Bab 1
Nadia Sukma Wijaya adalah anak kedua dari pasangan Johan Wijaya dan Melia Putri Santoso. Perempuan 24 tahun ini sedang berbunga-bungan kala membayangkan hari bahagianya yang hanya tinggal menghitung hari. Ya, 2 minggu lagi dia akan segera menikah dengan kekasih tercintanya, mereka telah menjalin hubungan selama 3 tahun dan sekarang memantapkan diri untuk melanjutkan hubungan mereka ke dalam ikatan suci pernikahan.
- - - -
Saat ini Nadia tengah dalam perjalanan ke Apartemen tempat tinggal calon suaminya, dia ingin memberi kejutan untuk calon suaminya itu setelah dia Kembali dari pekerjaannya di luar kota dan sebelum mereka menjalani prosesi pingitan. Keluarga mereka masih memegang tradisi pernikahan, salah satunya adalah adat dipingit, dimana para calon pengantin tidak diizinkan untuk bertemu dulu sampai nanti waktunya hari pernikahan.
“tuut..tuut..tuut…” suara sambungan telfon yang tidak diangkat.
“Kenapa mas Al tidak mengangkat telfonku ya? Apa dia sedang sibuk? Tapi bukannya dia bilang hari ini dia sedang libur kerja?” piker Nadia.
“tuut..tuut..tuut..”
“baiklah biarkan saja, aku langsung kesana saja biar jadi kejutan”
Setelah menempuh 45 menit perjalanan, Nadia telah sampai di depan pintu kamar apartemen calon suaminya. Langsung saja dia memasukkan kode kamar yang sudah diketahuinya itu. Saat melangkah masuk, samar samar dia mendengar suara aneh dari salah satu ruangan disana.
“itu suara apa? Kenapa ada suara aneh? Kedengarannya seperti suara perempuan”
Dengan ragu nadia melangkah mencari asal suarah itu, dan ternyata….
“Mas….” Suara Nadia tercekat, badannya membeku di ambang pintu. Air matanya luruh Ketika melihat pemandangan yang menyakitkan itu. Calon suaminya sedang berada di dalam kamar dengan seorang wanita, yang menyakitkan adalah posisinya Aldian berada di bawah sedangkan Wanita itu duduk diatas tubuhnya. Dan mereka dalam keadaan telanjang bulat!!!
“N-Nadiaa..” pekik Aldian kaget karena melihat salon istrinya itu berdiri di ambang pintu kamarnya.
“Nadia.. sayang.. aku bisa menjelaskan padamu” Aldian mendekat kearah Nadia setelah ia memakai celananya dengan terburu-buru. Sedangkan Wanita itu tetap diam diatas Kasur dengan berbalut selimut.
“Apalagi yang mau kau jelaskan? Semuanya sudah jelas mas. Kau berkhianat, kau menyakiti hatiku mas” pekik Nadia.
“sayang…kumohon dengarkan aku, aku khilaf sayang. Aku janji tidak akan mengulanginya lagi. Maafkan aku” pinta Aldian seraya mencobba meraih tangan Nadia.
“cukup mas, jangan sentuh aku dengan tangan kotormu. Kau sudah keterlaluan mas, aku bisa memaafkan kesalahanmu selama ini. Tapi tidak untuk yang satu ini.” Nadia mengusap air matanya dengan kasar.
“aku tak pernah bisa memaafkan pengkhianatan dan aku tidak mau menikah dengan seorang pengkhianat. Jadi, jangan pernah mencariku lagi. Pernikahan kita batal, dan hubungan kita berakhir sampai disini saja!!! Terima kasih atas semua kebahagiaan dan luka yang kau berikan, mas” ucap Nadia kemudian pergi meninggalkan Aldian yang mematung di kamarnya.
“Nad…nadiaa…. Jangan pergi.. kumohon..” ucap Al berteriak karna Nadia sudah keluar dari apartemennya dan dia tidak bisa mengejarkan karna dia tak memakai bajunya.
“aarrrrggghhh…. Sial kenapa jadi seperti ini…” pekik Aldian frustasi.
- - - -
Nadia segera berlari keluar dari gedung apartemen itu dan Kembali pulang ke rumahnya. Sepanjang jalan dia menangis karna terluka dengan dengan perbuatan calon suaminya itu. Selama ini dia sangat mencintai pria itu dan dia selalu berusaha untuk menjaga diri demi orang yang dia cintai, tapi nyatanya malah semua itu dibayar tunai dengan sebuah goresan luka yang sangat menyakitkan.
Sesampainya dirumah dia langsung masuk dan berlari menuju kamarnya tanpa menghiraukan siapapun.
“Nadia, kau sudah pulang nak?” tanya mama Mel.
Tapi nadia tidak menghiraukannya dan terus berlalu ke kamarnya.
“Nadia kamu kenapa? Nadiaa…” teriak mama Mel yang tetap tidak dihiraukan putri bungsunya itu.
“Pah, Nadia kenapa? Mama jadi khawatir, dia pulang dengan menangis seperti itu.”
“papa juga tidak tau ma, bukankah tadi dia pamit mau bertemu calon suaminya?” jawab Papa Johan.
“mama mau lihat Nadia dulu ya, pah. Mama khawatir karna dia tidak pernah pulang sambil menangis seperti itu”
“iya mah, coba lihat dulu. Mungkin dia sengan ada masalah”
Tok..tok..tok..
“Nadia, sayang. Ini mama, nak. Boleh mama masuk?”
“masuk saja, ma. Tidak dikunci kok”
Ceklek..
“kamu kenapa sayang? Ada masalah?”
“mamaaaa….. hiks…hikss…” nadia semakin menangis dipelukan mamanya.
“anak mama kenapa sayang?”
“maa.. pernikahan Nadia batal ma. Nadia tidak mau menikah dengan dia maa”
“kenapa sayang? Apa kalian habis bertengkar?” tanya mama Mel yang terkejut dengan pernyataan Nadia. Karena setaunya Nadia selalu memikirkan keputusan yang akan dia ambil sebelum mengutarakannya kepada orang lain.
“dia…dia….” Nadia semakin menangis
“tenang dulu sayang. Tenangkan dirimu dulu baru kau cerita pada mama” ucap mama Mel menenangkan putri bungsunya itu.
“kau sudah tenang?” tanya Mel pada anaknya yang sudah mulai mereda tangisnya.
“Huffttt…” dengan menaik nafas dalam Nadia menjelaskan pada mamanya apa yang telah dilihatnya tadi. Dan mamanya tampak menahan amarahh sekaligus bersedih atas nasip malang yang menimpa putrinya itu.
“jadi sekarang bagaimana keputusanmu?” tanya Mel memastikan sekali lagi
“maaf ma, aku tidak bisa melanjutkan pernikahan ini. Aku tidak bisa menjalin hubungan sacral dengan pengkhianat mas, aku tidak bisa. Aku sudah terlajur sakit hati padanya.” Jelas Nadia dengan memantapkan hatinya.
“baiklah sayang kalua itu keputusanmu, mama akan bicarakan dengan papa. Sekarang tenang ya. Kamu bersihkan diri dulu, mama akan meminta bibi mengantarkan makanan ke kamarmu. Kamu belum makan siang kan?”
“baiklah ma, Nadia mau mandi dulu”
Setelah keluar dari kamar anaknya, mama Mel langsung pergi menemui suaminya dan menceritakan semuanya. Dan jelas papa Johan sangat menyetujui keinginan putrinya itu karena dia tdiak mau putri tersayangnya itu hidup dengan seorang pengkhianat. Belum menikah saja dia sudah bekhianat bahkan menjelang hari pernikahannya, apalagi setelah menikah nanti. Ia tidak bisa membayangkan akan sehancur apa hati putrinya saat mengetahui kebusukan pria itu setelah mereka menikah nanti.
- - - -
BAB 2
Dua hari telah berlalu dan Nadia sudah bisa memulai aktifitasnya lagi seperti biasanya. Dia adalah seorang desainer dan dia memiliki usaha butik miliknya sendiri. Usaha itu dia rintis dari nol dengan usahanya sendiri, dimulai dari menjual baju secara online sejak dia kuliah, kemudian mulai membuat desain baju sendiri sesuai dengan imajinasinya dan menjalin Kerjasama dengan beberapa pemasok kain serta konveksi untuk membuat baju karyanya sendiri. Dan sekarang usaha butiknya sudah berkembang dan sudah lumayan terkenal di kalangan Wanita.
- - - -
Pagi ini dia memulai harinya dengan ceria, dia bersiap untuk pergi ke butiknya.
“pagi ma..pa..” sapanya pada orang tuanya yang sudah menunggunya di meja makan.
“pagi sayang. Kau akan pergi ke butik, nak?” tanya mamanya sambil menyiapkan makanan untuk suaminya.
“iya ma, aku mau kesana. Aku belom kesana setelah Kembali dari kota S kemarin” jawab nadia.
“kau berangkat sendiri atau diantar supir, nak?” tanya papanya.
“Nadia berangkat sendiri saja, pa. karena nanti Nadia mau ke rumah kak safira juga, sudah janjian mau makan siang dengan kakak.” Jawabnya pada papa johan. Setelah selesai sarapan Nadia pamit untuk berangkat.
“ma.. pa.. Nadia berangkat dulu ya.” Pamit Nadia dengan mencium tangan orang tuanya, tak lupa juga kecupan hangat di pipi papa dan mamanya.
“baiklah sayang, hati-hati di jalan yaa. Dan sampaikan salam mama papa pada kakak mu”
“siap ma..”
Nadia segera memacu pedal gasnya menuju butik miliknya. Setelah menempuh 30 menit perjalanan, sampailah ia di depan bagunan toko yang cukup besar dan iapun segera memarkirkan mobilnya di tempat parkir khusus miliknya. NW Boutique, nama bangunan itu, tempatnya mencurahkan semua ide dan imajinasi liar yang ada dikepalanya dan kemudian diwujdukan dalam bentuk karya desain baju yang modis dan menarik bagi kalangan Wanita. Dari usia remaja, dewasa, bahkan sampai kalangan ibu-ibu pun ada dalam koleksinya itu.
“Halo semuanya…” sapanya pada para pegawainya. Maria dan Rani yang bertugas melayani pelanggan di toko, kemudian ada Bimbim dan Tari yang menjadi tanagn kanan Nadia yang mengurus kerjasama dengan pihak supplier kain dan konveksi. Bimbim juga yang selalu setia turut serta menemani Nadia Ketika meeting dengan klien ataupun pihak supplier dan konveksi.
“Halo mbak Nadia, selamat pagi.” Jawab mereka semua dengan kompak. Mereka memang cukup akrab karna Nadia memperlakukan mereka seperti saudara, bukan hanya sebagai bawahan.
“aku ke ruanganku dulu ya, kalau ada sesuatu kalian katakana padaku. Ohya, nanti siang aku ada janji makan siang dengan kakakku” ucap Nadia pada karyawannya.
“siap mbak, kami akan dengan senang hati melayani para pelanggan toko ini”
Nadia pun melenggang masuk ke ruangannya dan kembali berkutat dengan alat tempurnya. Ya, tentu saja alat tulisnya yang ia gunakan untuk menorehkan goresan indah karya buatannya.
- - - -
Setelah tiba jam makan siang dia pun segera beranjak pergi meninggalkan butiknya menuju kediiaman kakaknya. Kakaknya, Safira Putri Wijaya telah menikah setahun yang lalu dengan kekasihnya, Bara Oktaviano Sanjaya, setelah mereka menjalin hubungan selama 2 tahun lamanya. Dan sekarang kakaknya tengan mengandung buah cinta mereka yang sebentar lagi akan lahir kedunia. Nadia pun tak kalah Bahagia menantikan kelahiran keponakan tersayangnya itu.
Setelah sampai di kediaman kakaknya, penjaga rumah Bara pun mengizinkannya masuk karna sudah tau bahwa itu adik dari Nyonya Mudanya. Setelah memarkirkan mobilnya, Nadia segera masuk ke rumah dan disambut hangat oleh kakak tersayangnya itu.
“siang bumil ku tersayang..” sapanya pada sang kakak.
“siang adikku yang manis. Ayo masuk, kakak sudah menunggumu untuk makan siang bersama.” Ajak safira.
“kak bara tidak pulang untuk makan siang kak?” tanya Nadia karena dia tidak melihat keberadaan kakak iparnya itu.
“tidak, dia sedang ada meeting dan sekaligus makan siang dengan kliennya itu” jawab safira.
“sudah ayo makan, kakak sudah memasakkan ayam bakar madu kesukaanmu” ucap Safira sambil menunjuk makanan hasil masakannya tadi.
“ya ampun kakaaak… kau memang terbaik, tapi sebenarnya kau tidak perlu repot memasakkan untukku. Kakak kan sedang hamil besar, tiak boleh terlalu capek. Apalagi kalau kakak sampai kelelahan karena memasak makanan untukku, huuft. Bisa habis aku dimakan kakak ipar” ucapnya sambil bergidik ngeri membayangkan kemarahan pada wajah kakak iparnya yang dingin itu.
“hahahahaha…. Kau ini ada-ada saja. Kakak tidak mungin kelelahan hanya memasak ayam bakar madu untukmu. Dan lagian mas Bara tidak sejahat itu, dia orang yang sangat penyayang kok. Ya, walaupun dia terlihat dingin dan kaku, tapi dia akan menjadi hangat pada keluarganya.” Jelas safira pada adiknya.
“ya..yaa.. terserah kakak, yang jelas kakak ipar itu pria yang dingin dan kaku. Menyeramkan, hiii”
“yasudah ayo kita makan saja. Kasian ayam nya keburu bertelor lagi dia kalau tidak segera dimakan.” Canda safira pada adiknya.
“haissh, kakak ada-ada saja. Mana mungkin ayam sudah dimasak bisa hidup lagi apalagi sampe bertelor” Nadia menimpali ucapan kakaknya dengan memanyunkan bibirnya.
Mereka berdua pun menikmati makan siang bersama dan sesekali saling bercanda. Setelah selesai mereka pun bersantai di ruang tengah, mereka duduk berdampingan dengan Nadia yang terus membelai lembut perut kakaknya.
“kak, kapan perkiraan kakak akan melahirkan?” tanya Nadia sambil terus membelai perut kakaknya.
“kata dokter perkiraan 3 minggu lagi, dek. Tapi itu bisa mundur bisa juga maju. Tapi sejauh ini kakak belum merasakan kontraksi apapun” jelas Safira pada adiknya.
“aku tidak sabar mau bertemu keponakan cantikku ini, nanti dia akan aku dandani menajdi princess yang sangat cantik. Hehehe”
“iya iya, biar dia tau kalau ontynya ini adalah seorang desainer yang handal dan bisa mengubah upik abu menjadi seorang Cinderella” candanya pada sang adik.
“ooohh tidak tidak tidak, aku akan membuat keponakanku menjadi lebih cantik dari Cinderella atau princess manapun.” Ucapnya menyombongkan diri.
“haiissh, iya terserrah padamu saja. Asal kau tidak mengajari anakku yang bukan bukan.”
“oh iya Nad, boleh kakak minta sesuatu padamu?” ucap safirra dengan raut muka yang mendadak menjadi serius.
"wooo...wooo...wooo... kenapa mendadak jadi serius begini nih?"canda Nadia karna melihat kakaknya yang mendadak serius itu.
"Dek, kakak serius ini.."
“Ada apa kak? Apa yang bisa aku bantu?” tanya Nadia penasaran dengan perubahan kakaknya.
“apakah kau menyayangi anak kakak ini?” tanya safira
“kak, kenapa kau bertanya seperti itu. Jelas lah aku menyayangi keponakanku itu..”
“maukah kau menjaganya jikalau nanti kakak pergi?”
DEG
BAB 3
DEG
“kak.. kenapa kakak bicara begitu?” Nadia terkejut dengan pertanyaan kakaknya, bahkan kini jantungnya tiba-tiba berdetak kencang.
“jawab saja pertanyaan kakak Nad, apakah kau mau menjaga putriku kalau aku pergi nanti?” tanyanya lagi pada sang adik
“kak, jangan bicara sembarangan. Memangnya kakak mau pergi kemana sih?” tanya Nadia dengan jantung yang masih beredetak kencang.
“Nad…”
“iya kak, aku janji akan menjaga putrimu dengan baik dan bahkan aku akan menganggap dia seperti putriku sendiri.” Jawab Nadia
“kakak mohon, berjanjilah bahwa kau akan menjaganya dan menyayanginya. Aku tidak mau dia dijaga oleh orang lain, kakak hanya ingin kau yang merawatnya nanti.” Ucap safira dengan menggenggam kuat tanagn adiknya itu.
“iya, aku berjanji kak. Aku akan merawat dan menjaga putrimu dengan baik, aku akan menyayanginya selayaknya putriku sendiri.”
“terima kasih, dek. Kakak lega sekarang.” Safira memeluk adiknya. Sedangkan nadia masih bertanya-tanya maksud dari permintaan kakaknya itu. Kakaknya akan pergi? Meninggalkan anaknya? Tapi kemana? Kenapa aku sampai harus merawatnya? Ada apa dengan kakak?
- - - -
Menjelang sore Nadia pun pamit ingin kembali ke butiknya untuk melanjutkan desain terbarunya yang belum selesai ia kerjakan tadi.
“kak, aku pamit dulu ya. Kapan-kapan kita makan siang dan ngobrol santai lagi. Aku sangat merindukan momen kita Bersama seperti tadi.” Pamitnya pada sang kakak sambil memeluk.
“iya dek, kapan-kapan kita makan siang bersama lagi yaa”
“yasudah cepat kembali ke butik selesaikan desainmu dan segera pulang. Jangan pulang larut malam yaa.”
“siap kakakku tersayang. Daah…”
Mobil yang dikendarai Nadia pun melenggang pergi meninggalkan bangunan rumah yang cukup mewah itu. Setelah sampai di butik dia langsung menuju ke ruangannya dan menyelesaikan pekerjaannya agar bisa segera pulang ke rumah.
Waktu sudah menunjukkan pukul 7 malam, Nadia pun sudah menyelesaikan gambarnya. Ia pun merapikan Kembali ruangannya dan pergi meninggalkan butiknya. Para karyawannya pun sudah pulang semua, hanya tinggal Bimbim yang setia menunggunya karna dia bertugas untuk menutup dan mengunci butik. Setelah selesai mereka pun Kembali ke rumah masing-masing.
“selamat malam ma.. paa..” sapanya pada orang tuanya yang berada di ruang tengah, tak lupa sambil menyalami tangan dan kecupan lembut dipipi papa mamanya.
“malam sayang, gimana tadi kerjaanya lancar?” tanya sang papa.
“lancar dong pa, semua berjalan dengan baik.”
“lalu bagaimana kabar kakakmu nak?” kali ini giliran sang mama yang bertanya.
“kakak sehat ma, dia terlihat bahagia menanti kelahiran anak pertamanya itu. Tapi ma, pa ada sesuatu yang sampai sekarang mengganjal pikiranku karena ucapan kakak tadi.” Ucapnya sambil Kembali mengingat permintaan kakaknya tadi siang.
Papa dan mama saling pandang untuk sesaat.
“ada apa Nad? Memang kakakmu bilang apa?”
Nadia pun menceritakan pembicaraannya dengan sang kakak tadi siang kepada papa mamanya.
“begitu ma, kan Nadia jadi kaget waktu kakak bilang dia pergi aku harus menjaga anaknya. Memangnya dia mau kemana coba, kenapa anaknya sampai tidak dibawa dan malah aku yang harus merawatnya?” Nadia masih bertanya-tanya dengan ucapan kakaknya itu.
“sudahlah nak, tidak usah mikir macam-macam. Mungkin maksud kakakmu, nanti akan ada saatnya dia menitipkan anaknya padamu karna dia ada sesuatu yang harus dikerjakan dan tidak mungkin membawa serta anaknya.” Ucap mama coba berpikir positif.
“haa, mungkin saja begitu. Yasudah ma..pa.. aku mau ke kamar dulu, badanku rasanya sudah sangat lengket.”
“iya sayang, sana masuk. Mandilah setelah itu kita makan malam bersama.” Ucap sang papa
- - - -
Waktu terus berganti, dan sekarang harusnya Nadia dan Aldian mulai menjalani prosesi pingitan menjelang pernikahan mereka. Karna ini H-1 minggu menjelang hari bahagia itu, namun takdir berkata lain.
“Hufft..” helaan nafas Nadia yang terdengar berat. Ia memandangi kalender di kamarnya. Disitu ada satu tanggal yang berhiaskan lingkaran merah pertanda bahwa itu adalah hari spesial. Ya, itu adalah hari pernikahannya, hari bahagia yang selalu ia impikan. Bisa menikah dengan orang yang dia cintai dan hidup barsama membina keluarga yang bahagia sampai nanti maut memisahkan. Tapi itu semua hanya tinggal kenangan. Dan sejak kejadian penghianatan yang tertangkap basah di apartemen itu, Aldian pun tidak ada kabar sama sekali seakan hilang ditelan bumi. Entahlah, mungkin dia malu untuk menampakkan wajahnya lagi atau bahkan mungkin dia sedang bersenang-senang dengan wanita barunya itu.. Terserah lah..
“ayo Nadia, kamu pasti bisa. Lupakan pria jahat itu. Kamu pasti bisa bahagia walau tanpanya.” Ucap Nadia menyemangati dirinya sendiri untuk bangkit dan move on.
“semangat…”
---
“selamat pagi ma..pa..” sapanya pada orang tuanya sambil mendudukan diri bersiap untuk sarapan.
“pagi sayang..”
“apa nanti siang kau sibuk nak?” tanya sang mama
“sepertinya tidak ada jadwal apa-apa nanti siang. Ada apa ma?”
“mama mau ke butikmu, ingin mengajakmu makan siang bersama. Sekalian ingin melihat baju-baju karyamu. Barangkali saja ada yang cocok dengan mama kan.” Canda sang mama pada putrinya itu
“mama ada-ada saja. Kalau mama ingin baju tinggal bilang saja, aku akan membuatkan yang special untuk mamamku tersayang ini.”
“Cuma mama saja nih yang dibuatkan baju, papa tidak?” tanya sang papa sambil menekuk wajahnya
“oh come on, pa. papa tidak cocok memasang wajah seperti itu. Sungguh menggelikan pa, hahahaha” Nadia dan sang mama tertawa Bersama menertawakan ekspresi sang papa yang dianggap lucu.
“kalian jahat sekali sama papa. Papa ngambek nih..” ancam sang papa dengan memanyunkan bibirnya.
“sudahlah pa, jangan seperti anak kecil.. ingat usia, sudah tua juga masih suka ngambek.” Ucap mama Mel yang semakin membuat bibir papa Johan lebih maju lagi. Dan itu membuat tawa Nadia dan mamanya semakin kencang.
“astagaa… sudah sudah, perut Nadia sampai sakit karna tertawa. Ma..pa.. Nadia pamit berangkat dulu yaa..” pamit Nadia sambil menyalimi tangan mama papa disertai kecupan hangat dipipi mereka.
“hati-hati dijalan ya sayang, nanti siang mama akan berkunjung kesana”
“iya maa. Telfon Nadia kalau mama sudah mau berangkat kesana yaa. Dah mama..papa..”
- - - -
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!