Aithan Regner Cainio
Namaku Aithan, aku putra ketiga dari Raja Alberth Cainio. Ibuku bernama Viola Cainio. Permaisuri yang begitu setia mendampingi ayahku. Ayahku selalu mengatakan pada dunia bahwa ia sangat mencintai ibuku. Namun aku tahu bahwa selama ini, kamar ayahku tak pernah sepi dengan para selir. Hal itu dianggap wajar karena ayah adalah raja. Ibuku hanya datang ke kamar ayah jika dipanggil. Dunia memang sudah modern namun kerajaan kami selalu memelihara tradisi dan adat istiadat yang telah dibangun sejak leluhurku pertama kali menginjakkan kakinya di daerah ini dan mendirikan sebuah perkampungan dan akhirnya menjadi sebuah kerajaan besar sampai sekarang ini.
Saat ini aku sementara menyelesaikan studi S2 di salah satu universitas yang sangat terkenal di London. Universitas ini adalah tempat kuliahnya para bangsawan, anak konglomerat dan para selebritis dunia. Namun walaupun begitu setiap tahun universitas ini selalu memberikan kesempatan bagi orang-orang yang tak mampu untuk mendapatkan kesempatan untuk belajar di sana. Tentu saja dengan beasiswa penuh, mendapatkan fasilitas asrama yang baik dan uang saku.
Oh ya, selama kuliah di sini, aku menyembunyikan identitas ku sebagai pangeran sebuah kerajaan yang terkaya dan paling makmur di dataran Eropa ini. Aku juga paling malas tampil di muka publik apalagi menghadiri acara-acara kerajaan yang banyak di sorot oleh kamera. Pemberitaan media tentang aku sangat sedikit karena setiap kali melihat wartawan, para pengawal akan langsung menghalangi mereka untuk mengambil gambar ku.
Sebagai anak ketiga, aku bukanlah putra mahkota atau pewaris kerajaan. Itulah sebabnya aku lebih banyak berada di luar istana. Namun setiap liburan, aku harus pulang untuk mengikuti pendidikan militer sebagai seorang pangeran.
Aku belajar hukum dan sejarah. Karena itulah yang aku inginkan. Soal kemampuan otakku jangan diragukan lagi. Aku bisa bahasa Inggris (sebagai bahasa resmi kerajaan ku) Perancis, Mandarin, Arab, Spanyol, sedikit bahasa Turki dan sekarang sementara belajar bahasa Korea. Sebagai pangeran, sejak kecil juga aku sudah diajar berbagai jenis ilmu bela diri.
Aku tinggal di kompleks apartemen mewah dengan tingkat keamanan yang sangat tinggi di kota London ini. Aku punya pengawal pribadi yang orang kenal sebagai sahabat baikku. Namanya Darren. Ia juga menguasai beberapa bahasa. Darren adalah salah satu pasukan khusus kerajaan yang sudah dilatih di militer khusus kerajaan sejak ia berusia 7 tahun. Instingnya sangat kuat menyangkut segala ancaman yang akan melukaiku. Dia juga sangat mahir menembak. Tembakannya tak pernah salah. Dan aku belajar banyak dari padanya. Aku dan Darren sama-sama menyukai basket dan kami menjadi tim bola basket di universitas.
Argani Christabel
Aku Argani. Aku sudah 2 tahun kuliah di universitas London ini. Suatu keajaiban, ketika dua tahun lalu, aku menjadi salah satu dari 5 orang paling beruntung di dunia ini yang memenangkan tes untuk bisa menjadi mahasiswa untuk belajar di salah satu universitas terbaik di dunia sekaligus juga tempat berkuliah nya para kaum bangsawan dan orang-orang dengan tingkat sosial yang tinggi. Makanya tidaklah mengherankan jika di tempat parkir halaman kampus, tidak ada mobil yang tak mewah begitu juga dengan motornya. Di kampus inilah tempat kita bisa menemukan para mahasiswa yang memakai tas, baju dan aksesoris yang berharga puluhan bahkan ratusan juta. Sangat berbeda dengan diriku dan beberapa mahasiswa lainnya yang mendapatkan beasiswa di tempat ini.
Aku adalah anak tunggal. Asal ku dari Bandung. Aku tak pernah mengenal siapa papaku. Karena papa meninggal saat aku masih berusia 1 tahun. Sejak kecil, aku dan mama tinggal di sebuah panti asuhan. Mama salah satu pekerja di sana. Mamaku juga pintar menjahit. Dialah yang menjahit gorden, seprei bahkan baju anak-anak yang ada di panti asuhan.
Aku dan mama bukan hanya tinggal di sana namun aku juga sekolah, bergaul, bermain dan makan apa yang disediakan di sana.
Kebersamaan ku dengan mama berakhir saat usiaku hampir 16 tahun. Mama jatuh sakit. Tak lama, hanya 2 minggu dan mama meninggal. Aku sangat sangat sedih dan sempat berpikir untuk mengahiri hidupku saja. Namun ibu Wulan, sang kepala panti selalu menghibur dan memberikanku semangat.
Sebelum meninggal. Ibu memberikan aku sebuah cincin. Cincin yang sangat indah dengan batu permata berwarna merah. Cincin itu desainnya sederhana, batunya pun tidak besar sehingga sangat cocok di jariku.
Aku lulus saat usiaku belum genap 17 tahun. Lulus sebagai siswa terbaik. Sayangnya mama tak ada. Akhirnya aku mengikuti tes setelah melihat di internet mengenai tawaran beasiswa ini. Aku mengikutinya dan seminggu kemudian aku mendapatkan kabar kalau aku lulus tes.
Awalnya aku tak mau pergi, namun sekali lagi ibu Wulan menasehati ku untuk pergi. Pihak kampus sudah mengirimkan uang tiket. Ibu Wulan dan anak-anak di panti asuhan mengumpulkan uang melalui hasil jualan kue dan uang celengan mereka masing-masing untuk membelikan aku koper dan beberapa baju yang bagus. Aku sungguh terharu dan berjanji dalam hatiku, jika aku sudah sukses maka aku tak akan pernah melupakan mereka.
Darren Smith
Aku adalah pengawal pribadi pangeran Aithan. Aku adalah salah satu pasukan khusus terbaik. Demi menjaga keselamatan pangeran Aithan, aku terpaksa kuliah lagi di tempat ini. Aku tinggal di apartemen yang sama dengan pangeran. Bagiku hidup adalah pengabdian bagi kerajaan. Sebenarnya di samping aku, ada juga 2 orang pengawal khusus yang mengawasi kami dari jauh tanpa sepengetahuan Aithan.
Putri Naysila Beatriks
Aku adalah satu-satunya anak perempuan di keluarga kami. Keluargaku adalah kaum bangsawan terkenal yang memiliki banyak harta kekayaan karena ayahku adalah pengusaha sukses yang memiliki aset di beberapa negara.
Aku pintar, terkenal dan juga menguasai beberapa bahasa. Aku tahu bahwa sebagai kaum bangsawan, aku tak boleh sembarangan bergaul karena aku harus mendapatkan lelaki yang sama derajat dan kedudukannya dengan keluargaku.
**********
Nah, demikianlah perkenalan Tokoh
Semoga suka ya...
Aithan melangkah keluar dari ruang kelasnya. Ia baru saja mengikuti kuliah selama hampir 3 jam.
"Pangeran, apakah kita akan langsung pulang ke apartemen atau masih ada yang hendak pangeran lakukan di sini?" tanya Darren yang juga ikut mata kuliah yang sama. Demi Aithan, Darren kuliah lagi, pada hal ia sudah menyelesaikan studinya di Kerajaan Dives Cain. Dives dalam bahasa Latin artinya kaya sedangkan Cain adalah sapaan nama leluhur Aithan. Artinya Cain yang kaya. Sehingga kerajaan itu bernama Dives Cain.
Leluhur kerajaan Dives berdarah campuran Spanyol dan Cina.
"Kita pulang saja. Aku mau istirahat sebentar sebelum ke lapangan basket." Ujar Aithan.
Darren memang selalu memanggilnya pangeran jika mereka hanya berdua saja. Namun jika mereka ada ditengah banyak orang, Darren memanggil Aithan dengan namanya.
Keduanya pun melangkah menuju ke tempat parkir.
"Pangeran, semalam ada apa? Kenapa saya mendengar kalau nona Gisel marah-marah?"
"Aku putus dengannya."
"Tapi kan dia gadis yang sangat cantik."
"Kamu kan tahu kalau aku sama sekali tak mencintainya. Gisel yang memaksakan hubungan ini. Mana pernah aku menyatakan cinta padanya?"
Darren mengangguk. Di kampus ini, Aithan adalah salah satu cowok yang paling diincar oleh banyak cewek cantik. Di samping Aithan yang adalah mahasiswa terpandai, ia juga tampan dan tentu saja mereka tahu kalau dua mobil yang sering dipakai Aithan adalah mobil mewah yang limited edition. Apalagi Aithan adalah bintang basket di kampus ini.
Saat mereka akan masuk ke dalam mobil, Aithan melihat sebuah foto yang jatuh tak jauh dari mobilnya. Ia memungut foto itu lalu tersenyum. Sebuah foto berukuran 5R
Gadis yang sangat menarik, guman Aithan dalam hati.
"Apa itu pangeran?"
Aithan masuk ke dalam mobil dan memberikan foto itu. "Cantik!" guman Darren lalu mulai menjalankan mobilnya.
Tangan Aithan mengambil kembali foto itu yang diletakan Darren di dashboard mobilnya. Ia membalikan foto itu. Sayangnya tak ada nama ataupun petunjuk lainnya. Aithan menyimpan foto itu di dalam tasnya.
**********
Argani membuka lembar bukunya satu persatu. Ia mencari fotonya. Foto yang akan dikirim olehnya untuk anak-anak di panti asuhan.
Setahun sudah Argani berada di sini dan anak-anak memintanya untuk mengirimkan foto. Sudah ada beberapa foto yang Argani pilih termasuk foto dirinya yang menggunakan kaos putih dengan mantel yang dikirim oleh anak-anak pada saat usianya yang ke-18 dua bulan yang lalu.
Tadi Argani sedang ada di tempat parkir. Ia menunggu Lea, temannya. Mereka satu kelompok dalam tugas yang diberikan oleh dosen. Argani kuliah di jurusan kedokteran. Setelah memberikan hasil analisanya pada Lea, Argani langsung pulang ke asramanya.
Apakah foto itu jatuh? Duh, gimana nih!
Gadis berambut panjang itu menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Ia kemudian membaringkan tubuhnya. Ia ingin istirahat sebentar sebelum akhirnya pergi ke lapangan basket karena akan ada pertandingan antar fakultas sore ini.
**********
Anak-anak fakultas kedokteran duduk di sebelah timur podium. Sementara bermain fakultas kedokteran dan fakultas ilmu pengetahuan dan sejarah.
Mata Argani memandang pria berambut cepak. Dia adalah mahasiswa asal Indonesia juga. Namanya Reza Armando. Sudah lama Argani mengaguminya dalam hati namun tak berani berharap. Reza adalah kakak tingkatnya. Ia adalah anak pengusaha yang sangat terkenal di Indonesia yang memiliki puluhan rumah sakit dan apotik.
"Argani, aku suka dengan Aithan. Kau lihat dia kan? Tampan, seksi dan sangat menarik." Kata Lea yang duduk di sampingnya.
"Kenapa kamu justru mengidolakan pemain basket dari fakultas lain? Coba lihat para pemain di tim kita. Tampan semua kan?"
Lea mengangguk. "Tim kita semuanya tampan. Apalagi kak Reza. Sayangnya mereka semua sudah punya pacar."
"Kak Reza juga?"
"Memangnya kamu nggak tahu kalau kak Reza suka dengan Hilary?"
"Hillary yang di fakultas hukum?"
"Benar."
Argani merasakan ada sesuatu yang sakit dalam hatinya. Hilary adalah pemenang Putri kampus tahun ini. Ia berasal dari Belanda dan merupakan anak salah satu keluarga bangsawan di sana.
Mata Argani memandang Hillary yang duduk di deretan bangku paling depan. Pantas saja gadis itu terlihat begitu bersemangat mendukung fakultas kedokteran. Pasti karena ada Reza di sana.
"Kita hanya bisa mengagumi mereka saja tanpa berani berharap mereka akan menjadi milik kita. Sudah untung kita bisa kuliah di sini." Ujar Lea. Ia juga mahasiswa yang mendapatkan beasiswa seperti Argani. Lea berasal dari Singapura.
Kepala Argani mengangguk setuju. Ia juga tahu diri. Tak mungkin meraih bintang jika tangan tak sampai. Di dunia ini tak ada lagi kisah gadis yang beruntung seperti Cinderella. Karena kisah Cinderella hanyalah sebuah khayalan. Tak mungkin akan menjadi kenyataan. Seorang pria kaya dengan status sosial yang tinggi, tak mungkin akan melirik gadis miskin seperti dirinya.
Dari lapangan basket, Aithan yang baru saja memasukan satu bola ke ring gawang menghentikan tatapannya di deretan bangku para penonton. Kenapa aku seperti melihat gadis di foto itu ya?
***********
"Good morning my Lord!" sapa Tio. Salah satu juru masak kerajaan yang dikirimkan oleh ibunya untuk menyiapkan makanan bagi Aithan. Tio adalah pria asal Perancis, sedikit gemulai. Aithan bahkan sering tertawa jika melihat Tio menari. Badannya gemulai seperti perempuan.
"Good morning, Tio." Aithan membalas sapaan Tio lalu duduk di depan meja makan. Tio langsung menyajikan sarapan bagi sang pangeran.
"Pangeran Aithan, kenapa foto gadis itu masih saja kau taruh di dekat tempat tidurmu?"
"Supaya aku dapat menyapanya sebelum dan sesudah bangun tidur."
"Pangeran kan nggak tahu dia itu siapa. Jangan-jangan dia gadis jahat, yang judes dan serakah."
Aithan tersenyum. "Mamaku selalu mengajarkan padaku, jika hendak menilai karakter seseorang, pandanglah matanya sangat dalam. Karena mata akan memancarkan apa isi hati seseorang."
"Pangeran kan hanya melihat matanya dari foto itu saja. Apakah pangeran jatuh cinta padanya? Foto itu sudah hampir 4 bulan ada di sana."
Aithan menghabiskan susunya. Lalu ia menatap Tio. "Menurutmu apakah orang akan jatuh cinta hanya dengan melihat foto saja?"
"Bahkan ada yang jatuh cinta hanya mendengar suara saja." Ujar Tio dengan wajah yang sangat serius.
"Benarkah?"
"Siapa yang jatuh cinta?" tanya Darren yang baru keluar dari kamarnya.
"Pangeran kita."
"Pada gadis di foto itu?" tebak Darren membuat Tio mengangguk. Daren hanya bisa menggeleng. Ia memang merasa kalau sang pangeran sedikit aneh beberapa bulan ini. Semenjak ia menemukan foto seorang gadis di tempat parkiran, ia tak pernah dekat dengan gadis manapun juga. Ia bahkan sudah mencari keberadaan gadis itu. Memang belum semua fakultas di datanginya. Namun belum juga ada tanda-tanda gadis itu ada.
Selesai sarapan Aithan kembali ke kamarnya. Ia menatap sejenak foto gadis itu. "Hei nona manis, apakah kita dapat bertemu hari ini?" tanyanya sambil mengusap permukaan foto itu yang sudah dimasukannya ke dalam bingkai.
"Apakah kita langsung ke kampus hari ini?" tanya Daren saat mereka sudah berada dalam mobil. Hari ini Aithan ingin menyetir.
"Iya. Tapi aku mau ke fakultas kedokteran dulu. Aku mau menemui Reza untuk membicarakan kegiatan amal untuk korban banjir di Cina. Rencananya, tim basket kampus kita ini akan mengadakan pertandingan amal untuk disumbangkan kepada mereka. Reza kuliah pagi, jadi aku saja yang ke sana. Jadwal kuliahku kan nanti jam 11 siang."
Daren mengangguk. Ia tahu kalau pangeran Aithan memiliki jiwa sosial yang tinggi. Seperti ibunya Permaisyuri Viola.
Reza langsung menyambut kedatangan Aithan dan mengajaknya berbincang di kantin. Keberadaan Reza bersama Aithan banyak mengundang perhatian para mahasiswi yang ada di sana.
Mereka pun menyusun rencana kerja dan Mencapai kata sepakat untuk kegiatan yang dimaksud.
Aithan langsung pamit ke fakultasnya karena ada jadwal kuliah. Daren sedang menunggunya di halaman parkir.
Saat Aithan menyusuri koridor untuk menuju ke tempat parkir, langkahnya terhenti melihat seorang gadis yang duduk di taman kampus sambil membaca buku. Aithan merasakan jantungnya berdebar kencang saat menatap gadis itu agak lama.
Ya Tuhan, dia adalah gadis yang ada di foto itu. Ternyata dia lebih cantik dari fotonya.
Untuk yang pertama, Aithan merasakan hatinya berbunga. Ia begitu menikmati pemandangan indah di depannya, sampai akhirnya Daren datang.
"Pangeran, ayo pergi! Sudah hampir jam 11."
"Daren, gadis itu.....!" tunjuk Aithan dengan dagunya.
Mata Daren terbuka lebar. "Itu kan gadis di foto yang pangeran temukan."
"Ternyata selama ini dia ada di sini. Calon dokter yang manis. Aku ingin sakit supaya bisa dirawat olehnya." Kata Aithan dengan mata yang berbinar. Daren tahu apa arti tatapan itu. Sang pangeran sungguh jatuh cinta.
Aithan berjalan mendekati gadis itu.
"Hai....!" sapa nya saat sudah berdiri di depan gadis itu.
Sang gadis yang sedang membaca, mendongakkan kepalanya.
"Ya?"
Sepasang mata berwarna coklat dengan alis yang tebal dan nampak rapih, dipayungi dengan dengan buku mata yang lentik.
"Boleh kita berkenalan?" tanya Aithan sambil mengulurkan tangannya.
Gadis itu mengerutkan dahinya. Ia nampak bingung namun ia membalas uluran tangan Aithan. "Argani!"
"Aithan!"
"Aku tahu!" ujar Argani sambil menarik tangannya dari genggaman Aithan.
"Kau tahu?"
"Kau pemain basket."
"Oh yang itu..." Aithan lupa kalau salah satu hal yang membuat orang mengenalnya karena dirinya adalah bintang basket.
"Boleh aku duduk di sini?" Tanya Aithan.
"Tentu saja. Bangku ini milik kampus." Jawab Argani membuat Aithan menjadi gemes. Ingin rasanya ia membelai rambut panjang itu.
"Kamu kuliah di sini?" tanya Aithan memulai pembicaraan.
"Ya. Aku mendapatkan beasiswa untuk kuliah di sini." Kata Argani tanpa menyembunyikan keberadaan dirinya. Ia tahu siapa pria yang duduk di sampingnya ini. Ia bahkan lebih kaya dari Reza.
"Apakah aku menganggu mu?"
"Sedikit."
"Oh...." Aithan terkejut dengan jawaban Argani. Biasanya para gadis akan mengatakan kalau mereka senang jika bersama Aithan. Sungguh kali ini berbeda.
"Aku ada ujian siang ini." Kata Argani sambil mengangkat buku tebal yang sejak tadi dibacanya.
"Baiklah. Aku tak akan mengganggumu lagi. Tapi setelah kamu selesai kuliah, bolehkah kita berjumpa lagi?"
Argani menatap Aithan. "Ada keperluan apa?"
"Aku merasa ingin berteman saja denganmu."
Argani tersenyum. Ia berdiri lalu mengambil tas dukungnya dan memakainya.
"Aku pergi dulu ya..." Pamit Argani lalu segera melangkah pergi.
Aithan memandang gadis itu sampai ia menghilang dari pandangannya.
"Pangeran, ini sudah jam 11." Daren mendekat.
"Kita bolos kuliah hari ini, Daren. Mari kita cari tahu gadis bernama Argani ini." ujar Aithan membuat Daren terkejut. Sebegitu kuatlah pesona gadis ini?
**********
Hallo guys, bagaimana tanggapan nya di awal cerita ini? Semoga suka ya? Dukung kami ya? Emak dan Amanda.
Setelah mencari informasi tentang Argani, Aithan dan Daren kembali ke fakultas kedokteran.
"Pangeran, kenapa balik lagi ke sini?" tanya Daren.
"Aku ingin melihat dia. 15 menit lagi jam kuliahnya akan selesai." Kata Aithan sambil turun dari mobilnya. Ia menutup pintu lalu bersandar pada pintu mobil sambil memasukan kedua tangannya di saku celananya. Kacamata hitam yang dipakainya, belum dilepaskan nya dari hidung mancungnya.
Benar saja, tak lama kemudian, nampak rombongan mahasiswa keluar dari arah gedung fakultas kedokteran. Dan di sana ada Argani. Ia nampak sedang berjalan dengan seorang gadis bermata sipit.
Aithan menatap Argani tanpa berkedip. Rambut panjang gadis itu yang melambai-lambai terkena tiupan angin sore membuatnya nampak semakin cantik. Tanpa make up, gadis itu terlihat luar biasa di mata Aithan.
Darren melirik ke arah Aithan. Selama hampir 5 tahun ia menjadi pengawal pribadi pangeran ketiga, ia tak pernah melihat Aithan begitu terpesona menatap seorang gadis.
"Pangeran, apa yang akan kita lakukan selanjutnya?" tanya Darren.
"Pulang ke apartemen."
"Apa?"
"Cukup bagiku melihatnya dari jauh seperti saat ini. Aku belum ingin mendekatinya. Karena aku tak mau ia menganggap aku lelaki yang maniak atau genit."
"Ok." Darren langsung mengikuti langkah sang pangeran menuju ke pelataran parkir.
"Pangeran, dia baru berusia 18 tahun beberapa bulan yang lalu." ujar Darren mengingatkan.
"Memangnya kenapa? Aku kan belum akan melamarnya."
"Apakah dia tak terlalu muda untuk pangeran?"
"Aku sebentar lagi 23 tahun. Kami hanya beda 5 tahun. Cocok kan?"
Darren mengangguk. "Pangeran sungguh jatuh cinta padanya?"
"Dia cantik dalam penampilannya yang sederhana. Dia tetap menarik walau tak menggunakan baju, sepatu dan tas dari merk terkenal. Dan dia akan jadi calon dokter termuda. Bayangkan saja, ia masuk fakultas kedokteran saat usianya belum genap 17 tahun. Belum dua tahun kuliah, ia sudah menyelesaikan 70% mata kuliahnya dengan nilai A+. Aku bisa bayangkan kalau dia akan menjadi dokter saat usianya belum genap 20 tahun. Aku suka gadis yang pintar."
"Dia bukan kaum bangsawan, pangeran."
"Dan aku bukan putra mahkota. Jadi aku dapat memilih pasangan menurut keinginanku sendiri."
Darren hanya bisa menarik napas panjang. Mana berani ia membantah keinginan sang pangeran.
***********
Hujan turun di malam ini. Argani baru saja keluar dari perpustakaan pusat telah hampir empat jam ia ada di sana. Perpustakaan pusat merupakan perpustakaan terbesar di kampus ini. Memang masih-masing fakultas memiliki perpustakaannya sendiri namun buku-buku yang ada hanya terbatas. Namun di perpustakaan pusat, Argani dapat menemukan apa saja yang diinginkan nya termasuk mencari berita-berita yang sudah lama di komputer yang secara gratis sudah disediakan di sana sebanyak 50 unit. Tentu saja hal ini sangat menolong bagi Argani untuk menghemat biaya pulsanya.
Argani berdiri di depan perpustakaan. Bukan cukup deras dan ia bisa basah jika harus menerobos hujan, menuju ke halte bis untuk kembali ke asramanya.
Gadis itu memeluk dirinya sendiri sambil berdoa agar hujan cepat berhenti. Apalagi sekitar kampus mulai sunyi karena ini sudah hampir jam 10 malam.
"Hai.....!"
Argani menoleh mendengar sapaan itu. "Aithan?"
Wajah tampan pria itu tersenyum. "Senang sekali karena kau masih mengingat aku."
"Tentu saja aku masih ingat. Kita bertemu 2 minggu yang lalu kan?"
Aithan mengangguk. 2 minggu ia hanya bisa menatap Argani dari jauh sambil melihat keseharian gadis itu. Satu yang membuat Aithan senang, Argani suka sekali membaca. Dan ia akan menghabiskan waktunya berjam-jam di perpustakaan. Seperti juga hari ini. Aithan yang sedang mencari sesuatu di perpustakaan pusat ini, menjadi bersemangat saat melihat Argani sedang duduk di sudut ruangan. Dia bahkan rela menunggu selama berjam-jam dan Aithan bersyukur atas turunnya hujan malam ini.
"2 minggu waktu yang cukup lama."
Argani tersenyum. "Aku tak akan mudah melupakan orang yang sudah bertemu denganku. Apalagi kamu cukup familiar di kampus ini."
"Ah, aku jadi tersanjung."
Argani terkekeh. Dan hati Aithan bagaikan di penuhi dengan bunga-bunga saat melihat wajah Argani yang tertawa kecil. Sungguh menggemaskan.
"Hujan nampaknya tak mau berhenti. Kau mau pulang bersamaku? Aku bawa payung dan mobil."
"Tidak. Terima kasih. Aku tak mau merepotkan mu."
"Aku tak merasa direpotkan. Lagi pula tak baik meninggalkan mu sendiri di sini. Di perpustakaan ini kurang aman karena letaknya yang agak jauh dari gedung-gedung yang lain."
Argani mengangguk setuju. Perpustakaan pusat ini memang letaknya paling belakang.
Namun ia tetap tak mau pergi bersama Aithan. Ia tak mengenal pria ini secara baik.
"Kau takut pergi denganku?" tanya Aithan.
"Bu...bukan." Argani buru-buru menggeleng.
"Aku bukan orang jahat atau lelaki nakal yang berusaha mengambil keuntungan dari seorang gadis yang terjebak hujan."
Argani merasa tak enak. "Baiklah."
Aithan jadi senang. Ia langsung membuka payung yang ada di tangannya. "Ayo kita pergi!"
Keduanya berjalan bersisian menerobos hujan yang semakin keras saja turunnya.
Ketika melewati jalan yang berair, Argani hampir saja terpeleset. Untung saja Aithan dengan cepat menahan pinggangnya sehingga gadis itu tak terjatuh.
"Terima kasih." Ujar Argani dengan jantung yang berdebar. Ia dapat merasakan kalau tadi wajah mereka sangat dekat.
"Sama-sama" Duh ingin rasanya aku memeluk dia lebih lama.
Aithan membuka pintu mobil bagi Argani setelah itu ia pun berputar dan naik dari pintu sebelah kiri mobil.
"Asramanya yang mana?" tanya Aithan, membuka pembicaraan pada hal ia sudah tahu dimana Argani tinggal.
"Di asrama putri Rose." jawab Argani sambil melipat kedua tangannya di depan dada.
"Kau merasa kedinginan?" tanya Aithan. Ia menambah pemanas dalam mobilnya.
"Lumayan. Hujannya sangat deras."
Terima kasih hujan, kau membuatku bisa dekat dengannya. Guman Aithan dalam hati.
Mereka pun tiba di depan asrama Ros. Asrama ini ada beranda depannya sehingga Argani tak perlu memakai payung saat turun.
"Terima kasih ya, Aithan. Selamat malam." kata Argani sambil membuka sabuk pengamannya.
"Selamat malam juga, Argani."
Gadis itu turun. Ia menutup kembali pintu mobil sambil melambaikan tangannya. Setelah mobil Aithan pergi, ia pun melangkah masuk ke dalam asrama. Kamarnya ada di lantai dua.
"Argani.....!" Lea teman seangkatannya memanggil dia. Kamar Lea memang tepat berada di depan kamar Argani.
"Ada apa?" tanya Argani sambil membuka pintu kamarnya.
"Kamu sudah baca pengumuman di website universitas kita?" tanya Lea sambil ikut masuk ke dalam kamar bersama Argani.
"Belum."
"Kamu adalah salah satu mahasiswa yang akan berangkat ke Cina untuk misi kemanusiaan mewakili universitas kita."
Mata Argani membulat. "Benarkah? Kamu nggak bohong kan?"
"Nggaklah."
"Wah, akhirnya. Aku bisa pergi Ke Cina. Berapa orang yang akan berangkat?"
"7 orang mahasiswa dan 1 orang dosen pendamping. 5 mahasiswa lainnya berasal dari fakultas kedokteran. 3 lainnya berasal dari fakultas lain. Ketua rombongannya adalah Aithan Cainio." Lea terlihat begitu bersemangat. "Andai saja aku salah satu mahasiswa yang pergi ya..."
"Tadi dia mengantarku pulang."
Lea terkejut. "Pulang ke sini?"
"Iya. Dia juga kayaknya dari perpustakaan. Kami sama-sama menunggu hujan reda. Lalu ia menawariku pulang bersama. Karena aku juga sudah kedinginan dan lapar, jadilah aku setuju saja."
"Ah....Argani. kamu beruntung sekali memiliki kesempatan bersama Aithan. Eh, bagaimana dia? Maksudku pribadinya?"
"Kelihatannya baik, tak sombong dan sangat suka menolong kayaknya."
"Dia memang terlihat tak sombong meskipun yang aku tahu kalau dia adalah salah satu anak bilioner. Itu yang membuat aku kagum padanya. Tak seperti anak orang kaya lainnya yang memilih teman hanya dari kalangan mereka saja. Aku pernah melihat, Aithan duduk dengan salah satu pembersih taman kampus dan asyik ngobrol tanpa ada batas."
"Kau suka dengannya?"
"Hanya sekedar kagum saja." Kata Lea. "Tak berani berharap karena itu akan sia-sia saja. Bagaikan pungguk merindukan bulan."
Argani hanya tersenyum. Dia ingat tadi bagaimana saat dirinya hampir jatuh dan dipeluk oleh Aithan. Tubuh cowok itu sangat harum. Pasti minyak wangi yang dipakainya pun sangat mahal. Namun ada sesuatu, dari tatapan mata cowok itu yang membuat Argani bertanya-tanya dalam hatinya. Mata Aithan seperti memancarkan cahaya cinta. Tapi itu tak mungkin. Argani tak mau melambung terlalu jauh.
**********
Di apartemen nya, Aithan baru saja selesai mandi. Ia sudah menggunakan kaos oblong dan celana hitam rumahan. Baju yang biasa ia pakai saat tidur.
Aithan duduk di tepi tempat tidur. Memandang foto Argani yang selalu ia letakan di sana. Tangannya menyentuh foto itu. "Akhirnya kita bisa bertemu, cantik. Aku ingin agar kau menjadi milikku. Aku harap kau mempunyai rasa untukku. Selamat malam, cantik." Aithan meletakan foto itu di dadanya saat ia sudah membaringkan tubuhnya.
Satu jam kemudian.....
Daren masuk ke kamar Aithan. Ia melihat kalau pangeran itu sudah tertidur sambil memeluk foto Argani. Setelah mengambil foto itu dan meletakkannya kembali ke atas nakas, Daren langsung keluar.
"Pangeran sudah tidur?" tanya Tio.
"Iya."
"Dan memeluk foto gadis itu lagi?"
Daren tersenyum. "Sepertinya ia tak bisa tidur tanpa memeluk foto itu. Hari ini saja aku dibuat pusing oleh pangeran karena harus mengatur para mahasiswa yang akan berangkat ke Cina. Dan Argani harus jadi salah satunya. Pada hal kan yang akan berangkat semuanya para donatur yang notabene adalah anak-anak orang kaya."
Tio menarik napas panjang. "Pangeran sepertinya sedang jatuh cinta. Bagaimana jika gadis itu ternyata menyambut cintanya?"
Daren menatap Tio sambil melipat tangannya di depan dada dan menyandarkan punggungnya di sandaran sofa. "Permaisuri pasti akan marah pada kita. Namun, kita tak punya hak untuk melarang pangeran jatuh cinta."
"Bagaimana jika misi mereka memang terjadi?"
Daren menggeleng. "Mungkin aku harus menyingkirkan gadis itu. Namun, pangeran sangat jatuh cinta kali ini."
Tio menepuk pundak Daren. "Pokoknya jangan sampai mereka serius pacaran dan sulit untuk dipisahkan."
Daren hanya mengangguk. Ia sungguh terbeban dengan tugas ini.
**********
Makasi sudah baca part ini.
Misi apakah yang harus Darren laksanakan?
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!