Hari yang nampak cerah. Langit berwarna biru serta gumpalan awan berwarna putih bersih menemani dua anak kembar yang sedang main di pekarangan rumah.
Aryasa dan Aruna. Nama kakak beradik kembar yang tidak identik itu.
"Kakak janji akan selalu ngejagain Aruna," ucap anak laki-laki itu seraya menyatukan ibu jarinya dengan ibu jari Aruna.
Gadis kecil itu merespon dengan senyum manisnya.
"Kalau suatu saat nanti ada orang yang bikin Aruna sedih, kakak akan jadi orang pertama yang ngelindungin Aruna," tambahnya.
"Aku capek! Aku mau pisah!" ucap seorang wanita paruh baya dengan sedikit nada tinggi.
"Hak asuh anak-anak jadi milik aku," tambahnya.
"Nggak! Aruna harus ikut aku," ucap seorang laki-laki dengan tegas.
"Nggak akan aku izinin kamu bawa anak aku," tolak wanita paruh baya.
"Aruna juga anak aku!"
"Udah! Aku capek ribut terus sama kamu. Aku bawa Aruna, dan kamu sama Aryasa." Laki-laki itu langsung menggendong tubuh mungil Aruna dan pergi.
"Ma, adek mau dibawa kemana sama Papa?" tanya Aryasa dengan polos.
Wanita paruh baya itu hanya terisak dalam tangisnya sembari memeluk tubuh Aryasa dengan erat.
*****
Dua belas tahun kemudian...
Brumm....
Suara deruman sekumpulan motor sport yang memasuki SMA Garuda menjadi pusat perhatian para murid perempuan yang langsung berteriak histeris.
Huaa! Warrior!
Warrior!
Minggir woy! Cogan mau lewat!
Para pria yang mengendarai motor itu berhenti dan membuka helm mereka. Membuat para gadis semakin berteriak.
Aryasa ganteng banget!
Bismillah atas izin Allah dan juga restu mama papa, gue siap jadi istri Aryasa di masa depan!
"Satria i love you."
Gantengnya biasa aja woy! Nggak usah over!
Antonio Brian. Biasa dipanggil Nio. Pria tampan yang memiliki wajah dingin, namun banyak sekali menyimpan kehangatan.
Qausar Xiner Alfariz. Kembaran beda ayah dan ibu dengan Nio, alias kembar ketemu gede sama Nio.
Satria Althar Xvarga. Pria yang susah banget ditebak. Pria yang satu ini berbeda dengan Nio dan Qausar. Satria memiliki sifat peduli yang hanya ditunjukkan pada orang-orang tertentu.
Aryasa Xheivariz Damar. Ketua dari geng Warrior. Pria ini mempunyai sifat dingin yang akut, walaupun terlihat dingin dan datar, Aryasa memiliki sifat penyayang yang ditujukkan untuk adiknya, atau lebih spesifiknya adalah kembarannya yang telah terpisah dengannya dua belas tahun yang lalu.
Warrior berjalan masuk melewati koridor menuju ruang kelas mereka. Sepanjang koridor para gadis tak henti-hentinya menatap mereka dengan kagum.
"Enak ya jadi orang ganteng," bisik Nio pada Qausar.
"Di kolong meja gue ada hadiah apa lagi ya? Jadi nggak sabar ke kelas, kalau dapat hadiah handphone lagi lumayan buat si mba," ucap Qausar.
"Majikan yang baik," sahut Nio seraya menepuk bahu Qausar pelan.
Seorang gadis cantik dengan rambut bergelombang berwarna coklat berjalan dengan anggun menghampiri Aryasa dan teman-temannya. "Selamat pagi," ucapnya.
"Selamat pagi Laura," sahut Nio dan Qausar kompak.
Laura menatap Aryasa yang sedari tadi hanya diam, tidak merespon Laura sama sekali, bahkan Aryasa enggan untuk melihat gadis itu.
"Aryasa," panggil Laura.
"Hm."
Laura berusaha lebih dekat lagi dengan Aryasa. Laura pun tak malu untuk menggandeng tangan Aryasa. "Lo udah sarapan?" tanyanya.
Aryasa melepaskan tangan Laura yang menggandeng tangannya. Raut wajahnya terlihat sangat datar, tidak menunjukkan ekspresi sama sekali.
"Guys, ayo," ucap Aryasa dingin.
Bruk!
Seorang gadis tidak sengaja menabrak tubuh Aryasa. Dengan sigap tangan Aryasa menangkap gadis itu agar tidak terjatuh. Membuat kedua mata mereka saling bertemu.
Para murid yang berada di koridor hanya dapat menonton adegan romantis tersebut seraya menyimpan iri dalam hati mereka. Tidak terkecuali dengan Laura yang melihat gadis itu dengan sinis.
Bagaimana bisa seorang Aryasa memberi respon yang sangat sigap pada seorang gadis, apalagi menatap gadis itu dengan lekat.
Gadis itu menjauhkan tubuhnya dari Aryasa. "Ma- maaf, gue nggak sengaja," ucapnya.
Aryasa merapikan seragamnya. Raut wajahnya kembali datar. "Makanya lo kalau jalan tuh pakai mata!" ucapnya penuh penekanan.
Kedua mata gadis itu membulat. Pria yang baru saja menangkap dan menatapnya lekat kini berubah menjadi pria yang ketus dalam hitungan detik. Sangat ajaib "Ya maaf, gue kan udah minta maaf tadi," ucap gadis itu.
"Berani lo ya sama kita?" ucap Laura dengan nada tinggi.
Nio dan Qausar melihat gadis itu dari ujung rambut hingga ujung kaki. "Lo anak baru ya?" tanya Nio.
Gadis itu mengangguk.
"Pantas dia nggak tau kita siapa," ucap Qausar.
"Emang kalian siapa? Sesepuh?" tanya gadis itu polos.
Mata Nio dan Qausar terbelalak saat mendengar pertanyaan bodoh dari gadis itu. Sepertinya gadis itu belum ada yang memberi tau kalau larangan di sekolah ini adalah melakukan kesalahan pada Warrior.
Nio menepuk bahu gadis itu pelan. "Siap-siap jadi mangsa baru ya," ucapnya seolah memberi peringatan pada gadis itu.
Gadis itu menepis tangan Nio dengan kasar.
Gadis itu melihat Satria yang nampak tenang dan tidak bereaksi berlebihan seperti yang lain. "Gue mau ke kelas XII IPA III, lo tau dimana?" tanya gadis itu hati-hati.
"Lo lurus terus belok kiri, kelasnya ada disamping tangga," jawab Satria.
Gadis itu tersenyum. "Oke, makasih ya," ucapnya pada Satria.
Tangan Aryasa menarik tas gadis itu pelan, membuat langkah gadis itu mundur. "Mau kemana lo?" ucap Aryasa dingin.
"Mau ke kelas XII IPA III, lo budek apa gimana sih, nggak dengar?" sahut gadis itu.
Aryasa terperangah dengan gadis yang berada di depannya. Baru kali ini ada seseorang yang berani melontarkan kata-kata seperti itu padanya.
Nio, Qausar dan Satria menahan tawanya sembari bertepuk tangan tanpa suara saat mendengar ucapan gadis itu. Pemandangan di depannya sangat sayang untuk dilewatkan, kapan lagi melihat Aryasa ditentang oleh seorang gadis.
Aryasa menggeram seraya mengepal tangannya kuat, "Cari mati lo!" ucapnya.
Gadis itu menghela berat. "Udah ya para sesepuh, gue buru-buru mau ke kelas. Bye!" ucap gadis itu berjalan meninggalkan beberapa pasang mata yang masih melihat ke arahnya.
"Lo harus ngelakuin sesuatu Yas, tuh cewek harus dikasih pelajaran," ucap Laura seolah ingin menjadi orang paling care dimata Aryasa.
"Nggak akan tenang tuh cewek sekolah disini," ucap Aryasa dingin.
...*****...
...To be continued...
...Jangan lupa untuk meninggalkan jejak setelah membaca ❤️...
...*****...
...~ Aryasa Xheivariz Damar...
...~Aruna Xheivaniz Damar~...
...~ Satria Althar Xvarga ~...
...~ Antonio Brian ~...
...~ Qausar Xiner Alfariz ~...
...~Laura Aquilla Shanice~...
...~Ezlin Shuidase Valerie~...
...~Anselin Flavio Darise~...
...~ Axel Melvino Jansen ~...
...Instagram : mentilestari16...
Aryasa dan teman-temannya masuk ke dalam kelas. Beberapa hadiah nampak berserakan di atas meja mereka.
Aryasa mengambil tempat sampah, lalu membuang seluruh hadiah yang berada di atas mejanya.
Berbeda dengan Aryasa, justru Nio dan Qausar sangat excited untuk melihat isi hadiah tersebut. Qausar membuka sebuah kotak berwarna merah muda berukuran sedang. Kedua sudut bibirnya terangkat lebar ketika melihat isi hadiah tersebut. "Lumayan buat si mba," ucapnya seraya menunjukkan satu buah parfum pada Nio.
"Otak lo si mba terus!" gerutu Nio.
"Emang kenapa? Mba udah baik sama gue, dari kecil si mba ngurusin gue. Apa salahnya kalau gue bersikap baik sama mba," ucap Qausar ketika otaknya sedang berfungsi dengan semestinya.
"Mba pasti bangga sama lo," ucap Satria.
Laura kembali mendekati Aryasa. Gadis ini sangat pantang menyerah untuk mendekati Aryasa, padahal pria itu tidak pernah memberikan respon yang baik padanya.
"Nanti istirahat makan bareng yuk," ucap Laura.
Aryasa menghela napasnya, lalu mengambil earphone dan memasangnya di telinganya. Tak lupa juga ia merubah posisinya untuk membelakangi Laura.
"Tahan Laura, lo nggak boleh nyerah buat ngeluluhin si manusia kulkas dua pintu ini," ucap Laura dalam hati.
Nio menepuk bahu Laura pelan. "Lo nggak cape ngedeketin Aryasa terus? Gue yang ngeliatnya aja udah bosen. Udah dari kelas X lo ngejar dia terus," goda Nio.
"Diam lo!" ucap Laura.
"Dih, ngegas." sahut Qausar.
"Udah udah, itu urusan Laura, kita nggak usah ikut campur," ucap Satria.
"Ah nggak asik, hidup lo lurus doang, Sat," ucap Qausar.
"Satria! Jangan panggil ujungnya doang," ucap Satria.
"Iya, Sat," goda Qausar.
Satria melihat Qausar dengan tatapan membunuh. "Iya Satria," ucap Qausar penuh penekanan.
*****
Kring.. kring..
Warrior berkumpul di kantin. Dimana ada warrior, maka disitulah ada Laura dan teman-temannya.
"Dimana ada lo, pasti ada Laura, heran banget gue sama tuh cewek, kayak nggak bisa jauh-jauh dari lo," ucap Nio pada Aryasa.
"Biarin."
Nio melihat Aryasa yang merespon ucapannya dengan singkat. "Sabar gue punya teman kayak lo," gerutunya.
Seorang gadis berjalan memasuki kantin. Gadis itu membuat pandangan Aryasa mengarah padanya. Tidak hanya Aryasa, tapi beberapa murid yang berada di kantin.
"Cewek yang tadi nabrak lo tuh," ucap Qausar.
"Itu kan cewek yang nabrak Aryasa tadi. Harus gue kasih pelajaran," ucap batin Laura.
Laura bangkit seraya membawa satu gelas es teh miliknya. Ia berjalan mendekati gadis itu. Lalu berpura-pura terjatuh.
Pyur!
Es teh Laura mengenai tubuh gadis itu, membuat seragam gadis itu basah.
"Aduh maaf ya, nggak sengaja," ucap Laura pura-pura.
"Iya nggak apa-apa kok," sahut gadis itu dengan lembut sembari membersihkan seragamnya.
Satria menggelengkan kepalanya pelan. Ia sudah hapal betul dengan sikap Laura, pasti gadis itu sengaja melakukannya untuk mengerjai gadis itu.
Satria bangkit. "Mau kemana lo?" tanya Qausar ketika melihat Satria ingin melangkahkan kakinya.
"Ke toilet. Mau ikut?"
"Cuih, nggak lah. Mau ngapain? Saling lihat?"
"Ya kali aja lo pengen nganterin gue."
"Najis."
Satria berjalan keluar kantin mengikuti gadis itu. "Hey!" panggil Satria sedikit keras.
Gadis itu menoleh.
Satria berlari kecil menghampiri gadis itu. "Lo nggak apa-apa kan?" tanyanya sedikit canggung.
"Lo nanya gini karena lihat gue kena es teh?" tanya gadis itu.
Satria mengangguk.
Kedua sudut bibir gadis itu mengembang. "Nggak apa-apa, cuma kena es teh doang, lagi pula dia nggak sengaja," tambah gadis itu.
"Laura sengaja ngelakuin itu, karena dia nggak suka lihat perlakuan Aryasa ke lo tadi pagi," ucap Satria.
"Aryasa?" ucap batin gadis itu.
"Lo harus hati-hati ya di sekolah ini, hari pertama lo di sekolah ini udah nggak baik," ucap Satria.
Gadis itu tersenyum. "Iya, makasih ya udah ngasih tau gue," ucapnya.
"Kenalin, Satria. Anak kelas XII IPA I," ucap Satria seraya menyodorkan tangannya pada gadis itu.
Gadis itu membalas sodoran tangan Satria dengan hangat. "Aruna. Salam kenal ya," ucap gadis itu.
"Gue harap lo nggak berurusan sama Aryasa dan Laura ya," ucap Satria.
"Tapi lo tenang aja, kalau lo butuh bantuan sesuatu bilang aja ke gue, gue siap bantu lo," tambah Satria.
"Oke. Makasih ya lo orang pertama yang baik sama gue," ucap Aruna terkekeh pelan.
"Gue ke kelas duluan ya, Bye."
"Bye."
Aruna berjalan meninggalkan Satria. Mendengar ucapan Satria, membuat Aruna berpikir, terutama saat Satria menyebutkan nama Aryasa. Apa Aryasa yang dimaksud adalah Aryasa kembarannya yang sudah lama terpisah. Tapi, tidak mungkin di dunia seluas ini hanya ada satu nama Aryasa. Tidak menutup kemungkinan juga kalau Aryasa benar-benar kembarannya. Tapi apa mungkin Aryasa masih mengingatnya? Sial! Pikiran ini jadi menambah beban pikiran Aruna.
*****
Aryasa menyandarkan tubuhnya dipinggir tangga dengan kedua tangan ia masukan ke dalam saku celana.
Aryasa menunggu kehadiran seseorang yang sedari tadi belum melewati tangga tersebut.
Langkah kaki Aruna terhenti sejenak saat melihat Warrior berjejer dipinggir tangga. "Permisi," ucap Aruna dengan kepala menunduk.
Tiba-tiba Aryasa menarik tangan Aruna.
"Apa?" tanya Aruna
"Lo masih bisa nanya?" tanya Aryasa balik dengan dingin.
"Masalah tadi pagi? Gara-gara gue nabrak lo? Gue nggak sengaja, gue kan udah minta maaf," ucap Aruna.
Aryasa tersenyum miring. Ia mendekatkan wajahnya dengan wajah Aruna. "Nggak se-gampang itu."
Aruna menjauhkan wajahnya dari Aryasa. Ia tidak ingin menanggapi pria itu terus. Ia lebih memilih untuk melanjutkan langkahnya. "Bodoamat. Gue udah minta maaf. Dimaafin atau nggak itu terserah lo."
"Pilihan lo cuma dua. Jadi pembantu gue selama satu minggu, atau lo nggak akan tenang di sekolah ini," ucap Aryasa lantang.
Aruna menghentikan langkahnya, lalu menoleh. "Lo pikir lo siapa ngancam gue?"
Aryasa memberikan kode pada Nio dan Qausar untuk melakukan sesuatu pada Aruna.
Nio dan Qausar mengangguk mengerti. Kedua pria itu langsung menyudutkan Aruna ke dinding.
"Lo jangan kasar ke dia," ucap Satria.
"Lo diam!" bentak Aryasa pada Satria.
Aryasa menghampiri Aruna seraya melihat gadis itu dengan tajam. "Pilihan lo cuma dua. Jadi pembantu gue selama satu minggu, atau lo nggak akan tenang di sekolah ini!" tegas Aryasa.
"Gue tunggu jawaban lo besok pagi," tambah Aryasa.
"Ayo guys, cabut," ucap Aryasa pada teman-temannya.
Aryasa, Nio dan Qausar berjalan meninggalkan Aruna yang masih mengatur napasnya yang terengah-engah karena perlakuan Nio dan Qausar padanya.
"Lo nggak apa-apa?" tanya Satria.
"Gu- gue baik-baik aja," jawab Aruna terbata-bata.
"Satria ayo," ucap Nio.
Satria mengelus pundak Aruna dengan pelan. "Gue balik duluan ya," pamitnya.
Aruna melihat punggung Aryasa yang perlahan menjauh. Muncul lagi di dalam pikirannya apakah benar kalau Aryasa yang ia temui saat ini adalah Aryasa kembarannya? Atau hanya mempunyai nama yang sama?
"Aryasa nggak mungkin se-kasar ini sama cewek. Apa dia benar-benar Aryasa kakak gue?" ucap batin Aruna.
...*****...
...To be continued...
...Jangan lupa untuk meninggalkan jejak setelah membaca ❤️...
Aruna berjalan di koridor dengan sangat hati-hati seraya melihat kanan dan kirinya. Ia berdoa semoga hari ini tidak bertemu dengan Aryasa dan teman-temannya.
"Heh! Tengil!" teriak seseorang dengan keras dari arah belakang.
Langkah kaki Aruna terhenti. Ia menggigit bibirnya kuat. Ia sangat mengenali pemilik suara tersebut. Perlahan Aruna memutar tubuhnya, melihat ke arah orang tersebut.
"Gue mau nagih jawaban yang kemaren," ucap Aryasa dingin.
Aruna menguras otaknya untuk memberikan jawaban yang akan membuatnya selamat.
Aryasa memegang tangan Aruna dengan keras. Membuat kulit putih gadis itu memerah.
"Gue kasih waktu tiga detik, kalau lo nggak jawab, abis lo hari ini," ancam Aryasa.
"Kok lo jadi pemaksaan gini sih?"! ucap Aruna melawan.
"Satu.."
"Dua.."
"Tig.."
"Oke. Gue mau jadi pembantu lo," ucap Aruna terpaksa.
Aryasa tersenyum puas. Ia melepaskan tasnya dan langsung melemparkannya ke Aruna. "Bawain tas gue ke kelas," perintahnya.
Nio dan Qausar ikut melepaskan tasnya. "Nih bawain juga," ucap Nio.
Aryasa melihat Nio dan Qausar dengan tajam. "Si tengil cuma boleh ikutin perintah gue, dan tengil khusus jadi pembantu gue," ucap Aryasa.
"Ih! Nama gue bukan tengil. Nama gue itu.." belum selesai Aruna menyebutkan namanya, jari telunjuk Aryasa sudah hinggap dibibir mungil gadis itu.
"Stt! Gue nggak peduli nama lo siapa, nggak ada benefit juga yang gue dapat kalau tau nama lo," ucap Aryasa.
"Lo nggak usah banyak omong, lebih baik lo cepat bawain tas gue ke kelas," suruh Aryasa.
"Kelas lo dimana? Gue kan nggak tau kelas lo," ucap Aruna.
Aryasa menghela napasnya berat. Tak perlu banyak omong lagi, Aryasa langsung menarik pergelangan tangan Aruna. "Ayo ikut gue."
Perlakuan tak biasa Aryasa membuat mata Nio dan Qausar membulat. Untuk pertama kalinya dalam sejarah, mereka melihat Aryasa menarik tangan seorang gadis untuk mengikutinya.
"Sejak kapan Aryasa nggak haram megang tangan cewek?" tanya Qausar bingung.
"Kalau disentuh Laura berasa bukan muhrim, langsung ditepis. Giliran si tengil malah Aryasa yang mulai," ucap Nio.
Di sepanjang koridor menuju kelas XII IPA I nampak ramai, beberapa pasang mata melihat Aryasa yang menggandeng tangan Aruna dengan erat. Tak sedikit dari mereka merasa iri, jangankan untuk digandeng, didekati saja Aryasa sangat susah.
Laura yang melihat kejadian itu nampak kesal. Ia yang sudah jungkir balik depan belakang untuk mendekati Aryasa saja tidak pernah digandeng, kenapa malah anak baru yang membuat masalah yang dekat dengan Aryasa? Sungguh tidak adil!
"Omaygat! Kok bisa Aryasa gandeng tangan tuh cewek?" ucap Ezlin heboh.
"Pemandangan langka banget bisa lihat pangeran kulkas pegang tangan cewek. Ah, sweet banget kayak diwattpad-******* gitu," ucap Ansel.
Laura mendesis. Ia menghentakkan kakinya dengan keras ke lantai. "Sial! Gue nggak terima liat tuh cewek dekat sama Aryasa!"
"Lo tenang aja, gue tau kok cara ampuh yang bikin Aryasa bertekuk lutut sama lo," ucap Ezlin.
"Apa?" tanya Laura penasaran.
"Gue dengar desas-desus kalau Aryasa punya kembaran yang udah pisah lama sama dia, dan Aryasa berusaha cari tau keberadaan kembarannya itu. Jadi, kalau lo bisa temuin kembarannya, pasti Aryasa akan berterima kasih banget sama lo," jelas Ezlin.
Laura tersenyum senang. Otaknya langsung memikirkan cara untuk mencari tau informasi keberadaan kembaran Aryasa.
*****
Aruna melepaskan tangan Aryasa dengan kasar. Ia juga melemparkan tas Aryasa ke meja pria itu. "Udah ya, bye!"
Aryasa kembali menarik tangan Aruna.
"Ih! lo hobi banget sih narik tangan gue!" oceh Aruna.
"Jam istirahat bunyi, lo harus udah stay di depan kelas gue," ucap Aryasa.
Aruna mendesis pelan. "Iya! Nanti gue tunggu di depan kelas. Puas?"
"Udah sana!" usir Aryasa.
"Lo manusia paling ngeselin di bumi!" ucap Aruna penuh penekanan.
Aryasa tersenyum simpul. Ia merasa senang mempermainkan anak baru itu.
*****
Bel istirahat telah berbunyi. Para murid pun langsung merapikan buku mereka dan menuju ke kantin.
Laura bangkit dan menghampiri Aryasa yang tengah sibuk memainkan ponselnya. Perlahan Laura merangkul pundak pria itu. "Kita ke kantin yuk," ajaknya.
Aryasa dengan kasar melepaskan rangkulan Laura.
"Lo nggak ke kantin?" tanya Satria pada Aryasa.
"Lo semua duluan aja, gue nunggu si tengil," ucap Aryasa dingin.
Nio, Qausar, Satria, dan Laura saling melihat satu sama lain.
"Yaudah kita duluan ya," ucap Qausar.
"Hm."
"Ikut dong," ucap Ezlin dan Ansel.
Mereka pun pergi meninggalkan Aryasa yang asyik dengan ponselnya.
Berdasarkan perintah Aryasa tadi pagi, setelah bel istirahat berbunyi, Aruna langsung berlari menuju kelas pria itu.
"So- sorry gue telat," ucap Aruna dengan napasnya yang terengah-engah.
Aryasa melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Pria itu menatap Aruna sinis. "Lo telat lima menit," ucapnya dingin.
"Telat dikit doang," ucap Aruna melakukan pembelaan.
"Dikit? Itu namanya nggak disiplin!" sahut Aryasa.
"Yaudah ayo ke kantin," ajak Aruna.
Aryasa berjalan di depan Aruna. Gadis itu pun menuruti Aryasa dan mengikutinya dari belakang.
Para murid perempuan yang berada di kantin melihat ketampanan Aryasa yang semakin hari makin mempesona.
Aryasa makin dipandang makin candu banget sih
Nggak mau sama cowok cuek, tapi kalau cowoknya kayak Aryasa bisa dibicarakan dulu sih
Aryasa dan Aruna duduk di kursi yang berada di pojok. Nio, Qausar, Satria, Laura, Ezlin dan Ansel melihatnya heran, karena tidak seperti biasanya Aryasa mau makan berdua di kantin. Benar-benar beluk pernah tertulis di dalam sejarah kehidupan Aryasa.
"Pesenin gue bakso sama es teh," suruh Aryasa.
Aruna mendesis pelan. "Ish! Pesen sendiri kek!"
"Nggak usah banyak omong, cepet pesen!"
Aruna menuruti perintah Aryasa dengan terpaksa. Ia bangkit dan berjalan menuju gerai bakso.
Selang beberapa menit akhirnya Aruna mendapatkan bakso yang ia pesan. Dari kejauhan Aruna tersenyum seraya menunjukkan satu mangkuk bakso yang ia bawa.
Prang!
Suara pecahan mangkuk terdengar jelas. Para murid yang berada di kantin melihat ke sumber suara.
Seorang pria menabrak Aruna dan membuat bakso yang Aruna bawa terjatuh.
"Ih! Lo gimana sih jalan nggak liat-liat," omel Aruna pada pria itu.
Pria itu melihat Aruna dengan sinis. "Lo liat nih! Gara-gara lo bawa bakso nggak benar, jadi kotor sepatu gue!"
"Kok nyalahin gue? Lo yang nabrak kenapa malah lo yang marah?" ucap Aruna tak mau kalah.
Aryasa hanya diam melihat perlakuan pria itu pada Aruna.
"Nggak usah banyak bacot! Bersihin!" ucap pria itu.
"Nggak!"
"Bersihin!"
Aruna menarik napasnya panjang, lagi-lagi ia harus menuruti kemauan dari orang-orang emosian di sekolah ini, daripada ia menambah masalah di sekolah ini.
Aruna berjongkok seraya ingin membersihkan sepatu pria itu, tapi seseorang mencegah Aruna untuk melakukan hal bodoh tersebut. "Jangan bego jadi orang!"
Aryasa menarik tangan Aruna, membuat gadis itu berada di belakang tubuhnya.
"Lo nggak usah ikut campur," ucap pria itu pada Aryasa.
Aryasa melihat pria itu seolah ingin menghajar wajahnya. "Emang kenapa kalau gue ikut campur?"
Pria itu malas berurusan dengan Aryasa yang pasti akan berakhir dengan perkelahian yang akan membuntut ke ruang BK.
"Bangsat!" ucap pria itu seraya berjalan meninggalkan Aryasa dan Aruna dengan emosi yang tertahan.
Melihat perlakuan Aryasa yang membela Aruna membuat Laura semakin kesal. "Tuh cewek harus dikasih pelajaran," ucap batin Laura.
"Aryasa dari kemarin kesambet apaan sih?" tanya Qausar.
"The real pangeran kulkas yang mencair," ucap Ansel.
"Kenapa Aryasa jadi kayak gitu ya? Apa jangan-jangan Aryasa.. nggak! nggak! Nggak mungkin," ucap batin Satria.
Aryasa melihat Aruna dengan lekat. Entah kenapa perasaannya menjadi tidak tega saat melihat Aruna diperlakukan seperti tadi oleh Axel.
"Kenapa gue jadi nggak tega ya liat si tengil dikasarin sama Axel?" ucap batin Aryasa.
...*****...
...To be continued...
...Jangan lupa untuk meninggalkan jejak setelah membaca ❤️...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!