Hana datang…”

Dentingan lonceng di atas pintu berbunyi kala pintu itu terbuka. Hana masuk dengan sedikit terburu-buru dan merasa lega saat dirasa suhu hangat ruangan itu menyapanya.

“Nenek Chan?”

Tidak ada jawaban.

“Nenek sedang di toilet, ada yang bisa ku bantu?”

Suara serak laki-laki dari arah samping mengagetkan Hana. Tubuhnya berjengkit kala melihat sosok yang keluar dari ruang samping itu.

“S-sunbae?”

Dia, Min Yoongi.

“K-kau?” Yoongi pun ikut terkejut.

“Ohh anak manis. Kemana saja kau sudah dua hari tidak kesini? Apa semuanya baik baik saja?” Nenek Chan datang dengan apron putih bermotif bunga-bunga sakura dari arah toilet. Toko itu tidak lumayan besar. Tapi cukup membuat semua orang terkesan dengan tatanan perabot antik yang disusun rapi, juga pajangan bunga hidup di setiap sudut ruangan.

Hana tersenyum, lalu membungkuk hormat pada Nenek Chan.

“Maaf Nek, aku sedang ada urusan dua hari kemarin.” Meskipun Hana berbicara dengan nenek Chan, tapi sesekali matanya melirik ke arah Yoongi.

Yoongi pun hanya acuh. Tak berkomentar. Memang dasarnya laki-laki itu sangatlah dingin.

“Ini musim dingin. Seharusnya kau memakai baju hangat. Kau akan masuk angin dengan pakaian terbuka seperti itu.” Nenek Chan berjalan ke arah lemari di samping televisi. Mengambil satu mantel tebal berwarna hitam.

“Pakailah. Kau akan sakit kalau hanya pakai baju tipis seperti itu.” Nenek Chan tersenyum sembari mengulurkan mantel pada Hana.

Hana tersenyum. Mengambil mantel yang diberikan Nenek Chan, lalu memakainya.

“Kau sudah bertemu bundamu kan? Sudah makan belum?”

Hana mengangguk pelan, “Sudah Nek. Aku makan sebelum berangkat kesini.” Matanya pun masih menatap ke arah Yoongi.

“Ahh iya, ini kenalkan. Dia cucu nenek yang paling bandel. Namanya Yoonji.” Kenalnya sambil menunjuk ke arah Yoongi.

“Yoongi nenek.”

“Aku suka memanggilmu Yonnji. Jangan membantah orang tua. Dasar anak nakal.” Dan Yoongi hanya pasrah.

Hana tersenyum kecil. Nenek Chan memang sudah tua. Tapi semangatnya masih bisa dikategorikan muda. Tubuhnya bahkan masih terlihat sehat dan bugar. Gemuk dan berisi.

Nenek Chan orang yang sangat baik. Meskipun terkadang sifat menjengkelkannya kambuh, tapi Hana tetap menyayangi Nenek Chan.

Hana bertemu Nenek Chan saat umurnya sepuluh tahun. Hoseok pun juga mengenal baik Nenek Chan.

Hana bertemu waktu musim gugur. Waktu itu, Hana kecil sedang menangis karena tak sengaja melupakan bunga untuk bundanya yang tertinggal di rumah Paman Taehyung.

Nenek Chan yang waktu itu tidak sengaja lewat dan melihat Hana menangis, langsung menggendong dan menenangkannya. Memberikan setangkai bunga lily putih agar Hana berhenti menangis.

Hana tentu saja sangat senang. Ia berlari memasuki area pemakaman lalu meletakkan bunga itu di nisan ibunya. Bercerita banyak hal, dengan Nenek Chan yang mengawasinya dari jauh.

Perihal dirinya yang sering di bully, tidak ada satupun orang yang tahu. Semua orang hanya tahu bahwa Hana baik-baik saja. Taehyung sebenarnya tahu, kalau Hana sering di bully. Hanya saja ia tidak tahu bahwa pembullyan yang terjadi pada Hana sangatlah parah yang bahkan bisa membahayakan diri dan keselamatan Hana.

Contohnya, didorong dari tangga sampai Hana tidak sadarkan diri dua hari. Atau, di tenggelamkan pada wastafel berisi air penuh. Dan masih banyak hal ekstrim lagi yang mereka lakukan pada Hana. Taehyung hanya tahu, bahwa Hana sering di ejek teman-temannya.

Hanya sekedar ejekan, bukan bermain fisik. Itu yang hanya Taehyung tahu.

Tidak ada yang mengetahui perbuatan lainnya. Selain Hana, para pelaku, dan teman-teman sekolahnya.

“Nenek, mau ku bantu?” Tawar Hana dengan senyum yang masih mengembang.

Pelipis Hana masih terlihat agak biru. Itu akibat Joy yang sengaja membenturkannya pada kaca toilet.

“Ini musim dingin. Orang tidak banyak membutuhkan bunga. Jadi, tidak banyak kerjaan yang harus dikerjakan.” Nenek Chan berjalan mengambil kue di nakas. Menaruhnya di depan tv, lalu menyalakan tv itu.

“Sini. Kemarilah. Kalian berdua, cucu-cucuku.”

Hana dan Yoongi saling lirik, sebelum akhirnya mereka berjalan ke arah Nenek Chan.

“Istirahatlah. Kalian pasti lelah.”

Nenek Chan menarik kepala Hana dan membaringkan pada pahanya. Yoongi bersandar pada bahu Nenek Chan. Ingin rasanya Hana menangis. Nenek Chan mempunyai sikap keibuan. Jika saja Eunbi masih hidup, ia akan bisa merasakan tidur di paha ibu setiap hari.

Memakan masakan Eunbi. Atau sebelum tidur di dongengkan dan di elus lembut kepalanya. Hana benar-benar merindukan sosok seorang ibu.

“Hana,” Nenek Chan berujar pelan. Yoongi memejamkan matanya. Padahal, pria itu tidak tertidur.

“Pelipismu memar. Kau kenapa?” Hana menggeleng pelan. Yoongi membuka setengah matanya. Melirik pada pelipis Hana.

“Tidak apa-apa Nek, ini tidak sengaja kebentur di kamar mandi.” Tentu saja Hana berbohong. Ia tidak mungkin mengatakan bahwa ini perbuatan Joy, teman sekelasnya.

Yoongi menarik kepalanya dari pundak Nenek Chan. Duduk tegap, lalu menatap lurus ke arah tv yang menyala.

“Kau satu sekolahan dengan Yoonji kan?”

“Yoongi nek,” sudah kesekian kalinya Yoongi protes.

“Terserah nenek.” Dan lagi, Yoongi hanya bisa menghela nafas pasrah.

“Kalian satu sekolah kan?”

Hana mengangguk pelan. Masih betah dengan kepalanya yang berbaring pada paha Nenek Chan.

“Yoonji, jaga Hana untuk nenek. Jangan sampai ada yang mengganggunya.”

Hana melotot kaget. Mengangkat kepalanya pada paha Nenek Chan, lalu menatapnya lembut. “Nek, tidak ada yang mengganggu Hana. Semua orang disekolah baik kok.” Ucapnya dengan senyum lembut yang sangat teduh.

“Kau yakin tidak ada yang mengganggumu disekolah?” Hana mengangguk yakin. Matanya sangat berbinar mirip seperti mata ayahnya, membuat Nenek Chan ikut tersenyum.

“Aku akan menjaganya nek.” Ucap Yoongi mantap, membuat Hana melotot.

Nenek Chan tersenyum sangat senang. “Begitulah seharusnya menjadi laki-laki. Bukan hanya tidur saja yang kau tahu.” Yoongi merotasikan bola matanya. Meskipun nenek Chan sangat cerewet, tapi Yoongi sangat menyayanginya.

“Sebentar, nenek sedang memanggang kue. Kalian tunggu disini. Jangan pergi kemana-mana.”

“Mau aku bantu Nek?” Tawar Hana.

“Aishh tidak perlu. Duduklah disini bersama Yoonji. Jangan membuat tubuhmu kelelahan.”

“Yoongi nek.”

Teriak Yoongi saat tubuh Nenek Chan sudah hilang dibalik pintu dapur.

Kini, tinggalah Hana dan Yoongi berdua di depan tv. Tidak ada salah satu di antara mereka yang membuka suara. Hana hanya memainkan ujung syalnya. Menunduk dan mengabaikan tv yang sedari tadi menayangkan acara drama akhir pekan.

Yoongi sesekali melirik Hana. Siswi yang satu sekolah dengannya. Yoongi satu tingkat di atas Hana. Bisa dibilang, Yoongi kakak kelas Hana.

“S-sunbae,” Panggil Hana takut-takut. Yoongi hanya berdehem pelan, tanpa mau membuka mulutnya.

“Kau tak perlu menjagaku seperti permintaan nenek.” Kepalanya menunduk. Sejujurnya, Hana sangat ketakutan.

“Kenapa?” Benar-benar sangat irit bicara.

“Kau akan terkena masalah.” Kepala Hana semakin menunduk.

“Aku tak peduli.”

Hana menaikkan pandangannya. Menatap Yoongi dengan takut. Meskipun Yoongi tak membalas tatapan hana.

“T-tapi Sunbae,”

“Aku tahu. Dan aku tidak peduli.” Hana terdiam.

Yoongi memang terkenal pria yang sangat dingin. Ia punya satu teman, namanya Seokjin. Dan ya, hanya Seokjin temannya. Tidak ada lagi. Bukan karena tidak mau berteman, tapi Yoongi sangat pemilih. Ia juga tidak suka bergaul dengan anak-anak yang hanya akan memanfaatkannya. Uangnya, hartanya, dan statusnya sebagai anak pemilik sekolah. Yoongi tak ingin dimanfaatkan orang lain.

Baginya, Seokjin sudah cukup menjadi temannya. Tidak butuh orang lain lagi. Namun sekarang, ia akan menjaga Hana. Entah karena memang permintaan Nenek Chan, atau memang hatinya tergerak ingin melindungi seorang siswi manis yang selalu di bully di sekolahannya itu.

“Aku anak pemilik sekolah. Tidak akan ada yang berani mengangguku, apalagi membuat masalah denganku.” Terangnya yang membuat Hana kembali menundukkan kepalanya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!