NovelToon NovelToon

Menggenggam Rindu

Part~1

Demian Anggoro

"Sayang, ku mohon jangan pergi. Maafkan aku."

Nampak keringat mengucur di dahi seorang laki-laki yang terlihat masih tertidur di atas ranjang king sizenya.

"Sayang, apa kamu baik-baik saja ?"

Seorang wanita cantik terlihat sangat khawatir sembari mengguncang pelan lengan sang suami agar segera terbangun dari mimpi buruknya.

"Kamu mimpi buruk lagi ?" ucapnya lagi setelah laki-laki itu terbangun lalu menyandarkan tubuhnya di headboard ranjang.

Laki-laki yang bernama Demian itu nampak meraup wajahnya dengan kasar, menghapus sisa-sisa mimpinya yang sering ia alami selama 8 tahun terakhir ini.

"Aku baik-baik saja, tinggalkan aku sendiri." perintahnya yang langsung di anggukin oleh sang istri.

"Ariana, di mana kamu sekarang."

Selama 8 tahun ini Demian memendam perasaan bersalah karena sudah menyakiti wanita yang ternyata diam-diam sudah mencuri hatinya.

Ia sadar selama ini begitu menyia-nyiakan wanita itu dan di saat wanita itu pergi jauh meninggalkannya, ia baru menyadari sudah jatuh cinta padanya.

Disisi lain, di sebuah daerah terpencil jauh dari ibu kota nampak seorang wanita sedang melihat berita pagi di televisi.

Senyumnya nampak sinis ketika melihat wajah laki-laki yang teramat ia benci dalam hidupnya sedang tersenyum bahagia bersama istri dan putrinya di depan wartawan.

Pengusaha sukses yang bernama Demian itu sering menjadi pemberitaan media karena kesuksesannya dalam berbisnis dan berumah tangga.

Kemudian ia segera mengambil remot lantas mematikan televisinya tersebut.

"A-aku hamil." Ariana memandang tak percaya benda pipih bergaris dua di tangannya tersebut.

"Ba-bagaimana ini bisa terjadi, aku harus meminta pertanggung jawabannya."

Dengan langkah tertatih Ariana mendatangi sebuah Apartemen seorang laki-laki yang sudah ia anggap sebagai teman, tapi justru tega merenggut kesuciannya karena pengaruh alkohol pada malam na'as sebulan yang lalu.

Meski malam itu mendung begitu pekat, tapi tak menyurutkan langkah Ariana untuk memperjuangkan hak anaknya mendapatkan pengakuan dari sang ayah.

Ia tidak mau anaknya akan menjadi seperti dirinya yang tidak pernah mendapatkan kasih sayang ayahnya.

Sesampainya di sebuah tower Apartemen yang menjulang begitu tinggi, Ariana melangkah pasti menuju unit paling atas tower tersebut.

Setelah pintu lift terbuka, Ariana segera melangkahkan kakinya keluar. Namun dari kejauhan ia melihat ayah dari janinnya itu nampak sedang berciuman dengan seorang wanita di depan pintu Apartemennya.

"Demian."

Ariana menegang, kemudian ia berbalik badan lantas kembali masuk ke dalam lift.

Meski di luar hujan mulai turun, Ariana tetap saja melangkahkan kakinya menembus derasnya hujan di tengah kegelapan.

"Nak, sepertinya kita tidak membutuhkan ayah lagi. Ibu janji akan melindungi mu sepenuh hati, seperti mendiang nenekmu yang melindungi ibu sampai akhir hayatnya."

Kadang kala pergi itu lebih baik daripada bertahan tapi sakit, begitu juga yang di lakukan Ariana dan dia yakin ini adalah garis hidup yang harus ia jalani.

Seandainya Ariana bertahan dan meminta pertanggung jawaban dari laki-laki itu, Ariana tidak yakin hidupnya dan anaknya kelak akan bahagia. Mengingat bagaimana Demian selama ini yang terkenal sebagai seorang Casanova.

Apalagi perbedaan di antara mereka yang begitu menjulang, Ariana hanya seorang gadis yatim piatu dan miskin. Sedangkan Demian seperti seorang pangeran di matanya dan ini bukan dongeng, pikirnya.

Ariana segera mengusap matanya yang tiba-tiba saja mengembun, bayangan 8 tahun yang lalu selalu menghantui dirinya.

Ingin sekali ia melupakan Demian, namun wajah sang putra begitu mirip dengan laki-laki itu.

"Sayang bangun, sudah pagi. Apa kamu tidak pergi ke sekolah ?" Ariana mengguncang bahu sang putra agar anak lelakinya itu lekas bangun.

Ricko begitu lah Ariana menamai sang putra, bocah berumur 7 tahun itu nampak mengucek matanya yang masih mengantuk.

"Kenapa kamu bangun kesiangan sayang, biasanya anak ibu ini bangunnya sangat pagi bahkan terkadang membantu ibu di dapur." ucap Ariana dengan lembut setelah anaknya itu bangun dari tidurnya.

"Maafkan Ricko buk, hari ini Ricko tidak sekolah." sahut Ricko dengan wajah memelas.

Ariana yang sedang membuka tirai jendelanya, langsung menoleh pada sang putra.

"Memang hari ini libur ?" tanyanya padahal hari ini bukan tanggal merah.

Ricko menununduk sembari menautkan jari-jarinya dan kalau sudah seperti itu Ariana yakin putranya sedang mempunyai masalah.

Ariana melangkah mendekati malaikat kecilnya itu, kemudian duduk di sebelahnya. Di ambilnya kedua tangan mungil bocah kecil itu lalu menggenggamnya dengan sayang.

"Katakan pada ibu, apa Ricko berkelahi lagi di sekolah ?" ucap Ariana lembut namun tegas.

Tanpa berani menatap ibunya, Ricko nampak menganggukkan kepalanya.

"Kenapa Ricko melakukan itu lagi sayang? bukannya ibu sudah bilang berkelahi itu tidak baik, Nak." Ariana masih menggenggam tangan putranya itu.

"Tapi Doni mengolok Ricko terus buk, Doni bilang Ricko anak haram, Ricko tidak pantas berteman dan sekolah di sana. Ricko marah lalu pukul Doni ." bocah kelas 2 sd itu nampak berbicara sambil terisak.

Mendengar ucapan Ricko, Ariana langsung memeluk sang putra. Ariana begitu merasa bersalah, tak seharusnya anaknya itu menanggung kesalahannya dulu.

"Maafkan ibu, Nak."

Ricko mengurai pelukannya, lalu memandang wajah ibunya yang sembab.

"Apa Ricko anak haram buk? kata Doni anak haram itu tidak tahu siapa ayahnya." ucapnya meminta penjelasan.

Ariana nampak menghela napasnya. "Di dunia ini tidak ada anak haram sayang, semua anak terlahir suci dan Ricko juga mempunyai ayah kok." bujuk Ariana.

"Tapi di mana ayah Ricko, buk? kenapa tidak pulang-pulang ?"

"Ayah kamu ada kok sayang, tapi sedang bekerja di tempat yang jauh. Suatu saat pasti pulang, kamu sabar kan menunggunya ?" bujuk Ariana lagi.

"Hm." Ricko mengangguk.

"Baiklah sekarang kamu mandi ya, habis itu sarapan. Ibu akan ke sekolah dan berbicara pada wali kelasmu." perintah Ariana kemudian.

Sembari membuka toko rotinya di teras rumahnya, Ariana nampak memijit pelipisnya yang tiba-tiba nyeri.

"Loh Ricko tidak sekolah, Rin ?" tanya Widya tetangga sebelah rumah Ariana yang sudah ia anggap seperti kakaknya sendiri.

"Dia di hukum mbak, habis berkelahi dengan temannya." sahut Ariana.

"Pasti gara-gara Ayahnya lagi kan ?" ucap Widya.

Ariana menganggukkan kepalanya, memang selama ini Ricko sering sekali menjadi korban perundungan karena status Ayahnya yang tidak jelas.

"Ayolah Rin, ikuti saran mbak. Ayo ikut mbak ke ibu kota, di sana kamu bisa mencarikan sekolah yang lebih baik buat Ricko." bujuk Widya.

Ariana terdiam, kembali ke ibu kota itu sama saja mendatangi masa lalunya. Bagaimana kalau laki-laki brengsek itu bertemu dengannya lagi dan mengetahui kalau Ricko adalah darah dagingnya.

Pasti laki-laki itu akan merampas Ricko darinya dan sungguh ia tak bisa hidup tanpa sang putra yang selalu menjadi penyemangat hidupnya.

"Aku tahu apa yang kamu khawatirkan, tapi ibu kota itu luas. Kamu tidak akan bertemu laki-laki itu lagi, lagipula kamu bisa tinggal di salah satu kontrakan mbak di sana dan membuka toko kuemu kembali." bujuk Widya lagi.

"Akan ku pikirkan, mbak." sahut Ariana sembari menyusun kue-kuenya di dalam etalese.

"Bulan depan mas Herman sudah harus pindah ke kantor pusat, ku harap kamu bisa ikut kami. Kamu tahu sendirikan Ricko paling tidak bisa jauh dari mas Herman." ucap Widya.

"Iya mbak, akan ku pikirkan lagi." sahut Ariana.

Part~2

Demian masih saja bersandar di headboard ranjangnya setelah bermimpi buruk, bayang-bayang Ariana beberapa tahun yang lalu selalu saja berputar di kepalanya bagaikan kaset rusak.

Tidak ada yang buruk dari wanita itu kecuali kemiskinan, Demian yang dulu begitu angkuh dan membenci kemiskinan, kini ia menyesali semua perbuatannya itu.

Nyatanya Ariana yang miskin yang pada akhirnya bisa meluluhkan hatinya, namun di saat ia menyadari betapa berharganya wanita itu.

Ariana telah pergi dan tak pernah kembali lagi, berbagai upaya Demian mencari keberadaannya tapi sampai saat ini belum juga ketemu.

"Maaf tuan, saya mengantar pakaian kerja anda." ucap seorang laki-laki setengah baya yang menjadi kepala pelayan di kediaman Demian.

Demian yang tadinya memejamkan matanya, langsung mengerjap lalu menatap laki-laki yang sudah puluhan tahun mengabdi pada keluarga besarnya itu.

"Nyonya bilang, anda bermimpi buruk lagi. Ini saya bawakan air hangat di campur dengan madu, itu akan menenangkan lambung anda." kepala pelayan tersebut yang di ketahui bernama pak Salim nampak menyerahkan segelas air pada Demian.

"Terima kasih." Demian mengambilnya lalu meminumnya hingga tandas.

"Siapkan pakaian, saya akan segera mandi." perintahnya kemudian.

"Baik, tuan." Pak salim nampak menepuk tangannya lalu datanglah dua pelayan yang membawa beberapa stel pakaian, dasi dan sepatu.

"Silakan tuan." ucap pak Salim agar majikannya itu memilih pakaian sesuai seleranya.

"Saya mau kemeja biru itu dan jasnya, dasinya yang itu dan sepatunya juga yang hitam itu." tunjuk Demian.

Begitulah Demian sejak dulu dia lebih suka di layani oleh pak Salim daripada sang istri, entahlah dia menganggap istrinya itu apa.

Namun sejak pernikahan bisnis yang di atur oleh kedua orangtuanya, Demian tak pernah menganggap wanita itu layaknya istri.

Bahkan kamar tidur mereka pun terpisah, namun jika mereka berada di area publik maka mereka akan sama-sama bersikap layaknya pasangan yang bahagia.

"Daddy ?" teriak bocah kecil bernama Olive ketika melihat sang ayah menuruni anak tangga dengan menenteng tas kerjanya.

"Pagi sayang, anak Daddy mau sekolah. Hm ?" sapa Demian pada putri kecilnya itu.

"Apa Daddy akan mengantarku ?" pinta Olive.

"Daddy sibuk sayang, kamu di antar Mommy saja ya." sahut Demian seraya mendudukkan dirinya di meja makan.

"Benar sayang, biar Mommy yang mengantarmu." sela Monica dengan mengulas senyumnya.

Ia nampak akan menaruh roti di atas piring Demian, namun suaminya itu langsung mengangkat tangan menolaknya.

"Pak salim, bisa oleskan selai nanas itu ke roti saya." perintahnya pada kepala pelayannya yang sedari tadi sudah berdiri tak jauh darinya.

"Baik, tuan."

Melihat penolakan Demian pada dirinya, Monica nampak mendesah kesal. Bertahun-tahun ia mencoba meluluhkan hati laki-laki itu, namun hingga kini belum juga berhasil bahkan sikap Demian semakin dingin padanya.

"Daddy selalu saja sibuk." cebik Olive.

Sedangkan Demian yang sedang memakan sarapannya hanya mengulas senyumnya, lalu mengusap gemas puncak kepala bocah kecil tersebut.

"Silakan, tuan." Victor nampak membukakan pintu mobilnya, ketika melihat atasannya itu keluar dari kediamannya.

"Terima kasih." sahut Demian.

Setelah itu mobil tersebut melaju meninggalkan kediaman yang sangat mewah tersebut, ketika mobil mereka berhenti di sebuah lampu merah, Demian nampak melihat beberapa anak jalanan sedang mengamen di sana dan itu mengingatkannya pada Ariana.

Demian langsung membuka jendela mobilnya setengah, setelah itu ia mengulurkan beberapa lembar uang berwarna merah pada anak-anak tersebut.

Victor yang melihat dari kaca spionnya nampak melengkungkan bibirnya, ia merasa sejak 8 tahun terakhir ini bossnya sudah sangat berubah meski sikapnya lebih dingin tapi jiwa sosialnya sangat tinggi.

Satu bulan kemudian....

Setelah berpikir matang-matang, akhirnya Ariana memutuskan untuk ikut Widya ke ibu kota. Ia yakin ibu kota sangat luas dan tidak akan bertemu lagi dengan laki-laki di masa lalunya tersebut.

"Jadi ini yang namanya kota, buk ?" Ricko nampak terperanga ketika melihat mobil yang berlalu lalang di jalanan.

"Beda ya sama di kampung, adanya cuma motor atau sepeda buat ngangkut padi di sawah." sambungnya lagi.

Ariana nampak terkekeh mendengar tingkah polos putra kecilnya itu.

"Lihat buk, gedungnya tinggi-tinggi banget ya, nanti kalau udah besar Ricko ingin bekerja di sana." Ricko nampak menunjuk beberapa gedung yang menjulang tinggi dari jendela bus kota yang mereka naiki.

Ariana menghela napasnya. "Seandainya saja kamu tahu siapa ayahmu, Nak." gumamnya dalam hati.

Beberapa saat kemudian Ariana sampai di rumah Widya, sahabatnya itu mempunyai beberapa rumah sewaan dan memberikannya satu pintu pada Ariana.

Sungguh Ariana sangat bersyukur mempunyai sahabat seperti Widya, wanita itu juga yang mengajak Ariana ke kampung halamannya 8 tahun yang lalu.

"Terima kasih mbak, entah bagaimana aku bisa membalas kebaikan kalian." ucap Ariana ketika Widya menunjukkan rumah yang akan ia tempati nanti.

"Anggap saja ini untuk menebus kesalahan ku dulu Rin, kalau saja waktu itu aku tidak meminta tolong padamu untuk menggantikan ku kerja di bar, mungkin kamu tidak akan mengalami kejadian itu."

Sampai sekarang Widya masih saja merasa bersalah, gara-gara dia Ariana sampai di perkosa oleh laki-laki brengsek itu dan mengandung Ricko.

"Nggak apa-apa mbak aku sudah ikhlas." sahut Ariana.

"Oh ya, nanti kamu ke rumahnya pak RT ya laporan, sekalian tanyakan sekolahnya Ricko dimana." ujar Widya.

"Iya, mbak." sahut Ariana.

Setelah itu, ia mulai membereskan barang-barangnya,. Sudah ada kasur dan peralatan dapur di sana, jadi Ariana tidak perlu membeli banyak barang lagi.

Sepertinya sahabatnya itu sudah menyiapkan sebelumnya untuknya, lagi-lagi Ariana bersyukur mempunyai sahabat seperti Widya.

Wanita cantik itu berhenti bekerja di bar setelah menikah dengan suaminya yang notabennya orang kantoran, sebelumnya Widya juga sering pulang ke kampung halamannya hanya sekedar untuk menjenguk dirinya dan juga Ricko.

"Nak, kamu tinggal bersama bunda Widya dan Ayah Herman dulu ya. Ibu mau ke pasar untuk membeli bahan-bahan membuat kue besok." Ariana menghampiri Ricko yang nampak sedang bermain mobil-mobilannya di depan tv.

"Ibu tidak lama kan ?" tanya Ricko, sepertinya bocah kecil itu masih merasa asing di tempat barunya.

"Nggak sayang."

Setelah itu Ariana segera mengunci pintunya, lalu mengantar Ricko ke rumah Widya yang berada tak jauh dari sana.

Di sisi lain, sore itu Demian baru keluar dari kantornya. "Langsung pulang, tuan ?" tanya Victor.

"Hm." Demian nampak bersandar di kursinya, wajahnya terlihat begitu kelelahan.

Seharian ini ia menghadiri meeting beberapa kali, kemudian meninjau beberapa lokasi proyeknya.

Ketika mobilnya sedang berhenti di sebuah lampu merah, matanya tak sengaja melihat seorang wanita di seberang jalan yang sepertinya sedang menunggu angkutan kota dengan menenteng beberapa kantong belanjaan.

"Ariana."

Part~3

Sore itu setelah berbelanja, Ariana segera meninggalkan pasar dan berjalan menuju halte untuk menunggu angkutan umum menuju rumahnya.

Nampak 2 kantung belanjaan di tangannya, semuanya adalah bahan-bahan untuk membuat beraneka ragam macam jajanan pasar.

Hanya itu keahlian yang Ariana punya, selama ini ia menghidupi sang putra dengan berjualan kue di kampungnya.

Sebenarnya bisa saja ia mencari pekerjaan di luar rumah, tapi ia kasihan harus meninggalkan putranya seorang diri.

Dan ia bersyukur Tuhan masih memberinya rezeki, meski hanya cukup untuk makan dirinya dan sang putra.

Disisi lain, Demian yang sedang duduk di kursi mobilnya nampak memperhatikan lalu lalang orang berjalan kaki di pinggir jalan.

Di mana di dominasi oleh para karyawan yang sedang pulang dari kantornya sore itu. Ketika pandangannya tak sengaja ke arah seberang jalan, ia melihat seorang wanita sedang berdiri di pinggir jalan dengan beberapa kantong belanjaan di tangannya.

Deg!!

"Ariana."

Di lihat darimana pun, Demian yakin wanita itu adalah Ariana. Ariana mempunyai rambut panjang yang hitam legam dan jika tersenyum maka akan terlihat kedua lesung pipinya.

Tidak mau kehilangan lagi, Demian langsung membuka pintu mobilnya tak peduli lampu traffic light sudah berubah warna hijau.

"Tuan, tuan anda mau kemana ?" Victor langsung panik, namun ia harus segera melajukan mobilnya karena kendaraan di belakangnya sudah saling membunyikan klaksonnya.

Demian nampak berjalan menyeberang dengan melewati beberapa mobil, ia tak peduli beberapa kendaraan tersebut membunyikan klaksonnya bahkan ada yang meneriakinya.

Sungguh ia tak mau kehilangan Ariananya lagi, belahan jiwanya yang sudah membawa separuh jiwanya pergi.

Sesampainya di seberang jalan, Demian sudah tak menemukan Ariana lagi. Ia kehilangan jejaknya, sungguh ia ingin membakar mobil-mobil yang menghalanginya tadi.

"Aku yakin, wanita itu pasti Ariana."

Gumam Demian seraya mengusap wajahnya dengan kasar.

"Tuan, apa anda perlu sesuatu? kenapa anda tiba-tiba keluar dari mobil? itu sangat berbahaya, tuan." Victor terlihat sangat khawatir apalagi ketika melihat wajah atasannya yang terlihat frustrasi.

"Saya tadi melihat Ariana, Vic. Di sini, dia berdiri di sini." ujar Demian dengan raut penyesalan.

Victor nampak menatap iba Demian, setiap melihat wanita yang mirip dengan Ariana, atasannya itu selalu mengejarnya sampai ketemu.

"Mungkin hanya mirip saja tuan seperti biasanya." Victor mencoba menenangkan tuannya itu

"Tidak Vic, saya yakin itu Ariana. Ariana ada di kota ini Vic." tegas Demian yakin.

"Nanti saya pasti akan mencari tahu, tuan. Sebaiknya sekarang anda pulang karena sebentar lagi akan gelap." bujuk Victor.

"Kamu harus segera mencarinya untukku, Vic." titah Demian seraya melangkahkan kakinya menuju mobilnya.

"Baik, tuan." sahut Victor seraya berjalan mengikuti Demian di belakangnya.

Keesokan harinya.....

"Rin, apa kamu sudah ke tempat pak RT ?" Widya segera menghampiri Ariana yang nampak sedang menyusun kue-kuenya di dalam etalese yang terletak di teras rumahnya.

Tinggal di perumahan padat penduduk membuat keuntungan tersendiri bagi Ariana, sedari pagi ada saja yang membeli kue-kuenya meski itu adalah hari pertamanya berjualan.

"Sudah mbak tadi malam, katanya Ricko di suruh daftarkan saja di sekolahan di ujung jalan raya itu melalui jalur prestasi jadi bebas biaya bulanan." sahut Ariana.

"Bagus dong, itu salah satu sekolah favorit di sini dan kebanyakan anak-anak orang kaya yang sekolah di sana dan masalah pembulian kamu jangan khawatir, di sana terkenal dengan toleransi dan sopan santunnya." ujar Widya meyakinkan.

"Tapi prestasi di kampung sama di kota kan beda mbak, iya kalau Ricko bisa lulus tes." Ariana terlihat bimbang.

Ricko yang sedang makan di depan tv, langsung beranjak dari duduknya lalu menghampiri ibunya di luar.

"Ricko bisa buk, Ricko akan belajar yang rajin biar bisa lulus tes." ucapnya menimpali.

"Nah itu Ricko aja semangat, masa kamu tidak Rin ?" bujuk Widya.

Ariana nampak menghela napasnya, kemudian mengulas senyumnya.

"Baiklah anak ibu yang ganteng, besok kita ke sana untuk mengikuti tes." ucapnya yang langsung membuat Ricko senang.

"Kalau begitu Ricko akan belajar sekarang." timpal Ricko dengan semangat, kemudian kembali masuk ke dalam rumahnya.

"Apa dia mirip seperti Ayahnya ?" Widya nampak terkekeh, namun itu justru membuat Ariana melotot padanya.

"Ups sorry, kelepasan." Widya langsung menutup mulutnya sembari menahan tawanya.

Sungguh Ariana akan mendadak berubah seperti singa jika ia membahas ayah dari Ricko, padahal Widya sangat penasaran siapa ayah Ricko yang sebenarnya.

Namun Ariana selalu menutup mulutnya dan menganggap laki-laki itu sudah mati dalam hidupnya.

Sore harinya.....

"Ricko, ikut bunda yuk sayang." teriak Widya dari depan rumahnya Ariana.

Ricko yang sedang membaca bukunya langsung berlari keluar. "Mau kemana Bunda ?" tanyanya.

"Jemput ayah Herman di kantornya, kamu tahu kantor ayah yang baru sangat tinggi loh." bujuk Widya.

Widya sangat menyayangi Ricko begitu juga dengan suaminya, karena sudah beberapa tahun menikah mereka belum juga di karuniai anak.

"Boleh, buk ?" Ricko bertanya pada ibunya yang nampak baru selesai mandi.

"Boleh, tapi janji sama ibu jangan jauh-jauh dari bunda Widya."

"Ashiaap, buk." Ricko memeluk ibunya sejenak, kemudian ia berlalu pergi bersama Widya.

Beberapa saat kemudian Widya nampak memarkirkan motornya di area parkir di kantor suaminya.

Ricko nampak terperanga saat melihat gedung perkantoran itu, ia mendongakkan kepalanya ke atas untuk melihat puncak gedung yang mempunyai puluhan lantai tersebut.

"Anggoro group." ucapnya ketika membaca papan nama gedung tersebut.

"Sayang, bunda kebelet pipis. Kamu tunggu di sini sebentar ya." pinta Widya.

"Iya, bun." sahut Ricko yang sedang duduk di atas motor.

Karena bosan menunggu Widya yang tak kunjung kembali, Ricko nampak turun dari motornya.

Ia mengedarkan pandangannya ke seluruh area gedung perkantoran itu, ia melihat beberapa orang lalu lalang keluar dari dalam kantor tersebut untuk pulang.

"Apa Ricko menunggu ayah Herman di depan pintu kantor itu saja ya." Gumamnya.

Karena rasa penasarannya, Ricko langsung saja berlari ke arah gedung tersebut. Namun sepertinya ia tidak melihat jika ada mobil yang melaju ke arahnya.

Mobil tersebut langsung mengerem mendadak dan sang sopir langsung membuka jendela kaca mobilnya.

"Hei anak kecil apa yang kamu lakukan di sini, ayo pergi dari sini." gertak Victor geram.

Baru kali ini ia melihat anak kecil berseliweran di area parkir kantornya dan dia hampir menabraknya pula.

"Maaf, Om. Ricko sedang menunggu ayah." sahut Ricko sembari menunduk ketakutan.

"Sudah Vic, biarkan saja. Mungkin dia salah satu anak dari karyawan kita." ujar Demian yang duduk di kursi penumpang.

"Baik tuan." sahut Victor.

Demian nampak membuka kaca mobilnya, kemudian memperhatikan anak kecil tersebut yang ia perkirakan seumuran dengan Olive putrinya.

"Sudah tidak apa-apa, lain kali jangan bermain di sini karena banyak kendaraan yang berlalu lalang." ujar Demian.

Mendengar suara Demian, Ricko langsung mengangkat kepalanya lalu menatapnya dan setelah itu ia tersenyum lebar hingga menampakkan kedua lesung pipinya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!