...Novel ini karya pertama Author. Banyak kekurangan? Oh, tentu saja. Imajinasi Author dalam menciptakan cerita dan karakter tokoh masih belum begitu berkembang. Karena itu, Author tunggu komen, saran dan kritik dari reader sekalian. Enjoy ya!...
...***...
Perkenalkan namaku Shanum Melodia. Gadis pemilik mata indah berwarna cokelat yang diciptakan sepaket dengan hidung mancungnya, yah ciri khas yang dimiliki orang keturunan Timur Tengahlah. Rambut ikal kemerahan. Kulit Putih, badan tinggi semampai dan dada membusung. Ups!
Terlalu sempurna memang, begitulah kata orang-orang, hingga membuat aku begitu mencintai tubuhku sendiri di setiap incinya.
Aku dengan karakterku yang supel dan periang, tidak sedikit menjadi pusat perhatian siapapun yang melihatnya. Dengan pipi chubby, gigi kelinci, bibir tipis, cukup membuat laki-laki gemas dibuatnya.
Dengan segala kesempurnaan fisik yang aku miliki, ntah sudah berapa banyak laki-laki yang menyatakan cintanya, tapi selalu aku tolak. Dari yang mulai iseng-iseng, yang menjadikan aku sebagai taruhan dan yang memang benar-benar tulus mencintaiku.
Tapi tidak dengan laki-laki yang memiliki mata cokelat dan tanggal lahir yang sama dengan ku, dia menjadi kekasih dan cinta pertamaku. Mungkin karena dia memiliki karakter yang sama juga sifat yang sama. Jadi aku merasa ada kecocokan dan merasa nyaman dengannya.
...~~~...
"Duar...!" Tiba-tiba seseorang membuyarkan lamunan Shanum.
"Eh, lu Shopia ... bikin gue kaget saja!" gerutu Shanum sambil memukul pelan bahu sahabatnya itu.
"Habisnya lu dari tadi bengong terus ngelihatin mading, sampe gue manggil beberapa kali lu nggak nyahut-nyahut. Lihatin apa sih Neng?
"Ini loh beb, pengumuman PKL (Praktek Kerja Lapangan), gue kebagian di Butik daerah Setiabudi," jawab Shanum bingung.
"Terus yang lu pikirin apa sih sampai bengong begitu?" tanya Shopia dengan alis diangkat sebelah.
"Lu tahu kan, jarak dari rumah gue ke Setiabudi itu jauh banget, kalo PP bisa 2 jam baru sampai. Mau gak mau gue harus ngekos. Tahu sendirilah orangtua gue pelitnya kaya apa, bisa-bisa beres PKL badan gue kering kerontang kekurangan gizi, efek dikasih uang cuman cukup buat makan sehari sekali," cerocos Shanum yang diakhiri dengan helaan napas panjang.
"Ah, lu mah lebay," seloroh sahabatnya itu sambil mengajak Shanum masuk ke kelas.
Bagi Shanum, tinggal jauh dari orangtuanya pasti akan terasa berat. Bagaimana tidak, karena dari dia kecil, dia selalu hidup serba kekurangan. Bukan karena orangtuanya tidak mampu, tapi ibunya mendidik dia dengan begitu keras.
FLASH BACK, 11 Tahun yang lalu
"Ampun Ma, ampun...."
"Ampun, Ma.. Sakit...."
Terdengar rengekan dan tangisan Shanum kecil yang begitu menyayat hati. Ayahnya tidak pernah tahu bahwa puteri kecil kesayangannya ini diperlakukan seperti apa oleh ibunya, karena sehari-harinya sibuk mencari nafkah.
Hanya karena meminta uang jajan tak seberapa, tubuh kecil itu harus mendapat pukulan dan kata-kata kasar. Bahkan seperti belum puas, ibunya menyiram Shanum kecil yang bersembunyi di bawah kursi hingga menggigil dan ketakutan.
"Ampun Ma, ampun...," Hanya kalimat ini yang berkali-kali terdengar dari bibir mungilnya. Tidak ada tetangga yang berani membela, karena mereka pikir lebihbaik menghindari berurusan dengan ibunya yang terkenal sangat arogan.
Tak pernah ada yang tahu bagaimana penderitaanya selama ini, karena dia sangat pandai menyimpan semuanya sendirian. Yang orang tahu hidupnya begitu sempurna, selalu terlihat bahagia tanpa pernah terlihat guratan kesedihan sekalipun.
Karena itulah Shanum tumbuh menjadi gadis yang kuat namun perasa. Hatinya amat mudah tersentuh. Meski kalau untuk urusan cinta sangat sulit untuk berpindah ke lain hati. Dia selalu dibayang-bayangi cinta pertamanya. Namun pada satu waktu akan ada seseorang yang bisa memiliki hatinya dengan utuh tanpa terbagi.
...***...
Hari ini cuaca begitu panas, dengan punggung tangannya Shanum mengeringkan keringat yang membasahi pelipisnya. Setiap hari dia harus berjalan kaki, sedangkan jarak dari jalan raya ke rumahnya itu cukup jauh. Bekal dari ibunya tidak cukup untuk dia naik ojek ataupun becak. Tapi dia tidak pernah mengeluh, karena baginya sudah bisa sekolah di tempat yang dia inginkan, merupakan kebahagiaan tersendiri.
Siulan demi siulan menemani langkahnya dari bibir laki-laki yang dia lewati atau yang sekedar berpapasan. Ada rasa risih, terkadang ada perasaan bangga juga. Meskipun pernah satu waktu yang buat dia sedikit shock, ketika dia melewati gang kecil, bokongnya diremas oleh laki-laki yang tidak dia kenal. Sedih, malu, kesal bersatu padu. Itu gara-gara rok sekolah yang dia pakai sudah kesempitan, yang membuat bokong indahnya nampak tercetak begitu sempurna.
"Sialan, gara-gara rok sudah kesempitan, gue jadi korban cowok mesum tadi," umpat Shanum dalam hati.
Ya dia cuman bisa mengumpat sambil berlalu pergi dengan jalan tergesa-gesa. Dia sudah beberapa kali meminta ibunya untuk membelikan rok sekolah yang baru, tapi ibunya masa bodoh.
"Ma, Shanum pulang...," Dengan lemas dia langsung menuju kamar dan membantingkan tubuhnya ke atas kasur. Kamar adalah tempat favoritnya di rumah, baginya tidak ada bagian rumah yang begitu nyaman selain kamarnya. Tapi kali ini dia harus menemui sang ibu, membicarakan mengenai program magang di sekolahnya.
Dengan ragu-ragu Shanum menyapa ibunya lalu duduk di depan sang Ibu. "Ma ...."
"Ada apa Kak? kalau gerak-gerik Kakak aneh kaya begini, pasti lagi ingin sesuatu," jawab Emily tanpa menoleh sedikitpun.
"Awal bulan, Kakak sudah mulai magang Ma. Dan mendapat kesempatan magang di salah satu Butik daerah Setiabudi," ucap Shanum pelan sambil menunggu respon ibunya seperti apa.
"Hah, Setiabudi? Itukan jauh, Shanum. Kenapa kamu gak meminta pihak sekolah mencarikan tempat yang lebih dekat? Makanya punya mulut itu dipakai, bukan cuman iya-iya saja, manut-manut. Percuma kamu jadi ketua OSIS kalau soal beginian saja kamu gak bisa protes!" geram Emily sambil berdiri dan meninggalkan Shanum sendiri.
Shanum hanya bisa menunduk, karena dia sudah tahu bagaimana respon ibunya. Tidak pernah ada kehangatan yang dia dapatkan dari ibu kandungnya seperti teman-temannya.
Dengan wajah ditekuk, dia kembali ke kamarnya. Ya ke kamarnya, karena perutnya yang lapar pun tiba-tiba terasa kenyang.
"Huh...," Hanya hembusan napas yang terdengar dari mulut gadis itu, terselip oleh suara deritan pintu kamarnya. Dan tak lama setelahnya, suara handphone berdering. Dengan mata yang berbinar, dia menerima telepon dari seseorang.
"Sayang... aku kangen," ucap Shanum manja.
"Aku juga kangen kamu sayang, dua minggu lagi hari ulang tahun kita. Ketemuan yuk sambil melepas rindu!" jawab lelaki itu dengan penuh semangat.
Ya laki-laki yang menjadi cinta dan kekasih pertamanya, Abna. Dia dan Shanum hanya bertaut umur satu tahun. Dua-duanya masih sama-sama duduk di bangku kelas 3, hanya saja berbeda sekolah. Shanum di SMK (Pariwisata) Negeri dan Abna disalah satu STM Negeri di kotanya.
"Dua hari lagi aku sudah magang, Na. Kita bakalan lebih susah ketemu nantinya," jawab Shanum dengan suara lirih.
"Ya gak apa-apa, cuman tiga bulan kan Shan? Nanti aku akan mengunjungi kamu ke tempat magang, biar kamunya nggak kesepian," sahut Abna membuat kekasihnya merasa senang.
"Benarkah?" tanya Shanum antusias.
"Iya," jawab Abna singkat.
"Janji?" tanya Shanum kembali.
"Janji," balas Abna.
Dan perkataan janji dari kekasihnya menutup perbincangan mereka di telepon. Baginya Abna Ibrahim sosok yang bisa membuatnya tertawa lepas. Melupakan sejenak, cerita hidup yang baginya terasa menyedihkan.
...***...
Satu koper berukuran besar yang berisi pakaian dan kebutuhan lainnya sudah siap untuk dibawa. Tidak lupa Shanum mengingat dan mengecek kembali, barangkali ada barang yang tertinggal.
Dia menatap kamar yang didominasi warna biru langit dan jendela yang dihiasi origami bentuk bintang dengan berwarna senada. Ya, gadis ini menyukai warna biru. Baginya warna biru selaras dengan karakternya yang periang dan ramah. Tanpa orang lain tahu dia sebetulnya menyimpan banyak kesedihan.
"Ayah, aku pasti kangen Ayah nanti," ujar Shanum manja sambil memeluk sang ayah.
Dia begitu menyayangi ayahnya. Baginya ayahnya sosok pelindung. Andaikan tiap waktu ayahnya ada di rumah dia pasti tidak akan terluka, batinnya.
"Hati-hati ya sayang, kalau nggak ada urusan penting atau mendesak jangan pergi kemana-mana, maaf Ayah dan Mama gak bisa mengantarkan kamu," ucapnya lembut sambil mengelus kepala anak kesayangannya.
"Ma, Shanum pamit ya, nanti Shanum dua minggu sekali pulang," ujar gadis itu sambil mencium punggung tangan ibunya.
"Sebulan sekali aja kamu pulangnya, biar hemat. Dari tempat magang kamu ke rumah itu jauh, harus tiga kali naik kendaraan umum. Boros itu namanya," ketus Emily mengecilkan perasaan putrinya.
"Baik, Ma...," Tanpa panjang lebar Shanum menjawab perkataan ibunya karena takut salah bicara.
"Ya sudah, ini di dalam amplop ada uang buat bayar kost satu bulan ini. Dan ini uang saku kamu buat sebulan, ingat harus dihemat ya. Mama juga bekalin kamu beras, jadi kamu tinggal beli lauknya saja kalau makan," ucap Emily kepada Shanum.
"Iya, Ma. Shanum pamit ya, Ma...Yah...."
Dengan diantar sopir ayahnya, Shanum pergi menuju tempat tujuan ditemani kesedihan yang selalu berpihak kepadanya.
...~~~...
at 07.00 pm
"Selamat malam Kak, saya Shanum yang kemarin sudah nego kamar kost via telpon," sapa Shanum sopan.
Dengan pandangan yang aneh, wanita dewasa di depannya melihat dia dari ujung kepala hingga ujung kaki. Seperti orang jahat yang dicurigai, Shanum sekilas merasa tidak nyaman.
Apalagi saat ini dia mengenakan tanktop yang memperlihatkan dada ranumnya, dibalut dengan jaket jeans belel kesayangannya dan dipadupadankan dengan rok jeans sepaha. Memamerkan kulit bening dan mulusnya. Ya dia pikir, yang punya kosan-nya perempuan jadi tidak perlu memakai baju tertutup.
"Selamat malam, ini adek Shanum ya?" tanya seorang wanita ramah.
"Ah, iya Kak," jawab Shanum.
"Ramah juga ternyata," bisik Shanum di dalam hati.
"Namaku Clara, kamu bisa memanggilku dengan panggilan Kak atau Mbak. Aku juga yang jadi pengawas kamu nanti di Butik. Jadi bersikap baiklah selama di sini," jawabnya tegas dan sedikit terdengar seperti nada ancaman.
"Baik, Kak." Hanya itu yang terucap dari bibir mungil Shanum, karena saat ini dia merasa sudah lelah.
"Aku antar kamu ke kamar yang akan kamu tempati, mari..." sahut Clara pada gadis di depannya.
Dengan sekali anggukan sebagai tanda persetujuan, Shanum mengikuti Clara ke dalam rumahnya yang terbilang sangat luas. Wanita itu mengajak Shanum menuju ke lantai dua. Dan dia membukakan pintu kamar sambil menyerahkan kunci pintunya.
"Hati-hati kalau tidur, pintu harus selalu dikunci, karena ini kos-kosan campur laki-laki dan perempuan," kata Clara sambil memberi kode dengan jempol dan telunjuk, sebagai isyarat menagih uang sewa.
"Oh iya Kak, ini." Shanum menyerahkan uang yang dititipkan Emily kepadanya.
Clara menghitung uang tersebut selembar demi selembar, lantas berlalu pergi dari hadapan gadis cantik penghuni baru di rumah sewanya. Selepas Clara pergi, Shanum masuk ke dalam kamarnya.
"Ah... akhirnya bisa istirahat juga," pekik Shanum sambil merebahkan tubuh letihnya di atas ranjang. Ia mengedarkan matanya ke sekeliling kamar yang baginya lumayan luas dengan harga sewa yang tergolong murah untuk daerah dekat pusat kota.
Tanpa menunggu lama, Shanum mengeluarkan handuk dan peralatan mandi dari dalam koper lalu masuk ke kamar mandi. Menanggalkan tiap helai kain yang menutupi tubuh indah penuh keringat. Tanpa sengaja dia melihat tubuh polosnya di cermin, seperti biasa dia berlenggak lenggok, berputar-putar, melihat setiap lekuk tubuhnya, khususnya bagian payud*ra montoknya. Ia sungguh mengagumi tubuhnya sendiri.
"Hmm... padahal aku kurang apa sih, bibir tipis menggoda, dada ranum, bokong semok tapi nggak sekalipun Abna tertarik untuk menyentuhku. Memegang tanganku saja nggak pernah, apalagi mencium bibirku," ocehannya di depan cermin.
...***...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!