NovelToon NovelToon

My Little Hero

01

Happy Reading maaf masih banyak typo

" Maaf kan aku sayang sepertinya hubungan kita cukup sampai disini "bisiknya lalu mencium kening suaminya yang tengah tertidur lelap, "jika jodoh kita masih ada mungkin kita akan bertemu kembali di lain waktu, " sambungnya ,tangannya merapihkan kembali pakaiannya dan bergegas membenahi barang-barangnya tak lupa dia pun mengambil semua foto yang terpajang di berbagai tempat.

Aulina kembali melirik suaminya yang tengah tertidur, tiba-tiba air matanya keluar begitu membasahi kedua pipinya, hatinya terasa sangat sakit dan remuk, tak rela untuk berpisah, namun dirinya tak memiliki pilihan yang lain selain pergi.

Giginya menggigit tangan nya keras , menahan agar suara isak tangisnya tak keluar yang akan membuat suaminya terbangun dari tidurnya,

Perlahan kakinya membawa melengang pergi dari kamar dalam kamar seraya meninggalkan sepucuk surat cerai diatas meja.

Langkahnya mulai memasuki ruang tengah, kenangan indah terlintas dalam benaknya, ruangan ini adalah saksi bisu mereka menghabiskan waktu yang romantis nan indah, air matanya kembali membasahi kedua pipinya, tak tahan, dengan tergesa-gesa Aulina pun bergegas pergi keluar meninggalkan tempat itu.

Berbalik sejenak, " Selamat tinggal, " ucapnya, " aku pergi dan jaga dirimu baik-baik, " sambungnya seraya melenggang pergi meninggalkan rumah dengan tas koper di tangannya.

*

Sesampainya di bandara seorang pria tinggi kurus tengah menunggu cemas kedatangannya. Dia adalah Zaki, kakak kandung dari Aulina.

Aulina yang baru saja tiba dan melihat sosok nya langsung menghampiri kakaknya, kepala nya mendongkak ketika sepasang sepatu boot tengah berdiri di depannya, terlihat jelas di wajahnya yang di penuhi rasa penyesalan yang begitu dalam.

" Ayo pergi. " ajak Aulina.

" Apa kamu yakin Lina? " tanya Zaki, menghentikan langkahnya sejenak.

Tanpa menoleh dia menjawab, " mmm tentu saja aku sangat yakin. "

Zaki masih menatap punggung adiknya. " Bukan kah lebih baik jika Aldan mengetahui segalanya, kakak yakin dia pasti akan mengerti? jika seperti ini bagaimana kamu akan menghadapinya dimasa depan? lagi pula ini adalah kesalahan kakak, biarkan kakak yang menanggungnya sendiri, "

Aulina berbalik serayamenggelengkan kepalanya. " Aku tak ingin membebaninya. Kakak tahu sendiri bukan? Dia juga sedang berada di situasi yang tak menguntungkan, dan aku tak mau menambah beban dalam pikirannya. Kita adalah keluarga, tak mungkin aku membiarkan kakak ku menderita sendiri. " timpalnya seraya tersenyum pahit.

Zaki pun mendekat, tangannya merengkuh tubuh adiknya yang kurus, " Maafkan kakak, kakak tahu kamu sangat kesulitan mengambil keputusan ini, " mengelus puncak kepala Aulina, " kakak janji, kelak suatu saat nanti aku akan membantumu memperbaiki hubunganmu dengannya. "

Aulina pun terisak seraya membalas pelukan dari kakaknya.

' Tulilut, tulilut 'Diharapkan kepada semua penumpang pesawat A yang akan berangkat ke negara B harap segera memasuki pesawat, karena pesawat akan segera berangkat,'

Terdengar pemberitahuan pesawat tujuan mereka yang akan segera berangkat, mereka pun melepaskan pelukan, dengan berat hati Aulina membawa kakinya melangkah pergi memasuki pesawat untuk meninggalkan negara tempatnya lahir,

2 bulan kemudian

Aulina kembali mencoba merintis karirnya disana, dengan mendesain beberapa brand miliknya kemudian menjualnya.

Hari-harinya terasa sangat hampa, yang terkadang merindukan gurauan dari mantan suaminya, Tangan nya bergerak melukis potret wajah suaminya di atas kertas polos.

'Hoek hoek', tiba-tiba Aulina merasa mual, memegang perutnya lalu bergegas pergi kekamar mandi, akan tetapi tak memuntahkan apapun selain air membuatnya tertegun dengan kondisi tubuhnya yang sering terasa mual, pusing dan juga mudah lemah.

Awalnya dia berfikir bahwa mungkin tubuhnya lelah karena terlalu banyak bergadang, hingga menyadari bahwa dirinya sudah terlambat datang bulan.

' mungkinkah? 'batinnya

Memikirkan hal tersebut membuatnya sangat penasaran, dengan penampilan seadanya dia bergegas pergi ke sebuah apotek yang berada tak jauh dari rumahnya.

Setelah membeli alat tes kehamilan, Aulina pun berlari ke kamar mandi untuk memastikan sesuatu, kedua matanya terbeliak melihat dua garis yang tercetak di alat itu, air mata membasahi kedua pipinya, terharu sekaligus bingung. Apakah ia harus menghubungi mantan suaminya atau tidak? tapi jika dia memberitahunya secara tiba-tiba, bagaimana dengan tanggapannya? apakah mantan suaminya akan percaya kalau janin dalam perutnya adalah anaknya? kepala nya menggeleng cepat, lebih baik merahasiakannya.

Esok harinya Aulina pun pergi memeriksa kandungannya ke dokter kandungan. Dokter itu mengatakan bahwa usia kandungan nya sudah berjalan 3 bulan, yang artinya dia sudah hamil satu bulan ketika meninggalkan Negara asalnya, beruntung kondisi janin dalam perutnya sangat sehat dan kuat.

Beberapa bulan kemudian Aulina berhasil melahirkan seorang putra dengan normal, meski hanya di dampingi oleh keluarganya namun dia masih bersyukur masih ada yang menemani persalinannya.

Seorang suster menggendong bayi laki-laki dan memberikannya pada Aulina, bayi laki-laki itu begitu lucu dan manis, seperti ayahnya, dia pun memutuskan memberikan nama putranya Arjuna Lasmana Pratama, dan dia akan memanggilnya Juju.

Kehadiran Juju membuat kehidupannya menjadi lebih berwarna dari sebelumnya, membuatnya merasakan bagaimana rasanya menjadi seorang ibu yang harus rela bergadang demi anaknya.

Sesekali kakaknya atau Ibunya akan datang mengunjunginya untuk sekedar mengajaknya bermain.

Delapan bulan berlalu dengan sangat cepat, Namun dia baru menyadari bahwa anaknya memiliki kepintaran di atas rata -rata, membuatnya tertegun ketika melihat anaknya yang sudah pandai berjalan diusianya yang baru menginjak delapan bulan.

'plak' tangannya menampar wajahnya sendiri dengan keras. dilakukannya untuk sekedar menyadarkan diri, bahwa apa yang dilihatnya hanyalah sebuah mimpi belaka. Namun rasa perih itu nyata, Aulina pun berjalan menghampiri anaknya yang sedang berdiri tegak.

" Oh ya ampun putra ku ini sangat pintar, andaikan saja ayah mu ada di sini dan melihatmu seperti ini, aku yakin ayahmu pasti akan sama terkejutnya sepertiku. " mengelus lembut puncak kepala Juju. " Dia pasti bangga memiliki anak jenius sepertimu "

Air matanya keluar membasahi kedua pipinya hingga basah.

Tak tega, tangan kecil nan mungil menghapus jejak tangis di wajahnya, membuatnya terharu.

' Grep ' Aulina memeluk tubuh anaknya yang kecil, tangan nya kembali mengelus puncak kepala putranya dengan lembut.

Seraya terisak Aulina berkata. " Terima kasih, karena sudah hadir di kehidupan bubu mu ini, dan membuat kehidupan ku menjadi lebih berwarna. "

" Bubu jangan nangis, "

Aulina kembali tertegun mendengar sesuatu yang ganjal masuk kedalam pendengarannya, melepas pelukannya lalu menatap lekat pada putranya

" Apa aku sedang berhalusinasi? entah kenapa aku baru saja mendengar kalau kamu baru saja berbicara? apa itu benar? pastinya salahkan? "

Juju menggelengkan kepala, " bubu tidak berhalusinasi, "

" Eh" terdiam beberapa saat, Aulina pun tergelak seraya menatap tak percaya pada putranya, '" sepertinya aku sangat kelelahan, sehingga membuatku berhalusinasi. "

" Aw " jeritnya, kedua pipinya dicubit keras oleh putranya dan itu terasa sakit.

Tubuhnya seketika menjadi lemas, tatapannya menjadi kosong,

" Bagaimana bisa seorang bayi bisa berbicara?, " menatap putranya tak percaya.

' Aldan apa yang harus aku lakukan? ' batinnya,

Hening sesaat, lalu menyadari kalau dirinya harus memberi tahu keluarganya, agar kelak mereka tak terkejut, tangannya merogoh ponsel di dalam sakunya, lalu menekan sebuah nomor yang tertera di layarnya.

' Tuuuuuuuut tuuuuuuut, tuuuuuut ' suara nada tersambung

" Halo, " terdengar suara pria di sebrang sana.

" Kakak! Juju bisa berbicara. " pekiknya.

" Apa?! "

02

Meski umurnya masih kecil tapi dia sudah bisa membaca buku, bahkan ia memiliki hobi membaca seperti ayahnya, bahkan temanya pun sma yaitu bidang sains.

Aulina yang melihat perkembangan putranya yang cukup pesat membuatnya penasaran dengan IQ yang dimiliki putranya.

Ia kemudian membawa putra nya untuk menjalani test IQ. memutuskan untuk membawa anaknya untuk melakukan test pada IQ-nya. Setelah hasil tes IQ nya keluar, mata Aulina terbeliak mendapati bahwa anaknya memiliki IQ yang tinggi, Aulina memutuskan untuk menyembunyikan kejeniusan anaknya dari siapa pun kecuali keluarga nya yang sudah melihat dan mengetahui hal tersebut.

Di pagi yang cerah, Aulina dan Juju tengah menikmati sarapan pagi berdua, dengan sepotong roti dan jus, Juju menatap lekat wajah ibunya seraya berkata, "bubu bolehkah aku bertanya? "

Kepala Aulina mendongkak " Tentu saja,memang mau bertanya apa? "

" Dimana ayah? "

'uhuk uhuk' Aulina terbatuk-batuk ketika mendengar pertanyaan yang tak terduga, meski dirinya sudah mengetahui jika suatu saat anaknya pasti akan menanyakan tentang ayahnya. Namun dirinya tak menyangka akan mendapatkan pertanyaan itu secepat ini.

Dengan cepat tangannya meraih gelas berisi air putih kemudian meneguknya hingga habis, Aulina pun mengatur nafasnya, " O-oh itu, kelak jika kamu sudah dewasa Bubu akan memberitahumu nanti " katanya, kembali memasukan roti ke dalam mulutnya.

Juju menatap ibunya kecewa, kedua tangannya di lipat didada. dahinya mengkerut karena tak puas dengan jawaban yang di berikan oleh ibunya. " Ini bukan sinetron dan juga ini bukan cerita picisan, bukankah jawaban bubu ini terlalu klise untuk dikatakan kepada seorang anak kecil? " timpalnya

Aulina tertegun sejenak mendengar jawaban putranya, yang menusuk ulu hati, dia pun meneguk air liurnya.

" Juju ku sayang, bukan seperti itu maksud bubu, hanya saja ayah mu tak tahu kalau bubu sedang mengandung mu waktu itu,"

" Mengapa? apa karna Bubu berselingkuh? " tuduhnya.

Aulina berdecak, " Siapa yang berselingkuh dari ayahmu? " tampiknya, " jika bubu berselingkuh dari ayahmu, kita pasti sedang bersama dengan selingkuhan ku dan kamu juga pasti tidak akan menanyakan pertanyaan seperti ini, "

Juju terdiam sesaat ,lalu mengangguk- anggukkan kepala membenarkan perkataan dari sang ibu.

" Lalu kenapa Bubu meninggalkan ayah? "

Aulina kembali menghentikan sarapan paginya, lalu menatap lekat pada wajah anaknya. Jika diperhatikan, putranya ini sangat mirip dengan mantan suaminya ketika dia masih kecil.

Sang ibu mendesah pasrah, lalu menghampiri putranya yang berada disebrangnya, dan berjongkok di hadapannya seraya menggenggam kedua tangan anaknya yang masih mungil, menatapnya dalam, " Sayang, dengar kan bubu, bisakah kita bahas ini di lain waktu? "

" Lalu kapan kita harus membahasnya, menungguku hingga tubuh ku tumbuh dewasa, atau aku sendiri yang harus mencari tahu sendiri kebenarannya, "

Mulut Aulina seketika bungkam, tak tahu harus berkata apa, dia mencoba memikirkan cara lain untuk mengalihkan pembicaraan hingga terbesit dalam pikirannya, untuk mengajaknya ke toko buku.

" Bagaimana kalau kita pergi ke toko buku? bukankah kamu pernah bilang, bahwa kamu menginginkan sebuah buku baru? bagai mana kalau kita pergi sekarang saja, kebetulan hari ini bubu mendapat cuti, bagaimana? " ajaknya.

Meski dia tahu bahwa sang ibu berusaha mengalihkan perhatiannya namun, dia menerima ajakan dari sang ibu, " baiklah, "

'sepertinya aku harus mencari cara lain agar bubu bisa membuka mulutnya," batinnya

Disebuah pusat toko buku.

Sepasang anak dan ibu itu memasuki sebuah pusat toko buku, tangannya mengandeng tangan mungil milik putranya, mereka berdua berjalan mengelilingi berbagai rak buku dengan berbagai genre, Aulina yang lengah sempat kehilangan putranya, namun akhirnya dia bisa kembali menemukan anaknya, yang memeluk sebuah buku di dadanya, akan tetapi dia mengabaikan nya , dengan kembali menggandeng tangan putranya membawanya ke mesin kasir untuk melakukan pembayaran.

Setibanya di depan kasir, tiba-tiba putranya berjinjit dan menaruh sebuah buku tebal di kasir., membuat penjaga kasir dan dia terheran-heran dengan buku pilihan putranya.

Aulina pun berjongkok menyamakan tinggi dengan putranya , menatapnya penuh perhatian, " Sayang, apa kamu tak salah mengambil buku? "

Juju menggelengkan kepalanya sebagai jawaban. Semua juru mata melihat kearah mereka.membuatnya risih di tatap seperti itu, " Lalu dari mana kamu mendapat buku ini? "

" Aku mendapatnya dari rak disebelah sana, bubu ayo cepat bayar buku ini, aku sudah tak sabar ingin membacanya, " katanya seraya menggoyang-goyangkan tangan ibunya.

Aulina terdiam sejenak, memperhatikan buku pilihan putranya yang berjudul ' cara mengangkat tumor dari otak. ', Aulina mengernyitkan alisnya, lalu menatap aneh pada putranya. " Sayang, apa kamu yakin ingin membaca buku ini? "

" Tentu saja, memangnya kenapa? "

" Memangnya kamu bisa memahami isi dari buku ini. "

Kepala mengangguk, " bubu ayo cepat bayar. " desaknya.

Aulina menghembuskan nafasnya pasrah, mereka pun kembali ke mesin kasir untuk membeli buku itu, lalu langsung pulang ke rumah.

Sesampainya dirumah Juju pun langsung membaca buku barunya dengan antusias, Aulina hanya bisa menggelengkan kepala, melihat semua sikap pada putranya sangat mirip dengan mantan suaminya. Membuatnya sedikit merindukan kehadirannya, tangannya mengambil dompet dari dalam tasnya, sebuah foto yang terselip di antara kartu-kartu.

Tanpa sengaja, Juju menangkap sosok ibunya tengah memandangi sebuah dompet, seraya tersenyum sendiri, seperti orang gila. Sebenarnya dia sudah mengetahui bahwa ibunya masih menyimpan foto ayahnya, yang disembunyikan diantara kartu-kartu kredit miliknya.

'Tring' sebuah ide muncul dalam otaknya.

" Bubu! " serunya

Aulina terlonjak kaget, lalu menutup dompetnya, seraya berjalan menghampiri putranya,

" Ada apa? " tanyanya heran.

" Ayo main game? "

Aulina mengerutkan kedua alisnya heran. " Kenapa tiba-tiba? "

Juju menatapnya netral, " Bubu mengapa kamu selalu protes? bukankah dulu bubu sering memaksaku memainkan suatu permainan yang aneh? lantas mengapa sekarang aku tak boleh mengajak mu bermain? "

" Baiklah -baiklah, bubu yang salah, jadi, permainan apa yang ingin anak ku ini mainkan? " katanya seraya duduk di sampingnya.

Juju terdiam sejenak, meletakkan jari telunjuknya di dagu, dirinya tengah berpikir,

" Aku ingin bermain kertas batu gunting, "

" kertas batu gunting? "

" Iya, kenapa?! apa Bubu keberatan dengan pilihan ku, "

Aulina menggelengkan kepalanya cepat, " tentu saja tidak, Bubu malah sangat yakin akan menang dari mu dengan mudah, "

" Tapi, permainan ini ada aturannya, "

" Apa itu? "

" Siapa pun yang kalah harus menuruti permintaan yang menang, bagaimana? "

Aulina langsung mengangguk setuju, " tak masalah, lagi pula bubu sangat yakin bahwa aku akan memenangkan permainan ini. " ucapnya penuh percaya diri, sedangkan putranya menyunggingkan senyumnya, ibunya begitu mudah masuk kedalam rencananya.

Setelah memainkan permainan itu sepuluh kali putaran, Aulina harus menelan pil pahit karena sudah kalah telak dari putranya yang masih berumur lima tahun.

" Kita mainkan sekali lagi, kali ini Bubu yakin pasti akan menang, "

Juju menatap heran pada Bubunya yang tak mau mengakui kekalahannya.

" Bubu berhentilah merengek, Bubu sudah kalah sepuluh kali dari ku. "

Aulina terdiam kemudian menantap telapak tangannya tak percaya, memikirkan bagaimana dia bisa kalah telak dari putranya sendiri?

" Sekarang Bubu harus mengabulkan pemintaan ku "

" Baiklah, " katanya pasrah, " apa itu? " sambungnya

" Aku ingin kita kembali ke Negara A, tempat bubu berasal, "

" Baiklah...Apa!? "teriak Aulina.

" Kenapa? "

Aulina gelagapan mendengar permintaan putranya." Bisakah kamu mengganti permintaan mu? "

Dahinya mengerut, menatapnya penuh kecewa, " bubu pembohong, " katanya lalu pergi kedalam kamar.

'Blam' bunyi pintu ditutup dengan keras.

Aulina mengejar putranya seraya menggebrak pintu kamar yang sudah terkunci dari dalam.

" Sayang, dengarkan Bubu!! "

" Tidak! Bubu pembohong! Juju benci Bubu "

03

Setelah aksi anaknya yang mengurung diri di dalam kamar membuatnya cemas.

" Baiklah Bubu menyerah, minggu depan kita berangkat."

tak ada jawaban. ia menghela nafas

"Baiklah besok kita akan berangkat,"

kriet pintu kamar terbuka, memperlihat kan sedikit fitur wajah Juju.

Aulina berjongkok, ia merogoh hp-nya didalam saku, ia memperlihatkan tampilan layar untuk memesan tiket pesawat.

Keesokan hari nya mereka berangkat pagi-pagi buta sesuai jadwal yang mereka pesan, didalam pesawat Aulina mulai harap-harap cemas,bingung harus berkata apa jika nanti ia bertemu dengan mantan suaminya. Meski belum terjadi pasti lambat laun mereka pasti akan bertemu,.

melihat Bubunya yang cemas ia menyerahkan sepotong coklat pada Bubunya.

"Bubu makan lah coklat ini. Karena kandungan dalam coklat bisa menenangkan saraf pada manusia,"

Aulina pun menoleh, mendengar penjelasan dari anak nya, ia kemudian langsung mengambil sepotong coklat itu ke dalam mulutnya. Benar saja kata anaknya perlahan ia mulai tenang kembali,

"Terima kasih yah,"ucapnya, mencubit kedua pipi anaknya.Uhh anak siapa sih ini?,pinter banget,"Godanya

Juju mendengus.

"Bubu berhenti menarik kedua pipi ku itu terasa sakit,"

Aulina terkekeh

"Baiklah," katanya ,melepaskan cubitannya ," maafkan Bubu okeh,"

Juju memutar bola matanya.

" Terserah,"

Aulina kembali terkekeh , berkat bantuan anaknya ia sudah tak merasa gugup lagi. matanya melihat keluar jendela pesawat mengingat kejadian 6 tahun yang lalu.

7 jam kemudian mereka sampai di bandara A.

Ia membawa anaknya ke rumah tempat ia dan suaminya tinggal disana. Sesampainya di sana Aulina tertegun melihat tampilan rumah nya yang masih sama seperti 6 tahun yang lalu.

Aulina lalu merapihkan barang-barang mereka. setelah selesai ia kemudian menghampiri anaknya yang tengah asyik membaca buku di sofa.

"Juju!" panggilnya. Juju menoleh

Aulina duduk disampingnya. " Besok Bubu sudah bisa bekerja, apa kamu mau ikut?,"

Juju menggelengkan kepalanya.

"Baiklah, kamu bisa menghubungi paman Andri jika merasa bosan,"

Juju menganggukkan kepala

."Anak pintar," pujinya, lalu mengusap puncak kepala anaknya.

Ke esokan harinya

Pagi -pagi buta sekali Aulina sudah pergi bergegas ketempat kerjannya yang baru.

Setelah memastikan Bubunya sudah pergi Juju yang ditinggal seorang diri di rumah memanfaatkan kesempatan itu untuk mencari tahu tentang ayah nya yang masih tersisa di dalam rumah ini. ia mencoba menelusuri setiap sudut rumah dan berharap mendapatkan sedikit petunjuk tentang ayahnya. Ia kemudian beralih mencari dari laci hingga komputer,tapi sayangnya dia tak mendapatkan apapun membuatnya mendesah kecewa. Tanpa sadar dia menendang tong sampah didepannya hingga berserakan, mau tak mau ia harus membereskan sampah-sampah itu.

Ia membungkuk memungut sampah-sampah itu, matanya menyipit curiga ke sebuah kertas yang berada di bawah sofa.

Ia bangkit menghampiri sofa itu, ia kembali membungkuk tangannya mencoba meraih kertas itu dengan susah payah dengan menggunakan tangannya yang kecil.

Ia menyunggingkan senyumnya, ketika apa yang cari ternyata ada dalam kertas yang ia pegang.

'tuuuut tuuuuut tuuuut' bunyi nada sambung

"Halo," jawab pria dewasa disebrang telpon.

"Halo paman. Ini Juju. Bolehkah aku meminta tolong?,"

"Oh Juju.tentu saja,memangnya kamu mau minta tolong apa?"

"Bisakah paman mengantar Juju kesuatu tempat?,"

"Memangnya kamu mau kemana?,"

"Datang lah kemari dan akan ku beritahukan nanti,"

"Baiklah kalau begitu. tunggulah sebentar lagi dan paman akan segera sampai disana,"

"Baiklah,"

Setelah mendapat apa yang di inginkan nya ia bergegas bersiap-siap mengganti pakaiannya.

Setelah mengganti pakaiannya ia kembali membaca bukunya seraya menunggu kedatangan pamannya.

'ting tong ting tong' bel pintu berbunyi,

Juju bergegas turun dari sofa lalu berlari kearah pintu. pintu pun terbuka lalu menampakan sosok pria dewasa dengan gaya santai. pria itu adalah Andri, ayah baptis Juju sekaligus orang yang di tugaskan oleh Aulina untuk menjaganya ketika dirinya berkerja di perusahaan rintisan Andri sendiri.

"Mau kemana kita?,"

"Akan Juju beritahu paman nanti dijalan,"jawabnya seraya menarik tangan Andri tergesa-gesa dengan kaki pendeknya.

Didalam mobil mereka saling terdiam, Andri yang fokus dengan jalanan yang berada di hadapannya dan Juju yang sibuk dengan kertas yang terus pandangi.

Mata Andri sesekali melirik Juju yang berada disampingnya. ia penasaran dengan kertas yang sedang ia pegang.

"Sebenarnya kita ini mau kemana?,"tanyanya penasaran.

"Paman,sudah berapa kali kamu menanyakan mau kemana kita?apa paman tak bosan?,"

"Paman justru semakin penasaran, kamu kan baru tiba disini biarkan paman mu yang tampan ini yang menjadi navigasi, kamu tahu? paman sudah menjelajahi seluruh juru negara ini. Jadi kamu hanya tinggal bilang pada paman kemana kamu ingin pergi? dengan begitu paman mu yang tampan dan baik hati ini akan mengantarmu kemana pun kami pergi,"

Juju mengangguk-anggukkan kepala.

"Kalau begitu bagus," pujinya. Andri tersenyum bangga mendengar pujian itu, Juju menoleh ke arahnya ,"mungkin nanti paman akan berguna di masa yang akan datang. Sayang nya kali ini aku tak membutuhkan navigasi paman karna aku sudah tahu kemana aku pergi,"

Senyum Andri luntur.

Tak lama kemudian mereka sampai disebuah rumah sakit terbesar di Negara itu. Andri pun tertegun.

"Juju,apa kamu yakin tak salah alamat?,"

"Tidak," jawabnya singkat lalu bergegas turun dari mobil, "terima kasih paman,nanti akan ku panggil kembali jika aku sudah selesai dengan urusanku," pamitnya keluar dari mobil kemudian berlari ke area rumah sakit.

Andri tertegun kembali dengan sikap Juju yang seenaknya terhadapnya persis seperti ibunya.

" Ju-Juju tung..."

'tiiiiin,tiiiiin,tiiin'' bunyi klakson dari belakang terus berbunyi membuatnya mengacak rambutnya frustasi mau tak mau harus menjalankan mobilnya. Namun ia langsung kehilangan jejak Juju.

Ia mendesah frustasi. Apa yang harus ia katakan pada Aulina?, jika dia tahu, dia pasti akan mencingcang tubuhnya habis-habisan.

Saat ini Juju sudah memasuki area rumah sakit, mata nya menggeledah seisi rumah sakit yang besar dan bertekad akan menemukan ayahnya yang bernama Aldan Sanjaya. Namun matanya dibuat takjub sekaligus bangga pada ayahnya yang bekerja dirumah sakit yang sangat besar ini.

' kelak aku pun akan bekerja disini bersama ayah, oh tidak, aku akan membangun rumah sakit besar dengan usahaku sendiri bersama ayah, batin nya.

Bruk ,Juju tak sengaja menabrak seseorang hingga pantatnya mencium lantai.

"Nak,kamu tak apa-apa?,"terdengar suara berat pria yang menanyakan keadaannya.

Juju yang masih mengelus pantatnya yang sakit perlahan mendongkakkan kepalanya, kedua mata mereka saling bertemu, ia memperhatikan setiap jengkal wajah pria itu.

Dari wajahnya, matanya, hidungnya ,bahkan bibirnya sama persis dengan orang yang berada dalam foto yang ada didalam dompet Bubunya.

Apa pria ini adalah ayahnya?pikirnya, jika iya maka dia tak boleh gegabah karena Bubunya pernah bilang kalau ayahnya tak mengetahui kalau Bubunya tengah mengandungnya, ia harus memikirkan sebuah cara.

"Kamu tak apa-apa?,"tanyanya lagi.

"hueeee hu hu hu,"tangisnya pecah membuatnya menjadi pusat perhatian.

tak lama kemudian 2 tangan besar meraihnya lalu mengangkat tubuhnya kepelukan nya.

"Maaf,apa itu sakit?"katanya khawatir.

Juju mengangguk sambil menangis padahal dalam hatinya ia tersenyum penuh kemenangan.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!