NovelToon NovelToon

Ranjang Balas Dendam

BAB 1. Tukar Identitas

"Apa kau ingat? Saat SMA dan kuliah dulu, kau terus membuliku. Jadi sekarang, rasakan balas dendamku, wahai istriku!" Ucap Angkasa pada istrinya.

.....

Leora yang tertidur di ranjang kamarnya langsung terbangun dan membuka matanya saat merasakan rasa sakit yang tiba-tiba di lengannya.

"Selesai!" Seru Liona merasa puas setelah ia selesai menyuntik Leora.

"Apa yang kau lakukan?!" Leora langsung bangun dan melototi adik kembarnya.

"Oh, Aku baru saja penyuntikan obat ke tubuh kakak. Sebentar lagi kakak akan lumpuh sepenuhnya dan tidak bisa berbuat apa-apa." Ucap Liona dengan puas.

"Apa maksud kamu Dik?" Tanya Leora sambil mengerutkan keningnya.

"Mulai sekarang, kita akan bertukar posisi. Aku akan menjadi kakak dan kakak akan menjadi aku. Jadi mulai sekarang semua karir kakak, kekasih kakak, dan semua yang kakak miliki akan menjadi milikku!" Ucap Liona dengan puas sambil tersenyum meninggalkan Leora.

"Apa yang dimaksud?" Ucap Leora hendak mengejar Liona, tapi tiba-tiba badannya terasa kaku dan ia akhirnya jatuh ke lantai.

Selain badannya yang kaku, ia tidak bisa mengeluarkan tenaganya untuk bersuara sedikitpun.

Tak berapa lama kemudian, Liona kembali masuk ke kamarnya lalu menyeretnya keluar dari kamar itu.

Gadis itu pun membaringkannya di atas tempat tidur Liona lalu menyelimutinya seolah Leora sedang tertidur pulas.

Liona kemudian mengikat rambutnya sembari memandangi kakaknya dengan senyum puasnya.

"Hah, sekarang tolong Kakak lupakan identitas Kakak sebagai Leora, karena mulai sekarang, identitas itu adalah milikku. Juga, Kakak lah yang akan dijodohkan dengan teman SMA kita yang super culun itu!" Ucap Liona.

Leora menggerutu dalam hatinya sambil memandang dengan kebencian pada adiknya. Tapi ia tidak bisa berbuat apa-apa dan hanya memandangi Liona sudah berjalan keluar dari kamarnya.

"Ibu," Seru Liona pada ibunya.

"Leora sayang, bukankah Ibu menyuruhmu istirahat? Kau baru saja kembali dari tour luar negeri mu. Apa kau tidak lelah?" Tanya Anasta.

"Ibu, aku sudah biasa berada di pesawat selama berjam-jam. Jadi ini bukan masalah besar bagiku." Ucap Liona sembari memeluk Anasta.

"Ya Sudah, pergi hampiri adikmu. Ia pasti sudah merindukanmu." Ucap Anasta.

"Baik Bu," jawab Liona lalu ia kembali ke kamarnya.

"Hm, Apa kakak kau tahu? Ibu bahkan tidak bisa mengenaliku sebagai Liona. Dia sudah mengenaliku sebagai Leora!" Ucap Liona mengejek Leora yang tak bisa bergerak di tempat tidur.

...

Kejadian itulah yang membuat Leora sekarang berubah identitas menjadi Liona.

Tapi sayangnya, obat yang disuntikkan Liona padanya, membuat kakinya tetap lumpuh.

Dan saat ini, Leora sudah menikah dengan seorang pria yang dijodohkan dengannya. Seorang pria culun dengan tampang membosankan, sama sekali tidak cocok dengan Leora yang dulunya adalah seorang model internasional.

"Selamat ya, Adik Liona." Ucap Liona yang baru saja tiba dan memeluk Leora dengan hangat.

"Selamat Adik ipar." Ucap Radit, kekasih Leora yang sebenarnya.

Leora menitikkan air matanya melihat adiknya kini menggunakan identitasnya dan bermesraan dengan kekasihnya.

"Ada apa Dik, jangan menangis seperti ini. Apa adik masih khawatir kalau suami Adik tidak akan menerima adik dengan tulus? Tenang saja, dia pasti menerima adik dengan tulus." Ucap Liona sembari menghapus air mata dipipi Leora.

"Aku baik-baik saja." Ucap Leora menepis tangan Liona lalu membuang muka dari gadis itu.

"Adik, apakah aku salah bicara?" Tanya Liona memperlihatkan wajah sedihnya.

"Keluar dari sini!" Bentak Leora yang sudah menangis meratapi nasibnya.

"Tapi Adik,,"

"Sudah, kita keluar saja sekarang." Ucap Radit merangkul Liona keluar dari kamar pengantin.

"Aku tidak percaya adikku mengusirku dari kamar pengantinnya saat aku memberinya ucapan selamat." Ucap Liona ketika ia dan Radit sudah berada di luar kamar pengantin.

"Sayang, ini bukan salahmu." Ucap Radit lalu memeluk Liona dengan hangat.

"Terima kasih kau selalu menenangkanku." Ucap Liona sambil tersenyum di pelukan Radit.

"Selamanya." Jawab Radit

'Rasain kau Kak! Sekarang kekasihmu menerimaku seperti ia menerimamu. Semua orang kini tahu, kalau Liona lah yang lumpuh, dan aku menggantikan posisimu sebagai Leora!'

....

Angkasa memasuki kamar pengantinnya dan menyaksikan seorang gadis diatas kursi roda sedang menatap keluar jendela sambil menangis.

"Kau menangis? Apa karena kau malu menikah denganku?" Tanya angkasa sambil mendekati Leora.

Namun, Gadis itu sama sekali tidak menghiraukannya dan terus menatap keluar jendela.

"Hah, kenapa sekarang setelah kita menikah kau menjadi pendiam. Bukankah dulu saat kita masih sekolah kau adalah orang yang paling ribut dan terus mengejekku?

Kau bilang apa? Aku jelek? Aku culun? Aku tidak pantas satu sekolah denganmu?

Hahaahaaaa...

Sayang sekali kau akhirnya menikah dengan pria yang kau hina itu." Ucap angkasa lalu ia meninggalkan Leora yang masih menangis.

Angkasa hendak masuk ke dalam kamar mandi sebelum ia teringat sesuatu dan kembali menoleh pada Leora.

"Siapkan hari-harimu mulai sekarang. Mungkin penderitaanmu akan lebih buruk dari yang pernah aku rasakan ketika masih sekolah." Ucap angkasa sebelum masuk ke kamar mandi.

Sementara Leora saat itu sedang memandangi kekasihnya Radit sedang bermesraan dengan Liona.

'Bagaimana bisa ia tidak mengenali siapa perempuan yang bersamanya. Apakah dia sama sekali tidak mengenalku dengan baik?' Pikir Leora menahan sakit hatinya.

Leora masih sibuk dengan pikirannya saat pintu kamar mandi kembali terbuka.

Pria yang tadi culun kini berubah menjadi seorang tampan yang memiliki badan kekar terawat.

"Cepatlah mandi karena malam pengantin kita akan segera dimulai." Ucap Angkasa memperlihatkan seutas senyum mengejeknya pada seorang gadis yang menoleh ke arahnya.

Leora menghapus air matanya lalu ia melajukan kursi rodanya ke dalam kamar mandi.

"Leora, kamu harus kuat. Bertahanlah sebentar sampai kakimu sembuh lalu semua dendammu akan dibalaskan." Ucap Leora menyemangati dirinya sendiri lalu ia mulai mandi sebelum keluar menghampiri suami barunya.

"Kau bersikap biasa saja?" Tanya angkasa sambil mengerutkan keningnya.

Bagaimana tidak, Leora sama sekali tidak terkejut melihat perubahan angkasa. Di mata Gadis itu juga tidak ada ketakutan saat melihat Angkasa mendekat ke arahnya.

Padahal sebelumnya, Angkasa sudah mengancam untuk menyiksa Leora sebagai balas dendam atas perlakuan Liona di masa sekolah mereka.

"Kau mau seperti apa?" Tanya Leora tak mengerti.

"Kau tidak takut aku akan menyiksamu?" Lagi tanya Angkasa.

"Kenapa kau mau menyiksaku?"

"Haha, kau sudah lupa atas semua yang kau lakukan di masa sekolah kita? Hari ini juga aku akan mulai balas dendamnya." Kata angkasa tersenyum lalu ia mengangkat Leora dan melemparkan Gadis itu ke atas tempat tidur.

"Ah!" Jerit Leora merasa kesakitan.

"Tidak perlu menjerit. Karena rasa sakit itu sama sekali tidak sebanding dengan rasa sakit yang akan kau lalui kedepannya." Ucap Angkasa yang mulai melepaskan satu persatu kain di tubuhnya.

'Hah! Betapa beruntungnya Liona. Mengambil identitasku dan menjadikanku sebagai objek balas dendam seorang pria yang seharusnya balas dendam padanya.' Pikir Leora menghela nafas dengan air mata bercucuran di pipinya.

'Sayangnya aku tidak bisa berbuat apa-apa Karena untuk melawan pun aku tak berdaya, kakiku lumpuh.' Lagi Gumam Leora berusaha menguatkan dirinya.

Angkasa kemudian naik ke tempat tidur "Apa kau ingat? Saat SMA dan kuliah dulu, kau terus membuliku. Jadi sekarang, rasakan balas dendamku, wahai istriku!" Ucap Angkasa pada istrinya.

Novel ini mengandung adegan kekerasan dan konten dewasa lainnya. Pembaca dibawa umur mohon tutup mata, apa lagi yang memiliki riwayat penyakit darah tinggi dan jantung....

BAB 2. Terlalu Kejam

'Satu, dua, tiga, empat, hah, lima, enam.' Hitungan Leora dalam hati baru saja dimulai.

Apa yang dihitung?

Saat ini ia sedang berbaring di atas ranjang. Tangannya memegang erat pada sprei yang telah berantakan dengan seorang pria sedang berada di atasnya. Pria itu menekannya dengan sangat kuat hingga tulangnya seakan remuk.

Air mata Leora menetes mengiringi hitungannya dalam hati. Ia sudah menikah selama satu minggu dengan pria bernama Angkasa itu, tapi pria itu tidak pernah memberinya kesempatan untuk bernafas lega.

Setiap malam ia selalu menjadi objek balas dendam di atas ranjang yang harusnya diterima oleh adiknya Liona.

'Dua puluh, dua satu, dua dua,' hitungan Leora terus berlanjut sambil menggertakan giginya berusaha untuk tidak menjerit.

"Akkh! Kau semakin enak." Komentar Angkasa sambil terus bekerja keras untuk menikmati wajah tersiksa istrinya.

Gerakannya semakin dipacu sambil menikmati setiap tetes air mata yang keluar di sudut mata Leora.

Baginya, jutaan tetes air mata yang keluar dari mata itu tidak akan menggantikan semua penderitaan yang pernah ia alami.

"Tujuh tujuh, tujuh delapan,"

Aktivitas mereka terus berlanjut sampai akhirnya Leora pingsan untuk kesekian kalinya.

Angkasa tersenyum mengejek sambil terus menggerakkan pinggulnya. "Baru segini saja sudah pingsan." Gerutunya.

Entah berapa lama Leora pingsan, tapi yang jelas ketika ia bangun, hari sudah siang.

Ia mengerjapkan matanya sambil mengusap kulit nya yang lembab akibat keringat yang dihasilkan di pertempuran kemarin malam.

"Hidupku," katanya kembali menangis mengingat nasibnya yang terlalu tragis.

Setelah puas menangis ia kemudian bangun dan dan berusaha membawa tubuhnya ke pinggir kasur.

Selimut yang kemarin ia gunakan sudah tercecer di bawah lantai bersama pakaiannya, "Pria itu sungguh tidak punya hati. Bisa-bisanya ia meninggalkanku dengan tubuh telanjang dan tidak bersimpati menyelimutiku." Ucapnya sembari menghapus air mata di pipinya.

Leora kemudian naik ke kursi roda dan masuk ke dalam kamar mandi. Iya mandi begitu lama sebelum menggunakan pakaian dan turun ke lantai bawah untuk sarapan.

"Selamat pagi Nyonya." Sambut seorang pelayan yang selalu melayaninya. Namanya Bibi Kira

"Selamat pagi, Tolong rapikan kamarku." Kata Leora.

"Baik Nyonya." Jawab pelayan itu lalu pergi meninggalkan Leora.

Leora menghabiskan sarapannya sebelum duduk di ruang keluarga menghabiskan waktunya menonton TV.

Tak berapa lama, Bibi Kira kembali menghampirinya.

"Ada apa?" Tanya Leora.

"Saya menemukan ini di atas kamar nyonya." Ucap pelayan itu menyerahkan sebuah ponsel baru.

Leora mengambil ponsel itu dan mengeceknya. 'Apa dia membelikanku ponsel baru? Untuk apa?' pikir Leora lalu meletakkan ponsel itu di atas meja dan kembali fokus pada tv-nya.

Ya, sudah satu minggu ia menikah dengan Angkasa, namun selama itu ia belum pernah menyentuh ponsel. Iya juga tidak pernah meninggalkan rumah dan hanya menghabiskan hari-harinya di depan TV.

Drrtt... Drrtt...

Tiba-tiba ponsel yang baru saja ia letakkan di atas meja berbunyi. Leora langsung meraih ponsel itu dan melihat nama pemanggil tercatat Tuan.

Sambil mengeryit, Leora mengangkat panggilan itu.

"Ponsel ini untuk menghubungimu. Jangan menambahkan kontak siapapun di ponsel ini. Juga, sekarang datanglah ke kantorku." Ucap pria di seberang telepon sebelum telepon Itu dimatikan.

"Cih! Dia benar-benar!" Gerutu Leora membanting ponsel itu ke atas sofa lalu ia kembali menikmati siaran tv-nya.

Siang berlalu hingga malam kini datang. Leora tidak pergi ke kantor Angkasa dan memilih terus berada di depan TV.

Malam hari itu ia menghela nafas ketika sudah pukul 9 malam dan angkasa belum kembali juga.

"Akhirnya ini malam pertamaku untuk tidur dengan nyenyak." Pikir Leora lalu ia melajukan kursi rodanya ke kamarnya.

Malam itu, ia benar-benar tidur dengan nyenyak namun pada pagi hari, baru saja ia selesai mandi ketika pintu kamar dibuka oleh seorang pria. .

Angkasa berdiri sesaat memandang perempuan yang juga memandanginya.

Setelah beberapa detik berlalu pria itu berjalan dengan tergesa-gesa dan langsung menampar Leora.

Plak!

Tamparan keras itu membuat Leora jatuh bersama kursi rodanya hingga Ia tersungkur di lantai.

Leora begitu terkejut dan memegangi pipi kirinya yang telah di tampar. Air matanya langsung terjatuh membanjiri seluruh pipi mulusnya.

"Wanita sialan! Beraninya kau membantah perintahku!" Ucap Angkasa menarik Leora dari lantai dan menghempaskan perempuan itu ke kasur.

"Kau bukanlah perempuan yang patut dikasihani. Kesombongan dan keras kepala yang kau punya harus mendapat pelajaran yang setimpal." Kata Angkasa sembari merobek-robek seluruh pakaian Leora.

"Tolong, kumohon jangan!" Rintih Leora sambil menangis dan berusaha menahan pakaiannya.

Ia begitu takut dan sudah merasa sangat trauma dengan semua perlakuan angkasa padanya.

Tapi pria itu sama sekali tidak mengindahkannya dan terus merobek seluruh pakaian Leora hingga akhirnya semuanya telah lepas dari tubuh Perempuan itu.

"Kau patut mendapatkan semua ini! Apa yang kau alami ini pun tidak sebanding dengan yang sudah kau lakukan! Perempuan sialan sepertimu layak menderita seumur hidupmu!" Kata angkasa lalu ia mulai menggempur Leora hingga perempuan itu berteriak kesakitan di pagi hari yang cerah.

"Ya ampun, Tuan benar-benar kejam terhadap Nyonya. Padahal Nyonya sudah lumpuh, dan diabaikan oleh keluarganya." Ucap pelayan yang berdiri di depan kamar karena ia hendak mengantar sarapan pada Leora.

Namun ia tidak bisa berbuat apapun dan hanya berbalik membawa sarapan itu ke dapur.

"Maafkan saya nyonya, saya pun tidak bisa berbuat apa-apa untuk menolaknya. Anak saya sakit keras dan butuh biaya yang besar untuk perawatannya." Ucap Pelayan paruh baya itu sambil duduk mengusap dadanya terasa sesak membayangkan seorang perempuan disiksa seperti itu.

Setelah pelayan itu menunggu selama 3 jam, ia melihat angkasa sudah pergi meninggalkan rumah.

Pelayan itu bergegas naik ke lantai atas dan menemui Leora terbaring dengan lemas di atas tempat tidur dengan darah menodai sprei putih.

Pelayan paruh baya itu langsung meraih selimut di bawah lantai dan menyelimuti Leora.

"Bibi, saya lapar." Kata Leora sambil menangis.

"Saya akan mengambil sarapan." Ucap pelayan itu sambil meneteskan air matanya juga lalu ia pergi meninggalkan kamar Leora.

"Ya Tuhan, Kenapa kau menuliskan takdir yang begitu kejam padaku? Semua yang kumiliki sudah kau rebut dariku, sekarang pun, kau tidak mengizinkanku untuk hidup dengan tenang?" Isak Leora menangis sesegukan.

Leora membungkus seluruh tubuhnya dan menangis di balik selimut. Seluruh tubuhnya terasa sangat sakit seolah tulang dan dagingnya telah berpisah.

Pelayan yang tadi pergi mengambil makanan sudah tiba di kamar Leora.

'Ya Tuhan, nasib macam apa yang kau berikan pada perempuan cantik ini?' gumamnya dalam hati sambil menghela nafas mendengar isakan menyedihkan Leora.

"Nyonya, makanannya sudah siap." Kata pelayan itu sambil menahan sesaknya.

Leora berusaha menenangkan dirinya sebelum menyingkap selimut itu. "Bantu Saya Bibi." Katanya.

Pelayan itu langsung membantu Leora duduk lalu ia menyuapi Leora.

"Saya sudah menyiapkan obat untuk nyonya." Ucap Bibi Kira setelah Leora menghabiskan sarapannya.

"Terima kasih Bibi." Jawab Leora lalu ia menelan pil pil obat yang diberikan oleh Bibi Kira.

"Ini juga ada salep, kalau ada luka di tubuh Nyonya." Ucap Bibi Kira.

"Letakkan saja di situ, aku akan menggunakannya nanti." Jawab Leora yang tidak mungkin meminta bantuan Bibi Kira, karena yang terluka adalah bagian intimnya.

"Ya sudah, kalau begitu saya akan menunggu dibalik pintu. Kalau Nyonya membutuhkan sesuatu Nyonya tinggal memanggil saya saja." Ucap Bibi Kira lalu pergi meninggalkan Leora.

Hei, nunggu adegan apa? Maaf ya, adegannya nanti di bab belasan ke atas🤭

BAB 3. Tertawa sambil menangis

Bibi Kira sudah 1 jam menunggu di depan pintu kamar Leora.

"Aduh, Nyonya kok tidak bersuara dari tadi? Apa Nyonya tidur lagi ya?" Ucapnya dengan cemas.

"Sebaiknya aku masuk saja dan melihatnya." Lagi katanya lalu ia membuka pintu.

Dilihatnya Leora sedang berusaha menggapai pakaiannya yang terhambur di lantai.

"Nyonya," Bibi Kira langsung berjalan ke arah lemari dan mengambil pakaian untuk Leora.

"Terima kasih Bi," ucap Leora sembari memakai gaun itu.

"Kenapa Nyonya tidak memanggil saya?" Tanya Bibi Kira yang sudah memungut semua pakaian di lantai.

Leora tertegun, sebelum ia bertukar identitas dengan adiknya, dulunya ia tidak pernah punya pelayan karena bisa melakukan segalanya sendirian.

Tapi sekarang, mengambil pakaian yang jatuh ke lantai pun ia tidak bisa melakukannya.

Air matanya kembali mengalir memikirkan kesulitannya saat ini.

Bibi Kira yang selesai membereskan semua barang-barang yang berserakan di lantai kembali merasa bersalah melihat Leora sudah menangis lagi.

"Nyonya." Kata Bibi Kira langsung mendekat pada Leora dan memeluk perempuan rapuh itu.

"Hiks! Huhu,, Bibi, dulu aku adalah seorang model terkenal. Aku memiliki segalanya, tubuhku bisa bergerak dengan bebas dan bisa melakukan apapun sendirian.

Sekarang, untuk mengambil pakaian dari lantai saja aku tidak bisa." Isak Leora.

"Nyonya," Bibi Kira tidak bisa menghibur.

"Dulu aku memiliki kehidupan yang bahagia, semua orang berusaha dekat denganku dan menjilat apa yang kumiliki. Aku punya kekasih yang sayang padaku, orang tua yang selalu mendukungku, dan rekan-rekan kerja yang selalu menjagaku.

Tapi sekarang? Aku tidak punya apa pun selain rasa sakit yang terus bertambah setiap hari." Isak Leora.

"Nyonya, rasa sakit dan bahagia datang silih berganti. Tapi kita tidak pernah tahu kapan waktu akan berpihak pada kebahagiaan atau berpihak pada kesedihan." Ucap Bibi Kira berusaha menenangkan Leora.

"Bibi benar, mungkin selama ini aku terlalu mengabaikan adikku hingga aku mendapat balasan seperti ini." Ucap Leora kembali mengingat kelakuan adiknya yang telah membuangnya ke dalam lubang penderitaan.

"Nyonya, tolong jangan menangis. Kalau Nyonya menangis terus, kapan Nyonya bisa bangkit lagi dan kembali seperti semula?" Ucap Bibi Kira sembari menepuk-nepuk pelan punggung Leora.

"Hah!! Bibi benar, aku punya banyak hal yang harus diselesaikan.

Kalau begitu, aku akan kuat. Tolong bantu aku ke kamar mandi." Ucap Leora berusaha menahan isakannya.

Bibi Kira kemudian membantu Leora turun dari tempat tidur. Ketika Leora menggerakkan kakinya, tiba-tiba ia merasa dapat mengontrol kedua kakinya walau hanya sesaat.

"Bibi!" Katanya terkejut.

"Ada apa Nyonya?" Tanya Bibi Kira.

"Kakiku! Kakiku bisa digerakkan lagi!" Katanya berusaha menggerakkan kakinya, tapi sayang sekali, bahkan jari kakinya pun tidak bergerak walau hanya seinchi saja.

"Nyonya," ucap Bibi Kira yang mulai panik melihat Leora yang kembali menangis.

"Bibi aku serius! Tadi kakiku bisa bergerak. Buktinya aku bisa menurunkan kakiku dengan kekuatanku sendiri." Katanya sambil menangis keras.

"Tidak Nyonya, tadi saya yang membantu Nyonya menurunkan kaki Nyonya." Ucap Bibi Kira.

"Tidak! Aku tidak melihatmu membantuku. Pokoknya kakiku bisa bergerak!" Lagi kata Leora berusaha menggerakkan kakinya, tapi nihil, tak ada perubahan.

"Ah!!!" Teriak Leora mulai memukul-mukul kakinya dengan kedua tangannya.

"Tidak! Ini tidak mungkin! Hiks! Haha.... Hahaha.... Kakiku! Aku tidak mungkin lumpuh seumur hidup! Haha! Kakiku bisa bergerak! Hiks" Ucap Leora sambil menangis bercampur tawa berusaha menggerakkan kedua kakinya dengan tangannya.

"Nyonya!" Bibi Kira yang melihat perbuatan Leora tidak mampu menahan tangisannya dan ikut menangis sambil memeluk Leora.

"Bibi! Aku tidak lumpuh! Aku seorang model internasional! Kakiku adalah salah satu keindahan yang ku miliki sebagai seorang model! Ini pasti mimpi! Hahah... Hahaha.. Ini mimpi! Hiks!"

"Nyonya,," Bibi Kira memegang tangan Leora menjaga perempuan itu memukul-mukul kakinya.

"Tidak perlu mencegahku bibi, kakiku juga tidak bisa merasakan sakit!" Ucap Leora berusaha menarik tangannya.

"Tidak Nyonya! Bibi tidak bisa membiarkan Nyonya menyakiti diri Nyonya sendiri." Ucap Bibi Kira.

"Tidak ada gunanya Bibi, karena aku sudah ditakdirkan untuk hidup menderita. Mungkin dengan menyakiti diriku sendiri aku bisa lebih cepat meninggalkan penderitaanku!

Huhu,, hiks!

Sebentar lagi akan malam, pria itu akan kembali menyiksaku lagi! Haha..." Isak Leora dengan putus asa.

"Tidak Nyonya, ini masih pagi. Nyonya belum menonton serial kesukaan kita. Nyonya bilang Nyonya tidak mau ketinggalan serial itu. Sekarang Nyonya malah bersikap seperti ini? Saya harus apa Nyonya?"

Leora terdiam sesaat "Bibi tidak tahu? Serial itu diperankan oleh mantan kekasih ku! Kekasih yang sudah meninggalkanku setelah aku lumpuh!" Isak Leora semakin merasa sakit hati mengingat kekasihnya.

"Ya ampun Nyonya," Bibi Kira tidak bisa berkata-kata lagi.

Ia tidak menyangka kalau serial kesukaan mereka itu ternyata diperankan oleh mantan kekasih Leora.

"Sudah Bibi, aku harus mandi dan bersiap menyambut suamiku lagi. Aku tidak mau ia melihatku dalam keadaan kotor dan merasa kurang puas." Ucap Leora masih terisak sambil menarik kursi rodanya.

"Nyonya," hati Bibi Kira teriris mendengar ucapan Leora.

"Tidak apa Bi, ini sudah takdirku!" Ucap Leora.

Akhirnya Bibi kira mengantar Leora ke dalam kamar mandi lalu ia menunggu dengan sangat cemas.

"Astaga, Nyonya baru berumur 23 tahun, tapi harus menderita seperti ini, menikah dengan seorang pria yang terus menyiksanya." Ucap Bibi Kira merasa merinding saat ia ingat bagaimana luka di tubuh Leora sudah membiru.

Setelah menunggu selama 1 jam, akhirnya Leora memanggil Bibi Kira.

Ia dibantu Bibi Kira memakai pakaiannya dan mengobati luka-lukanya.

"Ahw!" Kelu Leora saat sudut bibirnya yang terluka ditekan menggunakan kapas.

"Maaf Nyonya," kata Bibi Kira.

"Tidak apa-apa, sakit itu tidak sebanding dengan rasa sakit yang kualami setiap malam.

Oya, apa Bibi bisa keluar membelikanku alat rias? Aku pikir selama satu minggu menikah aku belum pernah menyentuh benda-benda itu.

Padahal dulu aku tidak pernah jauh dari benda-benda itu." Ucap Leora dengan suara serak saat bayang-bayang meja riasnya yang dulu penuh dengan alat make up kembali hadir di ingatannya.

"Maafkan saya nyonya, tapi saya tidak diberikan uang oleh Tuan. Gaji saya bulan lalu juga sudah saya gunakan untuk membayar biaya rumah sakit anak saya." Kata Bibi Kira merasa sangat bersalah pada Leora.

"O iya, Maaf Bibi, saya lupa kalau sekarang situasinya sudah berbeda. Semoga anak Bibi cepat sembuh." Ucap Leora yang kini serba salah.

"Tidak apa-apa nyonya, anak saya akan menjalani operasi bulan depan. Kata dokter keadaannya akan membaik kalau operasinya berjalan dengan lancar."

Setelah selesai mengobati lukanya, Leora bermalas-malasan sepanjang hari itu menikmati waktu kebebasannya.

Saat sore hari menjelang, Leora sangat terkejut karena ia tiba-tiba datang bulan.

"Bagaimana ini? Pria itu akan sangat marah nanti malam!" Cemas Leora langsung berkeringat dingin.

Hei,, jangan bertanya bagaimana akhirnya! ini bahkan baru bab 3 😂.

Sekedar info juga, jempolmu tidak sakit saat menekan tombol like.

Buktikan saja kalo tidak percaya!

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!