Namaku Fawnia Iswari Faranisha yang artinya wanita yang berharga,terhormat dan juga selalu gembira. Orang tua ku memberikan nama itu berharap jika aku akan menjadi wanita yang berharga terhomat juga selalu gembira suatu saat nanti, namun nasib ku tak sesuai dengan indah nya nama ku. Sekarang aku sudah berumur 26 tahun namun belum terlihat juga keajaiban dari nama ku.
Aku adalah Ibu Muda dari 1 orang anak yang bernama Kara yang berumur 4 tahun. Aku adalah single parent dari semenjak anak ku lahir.
Suami ku meninggal ketika di perjalanan pulang dari pekerjaan nya di Kalimantan. Dia meninggal ketika di penerbangan yang membawa nya pulang, pesawat yang di tumpangi nya mengalami kecelakaan yang menyebabkan seluruh penumpang tewas beserta awak kapal nya, termasuk suami ku, Ben.
Ben adalah teman baik ku, yang telah menolong ku dari keterpurukan 5 tahun yang lalu. Dia adalah malaikat yang di kirim tuhan untuk menyelamatkan ku dari segala masalah yang hampir merenggut nyawaku.
Aku adalah anak yatim piatu sejak aku berumur 14 tahun. Papa dan Mama ku meninggal karena kebakaran yang menghanguskan seisi rumah ketika mereka tengah tidur di malam hari,dan sejak saat itu aku di besarkan oleh sahabat dekat Papaku,Om Rio. Dia merawat ku sampai aku berumur 21 tahun dan setelah itu, aku meninggalkan keluarga Om Rio.
Aku tidak memiliki saudara dari Papa mau pun Mama,karena sejak kecil mereka tidak pernah sekali pun membahas tentang keluarga mereka masing-masing. Yang aku tahu hanyalah orang tua Papa dan Mama atau Kakek Nenek ku, yang tidak pernah menyetujui hubungan orang tua ku sampai mereka memaksakan menikah dan di telantarkan oleh keluarganya masing-masing. Beruntung lah Papa memiliki kecerdasaan yang tinggi sehingga bisa membuat usaha nya sendiri dari Nol hingga sukses dan bekerjasama dengan Om Rio sahabat nya sejak SMA,itulah yang membuat Om Rio merasa bertanggung jawab menjadi satu-satu nya orang yang harus menggantikan Papa.
Dan hari ini aku masih di sibukan dengan usaha ku di sebuah perusahaan property yang telah di wariskan oleh mendiang suami ku Ben. Mendiang suami ku dulu nya adalah pemilik penambang batu bara di berbagai wilayah, dan dia sengaja membuat perusahaan kecil untuk ku,namun saat dia meninggal semua aset berharga dari suami ku telah berpindah tangan kepada orang tua nya dan aku hanya di sisakan 1 apartemen dan juga sebuah perusahaan kecil.
Dari awal mertua ku tidak pernah menyukai ku,karena mereka mengira aku telah membawa pengaruh buruk untuk Ben,anak nya. Ben memang terlihat begitu mencintai ku sehingga dia selalu mementingkan aku di bandingkan keluarga nya,aku selalu menjadi no 1 di hidup nya sehingga membuat keluarga nya membenciku. Aku selalu memarahi Ben dengan sikap nya yang seperti itu, namun dia selalu mengatakan.
“Tidak ada hal yang membahagiakan untuk ku selain melihat mu tersenyum dan anak yang di kandung mu akan lahir dan membuat hidup ku sempurna”
Dia selalu mengatakan hal itu,dan membuat ku terenyuh. Aku tidak bisa lagi membantah nya jika dia sudah berkata seperti itu.
Aku terduduk di sudut ruangan apartemen ku dan menatap keluar jendela. Hujan begitu deras saat itu, petir menyambar dan membuat kilatan yang begitu besar di luar sana. Aku memeluk diri ku sendiri,menghangatkan tubuh ku yang telah di balut dengan sweater rajut yang tetap saja membuat ku merasa dingin.
Aku kembali mengingat masa-masa yang begitu menyakitkan untuk ku. Masa dimana aku harus menerima kenyataan yang begitu pahit.
...*****...
4 tahun lalu
Ketika tiba saat nya anak ku lahir,Ben sedang bertugas di kalimantan dan Keysa sahabatku akan menghubungi Ben, namun aku menahan nya. Tetapi Keysa bilang jika Ben sudah mengetahui keadaan ku dari orang tua nya sendiri. Ben langsung membeli tiket pesawat untuk kepulangan nya ke Jakarta, namun malam itu hujan begitu lebat di langit yang akan di lewati pesawat nya sehingga membuat pesawat Ben lepas kendali dan terjatuh ke laut lepas.
Begitu anak ku lahir dan baru saja aku memeluk nya dengan penuh haru dan gembira Keysa masuk ke dalam ruang inap ku dengan wajah yang begitu panik dan ketakutan. Dia membuka pintu dengan kencang memegang handle pintu dengan erat dan menatap ku dengan sedih. Aku dan beberapa perawat lain yang ada di dalam ruangan menatap Keysa dengan bingung.
“Ben” ucap nya dengan begitu berat.
Aku mengerutkan kening ku menatap nya dengan bingung.
“Kenapa Ben ? Dia sudah sampai?” Tanya ku dengan perasaan yang tidak menentu.
Mata keysa meneteskan air mata lalu dia menghampiri ku dan memeluk ku dengan erat sambil menangis. Anak ku yang baru saja ku peluk di ambil alih oleh seorang perawat yang berada di samping ku.
“Kenapa Key?” Tanya ku dengan begitu takut.
“Faw… Ben..” ucap Keysa yang hanya terus meyebut nama Ben.
“Kenapaa Ben kenapa?” Tanya ku berusaha melepas pelukan nya.
Keysa melepaskan pelukan nya dan dia menatap ku dengan begitu sedih. Aku menunggu nya berbicara dengan wajah yang begitu panik.
Aku berharap apa yang akan di katakan Keysa bukan lah hal buruk.
“Pesawat yang di tumpangi Ben, mengalami kecelakaan Faw,pesawat nya terjatuh di lautan”
Seketika jantung ku berhenti sejenak. Seperti tersambar petir hati ku begitu berpacu secepat mungkin. Nafasku mulai terasa berat,aku berusaha menahan air mata ku.
“Ngga, ga mungkin. Lo pasti bohong kan ! Ben lagi di perjalanan menuju kesini Key dia pasti udah nyampe, gua coba telepon dia ya” ucap ku dengan terus menyangkal omong kosong Keysa. Aku harus membuktikan jika Ben baik-baik saja,walau air mata ku akhirnya berlinang di pipi.
Aku mencari handphone ku.
“Gua telepon Ben ya” ucap ku dengan gemetar dan terus meneteskan air mata.
“Faw, Faww” panggil Keysa yang terus menyadarkan ku dan mencegahku menelepon Ben.
“Diem Key, gua mau telepon Ben” ucap ku dengan terus mengutak atik handphone ku mencari nomor Ben.
“Faw, please”
Aku segera menelpon Ben dan berharap dia mengangkat telepon ku dan mematahkan berita buruk yang di katakan Keysa.
Telepon nya tidak tersambung, namun aku berusaha menelepon nya sampai telepon Ben tersambung.
“Dia pasti masih di pesawat jadi ga ada signal” ucap ku dengan berusaha untuk tenang namun seperti nya itu sia-sia. Karena terlihat sekali aku begitu panik dan ketakutan.
“Faw..” Keysa begitu khawatir melihat ku yang terlihat tidak menerima kenyataan yang di katakan nya dan dia berusaha menenangkan ku.
“Ngga Key, ngga boleh. Anak perempuan kita baru aja lahir. Ben harus liat dulu. Ini yang selalu dia impikan selama ini Key. Memiliki seorang anak” ucap ku dengan terus menangis.
Keysa pun tak kuasa melihat kesedihan ku lalu dia memeluk ku dengan erat dan ikut menangis bersama ku.
“Ini ga boleh terjadi Key,Ben ga boleh ninggalin kita. Dia udah janji bakalan terus menjaga kita” ucap ku yang terus menangis tidak menerima kenyataan yang pahit ini.
Akhirnya aku menyerah, aku menangis di pundak Keysa dengan sekencang mungkin,tak kuasa menerima berita buruk yang telah aku alami. Setelah kepergian kedua orang tua ku,sekarang aku harus kehilangan suami ku.
“Ini salah gue” ucap ku mengingat Ben pulang karena aku akan melahirkan.
“Ngga Faw, ini bukan salah lo. Ini sebuah musibah, kita gak akan tahu kapan musibah akan terjadi”
“Ini salah gue Key ini salah gue!” ucap ku yang terus menyalahkan diri sendiri dengan tangisan yang membanjiri pipi ku.
“Stop Faw please stop” ujar Keysa yang terus berusaha menenangkan ku.
...*****...
Lagi-lagi aku menangis mengingat kejadian itu. Pipi ku sudah begitu basah di banjiri oleh tangisan yang tidak bisa aku tahan lagi. Aku menyeka air mata ku dan menarik nafas begitu dalam.
“Mama nangis lagi?” Tanya gadis kecil yang memeluk kaki ku menatap ku dengan khawatir.
Kara. Anak ku yang begitu manis dan cantik.
Aku langsung tersenyum menyembunyikan kesedihkan ku dan menghapus semua air mata yang berbekas di wajah ku. Aku berlutut mengimbangi tinggi anak cantik ku dan membelai lembut rambut nya.
“Ngga sayang, Mama cuma kedinginan” ucap ku terus berbohong, karena ini bukan pertama kalinya dia memergoki ku menangis.
Kara menatap ku dengan tersenyum.
“Hujan bikin Mama nangis lagi ya” Ujar anak gadis itu dengan lucu nya.
Aku menatap nya dengan haru,dan memeluk nya dengan penuh cinta. Betapa bahagia nya aku bisa memiliki Kara yang telah membuat ku bertahan hidup,dan menggantikan sosok Ben.
Satu hari lagi. Aku terbangun dengan ke bimbangan yang telah menghantui ku setiap hari nya. Semenjak perusahaan ku bangkrut dan tidak ada lagi yang bisa aku pertahan kan di dalam warisan suami ku itu,aku harus sudah berjuang mencari pekerjaan di luar sana demi anak ku Kara dan demi kelangsungan hidup ku.
Banyak sekali perusahaan yang menolak lamaran ku, karena nama ku sudah masuk ke daftar hitam seluruh perusahaan property. Aku harus menelan pahit kenyataan ini. Aku harus menanggung semua akibat yang tidak aku perbuat sama sekali. Tapi aku menerima nya dengan lapang dada, karena aku yakin, suatu saat nasib ku akan berubah menjadi baik seperti nama ku yang sudah di balut dengan do’a oleh orang tua ku.
Aku melirik ke samping kiri ku, dan melihat malaikat kecil ku masih tertidur dengan pulas. Aku mengelus pipi nya dengan lembut dan mengecup kening nya.
“Selamat pagi malaikat kecil ku” bisik ku kepada Kara yang masih tertidur.
Dia sedikit bergerak dengan mata tertutup, namun dia kembali terdiam dan menghela nafas yang panjang di dalam tidur nya. Aku menyingkap selimut dan menutupi tubuh mungil nya itu, lalu perlahan turun dari atas tempat tidur.
Aku keluar dengan cara mengendap-endap tidak bersuara dan sesekali melirik Kara takut jika dia terbangun. Aku tidak ingin mengganggu pagi hari nya yang terlihat begitu nyenyak.
Aku masuk ke dalam pantry dapur dan membuat sebuah teh hangat untuk ku sendiri. Suara kode keamanan pintu rumah terdengar ada yang menekan dan aku hanya melirik nya sebentar lalu kembali kepada teh hangat ku. Aku tidak terkejut kepada siapa yang datang, karena hanya satu orang yang tahu dengan kode keamanan apartemen ku.
Keysa membuka pintu dengan wajah yang begitu kusut.
“Kenapa lo? Pagi-pagi dah manyun aja” ujar ku dengan terus mengaduk teh ku.
Keysa mendelikan mata nya ketika menatap ku,dia membuka hak tinggi nya dan masuk ke dalam apartemen lalu duduk di sofa ruang tamu ku dengan begitu malas nya.
Aku berjalan mendekati nya dan duduk di samping nya.
“Kenapa sih?” Tanya ku lagi.
“Lamaran lo di tolak lagi” jawab Keysa dengan wajah yang begitu kesal.
Aku menyandarkan diri ku di sofa dengan malas ketika tahu apa yang sudah membuat hari Keysa buruk sepagi ini.
“Ya udah lah” ujar ku dengan pasrah.
Keysa tiba-tiba melihat ku dengan terkejut dan menatap ku dengan mengkerutkan kening nya.
“Apanya yang ya udah ?” Tanya nya dengan penuh emosi.
“Faw, inget ya, tabungan lo tinggal sedikit lagi,suatu saat Kara harus sekolah dan lo harus melangsungkan hidup lo biar ga terlantar. Lo mau cari uang kapan kalau ga dari sekarang ?” Tanya Keysa lagi-lagi mengingatkan ku tentang masa depan suram yang telah menanti ku.
“Belom lagi mertua lo yang rese itu. Lo mau hak asuh Kara bener-beber di ambil sama mereka dan lo ga akan punya apa-apa lagi!” Tegas nya lagi membuat ku semakin takut.
Lalu Keysa berusaha mengontrol emosi nya dan berusaha bersikap tenang kepadaku.
“Gue tuh bukan miliarder yang bisa bantu lo selamanya Faw. Suatu saat gue akan menikah,dan gue pasti akan ikut suami gue dan ninggalin lo juga Kara”
Aku menghela nafas begitu dalam.
“Ya udah lo nikah aja, lo kan bisa angkat gue jadi pembantu lo” celetuk ku membuat Keysa tambah mengkerutkan kening nya.
Lalu dia melemparkan bantal sofa yang berada di samping nya dengan kesal kepadaku,dan membuat ku tertawa dengan kencang.
“Lo nih ya gue lagi serius juga”
“Ya emang bener, kalo gue jadi pembantu lo kan, elo ga perlu tinggalin gue” ucap ku yang tidak bisa melihat serius nya Keysa.
“Faw. Life must go on. So please, lo harus bisa cari jalan keluar” ujar Keysa dengan lembut dan serius menatap mata ku.
Aku beralih duduk ke samping Keysa sambil menyimpan cangkir ku dan memegang kedua tangan Keysa dengan lembut. Aku menatap kedua mata Keysa begitu dalam agar membuat nya lebih tenang.
“Key, gue yakin, gue akan mendapatkan pekerjaan, dan gue juga yakin kalau gue ga akan kehilangan Kara. Lo harus percaya sama gue, everything will be ok” ucap ku begitu yakin.
“Faw. Gue bukan ga percaya sama lo, tapi gue khawatir kalau semua ga akan berjalan seperti apa yang kita harapkan”
“Key. Mindset itu juga penting. Inget, kalau fikiran lo positif semua akan berjalan dengan baik, tapi kalau fikiran lo negatif mulu kaya gini, ya semua nya akan berjalan seperti apa yang sedang lo fikirin Key. Jadi stop untuk khawatirin gue dan Kara secara berlebihan”
“Ya gue kaya gini kan karena…”
“Karena lo sayang sama kita” potong ku yang sudah mengetahui kelanjutan kalimat itu.
Keysa menghela nafas nya.
“Gue tau lo sayang banget sama kita berdua, begitu pun gue dan Kara, sayaaang banget sama lo, tapi gue ga mau lo terus-terus an khawatir kaya gini dengan keadaan kita Key. Percaya sama gue, gue pasti bisa dapetin pekerjaan,gue akan dapet jalan keluar, dan gue yakin, Kara akan selalu ada di samping gue”
Keysa hanya terus menatap ku dengan khawatir.
“Tapi gue juga butuh lo, untuk support gue dan Kara. Gue cuma punya elo,dan elo harus selalu percaya sama gue dan semngatin gue juga Kara”
Keysa berfikir sejenak sambil menatap kedua mata ku, lalu dia tersenyum dengan begitu berat kepadaku lalu kita berpelukan dan saling menguatkan.
Ya dia adalah satu-satu nya sahabat yang aku miliki sejak kami duduk di bangku SMP kita sempat berpisah selama beberapa bulan dan kembali bersama ketika aku mengabari nya jika aku akan menikah.
Keysa bagaikan buku harian ku yang selalu tahu semua masalah dan kehidupan ku setiap hari nya dan aku tulis di buku harian itu,dia adalah pendengar yang baik,dia adalah satu-satu nya orang yang aku percaya sampai saat ini, dia tidak hanya seorang sahabat bagi ku dan Kara, dia juga sudah seperti bagian dari keluarga kami.
Setiap saat dia selalu mengunjungi apartemen ku dan bermain dengan Kara, bahkan dia pun yang selalu membantu ku jika aku di ganggu oleh keluarga Ben yang selalu menghantui ku setiap saat. Keluarga Ben hingga saat ini pun masih saja membenci ku. Mereka seolah tidak ingin mengakui jika aku adalah bagian dari keluarga mereka,dan yang mereka ingin kan hanyalah Kara. Orang tua Ben sudah mulai menyewa pengacara untuk mengambil hak asuh Kara karena alasan aku sudah tidak memiliki apapun dan tidak bisa membesarkan Kara dengan baik. Namun sampai saat ini aku masih berusaha untuk mempertahan kan Kara dengan meminta waktu 1 bulan lagi untuk membuktikan aku akan menemukan pekerjaan yang layak demi Kara.
Malam nya. Aku dan Keysa sibuk di dapur untuk menyiapkan makan malam kami. Siang hari Keysa bekerja dan pulang kerja dia selalu mampir menemui ku dan Kara untuk makan malam bersama sebelum dia pulang kerumah nya sendiri.
“Lo ga mau minta bantuan Om Rio?” Tanya Keysa sambil memotong-motong sayuran di tangan nya
“Key, udah dong. Gue udah ga mau lagi berhubungan dengan mereka. Gue ga akan pernah mau minta tolong sama mereka. Gue udah ninggalin mereka bertahun-tahun,dan gue ga mau tiba-tiba gue balik lagi ke keluarga Om Rio dan meminta pertolongan nya. Kebayang ga reaksi mereka seperti apa ? Orang yang udah mereka rawat dari kecil, dan setelah dewasa dia malah ninggalin keluarga itu tanpa… alasan yang jelas” jawab ku sambil memikirkan kalimat terakhir ku.
“Tapi Faw, kalau jalan nya udah buntu , Om Rio itu satu satu nya jalan untuk lo bisa selamatkan hak asuh Kara” ujar Keysa di belakang ku. Aku langsung berbalik menatap Keysa dengan begitu lelah nya mendengar pembahasan tentang Om Rio.
“Stop Oke, kita udah bahas ini. Gue yakin pasti masih banyak cara untuk gue menghasilkan uang” ucap ku dengan menahan emosi ku dan pergi dari dapur sambil membawa makanan di atas piring.
Aku menghampiri Kara yang sedang duduk manis di meja makan bundar kami. Kara melihat keluar jendela dan menatap lampu-lampu kota yang berada jauh di bawah.
Apartemen ku berada di lantai 15,dan berada di pusat kota. Apartemen ini begitu megah memiliki 2 kamar,1 ruang tamu,1 ruang keluarga, pantry dapur dan meja makan berbentuk bulat cukup untuk kami bertiga. Jendela kami pun begitu besar sehingga bisa melihat leluasa keluar apartemen tanpa harus ke balkon.
“Karaaa, makanan siapp” seru ku.
Aku berusaha melupakan perdebatan ku dengan Keysa di depan Kara. Aku tidak ingin Kara melihat wajah kusut kami.
“Yeee makan” teriak nya dengan lucu dan menggemaskan.
“Sini Mama iket dulu rambut nya”
Rambut nya begitu panjang sampai pinggang dan rambut nya lurus juga hitam sama persis seperti ku. Aku mengikat rambut Kara seperti ekor kuda dan membenarkan poni nya yang berantakan.
Keysa menyusul kami dan membawa 2 buah piring lagi lauk untuk makan malam kami.
“Waaa ayam goreng!” Mata Kara begitu membulat ketika melihat makanan kesukaan nya di bawa kan oleh Keysa.
“Iya ayam goreng, Kara seneng?” Tanya Keysa dengan nada nya seperti anak kecil.
“Seneng Aunty” jawab nya dengan lucu.
“Kara hari ini baik ga sama Mama?” Tanya Keysa.
“Baik kok. Kara hari ini baik kan Ma?” Tanya Kara kepadaku dengan tatapan yang serius.
“Iya Kara baik kok hari ini, ga bandel, ga cengeng, dan nurut sama Mama”
“Tuh kan, Kara ga bandel hari ini Aunty” jawab nya begitu bangga dengan jawaban yang aku berikan.
Keysa terus tersenyum melihat tingkah anak ku ini yang selalu menggemaskan.
“Kalau gitu, Aunty punya kejutan untuk Kara”
“Kejutan?!” Tanya nya begitu antusias.
Kara tampak tidak sabar dengan kejutan yang akan di berikan Aunty nya kepada Kara.
Keysa merogoh tas di belakang nya dan mengambil sesuatu di dalam brown bag yang di bawa nya dari pagi.
Lalu dia menunjukan sebuah toples berisikan permen berwarna coklat muda di dalam nya.
“Taraaaa… Permen untuk Kara”
Kara terlihat begitu bahagia dan langsung mengambil alih toples kecil itu dari tangan Keysa.
“Waaa permen kesukaan Kara” ucap nya dengan terus melihat toples itu dengan ekspresi yang amat sangat bahagia.
“Bilang apa sama Aunty Keysa” ucap ku mengingat kan.
“Terimakasih Aunty” ucap Kara dengan menggemaskan.
“Sama-sama Kara. Sekarang kita makan dulu ya udah makan kita sikat gigi dan tidur, terus makan permen nya boleh kapan?” Tanya Keysa menguji ingatan nya.
“Besok siang, dan cuma boleh makan 2 sehari,karena kalau banyak-banyak gigi Kara rusak terus ompong terus Kara ga bisa makan lagi”
Ucapan Kara yang langsung membuat ku dan Keysa tertawa karena jawaban nya yang menggemaskan. Dia anak kecil yang sudah semakin membesar,dan dia sudah semakin pintar.
Hari-hari telah berlalu aku masih saja belum mendapatkan kabar baik dengan semua lamaran yang aku tujukan di berbagai perusahaan penjuru negri ini.
Hari ini aku melamun kembali di sofa ku dengan memakai hotpants biru dan sweater rajut berwarna cream. Aku biarkan rambut ku terurai indah dengan menyingkapkan nya di belakang telinga. Aku memeluk bantal sofa ku yang empuk dan memandang kosong di hadapan ku.
Aku semakin frustasi dan hampir putus asa dengan semua ini. Yang aku takutkan hanyalah Kara. Aku tidak bisa kehilangan dia,hanya dia lah satu-satu nya penyemangat hidup ku kini. Rasanya tidak akan berguna lagi aku hidup jika aku harus kehilangan dia. Lalu bayangan Om Rio terlintas di fikiran ku.
Aku kembali teringat dengan kejadian 10 tahun lalu. Kejadian tentang kebakaran rumah yang menewaskan seisi rumah ku dan meluluh lantah kan gedung bertingkat itu.
Malam mengenaskan itu aku sedang tidak tidur di rumah, dan ketika aku terbangun di malam hari aku sudah mendapatkan kabar jika rumah ku kebakaran, dan tidak ada satu orang pun yang bisa di selamatkan di dalam rumah. Aku berteriak sekencang mungkin di depan kobaran api yang ada di hadapan ku. Aku terus menangis dan memaksa untuk terus masuk ke dalam rumah dan menyusul orang tua ku yang berada di dalam sana. Namun Om Rio dan tante Shinta terus menahan ku dan memeluk ku dengan erat.
“Mamaa..” panggil Kara membuyarkan lamunan ku. Aku terkejut dan langsung menatap nya dengan tersenyum manis. Kara memakai kaos polos berwarna kuning dan celana pendek berwarna biru sama dengan ku. Rambut nya pun panjang terurai indah dengan poni yang berjejer rapih di dahi nya.
“Hay cantik” sapa ku dan langsung menggendong nya untuk duduk di pangkuan ku.
“Aku membuat ini untuk Mama” ucap nya dengan menunjukan sesuatu di kertas lipat berwarna pink nya.
Itu adalah kertas dengan coretan hati yang tidak begitu rapih namun sangat mengharukan.
“Ahh Kara... Kamu buat ini untuk Mama?” Ucap ku penuh haru.
“Ya. Dan Kara juga membuat satu untuk Papa” ucap Kara membuat ku tersentak terkejut mendengar nya. Kertas itu berwarna biru dan ada juga bentuk hati yang begitu menggemaskan yang telah dia buat dengan tangan nya sendiri.
Aku terpatung melihat nya yang begitu antusias dan masih polos ini.
“Kamu buat ini untuk Papa?” Tanya ku menahan kesedihan ku.
Dia hanya mengangguk memandang ku dengan semangat.
Aku menahan tangis ku dan langsung memeluk nya begitu erat.
“I Love You Kara” ucap ku dengan begitu tulus dan begitu sedih.
“Love You Too Mama” jawab nya yang tak menyadari jika aku sudah menyembunyikan kesedihan ku.
Tiba-tiba suara bel apartemen ku berbunyi. Aku dan Kara langsung menatap pintu bersama-sama. Aku menurunkan Kara secara perlahan dengan pandangan terus menatap ke arah pintu.
“Tunggu di sini” pinta ku kepada Kara dan dia hanya mengangguk.
Aku berjalan dengan cepat mendekati pintu dan mengintip di lubang pintu untuk melihat siapa yang berada di balik pintu.
Itu salah satu petugas apartemen sini. Dia membawa sebuah surat di tangan nya. Aku segera membuka kan pintu.
“Ya?” Sapa ku kepada nya.
“Selamat siang Bu, ini ada surat lagi untuk Ibu” ucap nya sambil menyodorkan amplop coklat besar kepada ku.
“Oke terimakasih”
“Sama-sama”
Aku langsung menutup pintu dan menyandarkan diri ku di pintu,lalu segera membuka amplop coklat itu.
Ini adalah surat dari pengadilan yang meminta aku agar segera memenuhi panggilan yang telah di ajukan untuk ku. Ini soal hak asuh Kara. Orang tua Ben masih terus meneror ku dan memaksa ku untuk melepaskan Kara. Ini sudah berjalan lebih dari 5 tahun , orang tua Ben masih saja tidak bisa berbuat baik kepadaku. Selama bertahun-tahun mereka tidak pernah memeperdulikan aku ataupun Kara, namun sekarang setelah Kara mulai besar mereka mulai ingin mendapatkan hak asuh Kara.
Aku mengajak mereka untuk bertemu secara baik-baik pun mereka menolak,mereka tidak ingin berbicara dengan ku terkecuali di persidangan nanti. Aku tidak ingin menyerah,aku masih ingin berusaha dan terus mempertahan kan Kara.
Aku duduk di samping jendela dan menatap keluar penuh kebimbangan dengan amplop yang masih ada di tangan ku.
“Ben..” ucap ku dengan berharap semoga Ben bisa mendengarkan ku.
“Apa yang harus aku lakukan sekarang? Mama mu masih ingin terus mendapatkan hak asuh Kara, dan dia bersikeras untuk memisahkan kita. Aku tidak ingin itu terjadi” ucap ku dengan begitu sedih.
Andai saja Ben masih ada,semua ini pasti tidak akan terjadi. Dan kita bertiga pasti akan hidup bahagia.
Aku jadi merindukan Ben dan aku memperhatikan Kara yang masih bermain di meja ruang tamu dengan kertas lipat dan pulpen yang berserakan di atas nya. Dia begitu menggemaskan dan begitu bahagia. Aku tidak bisa membayangan bagaimana jika akhirnya dia pergi meninggalkan ku seperti apa yang di lakukan seluruh keluarga ku termasuk Ben. Sepertinya hidup ku sudah tidak akan pernah berarti lagi.
“Kara kau pantas hidup dengan layak, dan aku akan membuat mu mendapatkan semua itu. Aku tidak ingin kau berakhir seperti ku” ujar ku di dalam hati.
Malam hari nya seperti biasa Keysa datang ke apartemen ku dengan masih menggunakan kemeja biru langit bergaris putih dan rok pendek berwarna hitam,rambut nya pun bergelombang indah dengan riasan make up yang masih menempel di wajah nya.
Keysa membaca surat dari pengadilan.
“Gila ya mertua lo! Maksa banget sih buat dapet hak asuh Kara” kesal Keysa yang selalu ikut emosi melihat sikap keluarga Ben.
“Ya mungkin mereka menilai itu sebanding dengan kehilangan Ben. Kayak nya mereka ingin gue juga ngerasain bagaimana rasanya kehilangan seorang anak” ucap ku dengan pasrah sambil memotong buah apel untuk Kara di pantry.
“Tapi kan semua itu bukan salah lo faw”
“Ya menurut mereka itu salah gue. Dari awal kita married juga kan orang tua Ben ga setuju”
“Dan akhirnya mereka terpaksa harus merestui kalian menikah karena Kara udah ada dalam perut lo” lanjut Keysia mengingat kejadian itu kembali.
Aku diam tak menggubris nya.
“Lo ga bisa di salahin kaya gini terus dong Faw. Ben juga ikut andil dalam masalah ini”
Ucapan Keysa yang sudah membuat ku sedikit kesal.
“Lalu lo mau apa? Datang ke makam nya Ben dan meminta dia bertanggung jawab atas penderitaan yang gue dan Kara alami selama ini?” Tanya ku dengan menahan sedikit emosi ku. Keysa hanya menatap ku terdiam,dia tidak bisa lagi membantah ucapan ku.
“Ben udah ga ada Key, ini bukan salah Ben dan juga bukan salah gue. Lo sendiri kan yang sering bilang kalau ini semua cuma takdir?” Ucap ku mengingat kalimat yang sering di ucapkan nya jika sedang menenangkan ku.
Aku tahu Keysa hanya terlalu khawatir kepadaku,dia terlalu peduli dengan ku dan Kara. Namun dia harus mengerti,jika aku pun sedang berusaha mencari jalan keluar yang terbaik untuk masalah ku. Aku tidak ingin dia terlalu berlebihan dengan ketakutan nya
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!