Seperti biasa Metta akan pergi bekerja
dengan mengendarai motor matic
kesayangan nya, sejak 4 tahun yang lalu dia menjadi karyawan sebuah perusahaan.
Posisi ternyaman dan teraman menurutnya, karena yang paling penting dan utama yaitu bisa bekerja dan tentu saja menerima gaji, tidak ada yang lain. Dialah Mettasha Kalyna
"Huft, untung saja gue tidak terlambat, bisa bisa gajiku kena potong deh kalo terlambat "
gumam Metta sambil melirik jam yang melingkar pergelangan tangan nya, berjalan tergesa gesa setelah turun dari mobil hitam mengkilap diujung jalan.
Grep...
"Woi tumben banget telat, biasanya paling pagi loe dateng" seru Dinda sambil melingkarkan tangan ke bahu Metta.
" Haaaa, ya ampun kaget gue "
" Loe tuh yaa bisa bisa nya! loe mau bikin gue mati jantungan Din "
Cerocos meta sambil berusaha melepaskan tangan sahabatnya yang masih berada di bahu nya. Langkahnya terhenti dan beralih menatap ke arah dinda.
"Yaaelaa, gitu doank sampe marah loe. Iya sorry deh sorry, gak sengaja gue jangan mati dulu Sha, gue ntr gak ada temen sha, gak ada yg minjemin gue duit lagi gimana!"
Dinda merekatkan kedua tangan nya meminta maaf, menunjukan gigi putih nya yang berjejer rapi dan dengan tatapan memelas.
Metta memutar mata malas dan kembali melangkah, berlalu begitu saja tanpa memperdulikan sahabatnya itu.
"Sha, Sha tunggu donk !!ahk ambekan nih anak gak seru" teriak Dinda menyusul Metta.
"Berisik loe ahk, sebel gue"
"Yaaelaa, loe masih kesel aja Sha, kenapa sih muka loe masih pagi udah lecek aja kayak cucian emak gue yang belum kering, haahha"
Metta melotot ke arah sahabat yang selalu menggodanya itu.
" Gue udah telat Din " tukas Metta.
" Yaa elaa Sha, noh liat orang lain aja banyak yang baru dateng" sahut Dinda dengan jari menunjuk.
" Yaa itu mereka, bukan gue"
" Iyaa bukan loe yang gila kerja, gak bisa dikit aja hidup loe itu dibawa santai" Dinda terkekeh.
" Gak bisa" sahut Metta melangkah meninggalkan Dinda.
" Untung loe sahabat gue Sha"
Entah apa yang difikirkan orang orang yang dengan sengaja tiba ke kantor pada detik detik terakhir. Dengan sengaja memperlambat diri, namun datang dengan terburu buru, dasi yang belum terpasang, sarapan yang terlewatkan. Hanya membuat diri semakin repot.
Namun itu semua tidak berlaku untuk seorang Mettasha, dia selalu datang lebih awal. Soal pekerjaan? jangan ditanya, dia bahkan mendapat penghargaan sebagai Karyawan teladan. Dan hari ini pertama kalinya dia merasa apa yang selama ini tersemat pada dirinya, akan jadi taruhannya.
Metta mendaratkan tubuhnya di kursi, Meletakkan tas kerjanya dengan sedikit kasar.
"Huuuh, Metta menarik napas pelan.
Flashback On
"Duh kenapa lagi ini motor, ayoo lah beb jangan mogok dulu, gak kasihan sama aku beb, nanti aku telat gimana. Gajiku dipotong, berkurang lagi deh jatah jajan kamu beb"
Metta berbicara sambil mengelus motor kesayangan yang sudah 4 tahun menemani dirinya, berharap perkataan nya bisa didengar dan motornya kembali menyala.
Tiba tiba
Bruuk..
"Aaaaww "
Tiba tiba Metta terjengkang jatuh terduduk ke arah trotoar, matanya sekilas terpejam saking kagetnya. Sementara motornya sudah dalam keadaan terjungkal.
"Aakkhhh, bebeb gue"
Metta berangsur berdiri, menepuk rok belakangnya yang kotor, dengan mata menyala dia beralih melihat ke mobil yang tiba tiba berhenti dan menabrak motor nya dari belakang. Langkahnya cepat menuju ke arah mobil hitam itu dengan marah .
Tok..
Tok..
Metta mengetuk kaca pintu mobil dengan amarahnya yang membuncah.
"Woi, keluar woi "
teriak Metta masih dengan mengetuk kasar kaca mobil itu.
"Bisa nyetir gak, sembarangan maen tabrak aja,keluar woi. Loe emang baru bisa nyetir, nih gini nih kalo SIM nya dapet nembak, nyetir mobil seenak jidatnya, bebeb gue dipinggir aja masih ditabraknya"
Metta memaki tanpa henti.
Ceklek..
Pintu mobil terbuka, seorang laki laki muda keluar dengan tergesa, menyugar rambut setengah basahnya dengan kasar.
"Dasar bocah"
"Bebeb " melihat arah motor kembali ke menatap Metta.
"Saya pasti akan ganti rugi bu" ujarnya sambil menarik motor yang sedari tadi terbaring.
Metta bergeming, pandangannya tak lepas dari bocah yang baru saja dia maki habis habisan, terpaku melihat begitu sempurna ketampanannya.
Laki laki muda, berpenampilan cool, celana denim dipadukan kaos T strit dan jaket denim, sepatu kets merk ternama dan kacamata hitam bertengger di hidung yang lancip, bibir tipis yang sedikit basah. Tiba tiba melepaskan kacamata hitam nya memperlihatkan mata teduh yang sedikit sipit namun terkesan tajam.
Farrel adhinata.
"Fokus fokus sha, loe jangan tertipu penampilan kece sha,
loe harusnya marah bukan malah kagum loe peak" batin Metta sesaat kemudian tersadar.
"Eeh, Bau ba buuk"
"Emang gue ibumu" seru Metta kesal
"Maaf buk " sahutnya datar.
Metta menatap tajam kearahnya.
"Dasar bocah gila, sialan , yang cakepnya gak ketulungan haduuhh " batin Metta merutuki dirinya yang memaki namun diam diam terpesona juga.
"Emph, saya gak sengaja" datarnya
"Gak sengaja gak sengaja mata loe peak " gumam Metta pelan namun masih bisa terdengar.
"Sudah bu jangan terus mengoceh nanti makin tua" cetusnya sambil tersenyum
Cantik...
"Eeuuhk, apa loe bilang??ibu ibu hah "
Metta mengepalkan tangan nya hendak memukul bocah sialan itu namun ditahan nya karena Metta teringat harus segera pergi bekerja. Metta hanya berhasil memukul udara .
"Ahkk, lebih baik gue pergi dari sini, daripada gue harus meladeni bocah tidak jelas ini" Batin Metta
"Sudah ayoo bu saya antar, sepertinya ibu sudah akan terlambat bekerja.
Motornya biar nanti saya urus, kalo udah selesai saya kabari ibu yaa bu"
Ujarnya memperhatikan Metta yang sedari tadi terus melirik jam tangan nya.
"Gimana?" lanjutnya masih dengan muka datarnya.
"Sangat menggemaskan"
Tidak ada pilihan Metta akhirnya mengangguk. Bukan apa Metta hanya tak ingin rugi karena gaji nya harus di potong karena terlambat masuk kerja, lagian Metta tak akan membiarkan bocah itu melepas tanggung jawab karena sudah menyebabkan motornya tambah rusak.
Tiba tiba membuka pintu mobil dan melirik meta yang masih mematung, mengerucutkan bibir kecil nya beberapa senti, tengah memikirkan berapa nilai yang dia akan minta untuk mengganti kerusakan motornya. Seolah memberi kode untuk masuk namun Metta ternyata tidak mengerti sama sekali.
"Haiishh, ibu ayoo masuk, tenang saja saya ini pria baik dan bertanggung jawab " katanya sambil merogoh ponsel nya di kantong celana nya dan menelepon seseorang. Memastikan orang diujung sana melakukan tugas yang dia berikan.
"Hem..lakukan dengan baik" ucapnya kemudian
sementara Metta sudah masuk kedalam mobil, meraup kedua tangan memegang wajahnya.
"Berapa ratus yaa, ahk berapa jutaa aja "
.
.
.
.
🍁🍁
Salam kenal, ini karya pertaman aku. Semoga kalian suka bacanya.
Maaf kalo masih berantakan.
"Duh duh duh..anak bunda cakep amat mau kemana?" Tanya Ayu melihat Farrel berjalan menuju ruang makan, menyugar rambut kebelakang dengan senyum mengembang di bibir, mencium pipi dan memeluk erat sang bunda.
cup..
cup..
cup..
Farrel terus menciumi sang bunda, membuat Ayu meringis namun tak melepaskan pelukannya. Farrel tidak malu untuk bergelayut manja meski usianya sudah 19tahun. Jika remaja lain sudah enggan melakukan hal itu, lain halnya dengan Farrel. Baginya hal itu menjadi moodbooster harian begitupun dengan ayu sang bunda.
Tak dapat dipungkiri lagi kedekatan mereka, mempunyai sifat yang sama persis membuat keduanya semakin lengket saja. Terlebih Farrel adalah anak tunggal, mendapat segala curahan kasih sayang dikeluarga Adhinata. Dialah Farrel Adhinata
"Ck..Ck..kalian ini seperti gak ketemu setiap hari saja, Ayah kan juga mau dipeluk bunda.." cetus Arya iri melihat anak dan istrinya begitu manja satu sama lain.
"Ayah udah tua, udah gak seger lagi "
"Ayah udah gak pantes dipeluk peluk" bales Farrel kemudian tanpa pelepaskan pelukan pada sang bunda.
Arya hanya bisa menggelengkan kepala heran melihat kelakuan anak dan istri nya. Tak lama kemudian Farrel melangkah mendekati Arya dan mengecup kilat pipi ayahnya, membuat Arya bergidik geli. Namun kembali sumringah karena disusul kecupan Ayu dipipi sebelahnya.
"Nah..kan ini mau ayah"
"Dasar ayah"
"Dasar bocah"
"Hari ini kamu mau kemana Ael" tanya Arya sambil menunggu sang istri mengoleskan roti dengan selai kesukaannya.
"Ael hari ini mau ke kampus yah, Ael ada kelas" seru Farrel
Arya mengangguk
"Ayah gak ke kantor hari ini?"
"Hari ini ayah mau anter bunda dulu, kerumah temannya"
"Biar urusan kantor sama Alan saja" tukas Arya lagi.
Farrel hanya mengangguk dan ber oh ria.
" Lho, kita hari ini ada meeting lho yah " Alan melangkah menuruni tangga.
Cup..
" Pagi bidadarinya Alan "
Alan mengecup pipi Ayu, ibu yang sudah merawatnya sejak kecil.
" Pagi sayangnya bunda " ucap Ayu membelai rambut Alan.
Farrel terlihat jengah, pasalnya mereka bersaing dalam bermanja manja pada sang ibu, meski Alan tidak begitu menunjukan nya.
Sementara Ayu tersenyum hangat meletakan roti yang sudah siap keatas piring masing masing.
"Bunda manja banget mau nya dianterin ayah terus kemana mana" ujar Farrel menggidikkan bahu nya.
"Kamu ini, gak tau ayah tuh sibuk terus di kantor, sementara kamu sibuk gak jelas terus, kamu juga, bunda kan kesepian dirumah" tukas Ayu menunjuk satu persatu tiga lelaki bergantian.
"Makanya kita kasih adik buat Farrel bun, yukk" balas Arya mengedipkan mata, menatap bunda.
Sementara yang di tatap tersenyum malu dan menundukan kepala sambil menggelengkan kepala.
Farrel melototkan matanya dan menatap kedua orang tua bergantian.
" Ayah ini, anak anak sudah besar "
" Justru itu kita harus bikin yang kecil bun "
"No, no Ael gak mau punya adik, Ael sudah besar, nanti ayah sama bunda makin lupa sama Ael, nanti Ael gak disayang lagi " tukas Farrel sambil memeluk bunda, menenggelamkan kepala nya ke ceruk sang bunda dengan gerakan ke kiri dan ke kanan hingga tubuh sang bunda ikut bergerak.
" Pffppt "
Alan menahan tawanya melihat tingkah laku Farrel.
" Apa lo ngetawain gue "
" Cih yang ngakunya sudah besar tapi malah gelayutan seperti anak monyet lo" tukas Alan.
" Bilang aja lo sirik, gak bisa kayak gue kan " sahut Farrel masih bergelayut.
"Sama saja anak sama bunda sama sama manja " Arya bergidik.
" Tau nih yah, gak ilang ilang tuh penyakitnya " cibir Alan.
" Awas aja loe "
" Apa"
" Sudah kalian ini, gak malu sama umur masih terus berantem gitu " kali ini Ayu yang berbicara.
" Tuh yang tua dia " Farrel menunjuk Alan.
" Ael kan muda muda, masih imut gini "
" Amit amit lo bukan imut " cibir Alan tak mau kalah.
Yaa Farrel memang sangat manja, apalagi Dimata Ayu, Ael memang tetap menjadi anak kecil. Apapun keinginan nya akan menjadi prioritas utama, begitupun dengan Arya sang ayah.
" Ini nih anak ayah " sungut bunda
"Anak bunda, jangan lupa bunda yang nampung lho"
"Iyaa bunda juga, kan ayah yang ngisi tampungan nyaa"
Mereka berdua pun tertawa bersama Sementara Farrel dan Alan hanya menggelengkan kepalanya melihat kedua orang tuanya.
"Ehem.."Arya berdehem.
"Ael " Arya memanggil pelan dan menatap Ael.
" Kapan kira kira kamu siap nak ?"
Alih alih menjawab Farrel terdiam, berhenti mengunyah, terlihat jelas perubahan diwajah imutnya, dahi nya berkerut menatap balik Arya dengan pandangan sendu.
" Ini nih yang gak gue suka" batin nya.
Farrel menatap Ayu seolah meminta bantuan untuk menghadapi situasi ini.
"Yah, sudahlah ayah jangan paksa Ael, biarkan anak kita menikmati masa nya sekarang, jangan terlalu menekan nya yah" Ayu buru buru menjawab.
Seakan paham akan tatapan anak kesayangan nya dan juga melihat perubahan yang diwajahnya membuat hatinya sedikit teriris.
Arya menghela nafas, entah sudah keseberapa kalinya pertanyaan yang sama dia lontarkan. Namun jawabannya tetap lah sama.
"Ahk gue harus segera cabut dari sini biar gak tambah panjang urusan nya " batin Farrel
"Yah, bunda, Lan Ael pamit yaa mau ngampus dulu" sesaat kemudian.
Farrel memang tak akan bisa menolak keinginan ayahnya, bukan keinginan tapi apa yang terucap dari mulut Arya adalah perintah baginya. Namun hati kecil Farrel selalu menolak perintah yang satu itu. Belum saatnya fikirnya.
" Iyaa sayang" sahut Ayu mengelus lembut bahu Ael.
" Hem" jawaban sang Ayah kecewa.
Farrel pun segera keluar dari rumah setelah berpamitan, bersiul sambil memegang kunci mobil yang dia putarkan di jari telunjuknya..
" Kali ini gue selamet lagi " entah kalo nanti" hufh gumam Farrel mengelus dadanya.
"Mang Ujang buka gerbangnya mang, Ael mau pergi" teriaknya
"Iyaa den" jawab mang Ujang sambil berlari ke arah gerbang dan segera membukanya.
"Hati hati dijalan yaa den jangan ngebut, kalo den Ael ngebut nanti gak keliatan kalo ada cewe cantik den " goda mang Ujang
"Emangnya kalo udah keliatan ada cewe cantik mau apa mang" tanya Ael mengkerutkan dahi
"Iyaa ajak kenalanlah den, masa disakuin wkkwk"
Farrel tergelak mendengar lelucon yang garing itu. Farrel segera masuk kedaam mobil, menyalakan mesin, kemudian melajukan mobilnya, bersiap memecah jalanan ibu kota menuju salah satu universitas ternama di kota ini.
.
.
.
.
sepatah kata othor😋
Hai ini karya kehaluan pertamaku, ternyata rumit juga yaa menulis itu. Kkwkwk gak segampang aku bayangin. Pyuuuuuh!!!
Semua ide yang ada di kepala buyar begitu saja ketika aku ngetik, kwkwk dasar peak yaak!!
Salut deh buat Author Author yang mampu membuat karya yang kereen. Semoga suatu hari nanti aku bisa seperti mereka yang udah femes yaa.
Semoga suka baca nyaa.🤗
Terima kasih.
Farrel melajukan mobil membelah jalanan pagi ini, kemudian menyalakan tape mobilnya mencari band favorit yang akan menemani perjalanan nya pagi ini, kali ini Farrel memilih grup band favoritnya sejak zaman sekolah menengah pertama. Iringan musik menyala, Farrel bersenandung ria mengikuti suara sang vokalis favoritnya Richie. Five
minuted.
Aku tergoda..
Aku tergoda..
Teriaknya mengikuti suara si penyanyi, tangan nya dia gerakan sesuai irama drum, tak lupa sedikit gerakan memaju mundurkan kepalanya. Sesaat Farrel teringat pertanyaan Ayahnya saat sarapan, membuat hatinya sedikit tak enak.
Farrel menggelengkan kepalanya.
"Ahk sudah lah nanti juga aku akan kesana tapi tidak untuk sekarang, aku masih ingin bebas wkwkwk " Farrel bermonolog
Hingga suara telf berdering mengganggu acara mini konsernya.
" Cx ganggu aja "
Melihat sekilas ponselnya, ingin tau siapa gerangan yang berani mengusik mini konsernya.
" Ahk, Alan sialan palingan suruh kesana, males banget " gumamnya sambil memasukan ponsel yang masih berdering kebalik jaket denimnya hingga berhenti dengan sendirinya.
Melanjutkan konsernya yang sempat terhenti, bibirnya tak berhenti bernyanyi, kembali menggerakkan tangan sesuai bunyi drum dan kembali memaju mundurkan kepalanya berulang kali.
Berkali kali pula lah dering telf dari ponselnya dia abaikan. Sedikit mengganggu konsernya tapi tak mengubah keputusannya.
Dan yaa tentu saja Farrel sangat egois, dia akan melakukan apa saja yang ingin dia lakukan, dan tidak akan melakukan apa yang dia tidak ingin lakukan. Seperti memberikan kesempatan si penelepon kali ini.
Sementara disebrang sana masih belum menyerah sampai si empunya ponsel menjawabnya. Berkali kali dirinya menelepon, namun tak pula diangkatnya. Tak pantang menyerah, tangannya terus mendial nomor ponsel tersebut, berharap sekali saja yang ditelfon mengangkatnya.
"Aakh " sialan.
Farrel menyugar kepala nya dengan kasar,
merogoh ponselnya yang dia sembunyikan tadi, hendak dia keluarkan dari sana namun naas malah tergelincir dari tangan nya.
Eh..eh
"Ahk, malah jatoh lagi tuh ponsel" kesalnya.
Farrel pun melihat ke bawah mencari letak ponsel yang terjatuh, tanpa melepaskan tangan nya dikemudi. Sepersekian detik saja padahal, tatapan nya beralih ke bawah kursi kemudi kembali lagi ke arah jalan namun sedetik itu pula hilang sudah kendalinya.
Tin..
Tin..
Bruk..
"Aaaahkk "
" Sialan nabrak lagi "
Setelah kesadaran nya kembali berkumpul farrel melihat seorang perempuan sudah terduduk di trotoar, dengan motor yang terguling didepan mobilnya.
Farrel hendak membuka pintu mobil dan berlari menolong perempuan itu, namun diurungkan nya karena perempuan itu melangkah cepat menuju ke arahnya, tepat berada di balik kaca mobil, mengetuk kaca pintu dengan kasar bahkan mengomel tak jelas.
Farrel hanya bisa melihat ekspresi kaget bercampur dengan emosi yang terlihat jelas di wajah perempuan itu, memperhatikan wajahnya, mata bulat dengan bulu lentiknya, hidung kecil lancipnya, bibir tipis berwarna peach yang sekejap mengerucut dan mengeluarkan makian demi makian untuk dirinya. membuatnya tak berkedip sedikitpun, Farrel tersenyum .
" Aku tergoda" gumamnya.
Hem.
Hem.
Farrel mengetes suara nya dan merapihkan t stirt nya.
"Tidak boleh terlihat bego, hem" fikirnya.
Akhirnya Farrel keluar dari mobil, dia menampilkan wajah datarnya menyembunyikan rasa panik, kaget bercampur dengan rasa terpesona.
Tatapan nya tak dia lepaskan dari perempuan itu. Suaranya pun tercekat dan tak mampu berkata apa apa. Hanya kata maaf saja yang mampu dia ucapkan, hingga panggilan ibu yang membuat perempuan itu tambah kesal membuat Farrel semakin gemas saja.
Melihat perempuan itu melirik terus menerus kearah jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan mungilnya, Farrel menyadari hal itu, kesempatan itu tidak akan mungkin dia sia siakan begitu saja.
"Sudah ayo bu saya antar, seperti nya ibu sudah akan terlambat bekerja, motornya biar nanti saya urus, kalo udah selesai saya kabari ibu yaa bu " cakapnya dengan sekali napas.
Akhirnya kata lumayan panjang mampu diucapkannya, walaupun harus melihat perempuan didepan nya itu memaki lagi karena panggilan yang dia ucapkan, IBU.
Farrel tersenyum melihat perempuan itu menganggukan kepala tanda setuju.
Tak mau buang waktu Farrel segera membuka pintu, takut nanti berubah fikiran fikirnya.
Segera Farrel mengemudikan mobilnya setelah menelepon seseorang, dan menyuruh datang kelokasi yang dia kirimkan untuk membawa motor yang dia tabrak ke bengkel langganan nya.
Tentu saja dia menelepon Alan, siapa lagi.
Farrel memasukan kembali ponselnya, berjalan ke arah kemudi dan segera tancap gas. Tak lupa mematikan suara sang vokalis yang masih terdengar kemerduannya.
"Sialan udah gak diperluin gue di matiin " Mungkin begitu kira kira kata tape mobilnya.😂
Sementara di satu tempat berbeda ada yang kesal, setelah berkali kali menelepon sahabat nya malah tambah kesal. Karena orang yang dari tadi dihubungi akhirnya kini akhirnya menghubunginya juga, namun malah memberikan tugas yang menambah beban saja.
" Ahk "
"****, kebiasaan tuh bocah" ketusnya.
"Kerjaan gue udah numpuk gara gara dia, sekarang malah tambah kerjaan lagi " kesal nya sembari merapikan berkas yang terlihat berantakan dimeja kantornya.
" Kekacauan apa lagi yang dia lakukan sekarang "
Memastikan semua nya tertumpuk menjadi satu tumpukan dan berlalu keluar ruangan.
" Pak kita akan meeting 10 menit lagi " ujar Cintya, sekretaris Arya dan juga orang yang selama ini membantu Alan.
" Batalkan saja, ada yang harus aku selesaikan terlebih dahulu " sahutnya kemudian berlalu.
" Tapi Pak, ini klien yang sangat penting "
" Tak ada hal yang penting dari pada ini"
" Sudah sana kembali ke tempatmu, aku tak akan kembali sampai siang nanti "
Alan pun memasuki lift dan pergi dari sana.
Alan, orang kepercayaan Arya, anak yang sudah dianggapnya keluarga. Bagi Alan, Farrel adalah segalanya. Segala yang menjadi keinginan Farrel akan menjadi perintah mutlak untuknya.
Menganggap Farrel adalah adiknya sendiri, semua akan dia berikan jika Farrel mau, bahkan nyawa sekali pun.
Tumbuh bersama Farrel sejak kecil, yang membuat impian nya menjadi kenyataan, impian nya mempunyai seorang adik.
Jiwa nya yang akan menjadi pelindung untuk Farrel, tak heran pria posesif itu sering mendapat teguran karena selalu melindungi Farrel ketika mereka masih duduk di bangku sekolah.
Akan menjadi orang pertama yang berada paling depan jika berkaitan dengan Farrel.
Pernah kehilangan seorang adik membuatnya menjadi over protektif terhadap Farrel, dia tidak ingin merasakan kehilangan lagi.
Alan menghubungi anak buahnya untuk melakukan tugas yang di perintahkan Farrel,
" Apa tadi, dia menabrak seseorang?"
ucapnya kepada pelayan perempuan yang tengah melintas di depannya.
Sang pelayan itu tentu tidak paham apa yang dia ucapkan. Namun mengangguk saja lah daripada semakin memanas. Fikirnya.
" Hem, lakukan dengan benar "
.
.
.
🍁🍁🍁
Mohon maklum jika maaih berantakan, karena aku masih pemula banget banget.
Semoga pada suka karya receh ini.
Salam Geje😚
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!