NovelToon NovelToon

Cinta Untuk Hira Arinta

Pulang

Hira menghela napas berulang kali agar detak jantungnya kembali berjalan berirama, sosok ini masih berdiri di depan rumah yang selalu tempat ia pulang.

"Non Hira....kemana aja kok baru sekarang pulang." Seorang keluar rumah untuk membuka pintu pagar untuk pemiliknya.

"Bibi.... aku kangen...sehatkan ga kurang satupun setelah aku pergi." Hira tidak menjawab pertanyaan Bi Ina namun menanyakan balik kabar perempuan paruh baya itu.

"Non dimana selama ini...Bibi takut mau nanya ke Bapak atau Ibu...tapi Bibi senang Non Hira akhirnya pulang."

Hira Arinta menarik nafas dalam-dalam sebelum bertemu dengan kedua orang tuanya, banyak yang berubah dari rumah ini, setelah tiga setengah tahun ia meninggalkan rumah yang penuh kenangan ini.

"Siapa yang datang Bi? " Sosok pria tinggi tegap berjalan menuju ruang tamu keluarga ini.

"Ini tuan...Non Hira...Bibi balik ke dapur dulu." Ni Ina merasa sungkan ketika Hira bertemu kembali dengan sosok ayahnya.

"Mau apa kau ke sini?" Ucap Johan Siregar dengan garangnya.

"Bapak aku cuma mau kasih undangan wisuda...Aku mau bapak dan mamak datang di acara wisuda aku." Hira memberikan undangan wisuda untuk kedua orang tuanya.

"Aku ga sudi datang ke sana....kau tahu kan? alasan aku dan mamak mu untuk tidak pergi ke sana."

"Tapi Pak...aku mohon...tiga tahun setengah kuliah tanpa uang dari kalian....aku ingin melihat bapak dan Mamak hadir di acara aku." Ucap Hira sekuat tenaga menahan air matanya setelah mendengar penolakan ayahnya.

"Jadi kau ingin membanggakan diri...kuliah tanpa biaya dari kami....Aku curiga kau dapatkan uang dari mana kuliah selama itu....jadi wanita simpanan iya." Suara lantang itu kembali mengelegar di ruang tamu rumah ini.

"Bapak.....Aku tidak serendah itu....Bapak boleh meragukan aku tapi pegangan hidup aku tuhan....aku takut dosa."

Johan meneliti dari atas hingga ke bawah anak perempuannya, banyak yang berubah dari putri kesayangannya dari gaya rambut hingga cara berpakaiannya.

"Dengar... aku tidak akan pernah datang ke acara wisuda mu....ini sudah pilihan mu tiga tahun lalu." Johan melempar dengan asal undangan yang diberikan Hira kepadanya.

Hati Hira mencolos melihat undangan itu tepat di bawah kakinya, se hina itukah pilihannya tiga tahun lalu.

"Siapa yang datang pak?" Ratna yang mendengar suami berbicara lantang langsung keluar dari kamarnya.

"Boru....anak Mamak...Hira Arinta." Ratna yang ingin memeluk anaknya di tahan oleh Johan agar tidak mendekati Hira.

"Kau pergi dari sini...anak yang aku besarkan tidak berguna." Johan menarik kasar tangan sang istri meninggalkan Hira.

Hira mengambil kembali undangan wisuda yang belum di lihat oleh ibunya, Sebegitu murka itukah ayahnya dengan pilihannya tiga tahun lalu.

Hira meninggalkan rumah dengan gerimis di hatinya, melihat ibunya di tarik paksa oleh Johan menambah luka.

"Boru....tunggu mamak di tempat biasa...Mamak tunggu bapak mu pergi kerja dulu."

Bunyi ponsel Hira menandakan satu pesan masuk, dirinya mencoba tersenyum kala sang ibu tidak pernah melupakannya.

Hira optimis jika suatu hari Ayahnya akan bangga dengan pilihannya ini. Hira berdoa selalu agar hati ayahnya melembut dan menerima pilihannya ini.

Menuju motor yang terparkir di luar pagar rumahnya, Hira kembali memakai helm dan menuju tempat biasa ibunya menemuinya.

Dengan susah payah ia menghapus air mata yang merembes keluar tanpa komando, Hira kembali teringat ucapan ayahnya mengatakan bahwa ia anak tidak berguna.

Selama tiga tahun setengah Hira mengandalkan beasiswa yang diperolehnya akibat otak cemerlangnya, Ibunya selalu mengirim uang melalui teman sesama guru. Karena takut ayahnya mengetahui jika Ratna selalu memberi uang untuk Hira.

Setengah jam kemudian ibunya datang di antar ojek online, Ratna menenteng paper bag besar untuk masuk ke sebuah panti.

"Boru...." Ratna langsung memeluk Hira yang duduk di kursi taman panti tersebut.

"Mamak....aku kangen....Mamak kok bisa lolos dari pak Johan." tidak ada nada kesedihan yang dikeluarkan oleh Hira, ia tidak ingin ibunya kepikiran tentang ucapan ayahnya tadi.

"Bapak kamu ada agenda pertemuan dengan bapak gubernur...sejak menjadi kepala dinas semakin banyak kerjaan dia." Keluh Ratna menceritakan aktivitas sang suami.

Hira memeluk wanita yang melahirkannya dua puluh satu tahun lalu, Ratna juga memeluk erat tubuh anak perempuannya.

"Walaupun Mamak tidak bisa datang karena larangan bapak kamu....Mamak kasih hadiah ini aja untuk kamu pakai ini ya....Mamak bangga kamu akan menjadi sarjana." Ratna mengeluarkan sebuah kain songket untuk bisa dipakai anaknya nanti.

"Kamu minta junior kamu untuk merekam ketika kamu naik ke panggung ketika memindahkan tali jambulnya." Ratna melihat undangan wisuda yang akan diberikan kepada dirinya dan Johan.

Ratna melihat tanggal wisuda Hira bertepatan dengan ponakan Johan mengadakan pernikahan di Medan. Hatinya ingin sekali mengatakan kepada Hira untuk ikut bersama rombongan keluarganya, Kendati Johan sudah mewanti-wanti tidak perlu Hira ikut karena dia tidak di akui lagi dalam keluarga Johan Siregar.

"Kamu jaga kesehatan...Mamak akan berusaha meluluhkan hati bapak kamu....dia sebenarnya belum bisa menerima pilihan kamu... bapak beberapa kali pernah bertanya bagaimana kuliah kamu....jadi jangan berkecil hati ya Boru." Ratna mencoba membesarkan hati anak perempuannya ini.

"Terima kasih Mamak tidak meninggalkan aku....Abang juga sering nanya kabar aku dan ngasih uang kalau aku butuh untuk praktek." Hira kembali memeluk wanita yang masih cantik di usianya lima puluh tahun ini.

Ratna dan Hira masuk ke panti untuk mengunjungi para penghuni yang belum beruntung seperti Hira, Ratna dan Hira kerap memberikan sumbangan untuk sanitasi panti ini.

Keduanya larut menikmati waktu berdua bersama para penghuni yang selalu menunggu kedatangan Hira dan Ratna.

Di jalan yang salah

Hari ini Hira harus menyelesaikan penyerahan dokumen untuk wisuda bagian birokrasi universitas. Hira ditemani oleh Sakura yang juga sama menyerahkan dokumen wisuda.

"Butet lu kenapa lesu gitu....belum makan ya." Ucap Sakura yang menelisik wajah Hira yang pucat.

"Ga ada....mungkin kurang tidur....Aku kan kerja belum lagi menyiapkan berkas untuk wisuda." Hira menyadari kalau tubuhnya mudah lelah sekarang ini.

"Ya udah kita pergi makan tempat yang baru....aku dapat rekomendasi dari anak teknik mesin." Sakura menarik tangan Hira untuk pergi makan siang.

Kali ini Sakura yang membawa motor Hira, Motor miliknya berada di rumah Andromeda, sehingga Sakura yang membawa motor milik Hira.

"Bunga Sakura kita mau kemana? perasaan bukan tempat biasa kita makan deh." Hira melihat jalan asing yang tidak pernah ia lewati bersama dengan Sakura.

"Lu tenang aja ya...kemaren aku makan siang di tempat yang murah meriah tapi enak di jamin lu nanti ketagihan." Cerocos Sakura melajukan motor dengan kecepatan sedang.

Perasaan Hira mulai tidak enak, keduanya melalui kawasan daerah militer, bagi warga sipil untuk masuk ke daerah militer sangat dilarang.

"Bunga lu yakin....kalau kita masuk daerah Kompi ini? emang ga ada jalan lain." Sakura sejak dulu sudah tahu jalan-jalan tikus untuk mempercepat perjalanannya.

"Lu tenang aja ya..jangan kelihatan cemas...nanti prajurit di sini bisa curiga." Masuk dari sisi kiri Kompi, Sakura melajukan motornya dengan kecepatan sedang.

Sakura tidak melihat wajah pucat pasi Hira yang tidak pernah masuk daerah militer ini, baginya Sakura melewati daerah ini sudah makanannya sehari-hari.

"Masih jauh lagi? perasaan aku ga enak ni Nga." Hira mengusap pelipisnya yang mengeluarkan keringat dingin.

"Lu ah...parno-an gitu...Aku udah tiap hari lewat sini." Sakura membelokkan arah motor menuju persimpangan keluar dari daerah militer itu.

Motor Hira bukanlah motor matic melainkan motor Honda S90, motor ini hadiah dari ayahnya ketika dirinya berumur tujuh belas tahun.

Sakura sangat menyukai motor milik Hira ini, menggendari motor jadul ini seperti oase di padang gurun.

"Nga.....Nga....Bunga Sakura....lihat ada prajurit yang jaga di sana....apa juga aku bilang." Hira Histeris di atas motor, karena melihat dua orang prajurit yang berjaga di pintu keluar sambil menghadang mereka.

"Lu jangan panikan gitu....biar aku aja yang bicara dengan tu bapak-bapak." Sakura memperlambat laju motornya.

"Selamat siang." Prajurit yang menjaga pintu gerbang tersebut menghentikan laju motor Sakura.

"Siang Pak."

"Anda tahu kenapa saya berhentikan."

"Tahu pak...masuk daerah terlarang kawasan Militer."

"Kamu sudah tahu tapi kenapa masuk kawasan militer....saya kasih tahu jika warga sipil dilarang masuk daerah kawasan militer ini."

"Tadi kakak ipar saya menyuruh mengantarkan kue untuk kakak dia.... Bapak Bintang Aditya dinas sini." Bohong Sakura dengan lancar tanpa hambatan.

"Kamu jangan ngaku-ngaku punya saudara...karena sudah ke tangkap basah....ayo ikut saya dulu ke pos." Prajurit yang bernama Ibnu itu mengambil kunci motor milik Hira dan mengarahkan menuju pos jaga.

Sakura dan Hira dengan pasrah mereka di giring ke pos jaga TNI itu, wajah Hira di tekuk karena apa yang dipikirkannya terjadi.

"Mana kartu pengenal anda."

"Untuk apa pak? Saya asli warga Surabaya...lihat nih wajah saya...asli Jawa kan?"

"Saya cuma mau lihat tanda pengenal kamu....jangan melawan.... kooperatif."

Dengan berat Sakura mengeluarkan kartu pengenalnya yang selalu dibawanya kemana-mana.

"Punya kamu mana?" Prajurit itu menunjuk Hira yang duduk menunduk di samping Sakura.

"Bapak ganteng...yang bawa motor saya...kenapa teman saya juga harus di periksa juga."

"Kamu kok nyolot gitu kalau saya tanya....udah tahu melanggar gayanya selangit....kalian berdua ikut saya." Prajurit yang sejak tadi menyimak percakapan Sakura dengan Ibnu langsung mengarahkan mengikuti masuk ke kantor.

"Bunga....bagaimana ini....aku takut berurusan dengan aparat....kalau tahu pak Johan aku bisa di gantung di pohon jambu belakang rumah." Hira menarik tangan Sakura untuk mensejajarkan langkahnya.

"Lu tenang aja....ini orang ga percayaan...kalau kakak Mbak Medina dinas di sini...eh...eh lu kok kayak mayat hidup sih....kurang darah nih bocah." Sakura menyadari wajah Hira pucat pasi.

"Masuk...tunggu sini saya mau panggil komandan dulu." Prajurit itu meninggalkan keduanya di kursi tamu ruangan itu.

"Lu minum dulu nih....kebiasaan kalau belum makan siang udah seperti gesper hantu cilik." Sakura menyerahkan air kemasan yang terletak di atas meja tamu itu.

Derap langkah terdengar masuk ke ruangan tersebut, Aura seperti pelanggar hukum mau di adili oleh hakim.

"Nga...Bunga Sakura...aku kok sakit perut ya habis minum air ini."

"Lu ga baca bismillah kali."

Seorang laki-laki keluar dari ruang berbeda mengikuti langkah Prajurit yang mengatakan jika ada warga sipil mengenalnya.

"Sakura." Pria itu melihat adik ipar Medina di kantornya.

"Mas Adit." Sakura berdiri untuk bersalaman.

"Apa aku bilang...saya mengenal komandan bapak....main garing aja." Ucap Sakura kepada Prajurit yang membawanya bertemu Aditya.

"Ada apa ini...kenapa adik ipar saya bisa di sini."

"Begini Ndan...tadi Mbak ini nyolot kalau katanya dia Habis bertemu dengan kakak dari kakak iparnya...saya ga percaya dengan dia....banyak warga sipil masuk kesini demi lihat prajurit."

Aditya menyuruh meninggalkan ketiganya, biarkan dirinya yang mengurus Sakura yang di hadang di pos jaga.

"Kamu kok bisa di hadang....biasa bisa lolos."

"Aku ga konsentrasi tadi...si Butet dari tadi cerewet Mulu....biasanya kan pergi sendiri atau dengan Abang Andro."

"Butet?" Dahi Aditya berkerinyit mendengar ocehan adik ipar dari Medina adik kandungnya.

"Oh aku sampai lupa mengenalkan teman aku." Sakura menoleh ke arah Hira untuk memperkenalkan diri dengan Aditya, rasanya tidak sopan mengenalkan teman dari jaman SMA yang kerjaannya cabut melulu.

"Butet.. kenalin ini kakak ipar Abang Andro...kakak Mbak Medina...Mas Aditya."

"Kalimat elu kepanjangan mumet kepala aku...mana perut juga sakit."

Aditya melihat interaksi keduanya, Sakura yang membawa temannya tidak pernah sekalipun Aditya lihat sebelumnya.

"nih komandan mau kenalan sama lu...udah nunggu dari tadi." Aditya langsung mendelik mendengar ucapan Sakura, sejak kapan ia ingin berkenalan dengan perempuan yang bernama Butet ini.

Hira sejak tadi menunduk karena menahan sakit perut entah karena apa, menegakkan kepalanya ingin tahu siapa yang dibicarakan Sakura.

"Kenalin nih Mas....namanya Hira Arinta Siregar...anak Medan...horas." Sakura mengarahkan tangan Aditya untuk bersalaman dengan Hira.

"Kenalkan saya komandan di kompi ini... Bintang Aditya Prawira."

Hira kurang fokus dengan pria yang dihadapannya ini, suara Sakura dan pria mendayu-dayu seperti menyanyikan lagu pengantar tidur.

"Bunga Sakura....aku......" Hira pingsan menjatuhkan tubuhnya ke arah Sakura.

Duh...kok seperti ini ya pertemuan pertama Hira dengan Aditya ya.

kamu butuh sesuatu?

Aditya PoV

Aku baru pindah tugas ke Surabaya setelah kenaikan pangkat menjadi letnan di umurku tiga puluh lima tahun ini. Sebelumnya aku di tugaskan di daerah Manado sebagai kepala pelatihan khusus.

Sejak kepulangan ku dari Amerika setelah menyelesaikan pendidikan militer di sana selama satu tahun setengah. Sebelum ini aku berdinas di kota Manado selama satu tahun, lalu di pindahkan ke kota Surabaya untuk menjadi komandan satuan komando daerah militer.

Hari ini sudah satu bulan aku bertugas di kantor baru ku, setelah kenaikan pangkat ini pekerjaaan ku semakin bertambah di kawasan daerah militer yang aku pinpim pun jangkauannya lebih luas.

tok...tok..tok..

"Masuk" Aku yang sedang memeriksa dokumen prajurit yang akan melakukan latihan gabungan dihentikan suara ketukan pintu.

"Permisi Komandan....lapor ada yang menunggu komandan di luar....katanya mengenal komandan... ini kartu tanda pengenal nya." Sertu Joko masuk menjelaskan maksud kedatangannya menemui ke ruangan aku.

Aku melihat kartu tanda pengenal yang diserahkan Joko, tertulis disana pemilik kartu ini "Sakura Arinda D" Aku lihat foto kartu pemilik kartu ini, benar ini adik ipar Medina adik ku.

"Dimana dia sekarang?"

"Siap....mereka menunggu di luar komandan."

Aku mengernyit pernyataan yang dilontarkan Sertu Joko ini, Aku hanya melihat dan membaca cuma satu kartu tanda pengenal yaitu Sakura.

Aku keluar menemui Sakura, dia memang sering ke sini dengan Andro dan Medina jika adik ku mengantarkan kue atau masakan yang berlebih di rumah mereka untuk aku makan bersama Kihana putriku.

"Sakura"

Adik Andromeda menoleh mendengar suaraku memanggil namanya. Namun, dia tidak sendiri ada perempuan yang memegang perutnya entah karena apa.

"Mas Aditya." Sakura berdiri dan menyalami punggung tanganku.

Aku berbicara kepada Joko untuk meninggalkan kami bertiga, Aku ingin tahu kenapa Sakura bisa tertangkap prajurit yang berjaga di gerbang Utara.

Dia asyik berceloteh membicarakan kenapa ia bisa tertangkap sampai lupa memperkenalkan teman yang pergi bersamanya.

Aku berinisiatif untuk berkenalan terlebih dahulu, sepertinya perempuan di samping Sakura ini pemalu.

"Butet...Mas Aditya mau kenalan....dia komandan di kompi ini." Aku terngaga mendengar ucapan Sakura ini, sejak kapan aku meminta dia memperkenalkan aku dengan perempuan di sampingnya ini.

"Kenalkan saya komandan di sini... Bintang Aditya Prawira." Aku mengarahkan tangan ku untuk bersalaman dengan perempuan yang bernama Butet ini, lucu juga namanya seperti panggilan perempuan suku Batak.

"Dia Hira Arinta Siregar anak Medan...Horas." Sakura menanggapi perkenalanku kepada temannya yang ternyata bernama Hira.

"Nga....Bunga Sakura...Aku" Dia mengangkat kepalanya melihat ke arah Sakura, dari tempat aku duduk bisa melihat wajah perempuan ini pucat pasi.

Sakura menoleh ke arah perempuan yang bernama Hira ini, belum sempat ia menanggapi ucapan Hira. Perempuan ini terlebih dahulu sudah merobohkan tubuhnya ke arah Sakura.

"Aduh malah pingsan si Butet.....tadi katanya mau makan....ah lu payah sih belum juga kenalan dengan cowok udah pingsan." cerocos Sakura memperbaiki tubuh Hira yang menimpa sebagian tubuh Sakura.

"Mas Aditya bantu aku....Si Butet ini kalau pingsan bisa dua kali lipat berat badannya." Sakura meminta aku untuk memopong tubuh temannya ini.

"Mas ga berani...Kamu aja ya....kamu kuat untuk bawa teman kamu ini ke klinik." Aku sungkan untuk mengendong tubuh teman Sakura yang bernama Hira Arinta ini.

"Ya elah....Mas seperti ga pernah gendong perempuan aja.....ini darurat Mas...aku kalau lapar ga ada tenaga..Mas aku minta tolong bantu si Butet ini."

Aku menimbang untuk mengendong tubuh perempuan ini, niat awalnya adalah menolong semoga niat yang baik tidak berbuat dosa karena bersentuhan dengan lawan jenis pikirku.

Sakura mencoba memperbaiki tubuh Hira dan beranjak agar aku lebih mudah untuk mengendong tubuh perempuan ini.

Aku langsung mengendong tubuh perempuan ini, aku letakkan tangannya di leherku agar memudahkan untuk membawanya ke klinik. Satu terlintas dalam pikiran aku kenapa tangan perempuan ini seperti rasa es.

Tiba di ruangan klinik, aku merebahkan tubuh Hira di tempat tidur di ruangan klinik ini. Aku bisa melihat dengan secara dekat wajah perempuan ini, halus dan putih bersih tidak banyak bahan merkuri yang menempel pada wajahnya.

"Dokter saya minta tolong periksa teman saya ini...tadi dia pingsan di ruang depan." Sakura dengan wajah paniknya memberitahu Dokter jaga yang berada di klinik ini.

"Sebentar ya Mbak....saya periksa dulu teman Mbak." Dengan sigap dokter tentara itu mengambil alatnya.

"Siang komandan...permisi saya mau periksa teman Mbak ini dulu." Dokter Andika yang juga tentara menyuruh aku untuk beranjak agar memudahkan dia memeriksa Hira.

Kurang sepuluh menit dokter Andika menuju mejanya dan mengajak Sakura dan Aku untuk mendengar penjelasannya dengan kondisi Hira.

"Maaf Mbak siapa namanya...saya Serda dokter Andika... dokter tentara yang bertugas sebagai dokter klinik di sini."

"Saya Sakura Mas...ehh..Bapak dan teman saya yang pingsan itu namanya Hira Arinta."

"Baiklah saya akan menjelaskan kondisi teman Mbak Sakura saat ini....Mbak Hira sepertinya asam lambung naik akibat stress...Tekanan darahnya juga rendah...mungkin saja teman Mbak Sakura ini juga mengalami kelelahan." jelas dokter Andika panjang lebar, aku hanya menyimak penjelasan atas kondisi Hira.

"Butet....Butet...udah berapa kali aku ingatkan untuk makan tepat waktu...akhirnya lu tumbang juga." Sakura mengacak rambutnya setelah mendengar penjelasan dokter Andika.

"Anak Medan ternyata teman Mbak Sakura....saya yakin pasti dia kerja lalu lupa untuk makan....saya akan meresepkan obat untuk teman Mbak agar bisa di tembus ke apotik klinik ini." Dokter Andika dengan guyonannya menulis resep agar Sakura tebus di apotik.

"Kamu pake kartu Mas....bilang Komandan Bintang Aditya Prawira menebus obat ini ke pegawai klinik." Aku menyerahkan kartu jaminan kesehatan agar memudahkan Sakura mendapatkan obat yang telah diresepkan dokter Andika tadi.

"Aduh makasih ya Mas Adit...aku doa in makin banyak rezekinya...semakin dekat juga jodohnya ibu untuk dedek Kihana." Dia mengambil kartu milikku dan keluar dari ruangan pemeriksa ini.

Aku tidak habis pikir kelakuan Adik ipar Medina ini, Kakak dan adik sama-sama absurd. Aku heran Medina bisa bertahan dengan sikap Andromeda humoris itu dan itu turun kepada adik perempuannya Sakura.

Aku berjalan ke arah ranjang Hira untuk melihat kondisi perempuan itu, tubuhnya yang tinggi sama dengan Sakura dan memiliki kulit kuning Langsat. Aku melihat dia memiliki alis mata yang tebal dan kelopak mata yang besar, hidung yang mancung segitiga.

Dia sepertinya membuka mata perlahan-lahan, bola mata berwarna coklat terang itu langsung bertemu dengan mata ku. Ternyata dia memiliki mata yang tajam di tambah dengan warna matanya yang coklat terang.

"Kenalkan saya Bintang Aditya Prawira.... kakak dari kakak ipar Sakura....kamu udah merasa baikan?" Tanya ku saat ia mencoba melihat keberadaan sosok Sakura.

"Bunga....mana....Aku kok di tinggal....aduh...bunga kok jahat sih...udah tadi di hadang... sekarang di tinggal." Dia tidak menjawab pertanyaan ku, sudah dua kali aku memperkenalkan diri namun dia tidak menghiraukannya.

"Dia lagi menebus obat untuk kamu...saya permisi dulu." Sepertinya dia tidak nyaman dengan keberadaan aku bersama dia di ruangan ini.

"Tunggu Om....aku....mau ke toilet...bisa bantu aku tunjukan dimana toiletnya." Aku berbalik sambil melongo mendengar panggilan dia terhadapku.

Aku menelisik sosok Hira Arinta Siregar ini yang katanya teman Sakura sejak SMA, bisa aku perkirakan kalau umurnya masih dua puluh satu tahun. Aku tahun ini tiga puluh lima tahun berarti empat belas tahun jarak umur kami, bukan rentangan jaraknya tidak terlalu jauh pikir ku.

"Ayo ikut saya...toilet sebelah sini." Aku menunjuk toilet di balik sekat ruangan ini.

Sepertinya Hira kesusahan untuk turun dari tempat tidur. "Jika kamu kesusahan bisakan untuk meminta tolong...atau kamu elergi dengan sentuhan lawan jenis." Ucapku setelah mengabaikan uluran tangan ku, Aku tersinggung dengan penolakan dia seperti elergi dengan lawan jenis.

Dia dengan ragu menerima uluran tangan ku, dengan sigap aku memapahnya untuk ke toilet agar bisa menuntaskan keinginannya.

Setelah dia masuk ke toilet, aku meraba tangan bekas di pegang oleh Hira, tekstur tangan perempuan ini kasar seperti perempuan pekerja keras. Berbeda dengan tangan perempuan yang pernah aku pegang Mama, Medina dan Almarhum istriku Olivia.

"Om Tentara....aku boleh minta tolong....ambil tas aku." Kepala Hira muncul di balik pintu toilet ruangan ini.

Ya Tuhan sabarlah hamba menghadapi perempuan satu ini, dia satu-satunya memanggil diriku dengan Om.

"Tas kamu sepertinya ketinggalan di ruang depan tadi...Mungkin Sakura membereskan tas kamu dulu baru ke sini."

"Aduh gimana ini.....nanti bisa merembes...mana aku ga bawa cadangan lagi....ini gara-gara si Bunga Sakura...sial aku nya." Dia menggerutu karena tidak ada sosok temannya di ruangan ini.

"Kamu butuh apa...mungkin saya bisa bantu."

Dia melihat lama ke arah aku, seperti menimbang meminta sesuatu seperti Kihana meminta ingin pergi jalan-jalan pada hari weekend.

"Om....aku butuh pembalut....aku lagi datang bulan....si Bunga kemana....ponsel aku ada di dalam tas." Mata ku membesar mendengar ucapannya, dimana aku bisa menemukan benda itu untuk teman Sakura ini.

####

gimana ini komandan....warga sipil butuh bantuan mu....seperti aku butuh bantuan pembaca Cinta untuk Hira Arinta meninggalkan jejak vote like dan komentar agar bisa menambah amunisi kesabaran Komandan Bintang Aditya Prawira menghadapi Hira Arinta Siregar. love sekampung semuanya💙

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!