NovelToon NovelToon

Father Or Boyfriend ?

Bab 1

Suara ayam jantan berkokok merdu di pagi yang sudah cerah diiringi suara anak-anak ayam yang terdengar ricuh disaat induknya lepas Dari kandangnya.

kukuryuuu...

plak !!!

Sepatu hitam dan mengkilat menghantam kepala ayam jantan yang telah berhasil menganggu ketenangan seorang pria tampan yang nampak berdiri dari balik jendela.

Devan Alwiyora yah, namanya adalah Devan tapi, ia lebih akrab dipanggil Ceo lebih tepatnya Ceo mobepan, motor bengkel terdepan sesuai dengan nama bengkel yang ia miliki, itu yang teman-temannya tau, maksudnya anak buah.

Devan mempunyai satu gang motor yang ia dirikan sendiri, yakni Exoplanet. Siapa yang tak kenal dengan gang motor yang satu ini ? yang dipimpin oleh pria tampan dan gagah ditambah lagi lesung pipinya yang mampu menggetarkan hati gadis-gadis yang melihatnya.

Devan menghempaskan tubuh atletisnya ke kasur yang telah dibalut dengan sprei hellokitty.

What ? hello Kitty !!!

Mata Devan terbelalak kaget. Sudah jelas pasti sprei ini adalah ulah gadis cerewet itu.

"Huh." Devan menghembuskan nafas berat setelah memikirkan hal ini .

Seseorang mengetuk pintu membuat Devan menyembunyikan wajahnya di bawah bantal.

"Van!!!"

Tok Tok Tok

"Oi, Van anterin gue ke sekolah!" Suara teriakan gadis itu terdengar dari luar.

"Van, nanti gue telat!" Teriaknya lagi diiringi suara hentakan pelan ganggang pintu yang berusaha untuk dibuka, walaupun gadis mungil itu tau pintu itu telah dikunci dari dalam.

Devan tetap diam, masih menyembunyikan wajahnya dengan bantal. Baru saja ia memikirkan gadis itu karena, seprei hello Kitty kini gadis itu muncul dengan suara teriakannya.

Rasanya menghadapi gadis cerewet itu sungguh menguras tenaga jadi, Devan hanya diam.

Suasana nampak sunyi tak ada suara teriakan dari gadis itu. Devan mengangkat bantal dari wajahnya lalu terdiam berusaha mencari suara gadis yang baginya adalah suara kekacauan bahkan lebih mengerikan di bandingkan suara pengancam yang menakuti manusia.

Devan tersenyum sinis, kini akhirnya gadis itu sudah pergi dan tak menggangu tidurnya, cukup ayam itu yang telah menganggu tidurnya tak perlu ada yang lain.

Bruk!!!

Suara keras terdengar dari pintu membuat Devan tersentak kaget. Entah apa yang terjadi di luar sana.

"Oy, Van ! lo tidur atau mati sih di dalam?!!!" Teriaknya lagi.

Sepertinya kesabarannya sudah sangat habis.

Devan menghembuskan nafas berat ternyata gadis itu belum juga pergi. ketenangannya Masih terusik oleh gadis itu.

Tak Tak Tak...

Tendangan berhasil mendarat di pintu ditambah pukulan sekuat tenaga dari seluruh kekuatan tenaga yang ada di dunia ini. Semoga pintunya aman-aman saja !

"Devaaaaan!!!"

"Cia!" Panggil seseorang.

Seseorang menepuk bahu gadis dengan tubuh 156 cm itu dengan pelan. Gadis dengan seragam SMA itu menoleh lalu menatap wajah keriput yang telah dimakan usia itu dengan raut wajah yang nampak kesal.

Ashia Akanksha, nama itu yang terpampang di papan nama seragam SMA putih abu-abu. Dia lebih akrab dipanggil Cia oleh orang-orang terdekatnya.

Wajah yang cantik, kulit yang nampak putih bersih mampu membuat orang tergila-gila namun, karena sifatnya yang pemarah ia tak punya banyak teman di sekolah. Hanya satu, yah nanti ku jelaskan siapa orang yang tahan dengan sifat Cia.

"Berisik banget kamu ini," Ujarnya dengan raut wajah agak kesal.

"Ma, masa aku bangunin dia dari tadi nggak bangun-bangun," aduhnya.

Fatima melangkah maju mendekati pintu lalu mengetuk pintu dengan pelan lalu terdiam beberapa saat. tak ada jawaban dari dalam.

"Tuh kan, Ma, sengaja dia tuh."

"Oi!!!" Teriak Cia lagi sembari mengetuk pintu.

Tuk Tuk Tuk!!!

Cia memukul pintu itu lagi dengan keras meluapkan kekesalannya kepada Devan.

"Udah-udah biar mama yang antar kamu."

"Tapi ma-"

"Udah ayo!"

Fatima melangkah pergi meninggalkan Cia yang nampak terdiam. Rasanya diantar oleh Mamanya adalah cobaan dari Tuhan yang begitu menyebalkan.

"Uh, dasar nyebelin ! kenapa harus mama sih yang nganter ? huh !!!" Suara hatinya mulai berteriak sambil menghentakkan kakinya yang belum dibalut dengan sepatu.

Cia menatap pintu kamar Devan dengan kesal. Cia sangat percaya jika, Devan orang yang paling menyebalkan di dunia ini sengaja tak keluar dari kamar karena, tak mau mengantarnya.

"Dasar kebo!!!" Teriaknya lalu melangkah pergi.

Di dalam kamar Devan tersenyum bahagia kini ia bebas dari gadis menyebalkan itu.

...******...

Kota Jakarta kini sudah semakin panas diterpa paparan sinar matahari yang nampak membulat di langit. Kendaraan-kendaraan sudah berlalu lalang menimbulkan kemacetan, ini akibatnya jika, berangkat dijam orang-orang kantoran.

"Ma, cepetan dong, Ma nanti aku telat!"

"Ini udah cepet kok, Cia."

Cia sama sekali tak mengerti sebenarnya kecepatan yang Mama-nya tau itu seperti apa ? Motor yang melaju dengan kecepatan 30 ini apakah secepat itu ? bahkan jika, dibandingkan dengan bocah yang menaiki sepeda bututpun mampu mengalahkan kecepatan motor metik yang mamanya bawah, ini alasan Cia tak mau dibonceng oleh Mamanya.

Fatima merupakan wanita yang menurut Cia adalah wanita tua berumur 51 tahun yang lambat seperti siput namun, super cepat jika, urusan jahit-menjahit dan itulah mengapa masih banyak orang yang datang ke rumah untuk dijahitkan baju, celana dan sebagainya.

"Stop, Ma, stop!!!" Cia menepuk pelan bahu Mamanya.

"Loh kan belum sampai?" tanyanya setelah menepikan motor metiknya di bawah pohon mangga yang tumbuh di dalam pekarangan sekolah.

"Udah nggak usah, Ma. Dampai sini ajah!" Tepuk Cia pelan.

Cia melangkah turung dari motor dan menyerahkan helm hitam yang Cia pakai tadi. Sebenarnya Cia malas untuk pakai helm tapi, karena Mamanya yang takut mendapat tilang oleh polisi ditambah ocehan dari Mamanya yang sudah seperti bom atom membuat Cia menurut.

"Tapikan, belum sampai pagar, Ci!"

"Udah, Cia buru-buru!" Ia mulai berlari dengan cepat ketika helmnya sudah berada di tangan Mamanya.

"Tapi kan-" ucapannya terhenti menatap Cia yang berlari di samping sekolah.

"Cia, pudingnya?"

"Di kulkas!!!" teriaknya lagi sambil berlari.

Cia menatap ke bawah, kiri dan kanan. Tak ada satupun orang di sana, yah iyalah sekaran sudah jam 9 pasti murid-murid lain sudah sibuk belajar di dalam kelas.

Cia melompat dari pohon yang tumbuh di belakang tembok sekolah dan mendarat dengan selamat.

Hal ini sudah jadi, kebiasaan Cia setiap pagi jadi, tradisi lompatnya lancar-lancar saja. Cia berlari sambil membungkuk melewati deretan jendela-jendela kelas yang berjejer rapi. salah satu keberuntungan Cia adalah kelasnya tak berada di lantai dua jadi, prosesnya masuk ke kelas lewat jendela masih mudah tapi, itu semua tak mudah jika harus berhadapan dengan pak Yanto.

SMA Garuda bangsa punya guru BK tergalak sekabupaten, ditambah lagi tampan sangar dengan kepala botak yang mengkilat, entah masalah apa yang pak Yanto pikirkan hingga kepalanya botak seperti itu ditambah lagi kumis tebalnya yang mirip Adam suami Inul Daratista.

Cia menyandarkan tubuhnya di bawah jendela kelasnya, tak ada suara di sana mereka semua pasti sibuk dengan ulangan matematika yang diberikan oleh Bu Lia.

Cia dengan cepat merobek kertas dari bukunya lalu menulis sesuatu di dalam kertas itu lalu meremuknya. Dengan pelan ia melempar kertas tersebut ke dalam kelas lewat jendela.

Tak

Bab 2

Tak

kertas itu mendarat di atas meja kayu lalu mengelinding cepat dan terhenti ketika menyentuh siku gadis berkacamata yang nampak sibuk dengan kertas ulangan.

Matanya nampak membulat melihat kertas itu. dengan cepat dia menatap Bu Lia yang nampak sibuk dengan handphonenya. Untung saja Bu Lia tak melihat kertas itu jika, saja Bu Lia melihatnya ia pasti akan di tampar dengan seribu pertanyaan. Ia sudah tau siapa pemilik kertas tersebut, siapa lagi jika bukan si cia si gadis terlambat itu.

Syafika Sulastika lebih akrab dipanggil Fika, lebih tepatnya si kutu buku, itu kata-kata murid-murid lain. Hobinya hanya satu yaitu membaca jadi, julukan kutu buku itu memang tidak salah. Fika mulai membuka kertas tersebut yang bertuliskan

Ready

"Huh." Fika menghembuskan nafas berat, Cia memang selalu sangat menyusahkannya.

"Uhuk, uhuk, uhuk," suara batuk yang di buat-buat oleh Fika membuat cia tersenyum di bawah jendela.

Fika menarik nafas panjang lalu menghembuskannya lewat bibir mungilnya.

"Semoga ini yang terakhir," gumam Fika.

Fina menoleh, menatap Bu Lia yang masih sibuk dengan handphone nya.

"Siapa tuh yang berantem ?!!!" Teriak Fika sambil menunjuk keluar kelas. sontak semua orang yang ada di ruangan kelas berlari keluar kelas.

Cia melompat ke dalam kelas di tambah Fika yang menyambut tas cia yang di julurkan untuknya. Cia berlari dengan cepat ke meja guru lalu mengubah daftar hadir namanya di absen lalu keluar kelas memasuki kerumunan murid-murid yang nampak mencari orang yang kata fika berantem itu.

"Kok nggak ada?"

"Mana nih orang yang berantem?"

"Apa sih?"

"Iya kok nggak ada?" Ujar mereka sambil menatap ke sekitarnya. Tak ada sesuatu di sana.

"Iya, yah nggak ada," tambah Cia sok polos, tak berdosa dan tak tau apa-apa .

Tatapan terpusat menatap Cia. Cia terdiam apakah semuanya sadar jika, ia baru ada di dalam kelas.

"Sudah semuanya masuk!" Pintah Bu Lia membuat murid-murid lain bergegas masuk ke dalam kelas.

"Gimana sih lo, Fik? katanya ada yang berantem, mana?" Tanya Loli sinis.

"Bener kok tadi gue -"

"Iya nih, si Fika makanya kalau liat tuh pakai mata," tambah Cia.

"Iya, gue minta maaf" ujar Fika sambil tertunduk lebih tepatnya pura-pura menyesal.

...*****...

"Kampret lu, Ci." kesal Fika memukul meja dengan keras.

"Ingat yah! lain kali gue nggak bakalan nolongin Lo lagi! pake marah-marah segala tadi di kelas," Oceh Fika sambil menatap Cia yang sibuk dengan bakso yang ia pesan tadi .

"Lo juga harusnya berterima kasih sama gue karna udah ngerjain ulangan lo!" Fika terdiam menanti jawaban cia yang masih sibuk dengan baksonya.

"Ci lo dengar gue nggak sih?"

"Ci!!!"

"Cia!!"

"Berisik lo, Fik, udah lah makan ajah!!!" Teriak Cia membuat semua orang yang ada di kantin menatapnya bahkan dua orang pria yang melangkah untuk memesan makanan di kantin langsung terdiam menatap Cia dan Fika.

Fika nampak cemberut lalu meraih mangkok bakso yang sudah dari tadi di antar oleh Mang Adang.

Cia yang berniat memasukan bakso ke mulutnya langsung terdiam menatap semua orang yang sudah dari tadi menatapnya.

"Apa? ngapain liat-liat? kalian kira kalian kenyang kalau ngliatin gue?!!!" Bentak Cia membuat semuanya kembali dengan kegiatannya masing-masing.

Cia melirik Fika yang menyantap baksonya dengan lahap, sepertinya dia begitu lapar setelah marah-marah tadi.

"Kok, lo telat lagi?" Tanya Fika.

"Biasa lah"

"Mama lo lagi?" Tebaknya.

"Em." Cia mengangguk lalu meneguk habis segelas air.

"Lo nggak bisa telat kayak gini terus Cia, nih yah Lo pikir ajah misalnya lo lempar kertas dan nggak ada gue terus siapa yang nolongin lo ci?"

"Emang lu mau kemana?" Tatap Cia heran.

"Ya... Ya terserah, bisa ajakan gue honeymoon sama si Jungkook atau kawin lari sama si Kim taehyung."

"Ini nih banyak ngehalu lo, Fik." Cia tertawa cekikikan sambil menjambak rambut Fika dengan pelan.

"Ogi!"

"Hay Ogi!"

"Hay Ogi!"

"Mau makan yah?"

"Ogi, makasi yah udah balas chat aku!"

"Ogi!"

Suara ricuh terdengar di depan sana sambil mengerumuni 3 orang pria yang melangkah masuk kedalam kantin.

Ogi Yefano Sanjaya pria tampan yang melangkah paling depan itu merupakan pria tampan yang pernah ada disekolah ini. semuanya tergila-gila dengan ketampanannya terutama cia.

Cia dari kejauhan sudah menganga dan menatap Ogi dengan tatapan kagum.

"Gila." Cia menyenggol Fika cepat dengan sikunya.

"Apa sih, Ci?"

"Si Ogi ganteng banget yah, Fik," bisik Cia.

"Ganteng sih tapi, Fuckboy."

"Fuckboy dari mana sih?"

"Ya ampun Ci, lo nggak tau? semua udah pada tau kali kalau si Ogi itu Fuckboy, buktinya hampir setiap Minggu dia itu ganti pacar."

"Namanya juga orang ganteng, yah wajar lah banyak yang mau."

"Tapi nggak sampai tiap minggu juga kali gonta-ganti pasangan," Bisik Fika membuat Cia terdiam lalu menatap Ogi yang nampak duduk di bangku bersama ke dua sahabatnya Bastian dan Dirga.

...______********_______...

Tatapannya terpusat menatap ikan-ikan warna warni di dalam akuarium yang berenang dengan begitu lincah. Bibir pria tampan itu nampak tersenyum seakan terbawa dengan suasana yang begitu menyejukkan.

Rumah baru ini cukup menyenangkan walaupun ia lebih suka dengan rumahnya yang lama. Adelio Dzakiy Aruf pria tampan dengan tinggi 180 cm itu lebih akrab di panggil Adelio.

"Adelio!" Panggil seseorang.

Seseorang melangkah masuk kedalam kamar Adelio sambil membawa beberapa pakaian yang telah dilipat. sontak membuat Adeliao dengan cepat duduk di pinggir kasur menghadap ke jendela kamarnya yang memperlihatkan pemandangan kota Jakarta.

Julia menghembuskan nafas berat ia memang sudah berhasil membuat hati anaknya sakit. selain ia telah memisahkan Adelio dengan ayahnya ia juga berhasil memisahkan Adelio dengan kampung halamannya.

"Kamu sudah makan?" Julia mulai menyusun pakaian putra satu-satunya itu kedalam lemari.

"Aku mau pulang Bu."

Julia terdiam. kalimat itu lagi-lagi terlontar dari mulut putranya.

"Tempat kita di Makassar bukan di Jakarta" ujarnya lagi.

"Ibu tau." Julia mengangguk cepat.

"Ayah ada di sana."

"Adelio! ibu harap kamu bisa mengerti."

"Ayahmu di sana tapi, keinginannya bukan yang ada di sini. ibu harap kamu bisa mengerti," tegas Julia.

Julia melangkah pergi meninggalkan Adelio yang masih menatap pemandangan kota jakarta. Ia tau jika, Ayahnya memang sudah salah karena memiliki wanita lain makanya ibunya pulang kembali ke kota kelahirannya.

Adelio menghempaskan tubuhnya ke kasur lalu menghembuskan nafas berat. Rumah baru, suasana baru, pemandangan baru, orang-orang baru dan sekolah baru. Hal yang paling Adelio benci adalah ketika ia harus berhadapan dan beradaptasi dengan sesuatu yang baru. Entah bagaimana keadaannya di hari senin nanti di sekolah barunya itu.

Bab 3

Devan terpaku menatap foto berlatar merah yang terpajang di dinding rumah. pria berhati malaikat itu nampak tersenyum dengan pakaian putih dan senyum yang begitu berbinar.

Yusuf yurjo lebih dikenal dengan dokter spesialis anak. Pria yang begitu berhati mulia dan rela mengorbankan nyawa untuk menyelamatkan nyawa seseorang.

...******...

Yusuf menuruni tangga dengan tergesah-gesah sambil menarik pria remaja berkaus hitam dengan wajah yang pucat karena ketakutan. Yusuf dengan penuh erat menggendong gadis kecil berumur 5 tahun dengan tas Doraemon di punggungnya sambil menangis.

Yusuf melangkah masuk ke dalam toilet bersama pria remaja dan gadis kecil dengan tas Doraemonnya. yusuf menurunkan gadis kecil itu dari gendongannya dan memegang kedua pundak pria remaja tersebut dengan tatapan tegang serta wajah yang pucat.

"Buka baju mu !" Pintah Yusuf sambil membuka jas putihnya dengan cepat.

"Tapi-"

"Buka baju mu!!!"bentaknya membuat pria yang ada di hadapannya tersentak kaget. Pria remaja itu dengan cepat membuka baju hitamnya.

"Buka celana mu juga dan pakai ini !"

Yusuf menjulurkan jas putihnya lalu meraih baju hitam milik pria itu lalu dengan cepat memakainya.

Pria remaja berumur 17 tahun tersebut menuruti perintah Yusuf. ia melepas celananya dan memberikannya kepada Yusuf lalu memakai jas tersebut.

"Dok apakah mereka Masih mengejar kita ?" Suaranya terdengar gemetar.

Yusuf menarik nafas panjang lalu menghembuskan nya dengan gugup. Yusuf mengangguk pelan membuat pria remaja tersebut menangis. Yusuf melirik gadis kecil itu yang sudah dari tadi menangis ia nampak berlutut menatap gadis mungil itu sambil memegang kedua pipinya.

"Kenapa menangis ?"

Gadis kecil itu tak menjawab pertanyaannya dan menatapnya sambil terus menangis.

Yusuf berusaha untuk tersenyum namun, tiba-tiba bibirnya bergetar seakan tak kuasa menahan genangan air di sudut matanya yang sudah sejak tadi ingin tumpah.

Yusuf menangis sejadi-jadinya sambil memeluk tubuh gadis itu. ini mungkin akan jadi pelukan terakhir yang akan ia dapatkan dari gadis mungil ini.

Yusuf melepaskan pelukannya lalu menatap gadis kecil itu dengan mata yang nampak sembab.

"Sekarang kita main bareng yah !" Ucapnya, tanpa menunggu jawaban dari gadis kecil itu ia Meraih sedotan putih dari tas kecil yang ia bawa dan membuka koper hitam lebar-lebar yang nampak kosong.

"Kamu Masi ingat petak umpet kan ?"

Gadis kecil itu mengangguk .

"Sekarang dokter mau kamu sembunyi di dalam koper ini yah !, Kamu mau kan ?" Tatapnya diiringi senyuman.

Gadis itu mengangguk tanpa jawaban, tidak menangis lagi.

Yusuf membaringkan tubuh gadis kecil itu kedalam koper itu dan membiarkan gadis itu bertelungkup di dalam koper. Yusuf memasukkan sedotan putih tersebut di muluk gadis itu.

"Kamu ingatkan waktu dokter bikinin jus buah naga ?" Gadis itu mengangguk.

"Dokter mau kamu isap sedotan ini kayak kamu isap jus buah naga itu ! ok ?".

Lagi-lagi gadis itu mengangguk. suara lembut Yusuf berhasil membuat gadis itu menjadi tenang.

"Jadi, kalau kamu mau bernafas di dalam koper hisepnya pake sedotan yah !"

"Ingat yah, jangan ngomong nanti kalau kamu ngomong ketahuan deh sama si cerewet itu kalau kamu sembunyi disini !"

Yusuf menunjuk pria remaja tersebut dengan telunjuknya. Gadis itu nampak tersenyum mendengar perkataan Yusuf.

"Ok ?"

"Ok," suara mungil tersebut terdengar membuat Yusuf tersenyum.

Dengan berat hati ia menutup koper tersebut lalu menyisahkan sedikit celah kecil untuk ujung sedotan putih tersebut agar gadis itu bisa bernafas lewat sedotan itu.

Yusuf bangkit lalu menatap pria remaja tersebut yang sudah sejak tadi menangis.

"Kamu Masi ingat kan nomor kursi mu ?"

"34." pria remaja itu menghapus air matanya yang sudah dari tadi tak henti-hentinya mengalir.

"Bukan !"

"Nomor kursi mu sekarang 35 ok !" Sambung Yusuf membuat raut wajah pria remaja tersebut kebingungan.

"Saya mau kamu Masuk ke pesawat sebagai dokter Yusuf !"

"Kenapa ?" Ujarnya tambah kebingungan.

Yusuf menarik nafas panjang lalu menggenggam jari-jari tangan pria remaja tersebut.

"Tarik kopernya !"

"Tapi-"

"Tarik kopernya !" Nada suara Yusuf mulai meninggi membuat pria remaja tersebut sedikit terkejut dan dengan cepat menarik koper tersebut sembari mengikut kemana Yusuf melangkah.

Pria remaja itu menatap wajah Yusuf yang nampak tegang. ia mampu merasakan ketegangan itu lewat gengaman jari-jari yang memegang erat jari-jarinya. Ia terus melangkah dengan tergesah-gesah ke arah pesawat yang tak lama lagi akan berangkat menuju Jakarta.

"Dokter mau apapun yang kamu dengar jangan menoleh dan apapun yang terjadi jangan menoleh! mengerti ?"

"Tapi-"

"Untuk yang terakhir kalinya dokter mau kamu menuruti permintaan saya !"

Pria remaja tersebut nampak kebingungan di tambah genggaman yang begitu erat di jari-jarinya yang mengakibatkan darahnya tak mengalir dengan lancar.

Pria remaja itu mulai melirik di sekelilingnya memastikan bahwa pria jahat dan anak buahnya sudah pergi dari tempat ini.

"Berhenti !!!" suara teriakan pria itu terdengar dari belakang membuat Yusuf semakin kuat mengengam jari-jari pria remaja itu.

"Ada yang memanggil," Ujarnya menatap Yusuf.

"Ingat jangan menoleh dan jangan berhenti apa pun yang terjadi !"

"Devan alwiyora saya peringatkan kepada anda untuk berhenti !!!"

Jadi, pria remaja itu adalah Devan lalu gadis kecil itu Siapa?

Suara pria itu semakin keras sementara Yusuf tak menghiraukan teriakan itu ia tetap melangkahkan kakinya ka arah pesawat.

Yusuf menoleh menatap ke sumber suara. dari kejauhan terlihat belasan pria berseragam hitam dengan kepala botak nampak menatapnya sambil menjulurkan pistol ke arahnya.

Yusuf Kembali menatap ke arah depan ia sedikit tersenyum dan terus melangkah. jari-jarinya semakin erat mengengam jari-jari Devan yang jari-jarinya sudah mati rasa.

DOR DOR DOR!!!!

Suara tembakan terdengar membuat Yusuf terhempas ke depan. genggaman jari-jari Yusuf yang semula erat kini perlahan lepas.

Devan membulatkan kedua matanya ketika menatap dokter Yusuf yang terkapar di hadapannya. kepalanya nampak mengeluarkan darah yang cukup banyak dan tumpah ruah di atas jalan. Devan menghentikan langkahnya ketika dokter Yusuf sudah tak lagi berdiri kokoh di sampingnya.

"Pe..e...ewww..rwr...Nn..ggih!!!" Suara itu terdengar namun, tak jelas tapi Devan Masi paham apa yang di katakan dokter Yusuf.

Dengan kaki yang gemetar Devan melangkahkan kakinya meninggalkan dokter yusuf. rasanya kakinya lemas bahkan ia tak mampu untuk mengerakkan kakinya namun, di paksa oleh keadaan.

Nafas Devan tarasa sesak ia seakan tak mampu untuk bernafas lagi ketika harus menerima kenyataan bahwa pria yang sudah menjaganya selama 9 bulan itu harus meregang nyawa hanya untuk menyelamatkannya dan gadis kecil itu.

Ia kini sudah tau mengapa dokter Yusuf menukar bajunya dengannya. jika saja ia tak menukar bajunya mungkin bukan dokter Yusuf yang di tembak dan berkahir di tanah tergeletak bersimbah darah tapi, devan.

Kedua bahu Devan bergetar diguncang tangisan yang membabi-buta menyisahkan duka pilu yang tiada Tara. Devan mengigit bibirnya berusaha untuk tidak mengeluarkan suara sedikit pun lalu darah segar mengalir dari bibirnya dan berakhir menetes di dagunya berulang kali, bibirnya robek karena giginya yang begitu kuat mengigit bibirnya.

"Maafkan saya."

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!