NovelToon NovelToon

Istri Arjuna (Sebatas Pelampiasan)

BAB 1a

Halo pembacaku tersayang. Lama tak jumpa. Selamat datang di kisah Arjuna dan Anggi. Jangan lupa tap love supaya tidak ketinggalan update.

Arjuna adalah salah satu tokoh dari novelku yang berjudul 'Forgive Me My Wife' dan Anggi adalah salah satu tokoh dari novelku yang berjudul 'You are My Sunshine'. Bagi pembaca baru bisa membaca juga dua novelku yang itu dan pembaca lama pasti sudah pada tahu kan ya 😁. Selamat membaca my beloved readers❤.

🌻🌻🌻🌻🌻

*****

BAB 1a

Teriknya cuaca di luar tak sebanding dengan panasnya suasana di sebuah kamar bernuansa abu-abu muda berpadu wallpaper bercorak hitam putih di bagian kepala ranjang dengan gorden berwarna senada. Di atas lantai yang dilapisi karpet berbulu lembut itu kini berceceran beberapa handuk termasuk jubah mandi.

Di tengah ranjang besar berukuran king size dua makhluk berlainan jenis saling merapatkan diri berbalur buliran keringat membelai kulit. Dua desah anak manusia berpadu di udara, pria rupawan berambut lurus itu kini tengah rakus mendaratkan kecupan dari sepanjang telinga, garis leher hingga bahu. Mencicipi rasa feromon bercampur asin yang menguar dari kulit semulus pualam.

Salah satu ponsel di nakas sudah berdering lebih dari sepuluh kali, tak ada yang peduli untuk sekadar berbelas kasihan pada gawai berbentuk persegi yang sedari tadi mencari perhatian.

Anggi masih berusaha mengatur napasnya yang berantakan setelah Juna menggeram panjang. Telepon tadi pasti dari kakaknya. Tangannya menggapai-gapai meraih ponsel kemudian mengirimkan pesan.

Ya, begitulah kejadiannya. Satu jam yang lalu Anggi baru selesai membasuh diri, hendak bersiap-siap pergi ke rumah sakit untuk aplus menjaga ibunya dengan Ayu sang kakak.

Akan tetapi karena sisi primitif Juna tersulut melihat Anggi yang segar setelah mandi mulai berkilah. Jika ingin pergi di hari libur begini dan meninggalkannya seorang diri, maka Anggi harus memberi kompensasi dengan mencharger kebutuhan ragawinya sampai penuh.

Hanya bisa mengangguk patuh itulah yang dilakukannya setiap kali Juna meminta, bagaimana pun juga keluarga paling berharganya telah diselamatkan oleh keluarga Juna, yakni membiayai perawatan juga operasi transplantasi ginjal ibunya yang jumlahnya tidak sedikit.

Anggi menumpulkan rasa agar sakit di hati tak terasa. Anggap saja sebagai timbal balik membalas budi daripada menjadi ****** yang menjual diri pada lelaki hidung belang demi mendapat setumpuk rupiah dalam waktu singkat.

Tak menampik realita, bahwa penghasilannya bekerja hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan hanya mampu membiayai pengobatan standar untuk meringankan penyakit ibunya, bukan perawatan terbaik kelas satu. Ia masih merasa lebih baik karena setidaknya hanya membuka kaki untuk orang yang menikahinya dalam ikatan sah.

Ia tahu, dirinya hanya dijadikan pelampiasan, lantaran tak jarang Juna menyebut nama wanita lain saat pria itu menggaulinya. Juna juga pernah menegaskan hanya menganggapnya barang sebagai penukar biaya fantastis pengobatan ibunya hingga saat ini.

Cinta yang menggetarkan jiwa memanglah tidak hadir di antara mereka. Hanya sebatas interaksi fisik sebagai pemenuhan naluri primitif manusia dewasa yang sudah berpasangan, itulah jenis kedekatan yang terjadi di antara mereka.

"Hhh ... aku jadi telat gara-gara Mas Juna!" dengus Anggi kesal.

"Tapi, kamu juga menikmatinya bukan? Jangan munafik." Juna menyeringai, masih dalam posisi memeluk Anggi dengan satu tangan menopang kepala.

"Ya, ya, ya, kuakui itu. Lagi pula Mas pasti tidak mengizinkan aku menyangkal bukan? Sebaiknya sekarang menyingkirlah, aku harus bersiap-siap."

Anggi menyingkirkan lengan Juna, turun memungut handuk dan melilitkannya sebatas ketiak. Mata Juna melahap santai pada pahatan indah daksa wanita yang sudah dua bulan berstatus istrinya itu.

"Mandilah, nanti kuantar." Juna kini ikut turun dan menyambar handuk lain di lantai.

"Tumben peduli?" balas Anggi sinis.

Juna hanya mengangkat bahu dengan angkuh seperti biasa. "Aku hanya tidak ingin aset milikku rusak. Hanya aku yang boleh merusakmu. Ingat itu!"

Ia hendak beranjak ke kamar mandi. Akan tetapi, Anggi menjegalnya.

"Aku mau mandi sendiri. Mas Juna pakai kamar mandi yang lain saja!"

Setengah berlari masuk ke kamar mandi lalu membanting pintu dengan kencang dan menguncinya itulah yang dilakukan Anggi. Ia harus cepat membersihkan diri, sudah tak sabar ingin segera bertemu dengan ibunda tercinta

*****

😳😳😳😳

Tinggalkan komentar kalian sebanyak-banyaknya biar hamba semangat update wkwkwk. Jangan lupa apresiasi karya ini dengan like, vote juga komentar. Apresiasi kalian sangat berarti bagiku. Follow juga instagramku @Senjahari2412 untuk info-info seputar cerita yang kutulis. Silakan follow dengan ikhlas. Thank you 🤗.

With love

Senjahari_ID24

BAB 1b

Setelah membaca, izinkan cinta dan jemari kalian untuk mendukung karya ini dengan LIKE, KOMENTAR, VOTE juga HADIAH. Mari sama-sama saling mendukung 🤗.

Apresiasi kalian sangat berarti bagiku. Follow juga instagramku @Senjahari2412 untuk info-info seputar cerita yang kutulis. Silakan follow dengan ikhlas. Thank you ❤.

With love

Senjahari_ID24

Selamat membaca.

🌻🌻🌻🌻🌻

BAB 1b

Mercedes-benz E-Class E 200 warna hitam terparkir manis di area parkir RS Siloam. Seorang wanita yang memakai blus warna navy berbahan lace bersiap membuka pintu untuk turun.

"Kamu ingat 'kan, harus pulang jam berapa?"

Itulah kalimat yang menyembur dari mulut Juna dengan intonasi menekan begitu Anggi melepas seatbelt. Bukannya basa-basi mengandung perhatian yang lumrah terucap dari para suami untuk istrinya, melainkan lebih pada ultimatum sebagai peringatan.

Anggi merotasikan manik matanya jengah. "Ya, ya, ya, Pak Suami. Hamba sangat amat ingat kapan harus kembali ke sangkar emasmu!"

"Bagus. Karena jika tidak, kamu sudah tahu konsekuensinya bukan? Hukuman sepanjang malam menantimu!" tegas Juna mengintimidasi. 

Anggi mengangguk. Bergidik ngeri ketika Juna menyebutkan kalimat 'hukuman sepanjang malam'. Anggi pernah mengalaminya saat tidak sengaja pulang terlalu larut beberapa minggu lalu, lupa waktu lantaran asyik bercengkerama dengan teman juga sahabat.

Kala itu Anggi pulang pukul sembilan malam, sementara Juna sudah membuat peraturan yang tak bisa diganggu gugat yaitu di pukul tujuh malam adalah batas waktu paling akhir dirinya berada di luar rumah.

Kemurkaan langsung menyambut begitu ia memasuki pintu kediaman mewah Juna, dan kamar utama menjadi saksi bagaimana Juna menghukumnya kasar semalaman tanpa ampun, tanpa kelembutan.

Alhasil raganya remuk redam disertai hatinya juga. Bagaimana tidak, setiap kali Juna meleburkan diri dengannya, nama wanita lain lah yang didesahkan mulut pria itu. 

Anggi menarik tuas pintu bermaksud membukanya. Tanpa aba-aba Juna menarik tengkuknya membuat Anggi gelagapan hampir kehabisan napas. Berusaha mendorong tubuh Juna ingin mengelak dan tentu saja itu hanya lah perbuatan sia-sia. Sampai kapan pun tenaganya takkan sebanding dengan si pria tak sabaran yang tengah mencerup bibirnya memaksakan kehendak.

"Mas Juna apa-apaan sih! Lipstikku jadi rusak!" Anggi mendengus sebal seraya menilik tampilannya di kaca spion dalam setelah Juna melepaskan cekalan di tengkuknya. Rongga dadanya kembang kempis dilanda kaget juga emosi.

"Justru aku sengaja membersihkannya. Kamu lebih cocok tanpa lipstik, Istriku." Juna menyeringai miring dibarengi tatapan kurang ajar. "Atau jangan-jangan kamu berniat tebar pesona di rumah sakit!" tuduhnya seenak jidat.

"Ngawur! Aku ke sini buat jenguk ibu, bukan mau jual diri!" serunya kesal tak habis pikir, lalu mengambil tisu untuk menyeka bibir. 

"Ingat posisimu, Anggi. Kamu adalah milikku! Bahkan kamu sudah hilang kepemilikan atas dirimu sendiri ketika keluargamu menyodorkanmu sebagai kompensasi. Jadi, jangan macam-macam dan membuat ulah yang bisa merusak reputasiku. Camkan itu!"

Anggi hanya mengangguk tipis walaupun dadanya terasa berdentam nyeri setiap kali Juna menyinggung hal itu. Tak ingin berlama-lama berkonfrontasi, ia memilih untuk segera turun. Membanting kencang pintu mobil mewah yang mengantarnya dan berderap memasuki rumah sakit.

Raut sinis menyambut Anggi begitu pintu ruang perawatan didorong. Ayu sang kakak bersedekap memasang mimik tak bersahabat.

"Mentang-mentang sudah jadi nyonya besar, datang terlambat semaunya! Pasti kamu enak-enakan santai di rumah kan? Sementara aku jadi penunggu!"

Anggi menyugar rambut sebahunya. Menarik napas dan mengembuskannya perlahan demi meredam gejolak kemarahan, tak ingin mencemari kedamaian rumah sakit dengan pertengkaran antar saudara. Tidak Juna tidak kakaknya semuanya hobi membully batinnya.

"Bukankah Mbak sendiri yang memilih untuk menunggui Ibu? Kalau sudah tidak sanggup, aku akan menyewa orang untuk mendampingi, daripada memberatkan Mbak." Anggi menjawab dengan tenang, nada bicaranya pun riuh rendah.

Ayu kelabakan. Kalau Anggi menyewa orang lain, habislah sudah alasannya untuk memerah rupiah dari adiknya ini yang bersuamikan seorang miliarder di dunia textile tanah air.

"Eh, siapa bilang. Tidak usah! Tadi itu Mbak cuma menegur keterlambatanmu, kenapa jadi merembet ke hal lain?" protesnya ngotot.

"Aku hanya memberi usulan," sambar Anggi kemudian.

"Pokoknya tidak usah! Ya sudah giliranmu sana. Mbak sudah telat, ada janji kencan," ujar Ayu sembari meraih tas lalu menyodorkan telapak tangan. "Bagi uang. Aku butuh ongkos taksi," pintanya tak tahu malu.

Anggi yang tak ingin beradu mulut merogoh tas dan memberikan beberapa lembar uang seratus ribuan. Tanpa ucapan terima kasih, Ayu menyambar lembaran rupiah, juga tanpa berpamitan bergegas pergi dari sana dengan mata berbinar.

Bersambung. 

BAB 2a

BAB 2a

Ruang perawatan terbaik bernuansa serba putih itu kini terasa lebih tenang juga damai setelah Masayu Jelita alias Ayu kakaknya Anggi pergi dari sana.

Sebuah kursi ditarik Anggi mendekati sisi tempat tidur di mana ibunya terpejam damai. Selang infus terpasang di punggung tangan sementara selang kateter tersambung ke bagian alat vital.

"Ibu, aku datang," lirihnya pelan pada wanita paruh baya yang terlelap itu. Digenggamnya tangan sang ibunda yang mulai keriput walau kini tak sekurus sebelum tindakan pembedahan transplantasi dilakukan.

Ningrum, itulah nama ibunya. Pasca operasi transplantasi ginjal, kondisinya semakin membaik kendati masih belum bisa keluar sepenuhnya dari rumah sakit. Tepat satu minggu setelah pernikahannya, ibunya mendapatkan pendonor yang tentu saja dicarikan dan didanai oleh Juna juga mertuanya.

Anggi amat bersyukur, kendati semua itu harus dibayar mahal ibarat menggadaikan jiwa dan raganya. Tercabik hanya dipandang sebelah mata sebagai sebuah barang penukar rupiah oleh pria yang menikahinya, bukan dianggap sebagai seorang istri yang sepatutnya meski tak dicinta.

Walaupun demikian, saat kenyataan hidupnya setelah menikah berbanding terbalik dengan dongeng Cinderella si upik abu yang berbahagia kala dipersunting pangeran tampan, Anggi tak sepenuhnya marah maupun menyalahkan Arjuna. Ia malah banyak merenung, mungkin semua ini adalah balasan setimpal atas niat awalnya menerima pinangan keluarga Arjuna.

Tawaran yang disajikan sulit untuk ditolak. Siapa yang tidak tergiur. Seorang pangeran tampan beserta keluarganya datang ke tempat tinggalnya dengan membawa asa pernikahan setelah dirinya dicampakkan juga bersedia mengusahakan kesembuhan ibunya yang sakit-sakitan, membuat keinginan mengiyakan secepatnya semakin memuncak akibat dari rasa marah setelah dikhianati oleh kekasih dan rekan kerjanya sendiri juga harapan indah akan kesembuhan ibunya. Satu-satunya orang tersisa yang paling ingin Anggi perjuangkan setelah sang ayah lebih dulu berpulang sewaktu dirinya masih duduk di bangku SMA.

Segala kelebihan yang membalut Arjuna juga Marina yang merupakan pemilik perusahaan di mana ia mengais rupiah, mengundang terbersitnya niat tak mulia yang menodai sucinya ikatan sakral pernikahan, menggunakannya juga sebagai ajang pelarian serta balas dendam kepada orang-orang yang pernah menyakitinya.

Anggi bersorak-sorai memamerkan keberhasilannya menggaet pewaris Royal Textile demi memuaskan amarah di jiwa. Namun sayang, niat tak terpujinya harus dibayar mahal dengan hanya dijadikan pelampiasan tanpa mampu melepaskan diri. Saat dikhianati sang kekasih yang dicintai sepenuh hati tak dipungkiri dendam ikut merecoki, meskipun ia tahu bahwa dendam hanya mengotori hati.

Seorang perawat masuk ke ruang perawatan membuyarkan lamunannya. Si perawat menyapa ramah dan Anggi mengangguk sopan.

"Bagaimana perkembangan Ibu saya, Suster?" tanya Anggi pada si perawat yang sedang menggantikan cairan infus dengan botol baru.

"Semakin membaik, Mbak. Selera makannya juga mulai meningkat. Hanya saja menurut pengamatan para dokter, ginjal yang satunya lagi kemungkinan berpotensi mengalami kegagalan serupa seperti yang telah ditransplantasi. Dokter sudah menyampaikannya kepada Kakak Anda dua hari lalu."

"Apakah sekarang dokter yang merawat Ibu sedang di tempat? Saya ingin berbicara langsung." Anggi meremas jemarinya khawatir. Ketakutan menyergap, sebelumnya ia sering menyaksikan ibunya kepayahan akibat sakit ginjal yang diidapnya dan itu membuatnya meringis perih.

"Berhubung ini hari Minggu, kemungkinan Dokter Desi sebagai dokter penanggung jawab Ibu Ningrum hanya akan datang nanti sore untuk kontrol periksa pasien yang dirawat. Kalau mau leluasa berkonsultasi, lebih baik besok saja, Mbak. Setelah jam makan siang."

"Apa Ibu juga harus cuci darah secara rutin lagi?" tanyanya resah.

Anggi mendedikasikan seluruh hasil kerjanya untuk obat-obatan juga cuci darah ibunya setahun terakhir. Uang bisa dicari. Seperti saat ini pun ia merelakan dirinya dijadikan pelampiasan semata disertai tertekan batin juga salah satu alasannya demi kesembuhan sang ibu. Hanya saja Anggi sering kali tak tega, menyaksikan ibunya yang ringkih kepayahan selepas proses cuci darah dilakukan.

Sebetulnya proses cuci darahnya sendiri tidak terasa sakit, akan tetapi efek samping setelahnya. Ibunya bahkan tak kuat turun dari tempat tidur selama beberapa hari, mengeluh kepalanya sakit disertai badan lemas juga mual muntah hebat.

"Jika memang terdiagnosa demikian. Kemungkinan cuci darah rutin sudah pasti harus dilakukan kembali. Saya permisi, Mbak."

Si perawat yang telah menyelesaikan tugasnya undur diri, meninggalkan Anggi yang termangu menatap nanar wanita lemah yang telah melahirkannya.

TBC

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!