NovelToon NovelToon

Always Love You

ALY 1

Jerman

Hampir tiga tahun berada di negara orang membuat tak membuat seorang Ayesha berubah, ia tetap Ayesha yang sama, ramah terhadap siapa pun dan mudah mengenal orang lain, bahkan ia banyak berteman dengan mereka yang tidak berasal dalam satu negara. Tetap saja ia selalu bersama dua sahabat hebohnya yaitu Elsa dan Laura, meski berbeda keyakinan dengan keduanya Laura tampak nyaman-nyaman saja berteman dengan mereka.

Laura yang selalu bergonta-ganti pacar, tak pernah membuat Ayesha atau yang sering di sapa Kia oleh kedua sahabatnya itu terusik dengan sikap Laura, meski ia selalu menasehati Laura, tapi tetap saja Laura ya Laura, hanya mendengar ketika ia sedang patah hati, dan akan kembali bermain-main dengan para lelaki bule.

Sedangkan Elsa yang tak kalah heboh dengan sahabatnya yang berada di Indonesia juga tak pernah membuat seorang Yesha risih atau ingin meninggalkan Elsa, ia justru bahagia melihat dua sahabat yang saling mendukung satu sama lain itu.

Sore ini ketiga gadis cantik itu berjanjian akan bertemu di sebuah pantai, ingin menyaksikan matahari tenggelam di negara orang, sekaligus menghilangkan penat yang sering kali hadir karena tugas kuliah yang makin hari makin bertambah banyak.

"Lau Lo di mana sih? Kita udah nungguin Lo dari tadi nih!" ucap Elsa ketika seseorang di seberang sana menjawab telfonnya.

"Bentar lagi sampai," jawab Laura dari seberang sana. "Cepetan dong, temen gue udah nungguin," terdengar Laura menggerutu dengan seseorang yang ada di dekatnya.

"Lo sama siapa Lau? Balikan lagi sama Nathan?" tanya Elsa yang samar-samar mendengar suara seorang laki-laki di seberang sana.

"Ngaco aja Lo, enggak lah. Emang dia bisa bahasa kita? Udah ya, gue tutup telfonnya," setelah itu Laura benar-benar memutus sambungan telfonnya.

"Tadi Laura sempet bilang sama gue, dia bareng sepupunya yang dari Indo, katanya sih baru dateng dua Minggu lalu," sepertinya Yesha sudah mengetahui jika Laura akan datang bersama sepupunya.

Dua gadis itu menunggu Laura dengan duduk di tepi pantai, terlihat banyak wisatawan yang juga ingin menyaksikan matahari tenggelam sama seperti dua gadis itu.

"Gue cari di mana-mana ternyata kalian di sini!" seru Laura saat mendapati dua sahabatnya duduk dengan santai di tepi jalan.

"Lo sih, lama banget. Eh mana sepupu Lo? Penasaran gue, siapa tahu dia jodoh gue gitu," ucap Elsa dengan pedenya.

"Ih, mana mau dia sama Lo, gue juga ogah kali sepupuan sama Lo," gerutu Laura.

Yesha hanya menyimak perdebatan kedua sahabatnya itu, ia memang tidak pernah mau ikut berdebat dengan mereka, palingan dirinya yang selalu menengahi. Meski begitu mereka tidak pernah merasa sakit hati dengan ejekan satu sama lain, menganggap hal tersebut sudah biasa.

"Sini, gue di sini!" Laura berseru pada seseorang yang jaraknya sekitar seratus meter dari mereka, sambil melambaikan tangan.

Seorang pemuda mendekat ke arah mereka, Elsa melihat pemuda itu dengan mulut menganga, takjub akan keindahan di hadapannya, 'benar-benar sempurna' batinya.

Sedangkan Yesha tampak acuh tak acuh, gadis berjilbab itu justru tidak menoleh ke arah sepupu Laura, ia asyik memandangi lautan yang membentang luas di hadapannya dengan matahari yang hampir tenggelam di makan oleh kegelapan.

"Kenalan dong, nama ku Elsa." Elsa mengulurkan tangan tanpa rasa malu sedikit pun di hadapan sepupu Laura.

Pemuda itu melihat tangan Elsa bergantian dengan menatap wajah sepupunya.

Plak

Laura memukul tangan Elsa, dan sang empunya mengaduh merasakan panas di tangannya bekas pukulan Laura.

"Gue Rangga, sepupunya Laura," Rangga tidak membalas uluran tangan Elsa dia justru mengatupkan kedua tangan di depan dadanya.

Yesha seperti mengenal nama tersebut dan suara yang sepertinya juga tidak asing, ia pun menoleh u tuk memastikan jika orang yang datang bersama sahabatnya itu adalah orang yang ia kenal.

"Kak Rangga?"

"Eh, Ayesha?"

Ucap mereka berdua secara bersamaan, sama-sama terkejut saat melihat satu sama lain.

"Eh, kalian saling kenal?" kini Laura dan Elsa yang terkejut saat mengetahui dua orang itu saling mengenal.

Keduanya mengangguk menjawab pertanyaan dua gadis itu

"Kak Rangga senior gue di kampus dulu," jelas Yesha.

"Gimana kabarnya Kak? Kok bisa sih sepupuan sama Laura? Enggak nyangka banget," celetuk Yesha.

"Alhamdulillah baik, kamu sendiri gimana? Menghilang dari kampus dan enggak ada yang tahu pergi kemana, ternyata ke sini? Tau gitu aku ke sini dari dulu," Rangga terkekeh saat mengatakan itu, ia memang telah lulus dari universitas itu saat Yesha pindah ke Jerman, tapi ia tahu tentang menghilangnya Yesha dari teman-teman satu organisasinya.

Yesha ikut terkekeh mendengar penuturan Rangga.

"Kalian berdua benar-benar melupakan kehadiran kita ya?" protes Laura dan Elsa secara bersamaan. Merasa di abaikan oleh Ayesha dan Rangga.

Kedua orang itu hanya terkekeh menanggapi protes dua gadis itu.

Mereka berempat berjalan beriringan di pinggir pantai, sambil menikmati matahari tenggelam, dan sesekali mereka ber-swafoto mengabadikan momen langka tersebut. Karena pantai yang mereka kunjungi saat ini letaknya lumayan jauh dari tempat tinggal mereka.

Rangga dan Yesha mengobrol banyak hal terutama tentang pendidikan masing-masing. Yesha mengambil banyak hal dari cerita Rangga, mulai dari dia magang di berbagai rumah sakit selama dua tahu lebih ini dan sekarang Rangga memutuskan untuk menambah ilmu di Jerman. Lelaki itu ingin menjadi dokter bedah seperti yang ia cita-citakan sejak dahulu.

"Kayaknya udah masuk waktu Maghrib, kita cari tempat buat sholat dulu gimana?" Rangga memperhatikan jam di pergelangan tangannya, sambil melihat matahari yang sudah benar-benar tenggelam.

Mencari tempat ibadah untuk sholat di daerah sana memang sulit, tidak seperti di negara sendiri.

Yesha mengernyitkan dahi, "Tapi aku sama Elsa sedang berhalangan," ucap Yesha. Ia mengira Rangga ingin mencarikan tempat sholat untuk keduanya, karena selama ini ia tahu jika seniornya itu non muslim.

"Yaudah, kalian nikmati dulu aja di sini, aku mau cari tempat sholat," Rangga baru akan beranjak meninggalkan mereka, tapi urung karena Yesha lebih dahulu bersuara.

"Kak Rangga?" tanyanya sambil menatap Rangga yang tersenyum dan selanjutnya mengangguk, seakan tahu apa yang ada dalam pikiran Yesha.

Setelah itu Rangga benar-benar meninggalkan mereka, tak memperdulikan keterkejutan Yesha. Tapi setelah kepergian Rangga, Yesha mengucap syukur dalam hati, ternyata salah satu temannya di berikan hidayah oleh Allah untuk memeluk agamanya.

"Udah lama Kak Rangga jadi mualaf?" tanya Elsa pada Laura yang ternyata juga penasaran sama seperti Yesha.

"Belum ada satu tahun sih, kurang lebih enam bulanan. Waktu itu Om sama Tante keberatan, tapi setelah Kak Rangga jelasin akhirnya mengerti dan memberi kebebasan pada Kak Rangga," jelas Laura.

"Dia Islam sendiri di keluarga Lo dong?" Elsa kembali bertanya.

"Ya begitulah, dan setelah mualaf Kak Rangga milih tinggal di apartemen sendiri, karena di rumah Tante melihara gug-gug, sekarang sih udah enggak lagi bahkan Nenek aja sudah ngejual semua gug-gugnya, sebelum Kak Rangga ke sini, tapi tetep aja Kak Rangga enggak mau tinggal di rumah Nenek, dia milih tinggal di apartemen," jawab Laura panjang lebar.

"Eh iya baru inget, Kak Rangga kayaknya satu apartemen sama kalian deh, tapi enggak tahu apartemen lantai berapa," tambahnya.

"Kayaknya Kak Rangga ada hati deh sama Lo Ki, gagal dong gue mengejar cintanya," ucap Elsa mendramatisir.

"Ngaco," Yesha tak mempercayai ucapan Elsa yang sukanya menebak-nebak.

"Kalo gue lebih setuju Kak Rangga sama Kia, dari pada sama Lo," kini Laura yang berkomentar.

"Kalian berdua enggak jelas banget deh, dah ah yok cari makan, laper gue." Yesha beranjak dari duduknya meninggalkan dua sahabatnya itu, yang sepertinya masih ingin melanjutkan perdebatan.

.

.

.

Bertemu kembali dengan cerita Ayesha ya, selamat membaca semuanya😍😍

ALY 2

Seperti biasa setiap pagi Yesha dan Elsa berbagi tugas di apartemen. Karena sejak setahun yang lalu Yesha mengajak Elsa untuk tinggal di apartemennya saja, dari pada menyewa apartemen lagi. Itung-itung membantu Elsa karena apartemen yang ia tempati adalah apartemen milik papinya sendiri.

Pagi ini Yesha bertugas memasak sarapan untuk mereka berdua, sedangkan Elsa bertugas membersihkan seluruh apartemen, termasuk kamar Yesha. Mereka berganti tugas sehari sekali yang sudah menjadi kesepakatan mereka berdua.

"El, sarapan dulu, masih pagi banget enggak bakalan telat deh, percaya sama gue," ucap Yesha saat mendapati sahabatnya melewati meja makan tanpa berminat mengambil makanan, hanya meneguk segelas susu yang sudah tersedia.

"Enggak keburu Ki, udah ya gue berangkat," ucap Elsa, ia bergegas ke luar dari ruang makan.

Yesha berinisiatif mengisi bekal makanan dan memberikan pada Elsa, ia tahu sahabatnya itu paling malas jajan di kampus, mungkin karena makanan nya yang tidak sesuai lidahnya.

Yesha menghampiri Elsa yang berada di depan, entah sedang berbicara dengan siapa.

"El, ini nanti buat sarapan di kampus," ucap Yesha, ia masih berada di dalam apartemen belum melihat Elsa berbicara dengan siapa. Ia terkejut saat mendapati Elsa berbicara dengan orang yang ia kenal.

"Eh, kak Rangga. Apartemennya di sini juga?" tanyanya setelah tahu Elsa berbicara dengan siapa.

Belum juga Rangga menjawab pertanyaan Yesha, Elsa sudah berpamitan sambil berlari. "Gue duluan ya Kak, sarapannya buat Kak Rangga aja Ki." ucap Elsa yang sudah melesat masuk ke dalam lift.

"Kebiasaan, nanti kalau penyakitnya kambuh, batu nyesel," gerutu Yesha, saat menyadari sahabatnya pergi tanpa mengambil sarapan yang ia siapkan tadi.

"Jadi ini apartemen kamu Ay?" tanya Rangga, setelah Elsa menghilang di balik lift.

"Iya Kak, apartemen Kak Rangga yang mana?"

"Itu, kita tetangga ya ternyata, padahal aku udah dua mingguan di sini, tapi baru kali ini liat kamu," jawab Rangga.

"Biasalah Kak, aku sering berangkat pagi pulangnya tidak menentu sih, mungkin Kakak masih di rumah sakit waktu aku pulang,"

"Iya juga sih,"

"Ini Kak Rangga baru pulang kerja berarti?" tanya Yesha saat menyadari Rangga masih berpakaian kerja meskipun sudah sedikit kusut kemeja yang dipakainya.

"Iya, biasalah masih anak magang. Yaudah aku pulang dulu ya, mau istirahat, kapan-kapan aku main ke sini, kalau Elsa juga ada," Rangga berpamitan pada Yesha, ia merasakan letih karena begadang semalaman.

"Iya Kak, eh tunggu Kak, ini buat Kak Rangga aja deh, dari pada terbuang mubadzir, Kakak pasti belum sarapan, kan?" Yesha menyerahkan kotak makan yang tadi ia siapkan untuk Elsa pada Rangga, dan pemuda itu pun menerimanya dengan senang hati.

"Makasih ya Ay," Rangga mengucapkan terimakasih setelah kotak makan itu berada di tangannya.

"Eh iya satu lagi Kak, panggil aku Yesha atau Kia aja seperti yang lain, nanti banyak yang salah mengartikan panggilan itu," celetuk Yesha yang merasa tidak enak saat di panggil 'Ay' oleh Rangga, padahal sebelumnya Rangga memanggil Yesha sama seperti teman-temannya di kampus saat masih di Indonesia.

Rangga tersenyum, tanpa mengucapkan sepatah kata pun, lalu melambaikan tangan pada Yesha berjalan menjauhi Yesha menuju unit apartemennya.

Yesha menghela nafas panjang setelah kepergian Rangga, ia pun masuk ke dalam apartemen bersiap untuk pergi ke kampus.

🌻🌻🌻

Sejak pagi Yesha di sibukkan dengan kegiatan kampusnya, bahkan hingga siang menjelang sore gadis itu belum sempat mengisi perutnya. Banyak tugas yang harus ia kerjakan, tapi ia selalu menjaga kesehatannya supaya tidak jatuh sakit, karena akan sangat sulit jika sakit jauh dari orang tua, apalagi di saat banyak sekali tugas kampus yang harus di kerjakan.

"Ra, balik yuk, udah sore ini," Yesha merapikan buku-buku di hadapannya.

Saat ini ia sedang berada di perpustakaan kampus.

"Anter gue ke toko buku dulu ya, buku yang gue cari enggak ada di sini," Laura juga merapikan beberapa buku yang ia baca.

"Siap, gue telfon Elsa dulu, dia udah pulang apa belom, kalo belom kita ajak bareng,"

Laura menanggapi ucapan Yesha hanya dengan anggukan, karena ia sibuk mengembalikan beberapa buku yang ia pinjam tadi.

"Gimana?" tanya Laura saat mendapati Yesha memasukkan kembali ponselnya setelah menelfon Elsa.

"Ikut katanya, dia nungguin di tempat biasa," jawab Yesha.

Keduanya pun ke luar dari perpustakaan menuju tempat di mana Elsa berada. Setelah bertemu dengan Elsa mereka sama-sama berjalan ke parkiran.

Laura melajukan mobil kesayangannya dengan kecepatan sedang menuju toko buku terbesar di kota itu. Karena ia memang membutuhkan banyak referensi untuk skripsinya nanti.

Setelah sampai di toko buku tersebut mereka bertiga berjalan beriringan, mencari buku yang mereka inginkan.

"Untung buku yang gue cari ada," celetuk Laura setelah menemukan buku yang ia cari.

"Gue juga lagi butuh buku, tapi belum ketemu nich, bantuin cari dong Ki, buku yang kemaren gue tunjukin itu," ucap Elsa sambil mencari buku yang ia inginkan.

Yesha mengernyitkan dahi, ia lupa sahabatnya itu menginginkan buku apa. "Buku apa sih El? Gue lupa," ucapnya.

"Novel terbaru karya author kesayangan gue," jawab Elsa tanpa dosa.

"Elsa!" seru Yesha dan Laura secara bersamaan, sambil menatap tajam Elsa yang terlihat cengar-cengir tanpa merasa berdosa sedikit pun.

Elsa menggaruk kepalanya yang tiba-tiba gatal, "Habisnya gue bosen baca buku referensi melulu, sekali-kali pengen baca novel gitu," ucapnya.

"Iya kalo sekali-kali boleh, tapi gue enggak percaya kalo Lo cuma baca sekali-kali," ucap Yesha. Ia hafal betul jika sahabatnya itu sudah membaca novel, maka akan melupakan segalanya sampai buku yang ia baca habis. Melupakan makan, tidur, bahkan tugas skripsinya pasti bakalan terbengkalai.

"Iya deh, enggak jadi kalo gitu, pulang aja," Elsa akhirnya mengubur jauh-jauh pikirannya membaca novel terbaru yang menjadi incarannya.

"Makasih ya kalian berdua, tanpa kalian berdua gue kayaknya bakalan lama tinggal di sini." Elsa merangkul pundak kedua sahabatnya, ia sadar kedua sahabatnya melakukan itu demi kebaikannya.

"Kita harus lulus dan wisuda bareng, yang terpenting semangat dan saling mensuport, kita pasti bisa," timpal Laura.

"Tumben omongannya bener," Yesha dan Elsa berbicara bersamaan, setelah itu ketiganya tertawa menertawakan diri mereka sendiri.

"Eh, itu Kak Rangga deh," Laura menunjuk seseorang yang tak jauh dari hadapan mereka.

"Samperin yuk," tambahnya.

Mereka pun mendekati Rangga yang juga sedang memilih buku. Entah buku apa yang sedang di pilih oleh pemuda itu.

"Woi, Kak." Laura menepuk pundak Rangga dan sang empunya terkejut bahkan sampai mengelus dada dan beristighfar.

"Ngagetin aja sih Lau," gerutunya, "Eh ada kalian berdua, cari buku juga?" tanyanya setelah menyadari jika Laura tidak sendirian.

"Nganter Laura Kak, ya sekalian beli juga," jawab Elsa, sedangkan Yesha hanya tersenyum.

"Cari buku apa sih Kak?" tanya Laura.

"Cari buku panduan baca Al-Qur'an, kemarin pas di Indo lupa beli, eh di sini enggak ada, yaudahlah entar goegling aja," keluh Rangga.

"Baca Al-Qur'an nya minta di ajarin Kia aja Kak, dia jago tuh, bacaannya juga bagus," celetuk Elsa.

Seketika Yesha menyenggol tubuh Elsa, ia malu sahabatnya itu mengatakan hal seperti itu, lagian ia juga belum mampu jika harus mengajari orang lain membaca Al Qur'an.

"Wah pas banget, bisa ajarin aku kan Ay?" tanya Rangga antusias. Entah kenapa ia menjadi sangat antusias saat berhubungan dengan Yesha, ia juga tidak tahu apa alasannya.

"Gimana ya Kak?" Yesha sebenarnya mau menolak tapi ia merasa tidak enak hati, apalagi Rangga mualaf dan masih butuh banyak bimbingan, ia ragu karena mereka dua insan yang berbeda. Akan tidak baik nantinya jika mereka saling bertemu meskipun dalam rangka belajar.

"Kamu kabarin aku kalau pas waktu luang," ternyata Rangga tidak menerima penolakan, buktinya ia mengucapkan kata-kata seperti itu.

"Baiklah Kak," dengan mantap Yesha mengucap bismillah dalam hatinya, semoga ia bisa melakukan apa yang di minta oleh Rangga.

Rangga tersenyum bahagia. Setelah itu mereka pun pulang ke apartemen dan tidak mampir ke tempat lain.

ALY 3

Sudah hampir seminggu lebih setelah pertemuannya dengan Rangga di toko buku, Yesha tak pernah sekali pun bertemu dengan pemuda itu, membuatnya bernafas lega, ia pikir waktu itu Rangga hanya bercanda. Jujur ia sebenarnya tidak sanggup jika harus menjadi guru private Rangga, alasannya tentu saja karena mereka bukan muhrim. Jika saja yang ingin diajari mengaji seorang perempuan, ia pasti akan dengan senang hati menerimanya.

Ting Tong

Ting Tong

Ia yang sedang fokus menatap layar laptopnya terlonjak kaget karena tak biasanya di weekend seperti ini ada tamu datang pagi-pagi. Ia pun beranjak dari duduknya dan membuka pintu apartemen, terkejut saat mendapati siapa yang bertamu di pagi ini.

"Assalamualaikum, selamat pagi, Ay," sapa ora tersebut.

"Wa'alaikumussalam, pagi Kak," Jawa Yesha dengan senyum yang terkembang.

"Elsa ada?" tanya orang tersebut yang tak lain adalah Rangga.

Yesha bernafas lega saat Rangga justru mencari Elsa bukan dirinya, jujur ia masih ragu jika Rangga benar-benar minta di ajari mengaji.

"Oh, ada kak, masuk dulu, aku paggilkan dia," jawab Yesha, lalu masuk dan mempersilakan Rangga untuk ikut masuk juga.

"Kalian enggak ada acara hari ini, kan?" tanya Rangga setelah memasuki apartemen tersebut.

"Enggak Kak. Duduk dulu, aku panggil si Elsa,"

"Enggak usah, aku ke sini mau ketemu sama kamu, menagih janji waktu di toko buku," Rangga mencegah Yesha, karena memang tujuannya untuk bertemu dengan Yesha, ia tak mungkin jika hanya berdua di dalam apartemen bersama Yesha, makanya tadi menanyakan keberadaan Elsa.

Yesha tertegun, ia tidak mengerti kenapa Rangga menanyakan keberadaan Elsa jika ia yang di cari?

"Maksudku tadi kita tidak mungkin jika hanya berdua di dalam apartemen, dan bermaksud mengajakmu ke tempat lain jika Elsa tidak, tapi karena Elsa ada, jadi di apartemen saja, tidak masalah, kan?" seakan Rangga tahu apa yang dipikirkan oleh Yesha.

Yesha tersenyum, ia mengerti sekarang. Ia kagum dengan pemuda itu, meskipun baru beberapa bulan masuk Islam tapi sangat mengerti tata cara pergaulan dalam Islam.

"Bentar, aku ambil wudhu dulu," Yesha pun kembali akan melangkah masuk, tapi keburu Rangga kembali berucap.

"Sekalian minta sama Elsa untuk menemani kita di sini," pinta Rangga, ia tak mau terjadi fitnah.

Yesha mengangguk lalu kembali melanjutkan langkah masuk ke dalam, meninggalkan Rangga yang sudah duduk di sofa dengan nyaman.

****

Dua gadis memerhatikan seseorang yang sedang fokus membaca penggalan-penggalan ayat suci yang terdapat di dalam buku panduan belajar mengaji, keduanya menyimak dengan saksama dan sesekali memberitahu jika ada yang salah dalam pengucapan panjang pendek atau bahkan salah menyebut huruf arabnya.

"Terimakasih ya untuk kalian berdua, aku memang udah belajar, tapi masih belum faham semua, aku akan kembali lagi kalau kalian ada waktu," ucap Rangga ketika telah selesai membaca beberapa ayat suci.

"Sama-sama Kak, kita belajar sama-sama, nanti aku kabari kalau pas kita ada waktu luang," timpal Yesha mengantar kepergian Rangga yang memang sudah berpamitan pulang.

"Padahal baru setengah tahun mualaf, tapi udah jago gitu ya, aku salut sama dia," celetuk Elsa setelah kepergian Rangga. Ia yang sejak tadi hanya menyimak kini mengutarakan kekagumannya pada sosok Rangga.

"Biasalah, karena makin penasaran maka makin gencar buat cari tahu, sedangkan kita yang sejak kecil udah di kenalkan makin dewasa bukannya makin penasaran malah kadang tambah bosan, kebanyakan seperti itu, kan?" ucap Yesha kembali duduk di sofa yang tadi ia duduki.

Elsa mengangguk, "Bener juga ya Ki, harusnya kita malu sama orang-orang seperti Kak Rangga," ucapnya. Ia sendiri bahkan jarang sekali baca ayat suci, apalagi setelah seharian capek dengan kegiatan kampus yang seabrek.

Hampir tiap hari, Rangga menemui Yesha, ketika gadis itu sedang tidak sibuk. Jika di apartemen ada Elsa maka Rangga datang ke apartemen Yesha, jika Elsa tidak ada mereka janjian bertemu di kafe yang tidak terlalu ramai. Sebagai ucapan terimakasih, terkadang Rangga mengajak dua gadis itu untuk makan dan ia yang menanggung semuanya, terkadang pula Rangga menjadi guru private buat dua gadis itu disaat mereka kesulitan menghadapi materi ujian.

Ayesha juga selalu menyempatkan diri di tengah sibuknya menyusun skripsi, ia selalu enggan menolak permintaan Rangga jika menyangkut masalah belajar mengaji, entah apa alasannya. Meskipun terkadang mereka belajar hanya seminggu dua kali atau bahkan hanya sekali saat hari Minggu saja, mengingat Yesha yang juga harus membagi waktu untuk kuliahnya.

Tak terasa, kuliahnya hampir usai, tapi ini bukan akhir segalanya, bisa di bilang ini adalah awal dari perjuangan panjangnya menjadi seorang dokter. Karena setelah menyelesaikan pendidikannya, ia harus mempraktekkan semua yang ia pelajari selama menjadi mahasiswa kedokteran. Kurang lebih selama satu setengah tahun atau dua tahun lamanya ia harus koas di sebuah rumah sakit yang menjadi pilihannya. Tentu saja ia memilih rumah sakit yang dekat dengan apartemen miliknya, rasanya belum mau meninggalkan negara ini, ia ingin memperdalam ilmu kedokterannya di negara ini.

***

Rangga beberapa kali meminta solusi pada ustadz yang dulu menuntunnya mengucap dua kalimat syahadat, tentang belajarnya dengan Yesha. Jujur ia pun merasa tak nyaman sebenarnya, tapi mau bagaimana lagi, di tempat ini bahkan di tempat kerja ia tidak memiliki teman muslim yang bisa mengajari dia mengaji. Ada beberapa teman dokternya yang muslim, tapi mereka juga sama dengan Rangga tidak pandai membaca ayat suci, dan dengan terpaksa ia benar-benar datang menemui Yesha.

"Jika kalian sering berdua, meskipun tujuannya baik, tetap saja itu tidak boleh dalam Islam, kecuali kalian menikah, menjadi sepasang suami istri, itu justru sangat baik, berpahala pula. Tapi jika saat ini kalian sering berdua meskipun di tengah keramaian, bisa saja setan berada diantaranya," ucapan ustadz selalu terngiang dalam pikiran Rangga. Bahkan saat ia akan datang menemui Yesha selalu saja ia tunda karena ucapan ustadz itu.

Alhasil sudah hampir seminggu ia tidak belajar bersama Yesha, belajar sendiri meskipun terkadang banyak melakukan kesalahan.

Jujur ia sebenarnya memiliki perasaan yang terpendam pada gadis itu, bahkan sejak pertama kali bertemu di negara ini, tapi tentu ia tak memiliki keberanian untuk menanyakan hal tersebut pada Yesha, ia belum percaya diri jika harus berhadapan dengan kedua orang tua Yesha.

Setelah mempertimbangkan ucapan ustadz, dan meyakinkan diri sendiri, kini ia telah siap mengungkapkan keinginannya pada gadis itu, apalagi setelah mendengar ucapan teman sesama profesinya, setelah melihat Yesha beberapa hari di rumah sakit, yang mengatakan ketertarikannya pada gadis itu, ia pun semakin membulatkan tekatnya.

"Maaf telat, udah lama nunggunya Kak?" ucapan Yesha menyadarkan Rangga dari lamunannya.

"Eh, enggak kok, baru aja duduk ini," jawab Rangga, jujur ia sangat gugup ketika melihat Yesha berada di hadapannya, tak seperti biasanya karena kali ini akan membahas hal lain tidak seperti biasanya.

"Mau langsung mulai apa makan dulu?" tanya Yesha.

"Tapi kali ini aku tidak akan membahas tentang itu, ada hal lain yang ingin aku katakan, kamu tidak keberatan, kan?" ucap Rangga serius, menatap manik mata hitam milik Yesha yang kini terlihat memancarkan sebuah kebingungan.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!