Jika memang ini takdir yang dipilihkan Tuhan untukku, maka aku menerimanya dengan ikhlas. Meskipun aku tidak bisa memilih harus terlahir di keluarga seperti apa dan di status sosial seperti apa, aku tidak akan protes.
Hanya satu keinginanku, aku ingin merasakan bahagia tanpa terluka. Selama ini aku tidak pernah protes dengan segala ujian yang menerpaku. Tetapi sampai kapan aku bisa bertahan? Apakah aku tidak berhak mendapatkan kebahagiaanku?
...⚜⚜⚜...
...Tuhan...
...Ijinkan aku untuk bahagia...
...Aku hanya ingin merasakan kebahagiaan...
...Aku tidak pernah menyalahkan takdirku...
...Tapi apakah aku tidak berhak bahagia?...
...Tuhan...
...Ambillah nyawaku saja jika itu yang terbaik...
...Mungkin di surga aku bisa bahagia...
...⚜⚜⚜...
"Kamu yang sabar ya nak, mungkin setelah ini umurmu tidak akan panjang." Ucap nenek.
Deg
"Apa salahku Tuhan? kenapa engkau begitu kejam kepadaku?"
Seketika luruhlah sudah air mataku. Selama aku hidup aku tidak pernah menyalahkan takdirku. Tetapi perkataan nenek barusan menyadarkanku bahwa hidup memang kejam.
Disaat aku ingin merasakan kebahagiaan tetapi di saat itulah aku harus menerima takdirku.
...⚜⚜⚜...
...KEDIAMAN ROY...
"Apa ... aku harus menikah?"
"No, aku tidak mau ayah, aku tidak mau menikah!"
"Kenapa? wanita itu sebentar lagi akan mati dan kamu akan mendapatkan seluruh warisan darinya."
"Jadi ayah menyuruhku menikah dengan wanita penyakitan? begitukah maksud ayah?"
De pun mulai menunjukkan gelagat tidak sukanya akan tuntutan gila dari ayah kali ini.
"Bukan begitu Nak, tapi dia wanita baik-baik dan juga cantik, siapa tau kamu bisa mencintainya dan mengambil hatinya."
De berbalik dan menatap garang ayahnya. Ia tak menyangka ayahnya bisa berpikiran kotor seperti itu.
"Ayah tau sebentar lagi Laura kembali dan aku akan melamarnya."
"Iya aku tau."
"Lalu kenapa ayah tetap memaksaku?"
"Tentu saja karena kamu putraku satu-satunya, sejak kapan putra kebanggaan ayah menjadi bodoh seperti ini!"
Lelaki tua itu berusaha memegang bahu putranya tetapi De bergerak lebih cepat sehingga ayahnya tak mampu meraih tubuhnya. De mengepalkan tangannya.
"Aku mau keatas, dan aku tidak mau menikah!"
De menekankan kata-katanya barusan lalu berlari cepat untuk bisa naik ke kamarnya yang berada di lantai atas. Ia sungguh kecewa dengan perlakuan dan sikap ayahnya.
Sedangkan ayahnya mengepalkan tangannya menahan amarah. Sejak kejadian itu membuat Roy menjadi orang yang berbeda. Roy yang dulunya lembut kini menjadi ambisius dan cepat marah.
Tetapi ia sangat mencintai dan menyayangi anak satu-satunya itu. Tidak ada jalan lain lagi untuk menebus semua kesalahannya kecuali dengan menikahkan putranya dengan cucu nenek itu.
Sedangkan De sudah jengah dengan sikap ayahnya. Segala tuntutan dan permintaan dari ayahnya telah ia lakukan tetapi semuanya hasilnya nihil.
Lagi pula ia tidak mau berdebat dengan ayahnya. Sudah cukup selama ini ia selalu menurut kemauan ayahnya. Ia bahkan selalu menyimpan keinginannya sendiri tanpa mau mengatakannya pada siapapun.
>>>FLASH BACK ON
Beberapa tahun lalu sebelum ia kehilangan ibunya hidupnya tak seperti saat ini. Saat ibunya masih hidup ia tidak pernah kehilangan kasih sayang seperti saat ini. Begitu pula, ibunya juga tidak pernah memaksakan kehendak pada dirinya.
Hanya ibunya yang mengerti sikap dan keinginan De. Tak ada orang lain yang bisa menggantikan posisi ibunya di hati De.
Di mata De, ibunya sosok yang sempurna tetapi ayahnya terlalu banyak menyakiti ibunya hingga ibunya tersiksa dan menyimpan kesakitannya sendiri.
Hanya De yang tau tentang apa yang menimpa ibunya hingga sang ibu menghembuskan nafas terakhirnya. Memory itu tersimpan begitu rapat sampai saat ini.
Yang ayahnya tau, istrinya meninggal karena suatu penyakit dan tidak bisa disembuhkan. Bahkan di ahir hayatnya suaminya tidak pernah meminta maaf untuk semua perlakuan yang pernah ia lakukan pada istrinya.
De kecewa dengan ayahnya, tetapi jika ia memberontak tentunya tidak akan menguntungkannya. Sampai ahirnya ayahnya menjadi orang suskes seperti saat ini.
>>>FLASH BACK OFF
Roy Abraham adalah ayah De, sedangkan De adalah panggilan sayang dari mendiang ibunya. Namanya sebenarnya adalah Louis Abraham, tetapi entah kenapa ibunya suka sekali memanggilnya dengan sebutan De.
Roy memang tidak pernah memperlakukan mendiang istrinya dengan penuh cinta semenjak istrinya terlibat skandal di tempat kerjanya. Ia selalu menyalahkan istrinya dan tidak pernah mau menerima alasan apapun yang diberikan mendiang istrinya itu.
Padahal apa yang dituduhkan padanya tak seperti pemikiran Roy. Tetapi yang namanya cinta jika sudah dibalas oleh dusta maka akan membutakan mata hatinya. Begitu juga dengan hati ayah De.
...⚜⚜⚜...
...Mansion Lily...
Duduklah seorang wanita cantik bermata biru yang memandang lepas hamparan rumput hijau dibelakang rumahnya. Selain hamparan rumput yang indah di tempat itu banyak sekali bermekaran bunga-bunga indah dengan segala jenis yang ditanam sang nenek.
Neneknya sudah tidak memiliki anak ataupun suami, ia kini tinggal bersama cucu satu-satunya yang ditinggalkan anak dan menantunya.
Kejadian tragis itu merenggut nyawa anak dan menantu satu-satunya, hanya dalam sepersekian detik sesudah mereka meninggalkan rumah, mobil yang mereka kendarai meledak dan merenggut nyawa orang di dalamnya.
Kejadian itu meninggalkan moment yang tak bisa dihapus dari memory. Menyisakan luka yang amat mendalam.
Nenek tua itu menangis setiap mengingat kejadian yang memilukan hatinya. Tapi ia tidak bisa menyalahkan takdir, dan kini ialah yang harus merawat cucu perempuan satu-satunya itu.
Kini ia pun harus menerima takdir kejam ketika cucu kesayangannya itu divonis kanker otak. Sedangkan senyum Zara sudah terhapus ketika ia mendapatkan vonis dari dokter pribadi keluarganya.
Zara tak pernah menyalahkan takdirnya, ia berusaha menjalani kehidupannya dengan selalu bersyukur. Meski ia lahir di keluarga kaya raya, tetapi ia sangat ramah dan sopan.
Zara tumbuh dengan didikan yang sangat ketat. Neneknya selalu mengajarkan hal-hal yang baik kepadanya. Ia juga tidak mengajarkan kebencian pada orang yang telah menyelakai kedua orangtuanya.
Zara selalu berprestasi di sekolah, nilai akademisnya selalu diatas rata-rata. Tetapi terkadang rasa sakit yang tiba-tiba menyerang sebelah matanya kadang tak bisa tertahankan. Sehingga ketika sakit itu datang, ia menghentikan kegiatannya dan memilih untuk beristirahat.
Rasa sakit itu bermula ketika tak sengaja Zara begadang demi mengerjakan skripsi-nya. Ia selalu lembur sampai malam hari demi segera menyelesaikannya.
Zara bersekolah design, ia mahir sekali memainkan pensil dan peralatan menggambar. Ia selalu menyelesaikan karyanya dengan sangat sempurna.
Tapi malam itu, sebelah matanya terasa sakit sekali, dan rasa sakit itu menyergap sebelah kepalanya. Ia tidak bisa menahan rasa sakitnya itu hingga ia pingsan.
Keesokan harinya neneknya lah yang menemukan dirinya di kamar belajarnya. Ia lalu menelpon dokter pribadinya untuk segera datang ke mansion.
Dari deteksi awal ia hanya terkena sakit kepala ringan, ia juga sudah diberikan obat-obatan dari dokter. Perlahan sakitnya berangsur membaik, Zara dinyatakan sembuh.
Tetapi jika ia kelelahan ia akan lebih sering merasakan sakit kepala yang tidak tertahankan. Sampai ahirnya ia memutuskan untuk pergi chek up ke rumah sakit tanpa sepengetahuan siapapun.
Dari serangkaian pemeriksaaan yang dilakukan, mereka memvonis Zara terkena kanker otak. Bagaikan tersambar petir di siang bolong, kenyataan itu membuat Zara putus asa sekaligus kecewa.
Sekali lagi takdir mencoba mempermainkan hidupnya. Apakah ia harus bersyukur tentang kejadian ini ataukah ia harus marah?
...⚜⚜⚜...
Zara selalu menyelipkan doa agar dirinya ridha menerima takdir Allah.
اَللَّهُمَّ رَضِّنِيْ بِقَضَائِكَ وَصَبِّرْنِيْ عَلَى بَلاَئِكَ وَاَوْزِعْنِيْ شُكْرَ نِعَمَائِكَ
Allohumma rodhdhinii bi qodhoo-ika wa shobbirnii ‘alaa balaa-ika wa awzi’nii syukro ni’amaa-ika.
"Ya Allah, jadikan aku ridha dalam menerima qadha (ketentuan)-Mu, dan jadikan aku sabar dalam menerima bala dari-Mu, dan tunjukilah aku untuk mensyukuri semua nikmat-nikmat-Mu."
...⚜⚜⚜...
Setelah vonis dokter diterimanya, Zara sempat ngedrop kondisinya dalam beberapa hari kemudian. Ia bahkan mengambil cuti dari tempat kuliahnya.
Langkah itu diambil oleh sang nenek untuk mengindentifikasi sudah sampai mana perkembangan kondisi sang cucu. Bagaimanapun ia hanya memiliki satu cucu, yaitu Zara.
Maka dari itu ia harus menjaganya agar setidaknya ia bisa melihat cucunya menikah dan memiliki keturunan sebagai penerus keluarga Albert.
Kerajaan bisnis neneknya memang memakai nama mendiang suaminya. Sayangnya pewaris kerajaan bisnisnya sudah meninggal. Putra satu-satunya harus meregang nyawa ketika mau berangkat ke luar negeri.
Bahkan belum satu kilometer dia berangkat ia sudah meninggal bersama istrinya dan meninggalkan cucu perempuan satu-satunya yaitu Zara.
Sekarang semua tanggung jawab perusahaan dibantu oleh adiknya dan putranya Andrew. Mereka rela terbang dari Perancis dan tinggal di Indonesia untuk membantu menstabilkan perusahaan nenek Zara.
Nenek Zara hanya memiliki dua saudara kandung. Yaitu dia dan adiknya. Kebetulan adiknya mempunyai dua anak laki-laki. Anak laki-lakinya yang tertua memegang perusahaan mereka yang berada di Perancis, sedangkan adik dan putra keduanya ikut memegang perusahaan nenek Zara yang ada di Indonesia.
Beruntungnya mereka sangat akur dan tidak pernah berniat buruk pada nenek dan Zara. Terlebih Andrew yang sangat perhatian dengan Zara, tetapi Zara jarang sekali bertemu dengannya karena kesibukan masing-masing.
Selisih umur mereka sekitar lima tahun saja. Sejak ia lulus kuliah, ia langsung di tempatkan di perusahaan nenek Zara. Meskipun begitu ia jarang main ke rumah nenek Zara, karena larangan nenek.
Nenek Zara memang tidak mau mendekatkan mereka karena ia tau sesungguhnya Andrew menaruh hati pada Zara.
Apalagi mereka ada ikatan darah, jadi tidak boleh saling mencintai. Tetapi namanya anak muda semakin dilarang biasanya semakin tertarik untuk mencobanya.
Lalu apakah akan ada ikatan cinta diantara mereka, padahal mereka mempunyai hubungan darah?
Mungkin ikatan cinta yang rumit ataukah ikatan cinta yang terlarang ya?
...~Bersambung~...
.
.
Jangan lupa like, komen, favorit dan vote nya, agar author semangat nulis. Terimakasih.
Aqila Zalfa Sabira. Terlahir di keluarga kaya raya dan bergelimang harta. Tetapi di dalam hatinya ia tidak pernah merasakan kebahagiaan dalam arti sesungguhnya.
Sejak kecil ia sudah tidak mempunyai orangtua, dan ia hanya hidup dalam asuhan sang nenek. Ketika melihat anak-anak lain pergi liburan bersama kedua orangtua mereka, ingin rasanya ia menangis.
Tetapi nenek selalu berkata, apapun yang terjadi dalam hidupnya ia tidak boleh menyalahkan takdirnya. Zara tidak mau mengecewakan neneknya, maka ia pun menyembunyikan rasa itu dan menyimpannya sendirian.
.
.
...⚜⚜⚜...
...Kehendak Allah kepada kita merupakan kejadian yang telah berlangsung, tidak dapat dihindarkan, dan tidak diketahui sebelumnya....
...Semua kebaikan dan keburukan dari apa yang menimpa kita, semua dari sisi Allah....
...Tak ada seorangpun yang dapat menghindari dari rahmatNya dan kecelakaan yang ditimpakanNya kepada seseorang....
...⚜⚜⚜...
.
.
.
"Mas, tolong percaya padaku, dia bukan pacarku ... dia hanya sebatas teman kantor, maafkan aku mas ... hiks hiks hiks ..." rintih seorang wanita.
Ia masih menangis tersedu-sedu karena kepalanya masih terasa panas akibat terkena pukulan dari suaminya.
Ia pun masih berlutut sambil memegang salah satu kaki suaminya. Laki-laki itu berbalik dan kembali melemparkan tamparannya di pipi sang istri.
Plak ... plak ... plak ....
Tidak ada belas kasihan sedikitpun pada wanita yang telah melahirkan putranya itu. Baginya wanita di depannya ini sudah bukan lagi istrinya.
"Ampun mas ...." rintihnya sambil memegang pipinya yang memar dan panas akibat tamparan barusan.
Kedua tangannya pun menutupi wajahnya agar terlindung dari amukan suaminya. Terlihat jelas kemarahan yang masih meletup-letup di kedua mata suaminya itu.
"Dasar wanita jal**g ... dasar wanita pela**r ... enyah dari hadapanku!!" gertaknya sambil mengepalkan tangannya dan bersiap memukul wajah sang istri sekali lagi.
Dari arah kejauhan terlihat seorang anak laki-laki kecil yang bersembunyi di balik pintu. Karena tak sanggup melihat kesakitan ibunya, ia pun berlari ke arah sang ibu.
"Ibu ... hu hu hu ... aku akan menolongmu ..." teriak anak itu sambil berlari menuju arah ibunya berlutut.
Bersamaan dengan itu pukulan ketiga dari ayahnya siap ia lemparkan. Beruntung ia tidak jadi memukul istrinya dengan seluruh kekuatan dan kemarahan yang ia punya. Kalau tidak mungkin nyawa anaknya yang melayang.
"Pergi dari sisiku sekarang juga atau aku akan membunuhmu!" gertak suaminya lagi.
"Cukup ayaah!" teriak anak laki-laki itu.
Hosh
Hosh
Hosh
Terdengar alunan suara tidak menentu dan terengah-engah dari kamar De. Rupanya ia kembali bermimpi tentang mendiang ibunya.
Kenangan kelam di masa lalu masih menghampirinya setiap waktu. Bahkan sampai ia dewasa seperti ini.
Ia pun meraih segelas air putih di atas nakas tepat di samping tempat tidurnya, lalu meneguknya hingga tandas. Lalu berusaha untuk mengatur nafasnya agar kembali normal.
Diliriknya jam dinding yang menempel di kamarnya. Jarumnya masih menunjukkan ke arah angka dua dan tiga. Artinya ini masih dini hari.
Tak butuh waktu lama, ia pun pergi ke kamar mandi untuk mengambil air wudhu lalu sesudahnya beribadah malam. Karena hanya dengan cara itulah ia bisa merasa tenang.
...***...
Di belahan rumah lain, seorang gadis muda masih bersujud di atas sajadahnya. Zara masih menangis dalam sujudnya. Ia berusaha untuk bisa mengikhlaskan segalanya, tetapi ia tetap tidak bisa.
Ingin rasanya ia berteriak tetapi untuk apa, karena apa yang harusnya terjadi kini sudah menimpanya. Setiap hari semakin bertambah pula beban di pundaknya.
...⚜⚜⚜...
...Tuhan...
...Kenapa ini terjadi padaku sekali lagi...
...Apakah dengan ini aku bisa menemukan kebahagiaan...
...Apakah dengan cara ini pula aku bisa segera bertemu dengan ayah dan ibuku...
...Kenapa...
...Kenapa harus aku...
...Apakah aku sangat istimewa...
...Tuhan...
...Terkadang aku lelah dibatas pengharapanku...
...Terkadang aku tidak sanggup menjalani semua ini...
...Hanya dengan melihat raut kesedihan diwajah nenek...
...Aku merasa sebagai orang yang tak berguna...
...Tuhan...
...Jika memang umurku pendek...
...Ijinkan aku sekali saja untuk bisa membahagiakannya...
...Sekali saja Tuhan...
...Ijinkan aku untuk bisa bernafas sedikit lebih lama...
...Jika saatnya tiba nanti...
...Aku berharap bisa melihat kebahagiannya...
...Sebelum aku menutup mata...
...⚜⚜⚜...
.
.
Seketika luruhlah sudah air mata gadis itu. Bersamaan dengan hal itu, sebelah kepalanya berdenyut kencang, membuat dirinya merasa kesakitan yang teramat sangat.
Ia memegangi sebelah kepalanya dengan satu tangannya sambil ia komat-kamit membaca doa. Ia hanya bisa melakukan itu agar rasa sakitnya sedikit berkurang.
Ia yakin dengan kekuatan doa, setidaknya bisa mengurangi rasa sakitnya. Karena ia masih mempunyai Allah tempat ia mengadu segala beban pikiran dan semua takdirnya.
Setelah dirasa sedikit berkurang, ia pun bangkit dan merapikan alat ibadahnya lalu menyimpannya di dalam almari.
Baru sesudahnya ia pun melanjutkan tidurnya, berharap keesokan harinya kondisinya segera membaik.
Zara tampak seperti gadis yang kuat. Ia bahkan menyembunyikan kesakitannya dibalik senyumnya. Di mata teman-temannya sosok Zara adalah gadis remaja yang supel, ceria dan mudah bergaul.
Banyak sekali teman yang ia miliki di kampus. Baik itu perempuan ataupun laki-laki. Tak sedikit pula yang ingin mendekati dan mengambil hatinya, tetapi ia sama sekali tidak dapat disentuh oleh lelaki hidung belang di kampusnya.
...***...
...Keesokan harinya....
Di salah satu universitas yang ternama di ibukota. Seorang laki-laki tampan turun dari mobil mewahnya dan berjalan angkuh diantara gerombolan anak-anak perempuan yang lalu lalang di area kampus.
Banyak sekali muda mudi yang memandangnya takjub. Tentu saja karena ketampanan yang dimilikinya nyaris sempurna.
Dari arah kejauhan terlihat seorang gadis cantik dengan rambut bergelombang di ujungnya dan mata birunya yang menawan sedang berjalan bersama teman-temannya dari arah berlawanan.
Karena terburu-buru ia pun tak sengaja menabrak gadis itu.
Brakk ...!
Buku-buku yang ia bawa jatuh berantakan dijalan.
Bukannya minta maaf tetapi laki-laki itu malah terlihat angkuh dan tetap melaju meninggalkan gadis yang ditabraknya tadi.
Teman-teman sang gadis bersorak agar lelaki angkuh tadi kembali dan minta maaf tetapi hasilnya nihil. Ia tak kembali dan tetap melangkah menjauhinya.
"Dasar laki-laki sombong, bisa-bisanya jalan pake dengkul!" omel salah satu teman gadis itu.
"Sudahlah mungkin ia buru-buru." Ucap gadis itu sambil menenangkan temannya dan memunguti buku-buku nya yang masih berserakan.
"Gak bisa kek gitu, orang kaya tadi harus diberi pelajaran," ucapnya sambil menaikkan ujung lengannya dan siap berlari mengejar laki-laki sombong tadi.
"Sudahlah Rin, biarkan saja, anggap saja aku sedang sial hari ini, beres kan."
Gadis itu berdiri dan merapikan roknya lalu berjalan menuju taman di tengah kampus itu. Taman adalah tempat paling favorit sang gadis ketika ia ingin mencari inspirasi.
Ia pun berjalan meninggalkan temannya yang masih asyik mengomel itu. Sampai ia tersadar lalu menyusul sang gadis.
"Hei dasar ya kalian seenak jidatnya ninggalin gue yang masih asyik ngomel, kebiasaan ..." teriak gadis itu sambil berkacak pinggang.
Lalu dengan segera ia mengejar gadis itu dan teman-teman nya. Yang lainnya masih menahan tawa karena kelakuan salah satu temannya yang absurd itu.
Meskipun begitu Rini adalah gadis yang baik. Ia pun salah satu teman Zara yang paling mengerti dirinya. Karena sejak kecil ia satu sekolah dengan Zara.
Ia bisa kuliah di tempat yang elite juga karena bantuan Zara dan sang nenek. Rini memang berasal dari keluarga menengah ke bawah, tetapi latar belakang keluarganya juga sangat baik. Meskipun dalam segi apapun mereka kekurangan tetapi mereka tidak pernah berbuat jahat.
Mereka hidup sederhana dan selalu bersyukur. Zara banyak sekali belajar dari keluarga Rini. Oleh karena itu mereka sudah seperti saudara satu sama lain.
Sikap bar-bar Rini memang sudah terbentuk sejak kecil itupun karena memang ia ingin melindungi Zara dari teman-teman sekolahnya yang nakal.
Begitu pula dengan hal tadi, ia tidak terima sahabatnya di tabrak oleh laki-laki, yang sayangnya tampan tapi arogan.
"Eh busyet ... tampan cuy ... tapi sayang songong," batin Rini sambil tersenyum.
Salah satu teman yang lainnya geli melihat Rini senyam-senyum dari tadi.
"Loe habis kesambet ya Rin ?" tanya salah satu temannya.
Membuat anak yang lain menoleh dan memandang Rini yang masih senyam-senyum. Tapi yang digubris masih acuh.
"Dasar ya nih anak kebangetan deh dudulnya," omel yang lainnya sambil geleng-geleng.
"Hush, gak baik ngomong kek gitu!" seru Zara.
"He he he ... maaf Zara, abis gue suka gemes sama dia."
Rini tersadar, " Ngapain kalian liatin gue, ada yang salahkah?"
Mereka kompak menggeleng, "Kagak kok ..."
Seru mereka bersamaan, tetapi Rini tidak percaya begitu saja. Ia menggulung bukunya dan memukul satu persatu kepala teman-temannya kecuali Zara.
"Dasar loe ya, sakit tau ..." umpat teman-teman yang terkena pukulan Rini.
"Biarin biar sadar dan kagak ghibahin gue lagi," ucapnya sombong.
Sedangkan Zara hanya geleng-geleng melihat kelakuan teman-temannya.
...***...
Tok
Tok
Tok
"Permisi ..." ucap anak laki-laki di depan ruangan salah satu dewan komisaris kampus.
"Masuk ..." ucap laki-laki dari dalam ruangan.
Anak laki-laki itupun masuk ke dalam ruangan dan menemui seseorang disana.
"Sudah kau bawa berkas-berkasnya?" tanyanya.
"Sudah paman."
"Duduklah De, jangan formal seperti ini," ucapnya.
"Iya paman."
Lalu pemuda itu pun duduk dan saling berhadapan dengan orang yang ingin ditemuinya.
"Bagaimana kabarmu? kapan kamu sampai?" tanya laki-laki itu.
"Alhamdulillah baik paman, dua hari yang lalu aku baru sampai disini."
"Ha ha ha, pasti itu ulah ayahmu yang memaksamu kembali bukan?"
"Iya paman," jawab De.
"Ia juga yang memaksamu untuk melajutkan kuliahmu disini!"
De mengangguk.
"Sudah ku duga, ayahmu pasti akan memaksamu kembali. Padahal disana pasti kamu sudah hampir mendapat gelar magistermu."
De kembali memasang wajah coolnya. Ia tak biasa menampakkan gurat kekecewaan meskipun ia sedih. Sudah cukup baginya untuk meratapi nasib. Yang terpenting sekarang adalah menggapai impian dan kebahagiaannya.
"Kamu jangan hawatir, meskipun kamu melanjutkan kuliah disini, kamu akan tetap mendapatkan gelar magister seperti keinginanmu!"
"Baik paman, terimakasih."
"Sudahlah, kamu sudah tau ruang kelasmu bukan?"
"Iya paman."
"Kalau begitu selamat belajar dan semoga kamu betah di universitas ini."
"Terimakasih."
Lalu mereka berjabat tangan.
"Oh ya satu jam lagi jadwal kuliah pertamamu, jangan sampai terlambat!"
"Dosen Lia akan memimpin mata pelajaranmu."
"Terimakasih paman."
Lalu De meninggalkan ruangan itu dan mencoba mencari dimana letak ruang kelasnya.
Dari arah kejauhan terlihat dosen wanita yang berpakaian seksi dan minim bahan. Dipakainya rok diatas lutut dan sepatu ber hak tinggi sambil melenggak-lenggok berjalan di lorong kampus.
Riuh suara siulan dari anak laki-laki yang berada disisi lorong. Tapi anehnya ia sama sekali tidak marah dan melanjutkan jalannya menuju salah satu ruang kelas.
Meskipun ia sudah tidak muda lagi, tetapi ia amat merawat tubuhnya sehingga sampai saat ini bentuk tubuhnya masih bagus dan sexy.
Hanya pria bodoh yang tidak meliriknya. Tetapi sayanganya pria bodoh itu memang ada di kampus Zara. Bahkan sampai saat ini mereka masih betah sama-sama menjomblo satu sama lain.
...***...
Karena jam mata kuliah Zara hampir dimulai, mereka berempat segera bergegas untuk masuk ke ruangan kuliah. Apalagi dosen mereka sangat kritis dan cerewet. Meskipun begitu Zara sama sekali tidak takut kepadanya.
Beberapa menit kemudian mereka sudah sampai di ruang kelasnya. Kebetulan di ruang sebelah riuh suara anak-anak yang memuja ketampanan mahasiswa baru.
"Bentar ya, jiwa kepoku meronta-ronta nih pengen liat ada apa dikelas sebelah," Ucap Rini dengan gayanya.
"Dasar ya anak abegeh, kepo mulu," sahut yang lainnya.
Meski begitu, Zara tetap melanjutkan untuk masuk ke kelasnya bersama teman-teman yang lainnya. Sedangkan Rini sudah berbeda jalan dengan Zara.
Ia memilih untuk menuntaskan rasa keponya dengan melihat kelas sebelah.
"Heboh banget, emang ada apaan sih?" tanyanya dalam batinnya.
Ia terus melangkah dan sedikit mengintip dari celah jendela ruang kelas itu.
"Wow, pemuda itu rupanya mahasiswa baru, pantesan songong amat, awas aja elu ya.. ntar bakal aku balas perlakuan jahat kamu sama Zara tadi." Ucapnya dalam batinnya.
Lalu Rini kembali ke kelasnya dan bergabung dengan siswa lainnya. Benar saja sesaat kemudian dosen paling kiler di kampus mengajar di kelas Zara.
Sedangkan dosen Lia mengajar di kelas De. De memang satu tingkat diatas Zara. Tetapi ruangan kelas mereka memang bersebelahan.
Bukan karena area kampus yang kecil, tetapi katanya untuk memudahkan para dosen mengawasi murid-muridnya yang satu jurusan.
Di kampus itu memang banyak jurusan mata kuliah, tetapi jurusan paling favorit memang jurusan yang diambil De dan Zara.
Jurusan desain komunikasi visual, memang terfavorit di kampus. Belum lagi ditambah dengan dosen-dosen professional dari dalam dan luar negeri.
Oleh karena itu ayah De sengaja memilih tempat itu untuk menyekolahkan sang putra. Selain tempatnya dekat dengan perusahaan ayahnya, ia juga mudah untuk mengawasi putranya.
Setelah kuliah De juga harus pergi ke perusahaan ayahnya untuk mempelajari kelas bisnis. Hal itu ia lakukan karena ayahnya sudah merasa tidak sanggup untuk mengelolanya.
Ia sadar diri, dirinya sudah tidak muda lagi, dan harapan satu-satunya ada di pundak putra De. Roy juga tidak mungkin bekerja untuk selamanya. Apalagi setiap malam, bayangan istrinya selalu menghantuinya.
...~Bersambung~...
>>>>
Jangan lupa tinggalkan jejak cinta kalian ya.. dengan cara like, komen, favorit dan VOTE jika kalian suka, terimakasih.
"Awh... sakit .... " aku meringis menahan sakit sambil memegang sebelah kepalaku yang terus berdenyut kencang.
"Dia datang, sakit sekali rasanya ya Allah ..."
Semakin hari, penyakit itu terus menunjukkan taringnya pada Zara. Ia menyerangnya setiap saat, tak kenal lelah dan waktu.
Sakit kepala yang tiba-tiba datang, pandangan mata yang mulai kabur, sudah biasa ia rasakan.
Menurut dokter yang menangani Zara, sel-sel kanker itu sudah menyebar hampir memenuhi sebagian dari rongga kepala Zara. Ia terus bergerak dan terlalu rakus ingin mendominasi isi kepala Zara, membuat si empunya merasa kesakitan di setiap waktu.
Terlambat, memang sedikit terlambat tapi setidaknya asalkan Zara rajin minum obat dan menjaga makanannya itu bisa memperpanjang umur nya. Apalagi ia mau kemoterapi, dan rutin berobat ke dokter. Pasti ada jalan untuk kesembuhannya.
...***...
Ketika kesakitan itu datang, aku hanya menangis di sudut kamarku. Disaat aku rapuh dan sendiri aku seperti tak mempunyai siapapun.
Aku selalu menyalahkan diriku sendiri ahir-ahir ini. Kenapa harus aku yang terkena penyakit ini? Kenapa tidak dari dulu saja aku mati, kenapa harus datang sekarang?
Begitu banyak pertanyaan yang menghinggapiku sehingga membuatku semakin drop dari hari ke hari.
Ketika aku mulai menyisir rambutku, helai demi helai rambutku mulai rontok. Awalnya aku merasa biasa saja. Normal saja ketika ada satu dua helai yang rontok.
Tetapi ketika helai demi helai rambut yang rontok semakin hari semakin banyak. Kekhawatiranku ahirnya menggerogoti keyakinan dan juga mengikis harapan yang pernah ada di hatiku.
Akankah aku bisa bertahan? Apakah aku bisa sembuh? Ibu, ayah sedang apa kalian disana? Bagaimana aku bisa melewati semua ini tanpa kalian di sisiku?
Aku bercermin dan ku lihat wajahku mulai layu. Aku sampai takut jika waktu itu tiba aku sudah tidak berani memandang wajahku lagi di tempat ini.
Jika sedari awal aku bisa tau, mungkin aku bisa bertahan lebih lama lagi. Tapi semua sudah terlambat.
.
.
...⚜⚜⚜...
...Di kediaman Abraham....
"Hallo sayang, apakabar?" sapa wanita cantik diseberang sana.
"Hallo juga sayang, kabarku baik sekali, tapi ..."
"Tapi kamu merindukanku bukan? Hi hi hi ..." ucapnya sambil menahan tawa.
"Tentu saja aku merindukanmu sayang," batin De.
"Tapi kapan kamu datang? bukankah kamu berjanji secepatnya untuk menyusulku kesini?"
Deg
"Lebih baik aku berbohong daripada kamu terus mengangguku," batinnya wanita itu.
"Aha, aku punya ide..." teriaknya dalam hati.
"Ma-maaf sayang, nenek tiba-tiba sakit, aku tidak bisa secepatnya menyusulmu saat ini."
"Hah, nenek sakit apa?"
"Penyakit nenek tiba-tiba kambuh sayang, maafkan aku ya, jika nanti kondisinya sudah agak baikan, aku akan segera menyusulmu."
"Oke sayang, don't worry, kamu rawat nenek saja oke, aku akan tetap bertahan disini untukmu."
"Thanks darling, i love you."
"Love you too," ucap gadis itu.
Setelah menelpon kekasihnya ia kembali melanjutkan aksi panasnya dengan kekasihnya yang lain. Lagi pula aktivitas ranjang mereka belum sepenuhnya selesai.
"Sudah selesai urusannya?" tanya lelaki di sebelahnya.
"Sudah dong sayang, lanjut lagi yuk" ajaknya disertai kerlingan nakal.
"Oke baby, come on," ucap lelaki disampingnya.
Lengu**n demi lengu**n terus menggema diruangan tadi. Suara-suara seksi dari mulut wanita membuat lawan mainnya semakin bersemangat untuk terus mempompanya pisang miliknya untuk lebih masuk ke dalam tubuh wanita itu.
Gerakan-gerakan indah tercipta, membuat pemainnya semakin dimabuk gelora asmara.
Mulut mereka saling bertautan satu sama lain, mencecap rasa yang ada didalamnya satu sama lain. Membuat mereka sangat menikmati permainan panas mereka.
Sampai ahirnya mereka mencapai puncak kenikmatan yang hakiki. Mereka terkulai lemas diatas ranjang king size itu setelah hasrat mereka tercapai
Setelah mereka berolahraga panas tadi, tentunya dua muda-mudi tadi perlu memulihkan tenaga mereka. Apalagi peluh sudah membasahi kedua tubuh mereka yang sudah sama-sama polos.
Beruntung kekasihnya tidak marah saat teleponnya terus berdering di saat-saat menakjubkan tadi. Sampai ahirnya ia lah yang harus menelpon kembali kekasihnya yang lain.
...***...
Sudah dua minggu De tinggal di Indonesia. Perlahan ia kembali menyesuaikan lidahnya dengan masakan Indonesia.
Seperti biasanya ia akan turun untuk sarapan pagi. Membiasakan diri dengan adat dan budaya yang baru sudah mulai dilakukan oleh De. Apalagi kali ini sudah pasti ia akan tinggal lebih lama lagi disini.
Ia sudah tidak mungkin tinggal di luar negeri karena pendidikannya sudah berakhir disana. Kini ia kembali dengan tugas yang baru. Menyelesaikan studynya serta untuk belajar bisnis karena sebentar lagi ia akan menggantikan posisi ayahnya.
"Morning boy," sapa ayahnya.
"Morning too Dad," jawabnya singkat.
"Kamu masih marah sama ayah?"
"No," jawabnya sambil mengunyah sarapan paginya.
"Lalu kenapa kamu selalu dingin pada ayah!"
"Tidak baik makan sambil berbincang," seru De dengan ketus.
De memang sudah tidak bisa bersikap lebih ramah pada ayahnya, apalagi kedekatan mereka semakin merenggang saat ia dikirim ke luar negeri dengan alasan study.
Roy mengepalkan tangannya dibawah meja, menahan amarah yang sebentar lagi ingin meletup-letup. Tetapi bagaimanapun ia berusaha hasilnya tetap sama.
Entah kenapa sulit sekali memahami hati putra satu-satunya ini. Ingin sekali ia dekat dengan putranya seperti dulu, tapi semuanya sudah terlambat.
Kini berkat didikannya pula De menjadi sosok laki-laki dingin. Lelaki yang tak banyak bicara, tegas dan kaku perilakunya.
"Aku sudah selesai sarapan, aku pergi dulu."
"Hmm ..."
De melangkah keluar dari area kediaman Abraham. Ia pun segera menginjak rem lalu gas mobilnya agar segera melaju keluar garasi. De meninggalkan rumahnya dengan menggunakan mobil sport kesayangannya.
Ia membelah jalanan ibu kota pagi itu dengan suasana hati yang tidak begitu baik. Apalagi saat ini ia merindukan sosok kekasihnya, Laura.
Sayangnya janji hanya sebatas janji. Kenyataannya sampai saat ini, kekasih hatinya tak kunjung datang. Terlebih dengan bodohnya ia sangat mempercayai semua alasan yang diberikan Laura kepadanya.
...***...
Tint
Tint
Tint
De membunyikan klakson mobilnya berkali-kali. Ia begitu kesal dengan kendaraan yang berada depannya. Karena mobil yang berada di depannya tidak juga bergerak padahal lampu lalu lintas sudah berwarna hijau.
Ia begitu kesal pagi itu, membuat dirinya mengumpat hanya karena hal sekecil ini.
"Damn...!"
"Ngapain aja sih tuh orang, udah tau hijau masih gak jalan juga," umpatnya kesal.
Sedangkan di dalam mobil itu, lebih tepatnya mobil yang berada di depan De. Ada seorang wanita yang sedang menahan rasa sakit yang tiba-tiba menyerangnya.
Pagi itu memang Zara menyetir mobilnya sendiri seperti biasanya. Ia sama sekali tak menyangka jika penyakitnya akan kambuh saat ini.
Akibat bunyi klakson yang mengganggunya, ahirnya mau tak mau ia harus menginjak gas kembali agar mobilnya kembali melaju.
Tetapi rasa sakitnya semakin menjadi, membuat sebelah matanya sedikit kabur saat memandang jalanan ibu kota pagi itu. Belum lagi keringat dingin yang keluar dari pelipisnya. Menandakan bahwa hal itu sangat menyakitkan.
Membuatnya harus segera menepikan mobilnya di salah satu tepi jalan.
"Sakit banget ..." rintihnya dari dalam mobil.
Setelah memarkirkan mobilnya agak ke tepi jalan. Tanpa ia sadari, ia pun pingsan saat itu juga.
Memang jika sakit Zara kambuh hal seperti ini bisa saja terjadi. Terlebih Zara sama sekali belum menyentuh obat yang diberikan dokter kapan hari. Akibatnya penyakitnya kini semakin mengganas.
De yang melihat mobil yang membuatnya kesal saat di lampu merah sedikit kaget, karena mobil itu tiba-tiba berhenti kembali setelah beberapa meter kemudian.
Karena sedikit penasaran, ia pun ikut menepikan mobilnya tepat di depan mobil berwarna putih susu itu.
"Kesempatan bagus, aku bisa memakinya," pikir De.
Ia pun keluar dari pintu mobilnya dan berjalan angkuh menuju mobil yang sudah merusak suasana hatinya pagi-pagi. Ingin sekali ia mengumpat kasar pada pengemudinya karena telah berani memancing amarahnya pagi ini.
De mulai membungkuk, mendekatkan wajahnya pada kaca mobil untuk mencoba melihat apa yang terjadi di dalam mobil itu. Ia menajamkan pandangannya ke dalam mobil, fokusnya pada seorang gadis yang duduk di kursi kemudi.
Ia melihat seorang gadis yang tidur di dalamnya.
"****...!"
"Bisa-bisanya tidur dijalanan, ini masih pagi bodoh, dasar gadis aneh."
Setelah mengumpat ia tidak memperdulikannya kembali, ia justru memilih kembali menuju mobilnya dan melajutkan kembali perjalanannya ke kampus.
"Masa bodoh denganmu!"
...***...
Tut
Tut
Tut
"Kenapa Zara tidak mengangkat teleponku?" ucap Rini kesal.
"Katanya dia mau ngajak bareng eh malah telat! Nih anak kagak biasa kayak gini deh."
Karena rasa penasarannya yang sudah akut, Rini mencoba menelpon nenek Zara. Bukan ia tidak mau menelpon Zara, tetapi panggilan darinya sejak tadi belum tersambung, oleh karena itu ia memilih untuk menelpon neneknya.
Setelah telepon tersambung.
"Pagi nek, ini Rini teman Zara, maaf apa Zara sudah berangkat ke kampus ya?"
"Loh Zara sudah berangkat tiga puluh menit yang lalu? apa dia belum sampai?" tanya nenek khawatir.
"Maaf belum lah nek, ngapain juga saya nelpon nenek kalau dia sudah datang, nenek ih pagi-pagi ngajak becanda," seru Rini dengan santainya.
"Ha ha ha, kamu enggak berubah juga ya, sudah lama gak ketemu nenek, masih tidak takut juga."
"He he he, iya lah nek, ngapain juga aku harus takut sama nenek, nenek bersikap begitu juga untuk kebaikan kami, eh balik ke topik dulu nek, lalu sekarang Zara ada dimana nek?"
"Apa kamu sudah menelpon nomernya?"
"Sudah ratusan kali nek, tapi tidak diangkat."
"Ya sudah, biar nenek yang mencarinya dulu, nanti nenek kabari."
"Terimakasih nek."
Rini memang tidak pernah takut pada siapapun, meskipun itu pada nenek Zara yang terkenal menakutkan di mata teman-teman Zara yang lainnya. Karena bagi Rini, sikap neneknya itu hanya untuk melindungi Zara dan menjauhkannya dari lingkungan yang kurang baik.
Rini memakluminya karena ia yang lebih tau riwayat masa lalu Zara ketimbang teman-teman yang lainnya.
Firasat buruk tiba-tiba menyergap nenek. Setelah sambungan telepon terputus dengan Rini, ia pun mengambil ponselnya kembali. Ia segera menelpon para pengawalnya untuk mencari keberadaan cucu satu-satunya tersebut.
Ia tidak mau terjadi apa-apa pada Zara, bagi nenek Zara adalah cucu satu-satunya.
Beberapa hari lalu, ia sudah memasang alat penyadap di mobil sang cucu, guna menghindari hal-hal yang tidak biasa seperti ini. Sehingga jika terhadi hal-hal seperti ini, ia akan lebih mudah melacaknya.
Sejak Zara di vonis kanker, neneknya semakin protektif menjaganya. Bahkan ia sampai memasang beberapa alat pelacak yang akan memberitahukan keberaadaan sang cucu bila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
Ya GPS yang terpasang di mobil Zara ahirnya berguna untuknya. Ia pun memberitahukan keberadaan sang cucu pada pengawalnya itu.
Ia pun teringat perkataan dokter, bila sewaktu-waktu penyakit ganas itu bisa menyerangnya dimanapun dan kapanpun. Meski Zara tidak pernah memberi tahukan penyakitnya secara detail, tanpa sepengetahuan Zara nenek sudah mendapatkan informasi lengkap tentang riwayat kesehatan cucunya tersebut.
"Zara, bertahanlah ..." ucap nenek penuh keyakinan.
Meskipun ia belum menemukan keberadaannya, tetapi ia yakin akan segera menemukannya.
Firasat nenek tidak pernah salah, dari GPS yang terpasang di mobil Zara, ahirnya ia bisa menemukan cucunya yang terbaring lemas di dalam mobil.
Begitu melihat keadaannya cucunya yang sudah memucat, nenek menyuruh beberapa pengawalnya untuk membawa Zara ke rumah sakit terdekat.
Di sepanjang perjalanan ia terus berdoa agar sang cucu bisa selamat. Ia menyesal kenapa ia begitu bodoh membiarkan cucunya menyetir sendiri. Hal seperti ini tidak boleh terjadi kembali.
Setelah Zara sehat, kemanapun ia pergi harus dikawal oleh sopir.
...***...
...Di kampus....
"Hai De, kamu yang namanya De kan?" sapa Lisa sang bunga kampus.
Bukannya menjawab, De semakin fokus dengan buku yang dipegangnya. Seolah mengabaikan Lisa, De beranjak pergi meninggalkan Lisa yang masih terbengong di tempatnya.
Sejak mendengar kedatangan mahasiswa baru yang tampan nan berkharisma menyebar ke seluruh antero kampus. Lisa sudah menargetkan De harus menjadi kekasihnya.
Apalagi De salah seorang pewaris kerajaan bisnis pula. Hal itu bisa membuat hidupnya nyaris sempurna bahagia di kemudian hari jika ia bisa menjerat De dengan cinta darinya.
Sapaan dari Lisa diabaikan oleh De, ia tetap melajukan langkahnya menuju ruang kelasnya. Baginya tidak ada wanita secantik dan sebaik kekasihnya Laura.
Lisa yang merasa diabaikan agak tersulut emosinya, tetapi ia harus tetap tampil cantik dan anggun agar image primadona kampus yang sudah menempel pada dirinya tidak ternoda.
...~Bersambung~...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!