Happy reading ❤️
Jum'at sore Sabina telah sampai di sebuah hotel mewah di daerah Jakarta pusat. Besok siang ia akan melangsungkan pernikahan bersama lelaki yang sangat ia cinta sepenuh hati dan mau menerima diri Sabina apa adanya.
Sabina mengalami kecelakaan lalu lintas ketika ia masih berusia 5 tahun yang membuatnya menjadi cacat. Sabina berjalan dengan sedikit tertatih dan juga kehilangan ibunya dalam kecelakaan itu.
Sabina kecil sering mendapatkan bully (perundungan) karena kekurangan pada fisiknya. Sehingga ayah Sabina memutuskan untuk memberikan pendidikan di rumah (home schooling) pada Sabina.
Untuk mengusir rasa kesepiannya, ayah Sabina mengangkat seorang gadis bernama Amanda yang seusia dengan anaknya itu untuk menjadi sahabat.
Amanda yang merupakan anak dari salah satu asisten rumah tangganya itu merupakan gadis cantik dan supel sehingga ia bisa dekat dengan Sabina dalam waktu yang cepat, Sabina yang berhati lembut tak pernah melihat status sosial Amanda.
Bagi Sabina, Amanda sudah seperti saudara kandung. Mereka begitu dekat dan Sabina sangat menyayanginya.
Andreas Tama adalah anak dari kolega ayah Sabina. Mereka telah saling mengenal sejak kecil dan memasuki sekolah yang sama. Sabina sering mendapatkan bullyan dan itu membuat Andreas kecil iba padanya namun Sabina tak pernah dendam atau membalas perlakuan jahat mereka membuat Andreas jatuh cinta pada Sabina karena kecantikan juga sifatnya yang lembut.
Andreas yang biasa di panggil Andre merupakan pengusaha muda yang cukup sukses, ia mempunyai teman sekolah yang kini menjadi seorang dokter yang bernama Gibran Farhreza.
Berkat kebaikan hati Sabina, Gibran kini bekerja sebagai dokter umum di rumah sakit besar milik keluarganya.
Gibran adalah seorang dokter muda dengan segudang prestasi, jatuh cinta pada Amanda yang merupakan sahabat Sabina. Beruntung bagi Gibran, Amanda pun merasakan hal yang sama.
Mereka sering sekali melakukan kencan ganda atau pergi bersama. Sabina dengan Andre, dan Amanda dengan Gibran. Kini mereka berempat menjadi sahabat yang tak terpisahkan.
"Apa Amanda sudah datang ?" Tanya Sabina pada salah satu pelayannya yang mengantarkan gadis itu ke hotel dimana ia akan melangsungkan pernikahannya.
"Belum Nona, tapi sepertinya sebentar lagi akan sampai,"
Sabina berpikir untuk sesaat, sejak kemarin Amanda begitu sibuk padahal sudah Sabina katakan berkali-kali agar sahabatnya itu tak usah terlalu cape karena ia akan menjadi pendamping untuk acara besok.
"Sayang sudah sampai ?" Tanya ayah Sabina dengan pandangan mata penuh haru.
"Ayah... Sudah Bina bilang jangan terlalu banyak menangis."
"Orang tua mana yang tak akan sedih melepaskan putri kesayangannya untuk menikah. Bagi ayah kamu masih gadis kecil yang sangat ayah cintai. Ayah berharap kamu bahagia," jawab lelaki tua itu dengan menitikkan air matanya.
Sabina memeluk ayahnya itu untuk menenangkan. "Bina akan menikah dengan Andre, ayah jangan khawatir... Andre pasti menjaga aku seperti yang ia lakukan selama ini,"
"Ah... Iya tentu saja. Ini sudah hampir malam. Beristirahatlah, besok pagi kamu sudah harus bersiap."
"Hu'um baiklah ayah... Tapi apa ayah tahu dimana Amanda ? Dari tadi tak dapat dihubungi,"
"Ayah juga belum ketemu Amanda seharian ini. Mungkin ia ikut sibuk menyiapkan pernikahan mu besok,"
"Iya semoga saja," jawab Sabina.
"Baiklah nak, ayah berada di kamar sebelah jika kamu memerlukan bantuan ayah."
"Baiklah ayah, dan ingat jangan bersedih."
Ayah Sabina menganggukkan kepalanya dan mencium pipi putrinya itu sebelum ia pergi.
Selepas kepergian ayahnya, Sabina mulai menghubungi Amanda lagi namun tetap tak ada jawaban. Akhirnya Sabina memutuskan untuk menghubungi Andre tunangannya. Setelah menunggu cukup lama akhirnya panggilan itu terhubung.
"Sayang, aku sudah sampai di hotel. Apa kamu juga udah berada di sini ? Aku kangen kamu ? Seminggu tak ketemu terasa begitu berat," ucap Sabina dengan lembut ketika panggilan itu terhubung.
"A..aku ju.. juga kangen kamu, Sayang. Tentu saja aku udah berada disini tapi kita masih belum bisa bertemu. Bersabarlah lagi," jawab Andre sedikit terbata.
Sabina tersenyum mendengar nada gugup dari calon suaminya itu. Ternyata tak hanya dirinya yang merasakan gugup tapi Andreas juga.
"Sayang, cepat tidur besok harus bangun pagi bukan ?" Ucap Andre.
"Hmmm iya.. kamu juga ya." Jawab Sabina.
"Ten... Tentu saja..." Ucap Andre yang kemudian menutup panggilan telepon itu.
Ada sesuatu yang berbeda dari Andre, lelaki itu terasa lain namun Sabina mengerti pasti karena gugup menghadapi hari esok.
Waktu menunjukkan pukul 9 malam, Sabina tengah menggunakan krim malam ketika pintu kamarnya di ketuk. Ia berjalan menuju pintu dan membukanya.
Berdirilah Amanda di hadapannya ketika pintu itu terbuka.
"Kamu dari mana aja ?" Tanya Sabina pada sahabatnya itu.
"Bina sayang... Aku habis membantu orang dari bagian dekorasi untuk acara besar kamu besok. Aku ingin semua terlihat sempurna untukmu," jawab gadis yang sering di panggil Manda itu seraya memeluk tubuh Sabina.
"Aku udah bilang, tugasmu hanya nemenin aku." Jawab Sabina dengan mencebikkan bibirnya.
Deg ! Ada yang lain dari Amanda.
"Apa ya?" Tanya Sabina dalam hatinya.
"Ah... Wangi parfum Manda tidak seperti biasanya. Ini wangi parfum laki-laki dan Sabina rasa ia sangat kenal dengan wanginya. Tapi dimana ?" Tanya Sabina lagi dalam hatinya.
"Kenapa?" Tanya Manda terheran.
"Ganti parfum ya,Man ?" Tanya Sabina.
Seketika raut wajah Amanda berubah. "Ah enggak ini parfum An... Eh parfum Gibran yang menempel di bajuku," jawab Amanda.
"Oh iya tentu saja wangi parfum Gibran." Pikir Sabina lagi.
"Ayo tidur, besok kamu udah jadi pengantin." Amanda mencoba mengalihkan perhatian Sabina dari pikirannya.
Sabina menganggukkan kepalanya dan menuruti sahabatnya itu.
***
"Bina sayang... Bangun... Sudah jam 5 pagi."
Sentuhan lembut dapat Sabina rasakan di puncak kepalanya. Dengan perlahan gadis cantik itu membuka matanya.
"Mmm Bibi Maya?" Tanya Sabina terheran. Yang ia ingat semalam Amanda yang menemaninya bukan bibi Maya yang merupakan adik mendiang ibunya itu.
"Hmm ya sayang ini Bibi. Ayo bangun dan bersiaplah."
"Apa harus sepagi ini ?" Tanya Sabina. Sebenarnya tadi malam ia tak bisa tidur, perasaannya kacau tak karuan mungkin karena terlalu gugup untuk menghadapi hari ini. Sabina baru terlelap sekitar pukul 3 pagi.
"Iya... Akad nikahnya jam 8 pagi. Dan persiapan untuk menjadi pengantin itu tidak sebentar."
"Mmmhhh baiklah..." Dengan malas Sabina bangkit dari tempat tidurnya. Lagi-lagi Manda sahabatnya tak ada di ruangan itu.
"Manda mana ?" Tanya Sabina pada bibinya.
"Manda telah keluar dari tadi, sepertinya ia juga kan bersiap. MUA untuk keluarga udah datang,"
Sabina menganggukkan kepalanya tanda mengerti. Ia pun bergegas membersihkan diri untuk bersiap-siap menjadi seorang pengantin.
***
Pukul setengah 8 pagi Sabina telah selesai didandani. Dengan kebaya putih adat Sunda dirinya begitu terlihat cantik. Bibi Maya dengan setia menemaninya disana.
Sabina memegang satu buket bunga mawar berwarna merah muda ditangannya. Hari ini ia akan melakukan sebuah sandiwara.
Ia akan berpura-pura melempar buket itu padahal yang sebenarnya terjadi adalah ia akan langsung memberikan buket bunga mawar itu pada Amanda.
Ya...
Gibran akan melamar Amanda hari ini dan Sabina akan membantunya. Bahkan cincin yang digunakan Gibran untuk melamar Amanda adalah pilihan Sabina. Beberapa minggu lalu Gibran meminta tolong pada Sabina untuk membantu memilihkannya.
Sabina tersenyum bahagia, ia berharap semua berjalan baik. Dan ia sangat bahagia untuk sahabatnya itu .
Tok... Tok... Terdengar suara ketukan di pintu. Tak lama seseorang yang sempat terlintas dalam pikiran Sabina muncul dari balik pintu.
"Ya Tuhan... Kamu cantik banget Bina... Andre adalah lelaki paling beruntung di dunia ini," ucap Gibran sembari memasuki ruangan itu.
Hari ini Gibran akan menjadi pendamping Andre sahabatnya.
"Benarkah ? Aku gugup sekali," tanya Sabina.
"Kamu terlihat sempurna.. percayalah..," Gibran tak bisa menyembunyikan kekagumannya pada Sabina sahabatnya itu.
"Aku lagi nyari Manda. Apa ada disini ?"
Tanya Gibran dengan pandangan menelisik isi kamar itu.
"Gak ada, Manda udah pergi sebelum aku bangun dan belum kembali. Mungkin lagi dandan,"
Gibran terdiam sebentar seolah sedang memikirkan sesuatu.
"Ah mungkin... Ya udah aku nyari dia dulu."
"Apa kamu udah ketemu Andre?" Tanya Sabina malu-malu.
"Belum, ini aku akan menemui Andre sebentar lagi. Kalau gitu aku pergi dulu ya," ucap Gibran.
"Sampai ketemu di bawah," ucapnya lagi dan Gibran pun pergi meninggalkan kamar Sabina.
***
Gibran terus menghubungi Amanda namun tak bisa tersambung juga padahal ia telah menghubunginya berulang kali.
"Kemana sih kamu sayang ?" Gibran bermonolog sembari berjalan di lorong hotel menuju kamar sahabatnya Andre yang akan menikahi Sabina.
Terlalu fokus pada ponselnya membuat Gibran melewatkan kamar sahabatnya itu. Dengan terpaksa Gibran berjalan kembali menuju kamar Andre.
Ia membunyikan bel juga mengetuk pintu tapi kamar itu sepi seolah tak berpenghuni.
"Ah mungkin dia udah ke bawah," Gibran bermonolog lagi.
Akhirnya ia pun memilih untuk menaiki lift yang akan membawanya ke lantai 1 dimana acara akad nikah akan dilaksanakan.
Terlalu memikirkan Amanda yang entah berada dimana, Gibran pun melewati lantai 1 yang harusnya ia datangi. Lift itu terus membawanya ke lantai dasar yang merupakan tempat parkir mobil para pengunjung hotel.
"F*ck !" Maki Gibran yang merasa kesal.
Ting... Bunyi pintu lift terbuka di lantai dasar. Gibran pun melihat ke arah luar dan dirinya kaget luar biasa melihat seorang wanita yang selama ini ia cari tengah berciuman begitu panasnya dengan seorang pria.
Gibran keluar dari lift dengan perasaan gusar dan marah yang tak dapat di tahan lagi.
"Mandaaaa !!!!" Teriak Gibran mengagetkan 2 manusia yang tengah berpagut bibir itu.
Amanda menolehkan wajahnya dan terkejut melihat Gibran berjalan ke arahnya.
Gibran lebih terkejut lagi melihat lelaki yang tengah menikmati bibir kekasihnya itu adalah Andre sahabatnya yang tak lama lagi akan menikahi Sabina.
"Dasar a*j*ng !!!" Maki Gibran.
Amanda dan Andre pun dengan refleks memisahkan diri dan berlari menuju mobil mereka dan memasukinya.
Gibran terus berlari mengejar namun tak lama bunyi decitan ban yang memekikkan telinga terdengar. Menandakan kekasihnya itu telah melarikan diri dengan sahabatnya yang sebentar lagi akan melangsungkan pernikahan dengan Sabina.
To be continued
Thank you for reading ❤️
Jangan lupa like dan komen ya
Happy reading ❤️
Gibran terus berlari mengejar namun tak lama bunyi decitan ban yang memekikkan telinga terdengar. Menandakan kekasihnya itu telah melarikan diri dengan sahabatnya yang sebentar lagi akan melangsungkan pernikahan dengan Sabina.
Dengan nafas tersengal Gibran menghentikan langkahnya, ia menoleh ke belakang ternyata tak hanya dirinya yang mengejar dua manusia tak tahu diri itu. Salah satu kaka Sabina juga tengah berlari mengejar.
"Dasar pelac*r sial*n gak tau diri !!!" Maki Arya yang merupakan kakak Sabina itu.
Kedua lelaki itu menahan amarah dengan wajah memerah.
Tak lama beberapa orang pun menyusul mereka kesana. Ternyata kini semua orang telah tahu bahwa pengantin pria telah melarikan diri dengan sahabat calon istrinya.
Banyak makian yang keluar dari orang yang mencoba mengejar Andre juga Amanda bahkan keluarga Andre pun ikut mengejar mereka.
***
Kini mereka telah berada di kamar Andre sang pengantin pria yang telah melarikan diri.
Kamar Andre terlihat kosong, hanya menyisakan satu stel baju yang akan digunakan lelaki itu untuk melakukan akad nikah. Andre telah berkemas untuk melarikan diri.
Keluarga Sabina terlihat panik, bahkan ayah Sabina berbicara penuh emosi pada kedua orang tua Andre.
"Semua kerjasama kita batal dan aku akan tarik semua dana investasiku dari perusahaan kalian ! Anakmu Andre juga akan menerima balasan. Aku tak akan diam bila seseorang menyakiti anakku !" Ayah Sabina berbicara dengan suara yang meninggi.
"Mas tenang dulu. Kita bicarakan baik-baik." Ucap calon besannya itu tapi ayah Sabina telah habis kesabarannya. Ia langsung menyuruh anak lelakinya untuk mengurus pemutusan kontrak kerjasama.
"Ayah, kita juga harus memikirkan bagaimana nasib Sabina sekarang," ucap Arya.
"Para tamu dan pihak KUA telah menunggu cukup lama," lanjutnya lagi.
Ayah Sabina terlihat begitu frustasi, berpikir apa yang harus ia lakukan untuk menyelamatkan muka Sabina anaknya sehingga nama Gibran terlintas di kepalanya.
"Panggil Gibran kemari," titahnya.
Tak lama Gibran yang masih diliputi amarah dan pikiran yang kacau menemui ayah Sabina dan mereka pun berbicara 4 mata.
"Gibran, kamu dan anakku Sabina adalah korban dari dua orang yang terkutuk itu. Sebagai korban bisakah kalian saling membantu?" Tanya ayah Sabina dengan hati-hati.
"Membantu apa ?" Tanya Gibran dengan penuh curiga.
"Aku sangat mencintai anakku Sabina, aku paling tidak bisa terima bila ia dipermalukan. Gibran, ku mohon menikahlah dengan Sabina,"
" Saya tidak mau karena saya tidak mencintainya," ucap Gibran memotong pembicaraan ayah Sabina.
"Ku mohon Gibran, aku tak mau anakku menanggung malu. Aku tahu kamu dokter muda yang berbakat. Akan ku berikan rumah sakit untuk kamu kelola dan kamu akan jadi pemiliknya tapi kumohon nikahi anakku Sabina."
"Sudah kukatakan saya tak mau. Saya tahu, saya bukanlah orang kaya tapi anda tak dapat membeli saya seenaknya," ucap Gibran dengan gusar.
"Aku meminta atas nama Sabina. Kalian bersahabat bukan ? Dan aku tidak bermaksud untuk membelimu. Anggap saja itu sebagai hadiah,"
"Maaf saya tidak bisa," ucap Gibran seraya berdiri untuk pergi.
"Semenjak kecil Sabina selalu mendapatkan penghinaan dan itu sangat menyakitkan bagiku. Aku tak ingin sekarang Sabina kembali mendapatkan penghinaan karena di tinggal lari calon suaminya. Kamu tak usah menjadi suami Sabina selamanya. Cukup nikahi dia dan boleh menceraikannya nanti. Aku mohon selamatkanlah harga diri Sabina anakku. Dia anak yang sangat baik... Kamu tentu tahu bagaimana Sabina bukan ?" Ayah Sabina terus memohon.
Gibran menghentikan langkahnya, ia tahu Sabina adalah gadis yang sangat baik hati dan berhati lembut. Bahkan Sabina menerima Gibran jadi sahabat meski status sosial mereka berbeda.
Secara ekonomi Sabina jauh berada diatasnya. Gibran saja bisa menjadi dokter karena keberuntungannya mendapatkan beasiswa dan Sabina yang merekomendasikan Gibran untuk bekerja di rumah sakit ayahnya yang cukup besar itu.
"Ku mohon... Selamatkan anakku," ayah Sabina kembali memohon.
"Orang tua saya tak ada disini dan saya tak punya cukup uang untuk menikahi Sabina," ucap Gibran pada akhirnya.
"Cukup dengan uangmu yang berada dalam dompet sebagai mahar. Aku tak keberatan." Jawab ayah Sabina.
"Jadi apa yang harus saya lakukan? Tapi ingat... Saya tidak mencintai putri anda. Jangan merasa keberatan bila pada suatu waktu saya akan menceraikannya."
"Tak masalah..." Jawab ayah Sabina pasrah.
***
Gibran bersiap untuk menjadi pengantin lelaki pengganti. Saat ini ia mengenakan baju yang seharusnya dikenakan Andre sahabatnya. Tapi sekarang mungkin sebutan sahabat sudah tak pantas untuk Andre.
Gibran tersenyum kecut.
Huffft, Gibran merasa terasa sesak. Yang pertama ia merasa sesak karena baju pengantin itu lebih kecil dari ukurannya dan merasa sesak karena ditinggal wanita yang sangat ia cintai. Padahal hari ini Gibran akan melamar Amanda dengan bantuan Sabina.
Gibran kembali tersenyum kecut.
"Masnya terlalu tinggi jadi celananya ngatung. Tapi gak pa-pa ya... Lagi musim model seperti ini," ucap seorang lelaki kemayu yang membantu Gibran untuk bersiap.
Gibran mengacuhkan ucapan lelaki itu. Pikirannya masih melayang pada Amanda dan cincin yang terus berada di tangannya. Cincin pilihan Sabina untuk melamar Amanda kekasihnya.
"Tolong pegang ini," ucap Gibran pada lelaki itu seraya menyerahkan sebuah cincin bermatakan berlian tanpa nama didalamnya.
Tak lama Gibran pun telah berada diruang akad nikah yang telah berhiaskan bunga mawar yang sangat indah.
Dengan perasaan yang hampa dan pikiran yang kosong ia duduk dihadapan ayah Sabina dan penghulu juga beberapa saksi.
"Saya terima nikah dan kawinnya Sabina Mulia binti Hendra Setiawan Mulia dengan mas kawin uang satu juta dua ratus ribu rupiah di bayar tunai," Gibran mengucapkan ijabnya dengan jelas dan tegas.
"Sah ?"
"Sah." Ucap para saksi bersamaan.
Kini Gibran Farhreza telah sah menjadi suami Sabina Mulia. Gadis yang tidak ia cintai sama sekali. Gibran meraup wajahnya frustasi.
Beberapa orang tamu mulai saling berbisik karena bukanlah Andreas yang duduk disana dan juga mas kawin yang begitu kecil bagi putri seorang pengusaha terkenal itu.
***
Sementara itu Sabina yang masih berada di kamar hotel mulai terlihat cemas. Sabina mulai merasakan sesuatu yang buruk dalam hatinya.
"Bi, aku sudah menunggu selama satu setengah jam tapi kok belum disuruh turun untuk melaksanakan akad juga ya ?" Tanya Sabina tak bisa menutupi kecemasannya.
"Sabarlah sayang... Mungkin Persiapannya belum selesai," jawab bibi Maya seraya menatap prihatin pada keponakannya itu. Ia sebenarnya sudah mengetahui perihal Andre yang melarikan diri dengan Amanda.
Tak lama seseorang memasuki kamar Sabina dan mengatakan bila Sabina sudah boleh mengikuti acara akad nikah.
"Kenapa sangat lama sekali ?" Tanya Sabina.
"Hhhmm iya, karena kita menunggu pengantin lelaki untuk melakukan ijab kabul dulu baru setelah sah menjadi suami anda bisa menemuinya," ucap salah satu petugas wedding organizer itu dengan takut-takut.
Sabina tersenyum, ia merasa tak enak hati telah merasa kesal.
"Apa Andre mengucapkannya dengan benar?" Tanya Sabina.
Orang yang ditanya itu menganggukkan kepalanya tanpa berani berbicara.
Sabina tersenyum, merasa lega karena Andre kini sudah sah menjadi suaminya. Rasa kesalnya karena telah menunggu lama, menghilang begitu saja.
Sabina keluar dari lift digandeng oleh bibi Maya dan kakaknya Arya. Dapat Sabina rasakan pandangan mata yang melihatnya dengan pandangan penuh rasa iba, bukan pandangan mata bahagia.
Sabina semakin gugup saja ketika kakinya mulai melangkah ke ballroom hotel. Ia melihat dari jauh lelaki yang telah menjadi suaminya duduk membelakangi dirinya. Lelaki itu masih duduk berhadapan dengan ayahnya.
Ada sesuatu yang berbeda yang Sabina rasakan saat ini. Seingat dirinya, Andre tak setinggi itu dan pundaknya juga tak selebar itu. Masa iya tak bertemu selama kurang lebih satu Minggu membuat tubuh kekasihnya itu berubah.
Sabina mulai merasakan tak enak hati. Semakin mendekat, semakin terlihat jika itu bukanlah Andre, tapi tak mungkin bukan
Dengan perlahan Sabina mendudukkan dirinya di sebelah lelaki yang kini telah menjadi suaminya.
Betapa terkejutnya Sabina mendapati Gibran yang duduk disana bukanlah Andre kekasihnya.
"A.. ada apa ini?" Tanya Sabina yang sudah tak dapat menahan air matanya.
"Tenanglah sayang," ucap ayah Sabina seraya menggenggam tangan anaknya sedangkan Gibran hanya terdiam, bahkan lelaki itu tak menolehkan wajahnya pada Sabina yang kini telah resmi menjadi istrinya.
Sabina mengedarkan matanya dan tak mendapati Andre ataupun keluarganya disana.
"Jangan menangis, aku juga sangat tidak mau berada disini." ucap Gibran dingin tanpa menolehkan wajahnya untuk melihat Sabina.
Seketika tubuh Sabina terasa bergetar hebat.
Tak ingin membuat keributan Sabina pun menuruti saja. Ia pun menandatangani surat nikah dan beberapa berkas lainnya dengan tangan gemetar dan mata menahan tangis.p
Tiba saat bagi keduanya untuk saling menyematkan cincin ke jari manis masing-masing. Sabina menyematkan sebuah cincin yang bertuliskan namanya ke dalam jari manis Gibran. Beruntunglah cincin itu cukup karena memang cincin itu sedikit kebesaran di tangan Andre kekasihnya yang kini entah berada di mana.
Ketika giliran Gibran yang harus menyematkan cincin pada jari manis Sabina semua orang terdiam, karena cincin pernikahan Sabina berada di tangan Andre.
Keadaan menjadi hening sejenak dan atmosfer di ruangan itu berubah jadi mencekam.
"Ini..." Seorang lelaki kemayu yang membantu Gibran bersiap tadi menyerahkan sebuah cincin bermatakan berlian.
Cincin yang Sabina pilihkan untuk Gibran agar dapat melamar kekasihnya Amanda.
Cincin pilihannya itu kini melingkar indah di jari manisnya sendiri, tak ada nama Gibran dalam lingkarannya. Mungkin memang sudah takdir ia terikat dengan lelaki yang tidak mencintainya.
Sabina meneteskan air matanya.
Gibran menyematkan cincin itu pada jari manis Sabina dengan pandangan dingin yang menusuk.
Sabina sadar, Gibran memandangnya penuh kebencian.
To be continued...
Thank you for reading ❤️
Kalau suka ceritanya like dan komen yes
Happy reading ❤️
Gibran menyematkan cincin itu pada jari manis Sabina dengan pandangan dingin yang menusuk.
Sabina sadar, Gibran memandangnya penuh kebencian.
Sabina kembali meneteskan air matanya. Sedangkan Gibran langsung membuang muka setelah melakukannya.
Sungguh malang nasib Sabina hari pernikahannya dipenuhi air mata derita bukan bahagia.
***
Sepanjang resepsi Gibran tak mengeluarkan satu patah kata apapun mengenai pernikahan ini. Bahkan lelaki itu mencium dahi Sabina secepat kilat ketika ia dinyatakan resmi sebagai suami. Gibran hanya akan berpura-pura baik jika tamu datang menyalami mereka.
Sabina menahan rasa ngilu di dada dengan susah payah. Beberapa tamu terkejut luar biasa ketika melihat Gibran yang berdiri disana menjadi suami Sabina, bukanlah Andre.
Sabina sudah tak sabar ingin mengakhiri acara ini dan bertanya apa yang sebenarnya telah terjadi.
Waktu terasa begitu lambat berlalu, Sabina sudah tak tahu apa yang ia rasakan. Ia hanya ingin berlari sejauh mungkin atau terbangun dari mimpi buruknya ini, tapi ia tak dapat melakukannya karena ini bukanlah sebuah mimpi.
Tahap demi tahap acara telah di lalui, akhirnya acara resepsi pernikahan Sabina yang mewah itu berakhir juga. Gibran meninggalkan Sabina di atas pelaminan seorang diri begitu saja. Ia pergi keluar gedung hotel untuk menenangkan diri.
Sedangkan Sabina yang sedang mendengarkan penjelasan bibi juga ayahnya mengenai apa yang sebenarnya terjadi jatuh pingsan tak sadarkan diri.
***
Sabina tersadar dengan bibi Maya yang terus menggenggam tangannya. Ia berharap ini hanya sebuah mimpi tapi ternyata bukan. Ia terbaring di kamar pengantin super mewah yang seharusnya menjadi kamar ia dan Andre suaminya.
Terlihat juga kedua kakak iparnya yang melihat Sabina dengan tatapan begitu prihatin.
Hatinya terasa ngilu, tubuhnya tak berhenti bergetar. Ingin rasanya Sabina menghilang ke dalam dasar bumi saja.
Ia memejamkan matanya dengan air bening yang terus mengalir membasahi pipi. Pikiran Sabina melayang, ia berpikir apa kesalahan yang telah ia lakukan sehingga Andre lebih memilih melarikan diri dengan Amanda sahabatnya.
Sabina tersenyum kecut ketika ingat wangi yang ia cium tadi malam dari baju Amanda adalah wangi parfum kekasihnya.
"Apa salahku ya Bi? Sehingga mereka tega melakukan ini padaku." Tanya Sabina diantara isakkan tangisnya.
"Kamu tak bersalah sayang, mereka saja yang telah berlaku jahat." Jawab bibinya itu menenangkan.
Selama ini hanya Andre lelaki yang menerima Sabina apa adanya tapi pada akhirnya lelaki itu mengkhianatinya, Amanda juga hanya satu-satunya sahabat yang ia miliki tapi pada akhirnya ia meninggalkan Sabina dengan luka yang teramat sangat menyakitkan.
"Aku ingin mati saja," ucap Sabina lirih.
"Jangan katakan itu, Sayang. Bersyukurlah bahwa Tuhan menunjukkan seperti apa Andre dan Amanda sebenarnya. Bayangkan bila mereka mengkhianatimu setelah kalian resmi menikah. Akan lebih menyakitkan lagi."
Tangis Sabina terdengar semakin lirih, gadis cantik itu dalam keadaan yang begitu hancur.
"Sekarang kamu sudah menikah dengan Gibran. Meski tak suka, perlakukan dia layaknya seorang suami yang kamu cintai. Hormati dan patuhlah padanya. Bagaimanapun, pernikahan kalian dilakukan dihadapan Tuhan jadi ini bukan pernikahan main-main."
Sabina saja tak tahu dimana Gibran berada. Yang ia tahu Gibran begitu marah padanya karena harus menggantikan Andre hanya karena untuk menjaga nama baik Sabina dan keluarganya. Tentulah Gibran sangat tersiksa saat ini. Ditinggalkan orang yang sangat ia cintai dan terpaksa menikahi dirinya.
Terdengar ketukan di pintu dan tak lama muncul ayahnya Sabina dan kedua kakak lelakinya Arya dan Saka.
"Bina sayang, malam ini kamu terpaksa harus menginap di sini. Karena beberapa wartawan mulai bertanya-tanya tentang pernikahan yang berlangsung tadi. Ayah tak mau kamu tertekan dengan segala pertanyaan mereka. Kedua kakakmu juga akan menginap di hotel ini untuk menjagamu." Jelas ayah Sabina dengan lembut.
Sabina tak menjawab, ia hanya menganggukkan kepalanya sebagai jawaban.
Ayah Sabina begitu sedih melihat bagaimana keadaan anak kesayangannya ini. Begitu juga semua orang yang berada dalam ruangan itu.
"Sabarlah sayang... Ayah yakin Tuhan tidak tidur. Lelaki itu juga perempuannya akan mendapatkan balasan yang setimpal."
Sabina tak menjawab, ia hanya terus menangis.
"Bibi Maya akan menemanimu tidur malam ini," ucap Saka yang merupakan kakak kedua Sabina.
Sabina tak menjawab, seolah tak ada tenaga hanya untuk sekedar berbicara. Ia benar-benar merasa hancur saat ini.
Cukup lama mereka menemani Sabina dalam sunyi. Sesekali terdengar isakkan Sabina yang mengiris hati bagi siapapun yang mendengarnya.
Malam kian larut, satu persatu orang yang berada disana undur diri hingga hanya menyisakan bibi Maya disana menemani Sabina.
***
Ayah Sabina tiba di rumahnya pada saat tengah malam. Hal yang pertama ia lakukan adalah memanggil asisten rumah tangganya yang bernama Sumi dan ia adalah ibu dari Amanda.
"Panggil segera Sumi kemari." Titah Hendra pada pelayannya yang lain.
Wanita yang telah berusia diatas 50 tahun itu menghadapi Hendra dengan tatapan mata tak mengerti.
'Plakkkk' suara tamparan yang amat nyaring terdengar dan wanita bernama Sumi itu tersungkur ke atas lantai dingin rumah mewahnya.
"A... Apa salah saya Tuan?" Tanya Sumi sembari meraba pipinya uang terasa panas.
"Ini hanya sedikit balasan karena anakmu yang jal*ng itu telah menyakiti hati anakku." Jawab Hendra dingin.
"Apa yang dilakukan anakku pada nona Sabina?"
"Jangan pura-pura bodoh kamu sial*n. Sekarang angkat kaki dari rumah ini." Jawab ayah Sabina penuh emosi dan menyeret tubuh wanita itu untuk keluar dari rumahnya pada tengah malam tanpa membawa uang sepeser pun. Meskipun Sumi meminta dan memohon tapi ayah Sabina tak memberikan pengampunan.
Sumi meninggalkan rumah Sabina dengan bertelanjang kaki dan wajah memerah karena tamparan tuannya.
"Awasi perempuan sialan itu. Beritahu aku bila anaknya datang menemuinya," ucap ayah Sabina pada salah satu orang kepercayaannya.
Ayah Sabina beserta beberapa pelayan memasuki kamar yang selama ini ia ko ditempati Sumi dan Amanda anaknya.
Ya Amanda tinggal di rumah itu, bahkan ayah Sabina memberikan pendidikan formal yang baik untuknya.
Ayah Sabina mengobrak-abrik kamar itu untuk mencari petunjuk keberadaan Amanda atau apapun yang bisa ia temukan.
***
Sementara itu Sabina masih belum bisa memejamkan matanya untuk tidur, hatinya masih terasa perih karena memikirkan Andre yang telah meninggalkannya.
Ya...
Sabina memikirkan lelaki yang sangat ia cintai itu, bukan memikirkan Gibran yang kini telah menjadi suaminya. Bahkan Sabina tak tahu dimana Gibran berada. Mungkin lelaki itu telah melarikan diri dari Sabina seperti yang telah dilakukan Andre.
Sabina tidur meringkuk bagai janin dalam kandungan dengan bibi Maya yang berada disebelahnya.
Matanya terpejam namun kesadarannya masih berada disana. Sabina dapat mendengar suara apapun meski matanya terpejam untuk tidur.
Beginilah Sabina menghabiskan malam pertama pernikahannya.
To be continued
Thanks for reading ❤️
Masih episode mengsedih jadi sabarlah, semua akan mumet pada waktunya 🤣
hepi wiken ❤️
sampai ketemu Senin ya ❤️
Tapi kalau like dan komennya ngebut aku up lagi deh
apalah aku ini yang gampang banget di sogok 😂🙈
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!