Dengan perasaan yang bercampur aduk Aretha duduk diam didepan cermin menunggu 2 pelayan melepas
seabrek hiasan yang membalutnya. Mungkin bagi seluruh wanita akan merasa
bahagia atas pernikahan yang selalu dinantikan, namun tidak bagi Aretha.
Menikah karena terpaksa atau bisa dibilang semua itu ancaman dari Bos Besar
yang membuatnya harus menikah dengan anak keduanya. Entah apa yang difikirkan
Bos Besar hingga melakukan semua itu, namun satu keyakinan Aretha bahwa dia
tidak mungkin masuk perangkap jika Ayahnya tidak terhasut karena uang.
Flash back on
“Retha maafkan bapak, terpaksa bapak menerima semua itu, kamu tahu kan adik kamu masih SMP dia butuh
biaya sekolah dan terlebih lagi hutang kelurga kita juga banyak” kata Pak Bram
dengan nada bersalah.
“Lantas dengan menjual Aretha untuk menebus semua itu?” tanya Aretha yang mulai meneteskan air
matanya.
“Bapak tahu ini salah tapi Pak Wildan sudah berjanji akan mencukupi semua yang kamu mau, jadi bapak
tidak ingin kamu banting tulang terus untuk membantu bapak, terlebih lagi kamu
anak gadis” kata Pak Bram meyakinkan Aretha.
“Tapi entah kamu setuju atau tidak juga tidak berlaku karena bapak sudah menandatangani surat
perjanjian tersebut, jika kita mau membatalkan maka harus membayar 2x lipat
dari uang yang bapak terima, dan bapak tidak sanggup untuk membayarnya, jadi
sekali lagi maafkan bapak” kata Pak Bram lagi sebelum meninggalkan Aretha.
Aretha hanya bisa menangis melihat kepergian Pak Bram dari hadapannya, jika Ibunya masih ada mungkin
Aretha tidak akan menyedihkan seperti ini, setidaknya akan ada yang memeluknya
agar sedikit tenang.
Flash back off
Aretha terbangun dari lamunannya saat kedua pelayan pamit pergi karena tugas mereka sudah
selesai, dengan langkah gontai Aretha masuk kekamar mandi untuk membersihkan
dirinya. Selesai melakukan ritual mandinya Aretha bergegas untuk tidur,
setidaknya Aretha tidak sekamar dengan suaminya jadi dia bisa tenang dan tidur
nyenyak.
Namun perasaan yang masih bercampur aduk tersebut masih membuatnya sulit tidur, bagaimana
tidak? Aretha adalah karyawan diperusahaan Pak Wildan meskipun hanya lulusan
SMK tapi dia mampu menjadi Staff Admin diPerusahaan tersebut. Semua itu dicapai
dengan susah payah, namun siapa sangka baru 3 bulan Aretha bekerja disana Pak
Wildan langsung memaksanya menikah. Awalnya Aretha menolak meskipun banyak
iming-iming yang Pak Wildan janjikan namun sekarang Aretha harus terpaksa
menerima karena surat perjanjian menyebalkan yang telah ditandatangani Ayahnya.
Tok tok tok
Aretha bergegas memakai jilbabnya dan berjalan untuk membuka pintu saat mendengar ada yang
mengetuknya, seorang wanita paruh baya tengah tersenyum dengan hormat kepada
Aretha, ternyata dia termasuk salah satu pelayan dirumah tersebut.
“Maaf Nona telah mengganggu istirahatnya tapi Tuan dan Nyonya meminta anda untuk keruang
keluarga sekarang juga” kata wanita tersebut dengan sopan.
“I,,ya baiklah” kata Aretha agak gugup, seumur-umur baru kali ini ada yang begitu sopan padanya
terlebih lagi umurnya jauh diatas Aretha. Tanpa berfikir panjang Aretha
langsung menutup pintu kamarnya dan mengikuti langkah pelayan tersebut.
Setelah berjalan begitu lama tibalah mereka diruang keluarga, Aretha begitu terpana melihat
ruangan didepannya. Hanya ruang keluarga tapi besarnya sama dengan rumah Aretha
yang berada dikampung.
“Ini ruang keluarga atau ruang pertemuan? Gedhe bener” batin Aretha.
“Retha sini nak” kata Bu Ani istri Pak Wildan.
Dengan perasaan gugup Aretha berjalan menuju sofa, Aretha memilih untuk duduk berhadapan dengan
Bu Ani dan Pak Wildan, setidaknya dia masih tahu diri dengan kondisinya saat
ini. Bu Ani hanya tersenyum melihat sikap Aretha, menurutnya Aretha sangat
manis dilihat dari segi mana saja.
“Aretha sekali lagi maafkan saya karena memaksa kamu untuk menikah dengan Devano, mungkin ini
sangat egois tapi kami punya alasan sendiri” kata Pak Bram membuka pembicaraan.
“Kalau boleh tahu apa alasannya ya Pak?” tanya Aretha sedikit takut.
“Saat ini saya belum bisa memberitahu kamu, tapi cepat atau lambat saya akan menjelaskannya,
tolong beri saya waktu” kata Pak Bram.
“Baiklah Pak saya mengerti” Kata Aretha.
“Mulai besok kamu akan masuk kuliah sayang, kami sudah mendaftarkan kamu satu kampus dengan
Devano, hanya saja kamu berada dijurusan Tata Boga sedangkan Devano melanjutkan
S2 diBisnis” kata Bu Ani dengan lembut.
“Ke,,kenapa Tata Boga Nyonya? Aretha lulusan Akuntan saat SMK, kenapa tidak ambil itu?” tanya
Aretha sedikit.
“Karena itu permintaan Devano” jawab Bu Ani.
“Cuma itu yang ingin kami sampaikan, sekarang kamu bisa istirahat dan jangan lupa besok kamu
sudah mulai masuk kuliah” kata Pak Bram dengan tersenyum.
Aretha berpamitan kepada Pak Bram dan Bu Ani untuk kembali kekamarnya, sungguh diluar dugaan
begitu pikirnya. Pertama dia dipaksa menikah namun tidak sekamar dengan
suaminya lalu apa tujuan dari pernikahan ini? Kedua dia harus kuliah bersama
suaminya namun beda jurusan? Terlebih lagi itu jurusan Tata Boga, sangat
menyimpang dari jurusan Aretha. Jika difikirkan semua itu sangat rumit akhirnya
Aretha memutuskan untuk tidur.
Penulis masih pemula, saran dan kritikan dari pembaca sangat diperlukan untuk perkembangan
karya, dan terimakasih atas dukungannya.
Pagi sekali Aretha sudah bangun dan menjalankan sholat subuh, mungkin
karena belum terbiasa dengan kamar barunya hingga membuat Aretha sulit tidur.
Selesai sholat Aretha ingin melihat-lihat seisi kamarnya yang belum dia lihat
dengan teliti semalam, mulai dari tempat tidur, kamar mandi yang besarnya
membuat Aretha tercengang. Namun masih ada satu ruangan yang membuat Aretha
gelagapan tidak percaya yaitu ruang gantinya, setiap lemari memiliki kelompok
masing-masing, lemari kusus kemeja, lemari kusus kaos hingga tas sepatu dan
perhiasan sudah tertata rapi disetiap bagiannya.
“Serius? Ini semua milikku? Apa mereka memindahkan seisi mall kesini ya?” batin Aretha tidak percaya.
Aretha mengambil satu persatu dari setiap lemari dan mencobanya, anehnya semua yang dipakai
sangat pas dibadan Aretha, bahkan semua sepatu dan sandalnya sesuai dengan
ukuran kaki Aretha.
“Dari mana mereka tahu ukuran badanku? Apa ada semacam trik atau sulap? Ckckck orang kaya memang
susah dimengerti” batin Aretha lagi.
Setelah puas melihat seisi lemari Aretha memutuskan untuk memilih pakaian dan perlengkapan
yang akan dia pakai saat kuliah nanti. Meskipun Aretha sudah menjadi menantu
orang kaya namun dia tidak mau tampil vulgar, Aretha tetap ingin tampil apa
adanya tanpa harus memakai aksesoris dan perhiasan yang mencolok. Yah walaupun
baju,tas dan sepatunya barang brandet setidaknya bagi kaum bawahan seperti
dirinya tidak akan tahu jika semua itu harganya mahal.
Waktu menunjukkan pukul 06:00 WIB Aretha memutuskan untuk mandi, selesai melakukan ritual mandi
dan berdandan ala kadarnya Aretha bergegas untuk berangkat.
“Astaghfirulah” Aretha terkejut saat membuka pintu hingga mundur beberapa langkah, disana
Devano telah berdiri dengan menggendong satu selempang tas ranselnya. Jangan
lupakan wajah tampan yang membuat Aretha selalu terpesona untuk sesaat.
“A..ada apa mas?”tanya Aretha agak gugup, Aretha belum pernah berinteraksi dengan lawan jenis meski
usianya sudah dewasa. Orang Tua Aretha sangat tegas dalam mengatur pergaulan
Aretha maupun Adiknya. Jangankan memiliki pacar, teman lelaki saja Aretha tidak
punya. Jadilah Aretha yang tumbuh sebagai gadis polos dan pemalu.
“Memangnya aku jatuh kelantai sampai kamu liat lantai mulu? Tanya Devano ketus.
Aretha memilih diam tanpa menjawab pertanyaan Devano, baginya Aretha pasti sangat salah dimata
Devano. Jadi Aretha sudah siap dengan semua hinaan yang akan diberikan Devano
nantinya.
Melihat Aretha yang diam bagaikan patung Devano langsung melingkarkan lengannya pada pinggang
Aretha, Devano menarik pinggang Aretha agar mendekat padanya. Mendapat serangan
dadakan tentu saja Aretha langsung terkejut dan tanpa sadar langsung menatap
wajah Devano, saat itu pula kedua bola mata mereka bertemu. Devano mendekatkan
bibirnya pada telinga Aretha yang membuat Aretha meronta agar dirinya bisa
lepas dari Devano, namun semua itu sia-sia saja karena Devano jauh lebih tinggi
darinya. Bagi Devano seakan dia sedang memeluk anak kecil jadi sekuat apapun
Aretha meronta tidak membuat Devano bergerak sedikitpun.
“Dengarkan baik-baik karena aku tidak akan mengulangi lagi ucapanku, saat dikampus nanti jangan
sampai ada yang tahu kalau kita sudah menikah, dan lagi jika aku bertanya
segera dijawab karena aku benci diabaikan” kata Devano penuh penekanan.
Devano langsung melepaskan Aretha dan pergi begitu saja tanpa mau melihat reaksi atau jawaban
dari Aretha, sambil melangkah pergi Devano tersenyum tipis hingga orang yang
melihat tidak ada yang tahu jika Devano sedang tersenyum begitu juga Aretha.
Aretha melihat kepergian Devano dengan lemas, entah kenapa Aretha sangat susah bernafas saat
bersama Devano tadi, bahkan jantungnya berdebar sangat cepat seakan sedang lari
maraton, bahkan keringat dingin juga ikut hadir membuat Aretha seperti orang
yang sedang sakit, tapi entah sakit apa namanya? Aretha bingung memikirkannya.
Meskipun terasa berat Aretha berjalan menuruni anak tangga, disana Bu Ani telah menyambut
kedatangan Aretha untuk sarapan bersama. Aretha berusaha tenang agar Bu Ani
tidak curiga dengan apa yang sedang terjadi tadi.
“Sayang kita sarapan bertiga ya, Devano sangat sibuk jadi tidak pernah ikut sarapan bareng
kita” kata Bu Ani dengan ramah.
Memang benar Ibu adalah jantung rumah dalam keluarga, jadi sebesar apapun masalah yang kita
hadapi asal sudah melihat senyuman sang Ibu pasti terasa damai. Meskipun Bu Ani
adalah mertua Aretha tapi mampu memberikan kehangatan tersendiri bagi Aretha.
Bu Ani dan Aretha berjalan menuju meja makan bersama, disana sudah ada Pak Wildan yang menanti
kedatangan mereka sambil membaca koran. Bu Ani duduk disebelah kiri Pak Wildan
sedangkan Aretha duduk disebelah kanan berhadapan dengan Bu Ani. Saat mereka
sudah mulai makan Pak Wildan menyela untuk berbicara.
“Ini buat jajan kamu ya” Pak Wildan memberikan beberapa kartu kepada Aretha, ada kartu
debit,kredit,atm dan black card. Untuk kedua kalinya Aretha terkejut hingga
tersedak makanan yang baru masuk kedalam mulutnya.
“Masih pagi sudah dibuat terkejut dua kali? Heran aku sama kluarga ini” batin Aretha.
“Retha? Kamu tidak apa-apa kan sayang?” tanya Bu Ani khawatir.
“Tidak Nyonya..”
“Sssssttttt” perkataan Aretha dipotong oleh Bu Ani.
“Panggil mama, mulai sekarang kami juga orang tua kamu, jadi panggil mama dan papa oke?” kata Bu Ani.
“I,,ya Ma Retha baik-baik aja, tapi jika Retha tidak menerima itu semua apa boleh?” tanya Aretha dengan gugup.
“Tidak, karena ini semua sudah menjadi hak kamu sebagai menantu dirumah ini” jawab Pak Wildan
tegas.
“Dan lagi Mama juga sudah menganggap kamu seperti anak gadis mama sendiri jadi Mama tidak
menerima penolakan”. Kata Bu Ani ikut menimpali.
Aretha langsung down melihat tatapan yang Pak Wildan dan Bu Ani berikan padanya, lebih baik menerima
semua kartu tersebut biar aman begitu pikir Aretha. Toh jika tidak perlu bisa dia
simpan buat jaga-jaga.
Selesai sarapan Aretha berpamitan kepada kedua mertuanya serta mencium tangan mereka, Aretha
berjalan keluar dengan perasaan yang masih sulit diartikan. Saat tiba dipintu
depan Aretha telah disambut seorang sopir yang akan mengantarnya, karena Aretha
tidak diijinkan berkendara sendiri atau sekedar taksi online.
Penulis masih pemula, saran dan kritikan dari pembaca sangat diperlukan
untuk perkembangan karya, dan terimakasih atas dukungannya.
Aretha tidak percaya bahwa dirinya telah berada disebuah Universitas elit dikota Jakarta, meski tidak sesuai harapan tapi Aretha tetap bersyukur karena dapat melanjutkan study nya, hal yang sangat diinginkan Aretha sejak dulu adalah menikmati masa-masa Kuliah. Aretha terkejut saat ada yang menepuk bahunya, dia menoleh kepemilik tangan tersebut, seorang wanita dengan rambut panjang dan lurus telah tersenyum kepadanya, bentuk badannya sangat sexy bagaikan model, kulitnya putih bersih sehingga memberikan nilai plus pada dirinya.
“Hai kamu lagi liatin kak Devano ya?” tanya wanita tersebut.
“Siapa itu? Aku dari tadi melihat suasana kampus ini” jawab Aretha.
Aretha pura-pura tidak mengenal Devano agar tidak ada yang tahu siapa dirinya, dan sialnya Aretha tidak tahu bahwa Devano sedang berada diujung pintu masuk kampus, terlihat Devano dikawal empat orang yang seusia dengannya, karena banyak perempuan yang mengerumuni tempat tersebut hingga membuat Devano harus membawa pasukan agar bisa masuk kedalam.
“Masak? Tapi gue nggak percaya tuh” kata wanita tersebut sambil menyenggol lengan Aretha.
“Terserah yang penting aku jujur” kata Aretha.
“Santai aja kalik, kenalin gue Nanda dari prodi Tata Boga” kata nanda sambil mengulurkan tangan pada Aretha.
“Aku Aretha, dari prodi Tata Boga juga” jawab Aretha membalas uluran tangan Nanda.
“Nyantai aja kalik nggak usah pakek bahasa formal gitu, lagian kita dikelas yang sama gimana kalau kita temenan” ajak Nanda.
“Okey” jawab Aretha dengan tersenyum.
“Waw lo ternyata manis bener kalau tersenyum, oh ya sebagai temen sejati gue nggak terima bahasa
formal dari lo, jadi lo harus terbiasa nyantai sama gue okey? Tanya Nanda lagi.
“Oke” jawab Aretha.
Aretha dan Nanda jalan bersama menuju kelas mereka, namun mereka harus berhenti karena kerumunan
yang disebabkan oleh ketampanan Devano. Aretha baru tahu bahwa Devano adalah idola dikampus ini, bahkan banyak sekali perempuan yang antusias untuk melihat Devano lebih dekat. Terlihat keempat pengawal Devano sangat kesulitan menahan kerumunan tersebut, sedangkan Devano berjalan dengan tenang mengikuti arahan pengawalnya.
“Dari dulu ampek sekarang kak Devano ini selalu bikin para gadis meleleh” kata Nanda dengan tersenyum.
Aretha menoleh sekilas kearah Nanda, jika ditafsirkan mungkin Nanda juga salah satu fans fanatik dari Devano, begitu pikir Aretha. Setelah keramaian mulai pudar datang dua orang wanita sambil melambaikan tangan pada mereka, Nanda membalas lambaian tangan tersebut seperti sudah mengenalnya dengan akrab. Kedua wanita itu juga memiliki ciri-ciri fisik yang hampir sama seperti Nanda, jika difikir hanya Aretha yang memiliki kulit kuning langsat dan badan yang biasa saja. Semua wanita dikampus ini terkesan berkulit putih bersih dan sangat elit, sepertinya tidak ada yang dari kalangan bawah pikir Aretha.
“Hai Nan, lo nggak ikutan tadi?” tanya salah satu wanita tersebut.
“Gue baru dateng nih, oh ya kenalin ini Aretha geng baru kita”kata Nanda memperkenalkan Aretha pada kedua gadis tersebut.
“Hai gue Novi dan ini Anin” kata Novi.
“Gue Aretha” jawab Aretha dengan malu.
“iiihhh manis sekali kamu sayang, dapet dari mana lo Nan? Masih gemesin gini?” tanya Anin tanpa mengalihkan pandangannya dari Aretha.
Aretha yang merasa jadi pusat perhatian ketiga temannya merasa tidak enak, dia sangat malu maklum Aretha dari kampung jadi belum terbiasa dengan pergaulan orang kota.
“Didepan tadi” jawab Nanda.
“Lo dari kampung ya?” tanya Novi pada Aretha.
“Iya bener, gue baru 3 bulan lebih disini” jawab Aretha.
“Pantesan aja masih polos, tapi tenang saja kakak akan selalu menjaga kamu” kata Anin percaya diri.
“Ye gue yang nemu lo yang daku” sungut Nanda sambil menarik lengan Aretha. Anin dan Novi tertawa
melihat sikap Nanda.
“Ternyata tingkat cemburunya Nanda masih ekstrim” kata Novi.
Baru sekejap Aretha telah memiliki tiga teman baru, dia sangat bersyukur dalam kehidupannya ini masih bertemu dengan orang-orang baik. Tapi entah dengan Devano, sejak
mengucapkan ijab qobul Devano tidak pernah menemui Aretha kecuali tadi pagi
sebelum berangkat, itupun hanya mengingatkan Aretha untuk menjaga sikap saja,
sepertinya Devano sangat membenci Aretha.
“Liat gue dapet fotonya Kak Devano” kata Novi sambil memperlihatkan beberapa foto.
“Kalian juga suka Mas Devano ya?” tanya Aretha.
“Tentu saja, siapa juga perempuan didunia ini yang nggak suka sama ketampanan Kak Devano?”
jawab Anin.
“Kita bertiga sangat suka sama Kak Devano sejak SMA dulu, bahkan kami memutuskan untuk masuk
kekampus ini agar bisa satu sekolahan dengan Kak Devano lagi” kata Nanda
“Selain tampan Kak Devano juga pintar dalam segala hal, IQ nya sangat tinggi bahkan dia mampu
menyelesaikan S1 dalam 1 tahun” kata Novi dengan bangga.
“Terlebih lagi ya, Kak Devano ini sudah punya Perusahaan sendiri padahal kan orang tuanya udah
tajir, Perusahaannya banyak sampek keluar Negeri juga” timpal Anin.
Aretha semakin terkejut saat mengetahui bahwa suaminya sangat luar biasa, ternyata dengan
bekerja selama 3 bulan diperusahaan pusat Pak Wildan tidak membuat Aretha tahu
banyak hal tentangnya.
“Jika fans fanatiknya Mas Devano sampai tahu bahwa dirinya sudah menikah denganku, bisa
dikubur hidup-hidup nih aku” batin Aretha.
“Re? Lo lagi mikir apa?” tanya Nanda saat melihat Aretha hanya diam saja.
“nggak, gue cuma kagum aja mendengar cerita kalian” jawab Aretha bohong.
Mereka bertiga melanjutkan cerita Devano dengan senang, Aretha mendengarkan dengan teliti
setidaknya dia bisa tahu banyak tentang suaminya itu.
Penulis masih pemula, saran dan kritikan dari pembaca sangat diperlukan untuk perkembangan
karya, dan terimakasih atas dukungannya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!