NovelToon NovelToon

ANDROMEDA

Tak terduga

Aurora adalah seorang CEO muda yang cantik, cerdas dan menarik. Usianya kini  menginjak 25 tahun. Semenjak kepergian sang ayah, sang ibu pun menjadi sering sakit-sakitan. Gadis itu menjadi satu-satunya penerus bisnis keluarganya. 

Aurora memiliki seorang kekasih bernama Keenan, yang juga seorang CEO dari sebuah perusahaan. Keenan adalah anak dari sahabat sang ayah. Aurora dan Keenan menjalin hubungan sejak masih duduk di bangku SMA. Sepasang kekasih itu sepakat untuk bertunangan dalam waktu dekat. Namun, tak ada seorang pun yang mampu menebak rencana Tuhan. Aurora harus kehilangan semua yang dimilikinya dalam waktu yang singkat. Kekasih, jabatan, bahkan mahkota berharga yang selama ini ia pertahankan. Mampukah Aurora menemukan kebahagiaan di tengah keterpurukannya?

Bab 1

Pukul 09.30 pm, Aurora baru saja melangkah keluar dari ruang kerjanya. Seluruh meja kerja karyawannya juga telah terlihat kosong. 

 

Ia berjalan ke arah mobilnya. CEO muda itu terbiasa mengendarai mobilnya tanpa seorang sopir. Aurora melirik kotak kecil  di dashboard mobilnya. Malam itu ia berniat memberikan kejutan kecil bagi kekasihnya, Keenan.

"Wait me, my dear." Ucapnya sambil mulai menghidupkan mobilnya.

Aurora sudah tak sabar bertemu dengan pria yang hampir 8 tahun ini mengisi hatinya. Dengan penuh semangat ia mengendarai mobilnya menembus jalan yang sudah tampak sepi.

Mobilnya berhenti di depan sebuah apartemen. Ia pun menaiki lift menuju kamar Keenan. Langkahnya terhenti di sebuah kamar bernomor 309. Aurora merapikan rambutnya. Tangan kanannya menenteng sebuah kantong berisi bingkisan kecil untuk sang kekasih.

Namun, tiba-tiba terdengar suara langkah kaki mendekat ke arah pintu. Tak lama kemudian pintu kamar Keenan terbuka. Aurora bergegas bersembunyi di balik tembok sebelum Keenan melihat kehadirannya. Keenan keluar dari kamarnya bersama seorang perempuan muda. Perempuan itu mengenakan gaun malam yang sedikit memperlihatkan isi tubuhnya. Mata Aura berkaca-kaca. Hatinya benar-benar terasa perih namun tak berdarah. Di depan matanya sendiri ia melihat kekasihnya keluar dengan seorang perempuan dari dalam kamarnya. Dua orang dewasa dalam satu kamar, entah apa yang telah mereka lakukan, Hanya mereka dan Tuhan yang tahu.

Aurora tertegun. Keinginan untuk menjumpai sang kekasih pun seketika sirna. Berganti rasa kecewa yang begitu dalam. Keenan sama sekali tak menyadari kehadiran Aura. Pria itu tak tahu jika sang kekasih baru saja terluka karenanya. Kekasih yang amat dicintainya baru saja berkhianat.

Keenan dan perempuan itu berjalan beriringan memasuki lift. Entah kemana mereka akan pergi, Aurora sama sekali tak peduli.

"Mengapa kau lakukan ini, Keenan?" Ucapnya sambil terisak. Dunianya terasa gelap. Baru dua hari yang lalu Keenan mengajaknya bertunangan, namun malam ini pria itu membuat luka di hatinya begitu dalam.

Aurora terus mengendarai mobilnya tanpa satu tujuan. Pikirannya begitu kacau malam itu.

Setelah merasa lelah, ia pun menghentikan mobilnya di depan sebuah bar.

"Aku akan mencari ketenangan di tempat ini." Ucapnya. Ini pertama kali dalam hidupnya, memasuki tempat yang bahkan ia sendiri tak pernah berniat untuk mendatanginya.

Aroma alkohol yang cukup kuat menyeruak di hidungnya. Suara musik yang nyaring membuat pikirannya makin tidak karuan. Beberapa muda-mudi tampak sedang asyik berjoget menyatu dengan suara musik. Sebagian duduk di kursi sambil menikmati minuman yang mungkin memabukkan.

Seorang pelayan mendekatinya.

"Permisi, pesan apa, kak?" tanyanya ramah.

Aurora menggelengkan kepalanya. Netranya terus memandang seisi ruangan yang minim penerangan itu.

Tiba-tiba seorang perempuan duduk tak jauh dari kursinya. Ia memesan sebotol minuman yang belum pernah sekalipun dilihatnya. Matanya terbelalak. Perempuan itu adalah perempuan yang sama yang dilihatnya di apartemen Keenan.

"Ya Tuhan, perempuan itu," gumamnya.

Aurora terus mengawasi perempuan berambut pendek itu dari tempat duduknya. Tak berapa lama kemudian seorang pria menghampirinya lalu memeluknya penuh gairah. Pria itu sepertinya terlalu banyak minum alkohol.

"Mengapa perempuan seperti dia bisa berada di kamarmu, Keenan? mana mungkin dia ada di kamarmu jika kau tak mengenalnya," ucap Aurora. Hatinya terasa perih.

Aurora merasa risih dengan pemandangan di depannya. Ia menelan salivanya. Rasa haus tiba-tiba menyerangnya. Ia pun memesan minuman bersoda pada pelayan. Dengan cepat ia menghabiskan minuman dingin itu. 

Aurora memeriksa ponselnya. Keenan telah puluhan kali meneleponnya. Suara musik yang terlalu nyaring di ruangan itu membuat dering ponselnya tak terdengar. Aurora tersenyum sinis. Tak lama kemudian, ia justru mematikannya. 

Air matanya tiba-tiba mengalir dari pipinya. Tak seorang pun di ruangan itu yang peduli dan melihatnya. Pesta pertunangan impiannya, tampaknya hanya sebuah harapan belaka.

"Sendirian saja, nona?" Sapa seorang pria di antara kebisingan. Aura menoleh ke arah pria berjas itu.

"Boleh aku menemanimu?" Tanyanya sambil meletakkan dua buah gelas serta sebotol minuman beraroma kuat.

"Kau mengajakku minum?" tanya Aurora.

"Panggil aku Gibran," jawabnya. Pria itu mengulurkan tangannya, namun Aurora tak bergeming. Pria itu pun menarik tangannya kembali.

"Aku tahu, kau belum pernah mengunjungi tempat ini," Ucapnya sambil mulai menuangkan minuman dari botol bergambar anggur itu ke dalam dua buah gelas.

"Lalu, kau sendiri?" tanya Aurora.

Sesekali aku datang ke tempat ini. Jika pikiranku kacau.

"Calon istriku berkhianat dengan pria lain," Ucapnya sambil meneguk sedikit minuman dari gelasnya.

"Bukan urusanku. Lagi pula aku tak mengenalmu," ucap Aurora ketus.

"Kelihatannya, kau juga tengah patah hati," ucapnya yang lebih terdengar seperti sebuah ledekan.

Aurora terdiam. Meskipun tempat itu gelap, namun siapapun yang menatapnya dari dekat, ia akan tahu jika matanya sembab karena terlalu banyak menangis.

"Minumlah, sejenak kau akan melupakan bebanmu," Ucapnya sambil meneguk kembali minumannya.

"Aku tak pernah minum," ucap Aurora

"Cobalah. Kau akan menikmatinya," Ucap Gibran sambil terus meneguk minumannya. Aurora hanya diam memandangnya.

"Astaga, kau sudah terlalu banyak minum!" Seru Aurora.

"Aku tak akan berhenti minum sebelum gelasmu kosong," ucap Gibran.

Entah apa yang dipikirkan Aurora saat itu, ia meraih gelasnya dan menghabiskan minumannya.

"Ayolah, kau baru minum sedikit," bujuk Gibran. Ia kembali memenuhi gelasnya dengan minuman.

"Perasaanku jauh lebih tenang sekarang,"

ucap Gibran dengan tatapannya yang sayu.

"Benarkah?" Tanya Aurora. Ia mulai terpengaruh bujukan Gibran.

Aurora kembali mengosongkan gelasnya. Gadis itu pun mulai merasa ketagihan dengan minuman yang asing di lidahnya itu. Perlahan ia menatap wajah pria yang baru dikenalnya itu. Tampan dan menggoda. Gibran pun menatap wajah Aurora penuh kekaguman. Keduanya lalu saling menatap.

"Kau tampan sekali, Keenan," Ucapnya mulai meracau. Sorot matanya pun mulai sayu. Aurora hendak berdiri namun kakinya terasa berat menopang tubuhnya. Aurora berjalan sempoyongan dan hampir terjatuh. Gibran menangkap tubuh Aurora. Kedua mata itu kembali saling bertatapan.

"Antar aku pulang, Keenan," Ucap Aurora.

Meskipun Aurora terus memanggilnya dengan nama Keenan, namun Gibran yang juga telah mulai mabuk itu pun tak terlalu menghiraukannya.

Aurora menyerahkan kunci mobilnya pada Keenan. Keduanya berjalan berangkulan keluar dari tempat itu.

"Biar aku yang menyetir," ucap Gibran.

Gibran memapah Aurora yang terlihat lemas ke dalam mobilnya. Dengan pandangan mata nanar, Gibran mengendarai mobil Aurora.

Gibran terus memanggil Aurora, namun gadis itu tak menjawab. Ia terlalu banyak minum hingga tak sadarkan diri.

Dalam kebingungannya, Gibran menghentikan mobilnya di sebuah losmen tak jauh dari bar tempat mereka bertemu sebelumnya. Setelah memesan sebuah kamar, Gibran membopong Aurora yang tak sadarkan diri ke dalam kamar yang telah dipesannya.

Entah setan apa yang merasukinya saat itu. Gibran mulai menggerayangi tubuh perempuan yang tengah tak sadarkan diri itu. Hingga akhirnya ia pun menanamkan benih ke dalam Rahim Aurora.

****

Keesokan paginya.

Aurora merasakan nyeri hebat di kepalanya. Seluruh badannya pegal, dan selangkangannya perih. Ia pun baru menyadari, tubuhnya hanya tertutup selimut.

"Kurang ajar! apa yang telah kau lakukan padaku semalam?" Tanya Aurora sambil mengenakan kembali pakaiannya.

"Maafkan aku, aku khilaf," ucap Gibran penuh penyesalan.

Tamparan keras mendarat di pipi kanan Gibran.

"Kau tahu akibat dari perbuatan gilamu ini? Bagaimana jika aku hamil karena perbuatanmu?" Pekik Aurora.

Aurora meninggalkan Gibran begitu saja. Pria itu tertegun. Karena minum terlalu banyak, ia mabuk dan merenggut kegadisan Aurora.

3 minggu kemudian.

Aurora mulai merasa panik karena ia tak kunjung mendapatkan datang bulannya.

"Bagaimana jika aku benar-benar hamil?" Ucap Aurora sambil memandang test pack yang baru saja dicelupkan di air seninya pagi itu. Gadis itu menarik napas. Berharap ia tak hamil karena perbuatan Gibran di malam terkutuk itu.

Jantungnya berdegup kencang. Dua garis merah benar-benar tertera jelas di alat kehamilan itu. Dunia Aurora seketika hancur. Ia harus mengandung anak dari laki-laki yang baru beberapa jam dikenalnya. Ia bahkan tak tahu dimana Gibran tinggal. Lalu, bagaimana ia meminta pertanggung jawabannya?

Aurora menyesali kebodohannya. Seandainya malam itu ia tak mendatangi bar itu, mungkin kejadian buruk ini tidak akan menimpanya.

Malam harinya, Aurora kembali mendatangi bar. Ia berharap malam itu Gibran akan datang ke tempat yang telah mempertemukan mereka.

Aurora bertanya pada seorang pelayan. Apakah setelah malam itu Gibran sering kembali mengunjungi tempat itu. Namun, jawaban yang didapatnya sungguh di luar dugaan. Pelayan itu mengatakan jika setelah malam pertemuannya dengan Aurora, ia tak melihat Gibran datang lagi ke bar itu. Ia justru mengatakan jika Gibran pindah ke luar negeri untuk urusan pekerjaannya.

Perasaan Aurora makin kacau. Apakah ia harus mempertahankan kehamilannya? Lalu bagaimana jika sang ibu tahu, jika anak perempuan satu-satunya kini hamil di luar pernikahan? Sedangkan ia pun tak tahu dimana kini pria yang telah membuatnya mengandung?

Bersambung. .

My Destiny

Bab 2

Hari terus berjalan, perut Aurora pun semakin membesar. Ia tak mungkin lagi menyembunyikan kehamilannya. Semua orang menghakiminya. Satu per satu kawan mulai menjauhinya. Bahkan karyawannya pun terang-terangan memakinya. Seorang CEO muda yang hebat, tak lama lagi akan melahirkan anak yang tak jelas siapa ayahnya. 

Sindiran-sindiran semacam itu sudah puluhan kali ia dengar. Aurora hanya bisa pasrah. Mereka punya hak untuk bersuara, pikirnya. Namun, jika boleh memilih, tak ada seorang pun di dunia ini yang akan memilih mengandung dan melahirkan tanpa suami.

Perlahan, usaha yang telah dikelolanya selama lebih dari 8 tahun itu benar-benar harus hancur. Aurora tak mungkin mampu menjalankan usaha itu seorang diri. Dengan berat hati, ia pun menjual perusahaanya pada salah satu rekan bisnisnya dengan harga rendah.

Masalah besar kembali datang saat ia memberitahu perihal kehamilannya pada sang ibu. Sang ibu yang beberapa tahun belakangan ini sering sakit-sakitan itu sangat shock hingga akhirnya membuat Aurora menjadi seorang yatim piatu.

Aurora benar-benar sebatang kara di dunia ini. Ia tak memiliki seorang pun untuk diajak berbagi. Bahkan kekasihnya, Keenan. Ia sendiri yang menjauhinya.

Tak ada lagi miss Aurora yang cantik dan ambisius. Kini ia hanya seorang perempuan lemah yang seolah ditinggalkan dunia.

Aurora tak lagi menjadi penghuni apartemen. Kini ia tinggal seorang diri di sebuah rumah sederhana di pinggiran kota. Sebagian uang hasil penjualan usahanya ia pergunakan untuk merintis usaha. Berbekal kepandaiannya membuat kue, ia pun memberanikan diri membuka sebuah toko kue di sebuah ruko yang ia sewa dengan harga murah.

Aurora menjalani kehamilannya seorang diri. Tanpa teman, ataupun saudara. Ia menyibukkan diri dengan bisnis barunya. Hingga ia lupa sama sekali untuk memeriksakan kehamilannya. Bahkan, di saat hari persalinannya ia masih membuka tokonya.

Siang itu Aurora merasakan mulas yang luar biasa. Beberapa orang yang kebetulan berkunjung ke tokonya membantunya ke rumah sakit untuk melahirkan.

Tak ada suami, orang tua, teman, atau pun sanak saudara yang mendampinginya ketika ia bertaruh nyawa melahirkan sebuah kehidupan baru. 

Setelah melalui perjuangan berat, Aurora pun melahirkan seorang bayi tampan yang ia beri nama Andromeda. Ia berharap suatu hari kelak sang anak akan menjadi cahaya yang indah bagi hidupnya. Layaknya bintang Andromeda yang cahayanya mampu membuat langit gelap berubah menjadi indah luar biasa.

Aurora merawat dan membesarkan sang anak seorang diri. Bahkan beberapa hari setelah ia terlahir, sang ibu membawanya ke toko kue tempatnya sehari-hari mencari nafkah.

Ketampanan Andro, begitulah biasanya ia dipanggil. Seakan menjadi magnet tersendiri bagi para pelanggan di tokonya. Sejak kelahirannya, toko kue milik sang ibu pun berkembang pesat. Bahkan telah memiliki beberapa cabang. Andromeda benar-benar pembawa cahaya bagi kehidupan Aurora.

Tak seperti anak-anak pada umumnya, Andro melalui tumbuh kembang yang luar biasa. Di Usianya yang belum genap 1 tahun anak itu sudah berjalan dan lancar berbicara. Aurora bahkan tak habis pikir. Suatu hari saat usia Andro memasuki tahun kedua, ia melihat dengan mata kepalanya sendiri. Bocah kecil itu tengah bercakap-cakap dengan seorang turis menggunakan bahasa inggris yang begitu fasih.

Ketika orang di sekelilingnya berdecak kagum pada anak luar biasa itu, Aurora kembali dikejutkan saat suatu hari ketika Andro berumur 4 tahun, ia mendapati sang anak tengah mengerjakan soal matematika. Rupanya buku itu milik salah satu pelanggannya yang tertinggal di toko. Aurora makin tercengang saat menatap sampul buku yang dipegang sang anak adalah buku matematika kelas 6 SD.

"Bagaimana mungkin kau sanggup menyelesaikan soal-soal rumit ini, Andro?" Tanyanya.

Andromeda justru terkekeh menatap sang ibu yang keheranan.

Setahun kemudian, Aurora memasukkan Andro ke sebuah sekolah kanak-kanak.

Andromeda yang luar biasa cerdas itu justru sering membuat gurunya kewalahan. Anak genius itu harus berkali-kali pindah sekolah karena daya pikir Andromeda terlalu tinggi untuk menerima pelajaran tingkat kanak-kanak.

Akhirnya, atas usulan salah satu tenaga pengajar, Andromeda masuk ke sebuah sekolah Dasar pada usia 5 tahun.

Kepandaian di atas rata-rata yang dimiliki Andro justru membuat sang kepala sekolah menyarankan agar Andromeda tak perlu bersekolah di sekolah formal.

Aurora merasa kepandaian yang dimiliki sang anak justru membuat mereka dijauhi lingkungannya. Ia pun lalu memutuskan untuk membuat sebuah perpustakaan kecil bagi Andromeda. Hanya cara itu yang bisa ia lakukan ketika hampir seluruh sekolah dasar menolak sang anak untuk bersekolah.

Perpustakaan kecil itu berisi ratusan buku dari semua jenis pelajaran tingkat sekolah dasar.

Suatu hari di rumahnya, saat Andro memasuki usia 7 tahun. Andromeda menemukan sebuah diary kecil dari dalam laci meja rias di kamar sang ibu. 

Andro yang rasa keingin tahuannya besar itu pun mulai membaca satu persatu halaman di diary berwarna merah hati itu. Nama Keenan beberapa kali ditulis sang ibu. Membuatnya bertanya pada dirinya sendiri. Siapakah sebenarnya Keenan?

Di sebuah halaman diary itu terselip sebuah foto. Di foto itu tampak wajah sang ibu saat masih berseragam SMA. Di sampingnya seorang laki-laki mengenakan seragam serupa. Andro terus mengamati foto itu. Hingga akhirnya ia menemukan sebuah catatan kecil di balik foto.

Keenan, Apartemen Eddleweiss no.301

Andromeda memasukkan foto itu ke dalam saku celananya. Anak itu pun lalu bergegas mengambil sepedanya. Ia berniat mendatangi alamat yang tertera di belakang foto itu. Jarak yang cukup jauh menuju tempat itu tak menghalangi niatnya untuk mencari tahu siapa sebenarnya Keenan.

Setelah bertanya pada beberapa orang, akhirnya ia menemukan alamat yang dicarinya. Andro memarkir sepedanya di parkiran sepeda motor. Ia pun lalu berjalan memasuki apartemen. Melalui petunjuk salah seorang petugas keamanan, Andro akhirnya menemukan kamar yang dicarinya.

Andro menekan bel di depan kamar itu. Tak berapa lama seseorang membuka pintu. Pria itu tersenyum ramah pada tamu kecilnya.

"Good Evening, Mister,"(Selamat sore, Tuan) sapanya ramah.

"Good Evening, boy,"(Selamat sore,) jawab Keenan.

Andromeda mengamati sejenak wajah Keenan. Agak berbeda dengan yang dilihatnya di foto.

"Whose you want to see?"(Siapa yang sedang kau cari?)

"I want to see a man in my photo."(Aku mencari laki-laki yang ada di foto milikku)

"Oh, let's me see your photo."(Oh, biar kulihat fotomu)

Andromeda merogoh saku belakang celananya. Hendak memperlihatkan foto yang ia maksud pada Keenan. Namun, ia 

"I think I have fallen my photo,"(kurasa aku telah menjatuhkan fotoku) ucap Andro dengan wajah kecewa.

"Oh, I'm sorry to hear that," (Oh, sayang sekali)ucap Keenan.

"Don't be sad boy, I have something to make you happy." (Jangan sedih, adik kecil. Aku punya sesuatu untuk membuatmu senang)

"Really?" (Sungguh?) tanya Andro dengan mata berbinar.

Keenan masuk ke dalam kamarnya. Tak lama kemudian pria itu kembali dengan membawa sebatang cokelat di tangannya.

"It's for you, hero," (Ini untukmu, jagoan) ucapnya kemudian.

"Thank you, mister," (Terima kasih, Tuan) Ucap Andro sambil tersenyum lebar. Keenan mengusap kepala Andromeda. Ia pun menatap wajah Andro. Keenan merasa mengenal sorot mata itu.

"What's your name, hero?"(Siapa namamu, jagoan?)

"Andromeda." Jawabnya dengan penuh percaya diri.

"What's a great name!" (Nama yang luar biasa!) seru Keenan.

"See you, mister," (Sampai jumpa, Tuan) Ucapnya sambil meraih tangan Keenan dan menempelkannya di kening.

Keenan terus memandang Andromeda yang mulai menjauh darinya. Entah mengapa, ia langsung menyukai bocah tampan dan menyenangkan itu.

to be continue...

Tanda Tanya

Bab 3

Suatu siang di toko kue Aurora. 

Andromeda tengah asyik membaca buku. Ketika tiba-tiba seseorang menyapanya.

"Excuse me," sapa seseorang.

Andro meletakkan buku yang dibacanya. Ia menatap wajah pembeli pertamanya itu.

"Welcome to Aurora cake, Mister, and Madam," (Selamat datang di Aurora cake, Tuan dan Nyonya) ucap Andro.

Tampak sepasang suami istri berwajah bule tersenyum padanya. Mereka tak menyangka bocah laki-laki itu menjawab sapaan mereka dengan bahasa Inggris.

"Saya mencari oleh-oleh untuk keluarga saya di Belanda," Ucap pria bule itu dengan bahasa Indonesia yang belum terlalu fasih.

"Oh, tentu saja. Tuan bisa memilih barang yang Tuan sukai di rak sebelah sana," Ucap Andro. Tangannya menunjuk pada sebuah rak berisi aneka camilan.

Setelah menemukan barang yang mereka cari, kedua bule itu pun meletakkan keranjang belanjaanya  di depan meja kasir.

Si pria bule memandang seisi toko. Lalu menatap wajah tampan Andro yang kembali berkutat dengan bukunya.

"Are you son's owner this shop?" (Apakah kau anak dari pemilik toko kue ini?) tanya pria itu.

"Yes, I must help her to keep this shop."( Ya. Aku harus membantunya menjaga toko ini.)

"Good boy!"(Anak yang baik) Ucap pria bule itu sambil mengusap rambut pirang Andro.

"See you,"(Sampai jumpa) ucap kedua bule itu hampir bersamaan.

"See you too, mister, madam. My pleasure to meet you," (Sampai jumpa Tuan dan Nyonya. Senang bisa bertemu dengan kalian) ucap Andro kemudian.

Kedua bule itu pun meninggalkan toko Aurora.

Beberapa saat kemudian, datang dua orang perempuan setengah baya.

"Selamat datang, dan selamat berbelanja," ucap Andro sambil tersenyum ramah.

"Kasihan sekali kau, nak. Di usiamu yang semuda ini kau harus ikut bekerja dan merelakan sekolahmu."

"Oh ya, dimana ayahmu?" tanya seorang diantara mereka. Andro terdiam.

"Seharusnya kau ubah pertanyaanmu. Siapa ayahmu? Ha ha ha." Kedua perempuan beseragam dinas itu tertawa lepas tanpa memperdulikan Andro yang mulai kesal.

"Ayahmu bekerja atau dimana, mengapa kau hanya diam saja. Atau kau justru tak mengetahui siapa ayahmu? Ha ha ha."

Lagi-lagi dua perempuan dewasa itu menanyakan sesuatu yang tak bisa dijawab Andromeda.

"Kalian sudah selesai?" tanya Aurora yang tiba-tiba sudah berdiri di belakang kedua perempuan itu. Kedatangan Aurora yang mendadak sontak membuat mereka menjadi salah tingkah. Setelah menyerahkan uang pada kasir, keduanya pun meninggalkan toko Aurora. Entah apa yang mereka bicarakan. Keduanya saling berbisik dan melirik sinis pada ibu dan anak itu.

"Are you OK my dear?" (Kau baik-baik saja, Sayang?) ucap sang ibu sambil mengusap kepalanya.

Andro menopang dagu dengan tangannya. Aura hapal betul, sang anak tengah merajuk.

"Kau terlihat lebih tampan jika sedang kesal," ucap Aurora yang seketika membuat Andromeda tersenyum.

"Apakah ayahku benar-benar telah meninggal?" tanya Andro. Pertanyaan dari sang anak membuat Aurora tersentak.

"Mengapa kau bertanya seperti itu?"

"Tell me about Keenan,"(Ceritakan padaku tentang Keenan) ucapnya.

Jantung Aurora berdegup kencang mendengar sang anak menyebut nama pria yang pernah mengisi hatinya itu.

"How did you know about him?"(Bagaimana kau tahu tentangnya?)

"Kemarin aku menemukan diary dan selembar foto dari dalam laci lemari di kamar Ibu."

"Astaga!" Seru Aurora.

"I'm sorry mom, aku tak sengaja telah menghilangkan foto itu," ucap Andro sambil tertunduk.

"Apa maksudmu?"

"Kemarin aku mendatangi apartemen itu," ucap Andromeda. Jantung Aurora berdegup makin kencang.

"Lalu?"

"Ketika aku akan menanyakan wajah pria di foto itu, aku tak menemukannya lagi. Kurasa aku telah menjatuhkannya," jawab Andro.

"Ya Tuhan, Andromeda. Bukankah Mommy sudah sering mengatakan padamu jika ayahmu sudah meninggal sejak kau masih di dalam kandungan. Mengapa kau terus saja menanyakannya?"

"Lalu, siapa nama ayahku? Jika memang ayah telah meninggal, mengapa tak pernah sekalipun Ibu mengajakku untuk mengunjungi makamnya?" Tanya Andro.

Aurora terdiam. Ia tak memiliki jawaban dari pertanyaan Andromeda.

"Apakah Keenan adalah ayah kandungku?" tanyanya.

"No, Andro," (Bukan, Andro)

"Lalu, mengapa kau masih menyimpan fotonya?"

"He is just my boy friend," (Dia hanya kawanku) jawab Aurora.

"Does he special for you?"(Apakah dia spesial bagimu?)

"He is a good man," (Dia laki-laki yang baik) jawab Aurora.

Sejak hari itu, Andromeda terus mencari tahu siapa sebenarnya sang ayah. Anak genius itu terus penasaran dengan keberadaan sang ayah.

Hingga pada suatu hari, ketika ia tengah bermain sepeda di taman dekat rumahnya, tak sengaja ia mendengar percakapan seorang pria dan wanita  yang tengah duduk di bangku taman.

"Kau tahu, toko kue yang ada di ujung jalan itu ternyata milik miss Aurora," Ucap si wanita.

"Maksudmu, miss Aurora mantan bos cantik kita itu?" Tanya si pria.

"Begitulah. Dulu kita sebagai karyawannya sudah terlalu jahat pada bos muda yang baik hati itu. Kita  Meninggalkannya begitu saja saat ia jatuh."

"Aku mendengar selentingan jika miss Aurora hamil tanpa suami."

"Kelihatannya dia perempuan baik-baik. Mana mungkin berbuat sesuatu yang mempermalukan dirinya sendiri. Bahkan menghancurkan hidupnya?" Tanya si pria.

"Entahlah, kurasa perempuan itu tak sengaja melakukannya," ucap si wanita.

"Maksudmu?"

"Salah seorang kawanku pernah bercerita padaku, jika pada suatu malam ia melihat miss Aurora keluar dari sebuah bar bersama seorang pria dalam keadaan mabuk. Kebetulan temanku itu seorang pengemudi ojek online yang tengah menjemput penumpang di dekat bar itu."

"Astaga! Apa temanmu itu tak salah lihat?"

"Tak mungkin salah lihat. Temanku itu sudah sering mengantarkan makanan ke kantor kita saat ia mendapatkan pesanan layanan antar makanan. Tak jarang juga kan, miss Aurora langsung yang memberikan uang pada pengemudi ojek itu saat ia memesan snack untuk acara rapat?"

"Benar juga katamu. Mungkin kawanmu itu telah beberapa kali bertemu langsung dengan miss Aurora. Lantas, pria yang bersamanya malam itu, apakah pria itu kekasih mis Aurora? Aku dengar juga jika perempuan itu sudah memiliki kekasih dan tak lama lagi mereka akan bertunangan."

"Aku tak tahu pasti. Namun, beberapa orang berpendapat jika miss Aurora hamil, sedangkan sang pria pergi meninggalkannya begitu saja."

"Sungguh miris. Semoga perempuan itu telah menemukan kebahagiaan bersama sang anak."

"Anak?" Tanya si pria.

"Beberapa waktu lalu aku pernah melihat nya menggandeng seorang anak kecil di sebuah kedai. Mungkin anak kecil itu anaknya. Kudengar juga, anak itu adalah anak genius. Di usianya yang masih belia itu ia sudah mahir berbahasa Inggris. Anak itu juga bahkan tak perlu bersekolah di sekolah formal. Ibunya pun ber inisiatif membuatkannya sebuah perpustakaan berisi ratusan buku di rumahnya. Itu yang ku tahu."

Percakapan panjang di antara kedua orang dewasa itu terdengar seluruhnya oleh Andromeda. Dengan kecerdasannya, ia mampu menangkap dan mencerna apa isi pembicaraan tersebut.

Andromeda bergegas meninggalkan taman. Ia lalu menemui sang ibu di tokonya. Sang ibu dan seorang pegawainya terlihat begitu sibuk melayani beberapa pembeli. Andro mengurungkan niatnya untuk bertanya perihal apa yang telah didengarnya di taman tadi.

Setiba sang ibu di rumah, Andro pun langsung bertanya pada sang ibu.

"Apakah Ibu melahirkanku tanpa pernikahan sebelumnya?" Pertanyaan itu sontak membuat Aurora tersentak.

"Pertanyaan macam apa lagi ini?"

"Ibu pernah mendatangi bar bersama seorang pria?" Tanya Andro lagi.

"Hentikan pertanyaan konyolmu itu!" seru Aurora.

"Ini bukan pertanyaan konyol, mom. Aku mendengar dua orang membicarakanmu di taman."

"Andromeda! Cukup!" Seru Aurora. 

Andromeda tersentak dengan suara dari sang ibu. Ini adalah bentakan pertama baginya. Aurora lalu merengkuh sang buah hati ke dalam pelukannya dan menangis. Entah kapan waktu yang tepat untuk menceritakan rahasia besar itu pada sang anak. Ia sendiri pun tak tahu pasti dimana Gibran kini, ayah kandung Andromeda.

to be continue….

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!