Suasana di kediaman Fathir Aldama tampak berisik. Dimana dua orang pelayan sedang menyiapkan sarapan pagi untuk majikannya di dapur.
"Bibi. Apa sarapannya sudah siap?" tanya Nashita selaku Nyonya di dalam rumah tersebut yang melangkahkan kakinya menuju dapur.
"Sebentar lagi, Nyonya. Tinggal menu makanan untuk nona muda Kimberly saja," jawab salah satu pelayan tersebut.
Nashita membantu pelayan tersebut dengan menata makanan yang sudah selesai dimasak di atas meja. Ketika Nashita tengah menata makanan di atas meja, tiba-tiba putri bungsunya datang menghampirinya dalam keadaan masih mengantuk.
"Pagi, Mom." Kimberly menyapa ibunya sembari mendudukkan pantatnya di kursi.
"Pagi juga, sayang." Nashita membalas sapaan dari putri cantiknya itu, lalu tangannya mengusap lembut rambut putrinya. "Masih mengantuk, hum?" tanya Nashita tersenyum.
"Hm." Kimberly menjawab dengan anggukkan kepalanya.
"Kalau masih mengantuk kenapa bangun? Ini kan baru pukul enam pagi, sayang."
"Enggak tahu. Tiba-tiba pengen bangun pagi aja."
Nashita tersenyum gemas mendengar penuturan dari putri bungsunya. Kemudian Nashita beranjak menuju kulkas. Nashita membuka kulkas tersebut dan mengambil dua kotak susu pisang kesukaan putri kesayangannya itu. Setelah itu, Nashita kembali menghampiri sibungsu.
"Ini untuk membuat semangat putri Mama kembali lagi." Nashita berucap sembari meletakkan dua kotak susu pisang di hadapan putrinya.
Mata Kimberly berbinar-binar saat melihat minuman kesukaannya ada di hadapannya. Kimberly mengangkat kepalanya yang sedari tiduran di atas meja dan tangannya sebagai bantalnya.
"Susu pisang kesukaanku!" seru Kimberly dan langsung menyeruput habis susu pisang tersebut. Sementara Nashita tersenyum bahagia melihatnya.
"Pelan-pelan minum, sayang. Tidak akan ada yang memintanya."
Setelah habis satu kotak. Kimberly meninggalkan meja makan dan menuju ruang tengah dengan membawa satu kotak susu pisang yang masih utuh. Nashita yang melihatnya hanya geleng-geleng kepala sembari tersenyum melihat kelakuan kesayangannya itu. Dan setelahnya, Nashita kembali dengan tugasnya menyiapkan dan menata makanan di atas meja.
Beberapa menit kemudian terdengar suara langkah kaki menuruni anak tangga. Mereka adalah Fathir Aldama, Jason Aldama, Uggy Aldama, Enda Aldama dan Riyan Aldama.
Saat mereka menuruni anak tangga, mata mereka melihat sosok gadis manis, cantik, imut dan menggemaskan yang sangat amat mereka sayangi sedang tertidur di sofa ruang tengah dengan layar tv yang menyala. Mereka tersenyum bahagia melihat pemandangan indah itu. Lalu mereka pun memutuskan untuk menghampiri kesayangan mereka itu.
Kini mereka telah berada di ruang tengah dan sudah duduk di sofa. Uggy meraih remot yang di pegang oleh Kimberly, lalu mematikan tv tersebut. Mereka memandangi wajah damai Kimberly yang tengah tertidur.
"Kenapa Kimberly tidur disini?" tanya Uggy bingung.
"Kimberly tidak tidur disini dari semalam kan, Kak?" tanya Riyan.
Jason duduk di samping adik perempuannya. Tangannya mengusap lembut rambut adiknya dan mencium keningnya. Detik kemudian Kimberly pun membuka kedua matanya.
"Kakak Jason," ucap Kimberly.
Jason tersenyum melihat wajah cantik adiknya. "Maafkan kakak, ya yang sudah membuat kamu kebangun."
Kimberly tersenyum, lalu menggelengkan kepalanya cepat. "Tidak apa-apa, Kak!"
"Kenapa kamu tidur disini, hum?" tanya Fathir.
Kimberly menolehkan wajahnya melihat kearah Ayahnya. "Aku tadi kebangun pukul enam pagi, Dad! Lalu aku langsung turun ke bawah dan melihat Mommy yang sedang menyiapkan sarapan pagi. Aku bosan dan juga mengantuk. Makanya aku tidur disini." Kimberly menjawabnya.
Mereka tersenyum mendengar penuturan dari Kimberly, kesayangan mereka.
"Oh iya. Bukannya hari ini adalah hari pertama kamu masuk sekolah kan?" tanya Enda.
"Iya, Kak Enda." Kimberly menjawabnya.
"Apa kamu sudah menyiapkan semuanya?" tanya Uggy.
"Sudah. Sudah lengkap semua, Kak Uggy!"
"Ya, sudah. Hari pertama kamu masuk sekolah. Biar kakak yang antar!" seru Enda.
"Baiklah."
"Kimberly, sayang." Fathir memanggil putrinya.
"Iya, Dad!"
"Daddy sudah belikan mobil baru untukmu. Apa kamu tidak ingin mencobanya?"
"Nanti saja saat pulang dari sekolah, Dad! Hari ini Kak Uggy sudah janji akan mengantarku ke sekolah." Kimberly memperlihatkan senyuman manis di bibirnya. Mereka yang melihatnya tersenyum bahagia.
"Ya, sudah kalau begitu. Sekarang kamu kembali ke kamar dan bersiap-siaplah!" seru Jason.
"Baiklah," jawab Kimberly.
Setelah itu, Kimberly bangkit dari duduknya dan langsung pergi meninggalkan ruang tengah menuju kamarnya di lantai dua.
Kini semuanya sudah berkumpul di meja makan, termasuk sibungsu kesayangan keluarga Aldama.
"Kimberly sayang. Makan yang banyak ya!" seru Nashita kepada putrinya.
"Aish, Mommy! Kalau aku makan banyak. Nanti badanku bisa jadi gendut. Memangnya Mommy mau punya anak gendut?" Kimberly mempoutkan bibirnya.
Mereka semua tersenyum mendengar aksi protes dari Kimberly.
"Kalau kakak tidak masalah kalau kamu jadi gendut. Gendut kan lucu. Apalagi kalau kedua pipi kamu itu bertambah bulat. Kan bisa diunyel-unyel setiap hari!" seru Riyan.
"Yah. Itu benar, Yan! Kakak setuju banget," ucap Enda menambahkan.
"Ya, udah! Aku gak jadi makannya." Kimberly seketika merajuk dan mendorong piringnya ke depan, lalu menyandarkan punggungnya di kursi. Jangan lupa bibirnya yang masih manyun.
Mereka semua terkejut saat Kimberly yang merajuk. Kalau sudah seperti ini, akan bakal susah menyuruh kesayangan mereka untuk makan kembali. Jason dan Uggy memberikan plototannya pada Enda dan Riyan.
"Tanggung jawab tuh. Bujukin Kimberly untuk kembali makan," ucap Jason.
"Harus berhasil," sela Uggy.
"Iya, iya!" jawab Enda dan Riyan bersamaan.
"Hei, Kim. Makan lagi ya. Maafkan kakak. Kakak kan cuma bercanda." Enda berusaha membujuk adiknya.
"Tidak mau," jawab Kimberly.
"Ayolah, adek kakak yang manis, baik hati dan cantik. Makan lagi ya. Pleaseee!" Riyan berbicara sembari melipat tangan di depan adik perempuannya.
"Tidak mau. Kenapa sih maksa?" sahut Kimberly yang makin mengerucutkan bibirnya.
"Kimberly makan ya sayang. Dikit juga gak apa-apa. Asal perutnya terisi." Fathir ikut membujuk putrinya.
"Tidak mau. Seleraku udah hilang gara-gara Kak Enda dan Kak Iyan."
"Terus kamu mau makan apa sayang? Apa Mommy bikin sereal saja dan ditemani sama susu pisang?" tanya Nashita.
Kimberly menatap wajah ibunya dengan mata yang berbinar. Dengan cepat Kimberly menganggukkan kepalanya. Sedangkan Fathir, Jason, Uggy, Enda dan Riyan tersenyum gemas dan juga bahagia melihatnya.
Walau sibungsu tak menghabiskan sarapan paginya. Padahal sibungsu baru dua sendok menyuapi makanan itu masuk ke dalam perutnya. Tapi mereka bersyukur dengan sibungsu hanya memakan sereal dan susu pisang. Paling tidak ada yang masuk ke dalam perutnya.
"Ini makanlah." Nashita menyodorkan semangkuk sereal dan satu gelas susu pisang pada putru bungsunya.
"Terima kasih, Mom!"
"Sama-sama, sayang!"
Kimberly pun langsung melahap sereal tersebut dengan semangatnya. Mereka semua tersenyum melihatnya.
Saat Kimberly sedang menikmati serealnya, tiba-tiba ponselnya berbunyi.
DRTT!
DRTT!
Kimberly mengambil ponselnya di saku jaket sekolahnya. Dan dapat dilihat olehnya nama 'Sinthia' di layar ponselnya. Kimberly pun langsung menjawabnya.
"Hallo, Sin."
"Hallo, Kim. Kamu dimana?"
"Aku masih di rumah. Tepatnya masih sarapan. Ada apa?"
"Buruan datang ke sekolah. Sebentar lagi akan diadakan ospek untuk siswa dan siswi baru. Akan ada hukumannya bagi siswa dan siswi yang datang terlambat."
"Apa?!" teriak Kimberly. "Ya, sudah! Aku akan segera berangkat."
PIP!
Kimberly langsung mematikan panggilan tersebut.
"Kak Enda. Ayo, buruan antar aku ke sekolah. Tadi Sinthia barusan bilang kalau sebentar lagi seluruh siswa dan siswi baru akan segera berkumpul di lapangan. Siapa yang terlambat akan dihukum?" ucap Kimberly.
"Hei, tenang saja! Tidak akan ada yang berani menghukum adik manis kakak ini. Kamu lupa kalau di sekolah itu ada kakak-kakak sepupunya kamu, hum?" hibur Enda
"Kamu gak lupakan Billy, Triny dan Aryan. Mereka sekolah di sana. Mereka tidak akan membiarkan kamu terkena hukuman." Jason ikut menghibur adiknya.
"Mereka semua senior di sana," kata Riyan.
"Lalu bagaimana dengan Sinthia, Santy, Rere dan Cathrine? Aku tidak mau mereka dihukum karena terlambat, Kak!" ucap dan tanya Kimberly.
"Tenanglah. Semua akan baik-baik saja. Percayalah!" Riyan menghibur adiknya sambil mengusap lembut kepalanya.
"Ya, sudah! Kita berangkat sekarang!" seru Enda.
"Mom. Dad! Aku berangkat ke sekolah dulu." Kimberly berpamitan dengan kedua orang tuanya.
"Kimberly, sayang. Tunggu dulu," panggil Nashita.
"Ada apa, Mom?" tanya Kimberly.
"Kamu lupa satu hal," jawab Nashita.
"Lupa?" Kimberly berucap sembari berpikir. "Apa sih, Mom? Aku benar-benar tak tahu."
"Hah!" Nashita menghela nafasnya. "Ini." Nashita menunjuk kedua pipinya.
Kimberly mengerutkan keningnya. "Memang kenapa dengan pipinya Mommy?"
"Ya, Tuhan! Kenapa putri bungsuku menjadi lemot begini, sih?" batin Nashita.
Sementara Fathir, Jason, Uggy, Enda dan Riyan tersenyum geli melihat keduanya.
"Sebelum berangkat sekolah kan biasanya kamu selalu mencium kedua pipi Mommy, sayang." Nashita akhirnya mengatakan hal itu kepada putrinya.
"Hehehehe. Aku lupa, Mom!" Kimberly menjawabnya disertai kekehannya. Setelah itu, Kimberly pun menghampiri sang ibu. dan memberikan mencium ke dua pipi ibunya.
"Kakak juga mau dong," rengek Jason, Uggy dan Riyan pada adiknya.
Kimberly menghampiri kakak pertama, kakak kedua dan kakak keempatnya itu, lalu memberikan kecupan ke dua pipi kakak-kakaknya itu.
"Daddy, bagaimana? Apa Daddy juga kebagian?" Fathir tidak mau kalah.
"Huff." Kimberly menghembuskan nafasnya. Sedangkan mereka hanya tersenyum gemas melihat wajah imut dan cantik sibungsu kesayangan mereka. Kimberly menghampiri ayahnya, lalu mencium ke dua pipi Ayahnya itu.
"Sudahkan? Boleh aku berangkat sekarang?" tanya Kimberly memasang wajah memelas.
"Silahkan, Princess." Nashita, Fathir, Jason, Uggy dan Riyan menjawabnya sembari tersenyum hangat.
Setelah itu, Kimberly pun pergi meninggalkan kelimanya dan disusul oleh Enda di belakang.
"Dad Mom, Kak Jason, Kak Uggy, Riyan. Kami berangkat!" teriak Enda.
"Hati-hati!" teriak Nashita, Fathir, Jason, Uggy dan Riyan.
Kimberly sudah berada di sekolahnya. Kini Kimberly sedang mencari-cari keberadaan sahabat-sahabatnya. Saat Kimberly sedang menyusuri setiap koridor sekolahnya. Kimberly tidak sengaja menabrak beberapa orang dan salah satunya adalah ketua dari geng BRAINER yang ada di sekolah dan juga sebagai senior.
Orang yang tidak sengaja di tabrak oleh Kimberli itu adalah Marco Yohanes. Marco dan keempat teman-temannya paling ditakuti oleh para murid di sekolah. Tidak ada yang berani kepada mereka. Keluarga Marco termasuk orang yang terkaya nomor dua belas di Asia. Dan Ayahnya juga sebagai Donatur di sekolah tersebut. Teman-temannya juga termasuk orang-orang yang kaya.
Marco memiliki seorang kekasih dari kelompok EXID yang bernama Ishana Rayadinata. Keluarga Ishana orang yang terkaya nomor sebelas di Asia.
"Yak! Kau itu punya mata tidak, hah?!" teriak Marco.
"Maaf, Kak! Aku tidak sengaja," sahut Kimberly sembari membungkukkan badannya.
"Apa kau bilang? Maaf? Setelah kau menabrakku seenaknya saja kau bilang maaf!" bentak Marco di depan wajah Kimberly.
"Tapi aku benar-benar tidak sengaja, Kak!" Kimberly masih berusaha bersikap sopan pada seniornya.
"Alah. Ngaku sajalah. Palingan kau itu hanya moduskan? Pura-pura menabrak teman kami, padahal ingin berkenalan. Setelah itu meminta pada teman kami untuk dijadikan kekasih. Benar bukan?" sela Zaky.
"Tidak, Kak! Sungguh aku bener tidak sengaja," jawab Kimberly dengan menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Sudahlah, Marco! Jangan banyak bicara pada bocah ingusan ini. Lebih baik kasih saja dia sedikit pelajaran biar dia tahu rasa." Radya berbicara sembari menatap lapar kearah Kimberly.
"Cantik juga nih cewek." Radya membatin sambil matanya memandangi lekuk tubuh Kimberly.
"Hmm! Kau benar, Radya."
Marco menatap Kimberly dengan seringai di bibirnya, lalu Marco menarik paksa tangan Kimberly dan membawanya ke toilet.
"Lepaskan aku!" Kimberly memberontak.
"Jangan berteriak sialan. Nurut dan ikuti saja kami!" bentak Daksa.
"Lepaskan aku!" teriak Kimberly lalu menarik kuat tangannya. Setelah tangannya terlepas, Kimberly mendorong kuat tubuh Marco.
"Brengsek! Dasar cowok gila, sinting, sakit otak. Kalian pikir, kalian itu siapa, hah?! Berani-beraninya narik-narik tanganku. Kalau tanganku putus, bagaimana? Apa kalian mau menyambungnya kembali?!" teriak Kimberly.
"Hahahaha." Marco dan keempat teman-temannya pun tertawa.
"Kalau sudah putus ya putus aja. Mana bisa tangan itu disambung kembali," ejek Dorris.
"Dari pada aku ngeladeni orang gila kayak kalian. Mending aku pergi dari sini," ucap Kimberly lalu pergi meninggalkan Marco dan keempat temannya.
"Hei, mau kemana?" ujar Zaky yang berdiri di hadapan Kimberly.
"Minggir." Kimberly berusaha mendorong-dorong tubuh para cowok-cowok yang ada di hadapannya.
Dikarenakan Kimberly tetap terus mendorong-dorong mereka, Marco melayangkan tangannya hendak menampar Kimberly. Tapi saat tangan Marco sedikit lagi mengenai wajah cantik Kimberly, tiba-tiba terdengar suara dari seseorang.
"Ada apa ini?" seseorang datang menghampiri Kimberly dan kelima pemuda tersebut.
"Anu.. Anu.. Ituu. Kami hanya bermain saja, Billy." Dorris yang menjawabnya.
"Sialan. Kenapa juga si Billy datang kemari?" batin Marco.
"Iya. Itu benar, Bil! Kami hanya bermain-main saja. Iyakan, dek?" Daksa berbicara sambil melihat kearah Kimberly.
"Lebih baik kalian kembali kalian ke lapangan. Sebentar lagi ospek akan dimulai." Billy berbicara dengan tatapan dinginnya.
"Iya. Baiklah!" mereka menjawabnya secara bersamaan.
Setelah itu, mereka pun pergi meninggalkan Kimberly dan Billy menuju lapangan.
Setelah kepergian Marco dan teman-temannya. Billy mendekati Kimberly adik sepupunya itu.
"Kamu tidak apa-apa, Kim? Apa mereka menyakitimu?" tanya Billy sembari mengelus lembut rambut Kimberly.
"Aku tidak apa-apa, Bil! Kau tidak perlu khawatir," jawab Kimberly tersenyum manis pada kakak sepupunya itu.
"Yak. Aku ini tua satu tahu darimu. Kamu masih saja memanggilku Billy. Panggil aku Kakak." Billy menatap tajam kearah Kimberly.
"Kalau aku tidak mau, lalu kau mau apa?"Kimberly tak kalah menatap wajah Billy dengan ke dua tangannya diletakkan di pinggangnya.
Melihat Kimberly yang lebih galak dan lebih tajam menatapnya. Billy pun akhirnya memilih mengalah. Dirinya tahu akan sikap keras kepala adik sepupunya itu. Sampai kapan pun Kimberly tidak akan memanggil Kakak kepadanya. Kata Kakak akan terlontar dari mulut adiknya itu pada saat-saat dibutuhkan. Billy tahu akan hal itu.
"Hah!" Billy menghela nafas pasrahnya. Mendengar helaan nafas dari Billy, Kimberly tersenyum kemenangan.
"Memangnya ada masalah apa? Kenapa mereka sampai mengganggumu?" tanya Billy.
"Aku tidak sengaja menabrak mereka saat aku sedang buru-buru. Aku sudah berulang kali minta maaf. Tapi merekanya tetap tidak mau memberikan maaf untukku." Kimberly menjawab pertanyaan dari Billy.
"Kenapa tidak kamu lawan saja mereka? Kamu itu jago bela diri, Kim! Pergunakan itu untuk melindungimu. Jangan biarkan siapa pun menyakitimu." Billy berbicara lembut kepada Kimberly.
"Aku bisa saja mengalahkan mereka semua. Tapi aku tidak mau melakukannya, Bil!" Kimberly berbicara dengan menatap kearah lain.
Mendengar ucapan dari Kimberly. Billy pun paham dan juga mengerti. Billy tahu bagaimana watak Kimberly yang sesungguhnya. Jika Kimberly sudah tersulut emosi. Kimberly akan menghajar orang-orang tersebut tanpa ampun sehingga membuat orang-orang tersebut terkapar tak berdaya. Bisa berujung masuk rumah sakit dan bisa juga berujung kematian.
"Ya, sudah! Lupakan saja. Lain kali jauhi mereka. Jangan berurusan lagi dengan mereka. Kalau kau melihat mereka langsung pergi dan menjauh dari mereka. Mengerti!"
"Baiklah."
"Oh iya. Kamu langsung saja ke kelas. Kelasmu berada lantai dua ruang B1. Kau tidak usah ikut Ospek. Aku sudah bicarakan masalah ini kepada kepala sekolah." Billy berucap.
"Lalu sahabat-sahabatku bagaimana?" tanya Kimberly.
"Semua sahabat-sahabatmu sudah menunggumu di kelas. Sinthia dan Santy. Mereka sekelas denganmu. Untuk Rere dan Catherine berada di kelas B2." Billy menjawabnya.
"Yak! Kenapa harus pisah sih? Kan gak asyik!" Kimberly memperlihatkan wajah galaknya. "Pokonya aku mau satu kelas dengan keempat sahabat-sahabatku." Kimberly berbicara dengan penuh penekanan.
"Baiklah.. Baiklah! Nanti aku bicarakan masalah ini kepada kepala sekolah untuk memindahkan Rere dan Catherine ke kelasmu."
Kimberly menatap wajah kakak sepupunya itu untuk memastikan kebenarannya.
"Benarkah? Kau tidak bohongkan? Aku mau mereka sekelas denganku," ucap Kimberly dengan mata yang berbinar.
"Iya. Aku akan bicarakan masalah ini ke kepala sekolah. Mereka akan satu kelas denganmu." Billy menjawabnya.
"Baik. Aku tunggu. Awas kalau sampai kau mengingkari janjimu. Kita akan putus," jawab Kimberly asal. sementara Billy hanya tersenyum gemas melihat wajah cantik adik sepupunya itu.
"Iya, iya. Aku tidak akan mengingkarinya. Lihat saja nanti. Ya, sudah! Sana pergi ke kelas."
"Hm." Kimberly pun pergi meninggalkan Billy yang masih berdiri menatap punggungnya.
Setelah dipastikan Kimberly benar-benar menjauh. Billy mengambil ponselnya. Lalu menghubungi seseorang.
Panggilan tersambung..
"Hallo, Kak Billy. Ada apa?"
"Hallo, Aryan. Kimberly hampir saja ditampar oleh kelompok BRAINER."
"Apa? Maksud Kakak, Marco sialan itu?"
"Iya. Siapa lagi!"
"Memangnya ada masalah apa? Kenapa Kimberly sampai berurusan dengan kelima tengkorak hidup itu?"
"Kimberly tidak sengaja menabrak mereka saat Kimberly sedang buru-buru mencari sahabat-sahabatnya. Kimberly sudah berulang kali meminta maaf. Tapi kelima tengkorak hidup itu tidak mau memaafkan Kimberly. Untung Kakak ngeliat dan membatalkan aksi mereka. Kalau tidak pasti mereka sudah berhasil menyakiti Kimberly."
"Baiklah, Kak! Ini yang pertama dan terakhir mereka mengganggu Kimberly. Aku pastikan mereka tidak akan macam-macam lagi dengan Kimberly."
"Ya, sudah. Kakak tutup dulu telponnya."
PIP!
Aryan dan anggotanya yaitu BIMBOO sedang berada di ruang musik. Setelah mendapatkan telepon dari Kakak sepupunya. Aryan saat ini benar-benar marah dan emosi.
"Brengsek! Berani sekali mereka mengganggu adikku!" teriak Aryan.
"Hei, Aryan. Kau kenapa?" tanya Lian.
"Ada yang berani bermain-main dengan salah satu anggota keluargaku," jawab Aryan.
"Siapa?" tanya Dylan.
"Kimberly," jawab Aryan.
"Kimberly!" seru mereka bersamaan.
"Memang apa yang terjadi pada Kimberly? Siapa yang menyakiti Kimberly?" tanya Raka.
"Kelompok BRAINER. Sekumpulan tengkorak hidup itu sudah berani menyakiti adikku. Mereka berani sekali ingin menampar adik manisku itu. Tapi untungnya, Kak Billy datang tepat waktu." Aryan menjawabnya.
"Aish, mereka lagi." Jerry berucap dengan suara kesal.
"Aku harus bicara dengan mereka. Kalau dibiarkan saja. Mereka akan ngelunjak dan akan nyakitin adikku lagi!" seru Aryan.
"Eemm. Aku setuju," sahut Evan.
Kimberly dan keempat sahabatnya sedang berada di lapangan. Mereka terpaksa ikut ospek. Padahal saudara sepupunya, Billy sudah mengatakan padanya agar dirinya dan keempat sahabatnya itu tidak perlu mengikuti ospek. Tapi para senior tetap memaksanya beserta sahabatnya untuk mengikuti ospek. Hingga akhirnya mereka berakhir di lapangan.
"Hei, kau." Ishana menunjuk kearah Kimberly.
"Aku," jawab Kimberly yang menunjuk kearah dirinya sendiri.
"Iya, Kau. Kemari buruan!" bentak Ishana.
Kimberly pun bangkit dari duduknya dan menghampiri Ishana.
"Ada apa, Kak?"
"Eemm! Jadi bocah ini yang sudah berusaha merayu Marco dengan berpura-pura tidak sengaja menabrak Marco. Besar juga nyalinya mencoba merayu pacar gue," batin Ishana.
"Kau lihat tali sepatunya lepas," tunjuk Ishana kearah kakinya. Kimberly melihat arah tunjuk Ishana.
"Iya. Aku lihat, kak!" Kimberly menjawab dengan wajah polosnya.
"Sekarang kau berjongkok. Ikatkan tali sepatuku," perintah Ishana.
"A-apa?" teriak keempat sahabatnya Kimberly.
"Kim. Jangan mau," sahut Sinthia.
"Hei, Kak. Itu tidak sopan namanya. Memangnya kau itu siapanya Kimberly? Seenaknya saja menyuruh Kimberly mengikat tali sepatunya Kakak!" teriak Santy.
PLAAKK!
"Aaakkhh!"
Satu tamparan mendarat di wajah Santy. Pelaku pemukulan itu adalah Alice Madhavi.
"Santy!" teriak mereka dan menghampiri Santy, terutama Kimberly.
Ketika Kimberly ingin menghampiri Santy tangannya sudah terlebih dahulu ditahan oleh Nattaya. "Mau kemana manis."
"Apa masih berani melawan, hah?!" bentak Alice yang menatap tajam kearah Santy dan yang lainnya.
"San. Kau tidak apa-apa?" tanya Rere.
"Aku tidak apa-apa? Kalian tidak usah khawatir," jawab Santy.
"Bagaimana, Kimberly? Aku dari tadi menunggumu. Ayo, lakukan sekarang. Ikatkan tali sepatuku!" bentak Ishana.
"Aku tidak mau. Kakak pikir, kakak itu siapa? Kakak punya tangankan? Gunakan tangan kakak itu untuk mengikat tali sepatu kakak itu. Kecuali kakak tidak punya tangan. Aku dengan senang hati mengikatkannya." Kimberly menjawab dengan wajah menantang.
"Bagus, Kim." para sahabatnya membantin.
"Brengsek! Berani kau melawanku, hah?!" bentak Ishana.
"Aku tidak melawan Kakak. Aku hanya menolak perintahnya Kakak. Karena perintahnya kakak itu tidak termasuk dalam ospek," jawab Kimberly.
Ishana memberikan kode pada kedua temanya. Mereka yang mengerti, lalu memegang kedua tangan Kimberly.
"Mau bermain-main denganku, hah?"
Ishana melayangkan tangannya hendak menampar Kimberly.
PLAAKK!
"Aakkhhh!" Dira meringis ketika wajahnya kena tamparan dari Ishana.
"Yak, Ishana! kenapa kau menamparku?" tanya Dira.
"Sorry, Dira. Gue gak sengaja," jawab Ishana.
Ketika tangan Ishana hampir mengenai wajahnya, Kimberly dengan gesit menggerakkan kepalanya ke belakang, sehingga tangan Ishana mengenai wajah Dira yang berdiri di samping kanan Kimberly.
Melihat Kimberly yang berhasil menghindar dari tamparan Ishana tersenyum mengejek. Begitu juga dengan murid-murid yang lain. Mereka tertawa di dalam hati.
Ishana menatap tajam Kimberly. Dirinya benar-benar marah karena merasa dipermainkan.
"Kau berani melawanku, hah!" bentak Ishana.
Kimberly menatap datar Ishana. Dirinya tidak peduli akan kemarahan dari Ishana.
"Aku minta maaf Kak. Bukan maksudku untuk melawan Kakak. Tapi aku hanya berusaha menghindari dari tamparan Kakak. Dari kecil aku tidak pernah ditampar oleh kedua orang tuaku, oleh keempat kakak laki-laki dan ke tiga puluh kakak-kakak sepupuku. Aku selalu dimanja dan disayang oleh mereka semua. Maka dari itu, aku tidak ingin pipi mulusku terkena tamparan darimu, Kak!" Kimberly menjawab dengan santainya.
Mendengar ucapan dari Kimberly membuat keempat sahabatnya tertawa keras.
"Hahahahaha."
"Kim. Sejak kapan saudara sepupumu bertambah menjadi tiga puluh, hah? Bukankah jumlah sepupumu hanya dua puluh saja. Itu sudah masuk dua keluarga. Keluarga dari pihak Daddymu dan keluarga dari pihak Mommymu." Catherine bersuara.
Kimberly melihat kearah keempat sahabatnya. Lalu terukir senyuman manis di bibirnya.
"Lalu bagaimana dengan saudara sepupunya Daddyku dan Mommyku, hum? Mau kau kemanakan mereka?" tanya Kimberly.
Mendengar pertanyaan dari Kimberly, Catherine dan yang lainnya berpikir. Setelah itu, mereka pun mengangguk. Melihat hal itu, Kimberly tersenyum.
Sementara para murid-murid yang lain yang mendengar perkataan Kimberly dan sahabat-sahabatnya melongo. Mereka tidak menyangka jika Kimberly memiliki banyak saudara.
Melihat Kimberly dan sahabat-sahabatnya tengah asyik dengan dunia mereka membuat Ishana dan teman-teman marah.
"Yak! Kalian bisa berhenti tidak!" teriak Ishana.
Mendengar teriakan Ishana membuat mereka semua berhenti berbicara, Namun tidak denga Kimberly. Kimberly justru membalas perkataan Ishana.
"Hei, Kak! Jika mau berteriak jangan didekat telingaku. Telingaku sakit tahu," protes Kimberly.
"Apa hakmu memerintahku, hah?!" bentak Ishana.
"Aku tidak memerintah Kakak dan aku juga tidak melarang Kakak untuk berteriak. Aku hanya bilang jangan berteriak didekatku. Itu saja," jawab Kimberly.
Mendengar jawaban dari Kimberly membuat Ishana menatap tajam Kimberly.
"Kau..." Ishana kembali melayangkan tangannya hendak menampar Kimberly, namun tiba-tiba terdengar suara seseorang.
"Ada apa ini?"
Ishana dan teman-temannya melihat ke asal suara. Begitu juga dengan Kimberly, keempat sahabatnya dan para murid-murid yang lainnya.
"Triny," ucap Ishana dan teman-temannya.
Ishana langsung menurunkan tangannya. Begitu juga dengan Dira dan Zora yang melepaskan tangan Kimberly.
Orang yang datang itu adalah Triny Fidelyo. Triny datang bersama Billy Ravindra, Aryan Fidelyo dan para sahabatnya.
"Kimberly," panggil Triny.
"Ah, iya!" Kimberly menjawabnya.
"Kenapa kamu dan sahabat-sahabatmu ada disini?" tanya Triny.
"Ikut Ospek," jawab Kimberly santai.
"Siapa yang menyuruhmu dan juga sahabat-sahabatmu untuk ikut Ospek?" kini Billy yang bertanya.
Kimberly melihat kearah Ishana dan teman-temannya. Lalu detik kemudian, Kimberly tersenyum evil. Billy, Triny dan Aryan yang melihat senyuman dari Kimberly sangat mengerti.
"Mereka," jawab Kimberly sembari menunjuk kearah Ishana dan teman-temannya.
Billy, Aryan dan Billy melihat kearah Ishana dan teman-temannya. Begitu juga dengan sahabatnya Billy, Aryan dan Triny.
Ishana dan teman-temannya yang ditatap oleh Triny, Billy, Aryan dan para sahabatnya balik menatap.
"Kenapa kalian menatapku seperti itu? Apa salah jika Kimberly dan sahabat-sahabatnya ikut Ospek?" tanya Ishana.
Aryan mengalihkan perhatian untuk melihat kearah Kimberly.
"Kimberly. Kembalilah ke kelas bersama sahabat-sahabatmu sekarang!" seru Aryan.
"Eemm. Baiklah," jawab Kimberly.
Setelah itu, Kimberly dan keempat sahabatnya pun pergi meninggalkan lapangan untuk menuju kelasnya.
Billy melihat kearah murid-murid yang kini sedang berbaring rapi.
"Kalian juga. Kembali ke kelas masing-masing!"
"Baik, Kak!" seru para murid-murid tersebut.
Mereka semua pun membubarkan diri untuk masuk ke kelas masing-masing. Kini tinggallah Ishana dan teman-temannya, Billy, Triny, Aryan dan para sahabatnya.
"Ishana. Mulai hari kau dan teman-temanmu bukan lagi bagian dari pengurus ospek," Triny berucap dengan menatap tegas Ishana dan teman-temannya.
Mendengar perkataan Triny membuat Ishana dan teman-temannya terkejut. Mereka menatap tak suka Triny.
"Kau tidak bisa seenaknya mengeluarkan kami dari tim, Triny!" bentak Ishana.
"Kau tidak layak dan tidak pantas berada di tim lagi, Ishana! Kau sudah keluar jalur," sahut Aryan.
"Apa maksudmu, Aryan?" tanya Ishana.
"Kau sudah bersikap kasar kepada salah satu juniormu. Kau juga sudah berani memerintahkan salah satu juniormu untuk mengikatkan tali sepatumu. Disaat juniormu menolaknya kau justru ingin menamparnya." Aryan menjawab pertanyaan Ishana.
"Bahkan kau ingin mengulanginya lagi. Dan kau juga sudah main tangan kepada salah satunya," sahut Triny.
Mendengar jawaban dari Aryan dan Triny membuat Ishana dan teman-temannya terdiam. Sementara Billy, Triny, Aryan dan para sahabatnya tersenyum di sudut bibirnya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!