Salju tipis putih berkilau melapis di beberapa titik tempat kota Tokyo. Angin awal musim dingin bertiup, mempermainkan mantel panjang seorang pria berkacamata yang berdiri di puncak menara Tokyo Skytree. Rambut pria itu melambai-lambai, mengekspos wajah tampannya yang datar. Ia memasang earpiece di telinga, lalu mengambil tablet seraya membuka aplikasi CCTV yang terhubung pada sebuah ruangan.
Di tempat berbeda, ada dua pria yang sedang melakukan transaksi gelap di sebuah kamar hotel dekat Tokyo skytree. Tampaknya salah satu dari mereka adalah seorang jaksa, dan satunya lagi adalah anggota parlemen.
"Bagaimana?" tanya pria tua bersetelan jas abu-abu setelah menyerahkan koper yang berisi uang senilai sepuluh juta Yen.
"Aman," jawab pria di hadapannya setelah membuka isi koper tersebut.
"Pastikan semuanya tidak terbukti dan kalian harus melakukan permintaan maaf lewat konferensi pers!" ucap pria tua itu kembali sambil tersenyum culas.
"Itu gampang!" jawab pria yang berprofesi seorang jaksa.
Suara gelas pecah tiba-tiba terdengar hingga mengejutkan dua orang yang baru saja melakukan pemufakatan jahat. Mereka makin terkejut tatkala sesosok pria berpakaian serba hitam dengan topeng yang menutupi mata mendadak muncul di tempat itu.
"Si–siapa kau?" tanya kedua orang itu secara serempak.
"Ckckck ... bagaimana bisa seorang penegak hukum dan seorang anggota parlemen melakukan transaksi kotor seperti ini?" ucap pria bertopeng itu menggeleng-gelengkan kepala sambil bersedekap.
Kedua orang itu tampak panik begitu menyadari sosok yang berada di hadapan mereka saat ini adalah Black Shadow, yaitu pria misterius yang selama dua bulan belakangan ini viral di masyarakat karena berhasil menangkap basah praktik-praktik korupsi di sektor pemerintahan.
Pria berperawakan tinggi tegap itu dielu-elukan masyarakat atas aksinya yang unik dalam memerangkap para pejabat yang terlibat kasus korupsi, gratifikasi maupun suap. Dia jugalah yang sebelumnya menangkap staf anggota parlemen, sehingga terjadi kasus suap yang saat ini terlihat.
Melihat Black Shadow mendekat, membuat anggota parlemen tersebut mengeluarkan pistol dan langsung mengacungkan ke arahnya.
"Siapa yang menyuruhmu masuk ke sini?" ucap pria paruh baya itu dengan wajah angkuh.
"Wow, tak hanya bisa menyuap jaksa, kau juga membawa-bawa senjata api," ucap Black Shadow tanpa getir sedikit pun, "jangan terlalu gegabah! Kalian sedang direkam. Di sini penuh dengan kamera pengintai yang langsung terhubung di seluruh videotron dan juga tayangan live streaming," lanjutnya santai sambil menunjuk ke kiri-kanan dan atas-bawah.
Dua lelaki itu sontak terperangah dengan mata yang berkeliling. Benar. Ada beberapa kamera pengintai yang tertempel di sudut-sudut dinding.
Black Shadow menoleh ke arah jaksa yang terdiam gugup. "Bagaimana ini Pak Jaksa? Tidakkah kau berpikir senjata itu bisa ditodongkan padamu jika aku tidak ada?"
"Itu bukan urusanmu! Tentang apa yang kau lihat, sebenarnya aku cuma berusaha menjebaknya!" Jaksa tersebut beralibi begitu mengetahui aktivitas kotor yang ia lakukan dengan anggota parlemen itu telah disaksikan jutaan masyarakat lewat siaran langsung.
"Jaksa Akimoto, Anda terbukti menerima suap sebesar 10 juta Yen dari Tuan Kensei Abe dan juga melakukan kesepakatan untuk membebaskan staf-nya yang tengah diperiksa. Tuan Kensei Abe, Anda terbukti melakukan korupsi dalam sebuah proyek besar, kemudian menyuap Jaksa Akimoto, dan juga memiliki senjata tajam." Suara dengan efek chipmunk tiba-tiba menggaung di ruangan itu.
Jaksa dan anggota parlemen tersebut lantas menengok ke kiri dan kanan mencari sumber suara itu berasal. Sayangnya, hanya ada Black Shadow yang tengah duduk santai di sofa tempat mereka melakukan transaksi.
"Si–siapa kau?" tanya sang jaksa pada pemilik suara tanpa wujud itu.
Pria yang ternyata tengah berdiri di ketinggian menara itu lantas menjawab, "Aku Mr. White, sang pengendali Black Shadow," ucapnya tersenyum dingin sambil menatap layar videotron yang menampilkan dua pria yang tengah panik.
Black Shadow langsung menendang pistol yang berada di tangan anggota parlemen, dan memuntir tangannya ke belakang serta memblokir pergerakannya hingga membuat pria tua itu tak berkutik.
Di jalanan, orang-orang yang sedari tadi menyaksikan mereka lewat tayangan videotron dan live streaming di internet, tak berhenti memuji Black Shadow karena kembali menangkap pejabat pemerintahan yang berkasus. Tak sedikit dari mereka yang juga mengumpat perilaku tak terpuji sang jaksa dan anggota parlemen.
"Black, lakukan seperti biasa," ucap Mr. White sambil memperbaiki posisi earpiece di telinganya.
"Siap, Mr. White!" Black Shadow langsung melakukan tugasnya dengan mengikat dua pria tadi agar mereka tidak berusaha kabur sebelum polisi datang mengamankan.
Pria yang berada di puncak menara itu bernama Yamazaki Shohei. Dia seorang ketua penyidik Kepolisian Metropolitan yang memiliki kecerdasan di atas rata-rata dan pandai menganalisa setiap kasus-kasus yang sulit dipecahkan. Sedangkan pria bertopeng tadi bernama Matsui Rai, seorang mantan narapidana untuk kasus yang tidak pernah ia lakukan.
Setahun lalu, Rai dijebak kekasih dan sahabatnya sendiri dengan cara menyuntikkan cairan narkotika ke tubuhnya. Tak hanya itu, mereka juga meletakkan narkotika crystal meth di kopernya sehingga ia tertangkap polisi dengan tuduhan pemakai sekaligus pengedar barang ilegal tersebut. Untungnya, Shohei yang tertarik menyelidiki kasusnya, bisa mencium aroma keganjilan atas apa yang menimpa Rai.
Atas sejumlah hasil analisa dan penyelidikan Shohei, akhirnya Rai pun dibebaskan setelah menjalani rehabilitasi. Tak hanya membebaskan dirinya, pria yang menjabat sebagai ketua penyidik di Kepolisian Metropolitan itu juga menawarkan sebuah kerja sama yang bersifat rahasia.
"Saat ini, praktik korupsi sedang marak di lingkungan pemerintahan dan partai. Para pejabat seakan tidak punya malu lagi, mereka saling bahu-membahu menyembunyikan tokoh utama. Sementara kejaksaan dan kepolisian tidak berani mengungkap kasus ini karena akan melibatkan orang nomor satu di negara kita. Hukum kita sedang dibungkam. Aku membutuhkan seseorang yang bisa bekerja sama denganku. Seseorang yang bisa melakukan apa yang tidak bisa kulakukan. Dia yang akan mengungkap hitam dan putih dalam dunia pemerintahan, dan ... aku harap orang itu adalah kau."
Itulah yang diucapkan Shohei ketika mengajak Rai bekerja sama dengannya.
"Jadi, itukah yang membuatmu membantuku bebas?" balas Rai waktu itu.
Shohei menggeleng. "Kau bebas karena kau tidak bersalah. Dan kedua temanmu telah mengakui kalau mereka hanya menjebakmu," jawab Shohei.
Rai mengakui jika pria di hadapannya saat itu sangat berjasa dalam pembebasannya. Di saat pengacara yang disediakan untuknya menyarankan agar mengakui kesalahan yang tidak pernah ia lakukan, Shohei justru bisa membebaskan dirinya dari segala tuduhan. Dinginnya penjara, siksanya mengendalikan diri ketika sedang sakau, perlakuan buruk para sipir yang memandangnya sebagai kriminal, ditambah tekanan para narapidana lainnya yang kerap mengintimidasinya, membuat ia benar-benar merasakan sosok Shohei sebagai pahlawannya yang membebaskan dirinya yang terbelenggu di sana.
"Apa yang harus kulakukan untukmu?"
"Jadilah bayanganku dalam menuntaskan hal-hal yang tidak bisa dikuak oleh penegak hukum!"
Sejak saat itu, kesepakatan antara ketua penyidik kepolisian dan mantan narapidana pun terjalin. Usai mencicipi udara bebas, Rai seakan terlahir kembali sebagai sosok yang baru. Dia yang tadinya sempat merasa terpuruk dan menyerah pada hidupnya sendiri, kini telah bertransformasi dengan karakter baru yang dibentuk oleh Shohei. Ia belajar keras untuk bisa menguasai teknik bela diri, memanjat dinding, berlari cepat dan hal-hal yang menunjang keselamatannya saat hendak melakukan sebuah misi dari Shohei. Sebab, lawan mereka adalah para penguasa di negara itu.
Melalui penyelidikan dan bukti kuat yang didapatkan Shohei, Rai berhasil membuka kedok beberapa pejabat dengan menayangkan secara langsung di depan publik. Sementara, Shohei hanya memantau semuanya dari atas gedung tinggi dan memastikan polisi datang setelah Rai selesai menjalankan misinya.
Selama misi berlangsung, keduanya menggunakan nama samaran agar identitas mereka tetap terjaga. Mr. White untuk Shohei, dan Black Shadow untuk Rai. Tak hanya itu, Black Shadow juga kerap meninggalkan kelopak bunga camelia berwarna merah selepas melakukan aksinya.
"Bunga camelia dilambangkan sebagai tanda cinta, kesetiaan, dan keabadian. Tebarkanlah kelopak bunga ini sebagai tanda jejakmu," ujar Mr. White ketika Black Shadow pertama kali melakukan aksinya.
"Baik. Aku akan selalu setia padamu sebagai bayangan!" ucap Black Shadow sambil membungkuk.
Sosok penting Mr. White yang berada di belakang Black Shadow selama ini tidak diketahui publik, sehingga publik mengira Black Shadow bekerja sendiri dalam mengungkap kasus-kasus pemerintahan yang sulit untuk diungkap oleh penegak hukum.
Sekarang, Black Shadow pun bergegas meninggalkan hotel itu kemudian menemui Mr. White yang menunggunya di puncak menara Tokyo Skytree seperti biasa. Ia memicing tajam tatkala menyadari ada seseorang sedang mengikutinya. Tampaknya, dia adalah seorang jurnalis dari salah satu siaran berita teraktual.
Black Shadow langsung berlari cepat menghindari kejaran jurnalis tersebut. Sesuai peringatan yang sering Mr. White cetuskan bahwa tak boleh ada satu orang pun yang mengetahui identitas mereka.
Di waktu yang sama, seorang gadis cantik dengan penampilan yang feminin baru saja keluar dari kamar hotel bersiap untuk pergi. Ketika hendak menutup pintu, tiba-tiba ia tersentak begitu seseorang mendorongnya masuk ke kamar. Gadis itu melebarkan matanya melihat sosok bertopeng yang tak dikenalinya berada di kamar tempatnya menginap.
"K–kau siapa? Kenapa kau masuk di sini!" ucap gadis itu memasang wajah terkejut.
"Ssssttttt!" Pria bertopeng itu tak menjawab pertanyaannya. Malah meletakkan satu jari di bibirnya, mengintruksikan agar ia tak bersuara.
Bukannya diam, gadis bermata bulat itu malah kembali berceloteh, "Aku tanya, siapa kau? Kenapa berani-beraninya masuk ke kamarku?" Ia melihat penampilan pria asing di hadapannya dari ujung kaki hingga ujung rambut. "Jangan-jangan kau pencuri! Kau mau mencuri di hotel ini, kan! Cepat keluar sekarang, kalau tidak aku akan memanggil—"
"Diamlah, Cerewet!" ucap pria misterius itu seraya menyeringai.
Hening menguasai selama beberapa detik. Pria yang berada di hadapannya itu membuka pintu dengan pelan, mencoba mengintip keadaan sekitar. Tampak si jurnalis itu masih berada di sekitar koridor sambil memegang kameranya.
"Dia di sini! Orang itu bersembunyi di sini!"
Teriakan gadis berambut panjang itu yang sontak membuat Black Shadow terkejut. Mata gelap pria itu berkilat tajam. Namun, bukannya takut mendapat tatapan seperti itu, ia malah kembali berteriak.
"Dia ada di si—"
Gadis itu tak dapat melanjutkan ucapannya tatkala Black Shadow mendorong tubuhnya ke dinding dan menekan bibirnya dengan sebuah ciuman yang buas. Pupil mata gadis itu membesar seiring ia mencoba mendorong pria misterius di hadapannya itu. Sayangnya, tak dapat ia lakukan karena kedua tangannya dicekal di atas kepala.
Black Shadow menjauhkan bibirnya dari bibir gadis itu secara perlahan. Ia menarik sudut bibirnya ke atas, memberi senyuman yang mematikan sebelum akhirnya pergi begitu saja dengan meninggalkan kelopak bunga camelia berwarna merah, yang menjadi jejak kehadirannya di setiap aksi.
.
.
.
Visual Pemeran Inti
Rai Matsui (Black Shadow)
Shohei Yamazaki (Mr. White)
Yuriko Aizawa
Seina Matsumoto
Ryo Matsui
Kei Ayano
.
.
.
Catatan author ✍️✍️✍️
Halo, saya Aotian Yu ini novel kelima yang berada di platform ini. Oh, iya, dua karakter di novel ini diambil dari karakter pendukung dari dua novelku sebelumnya ya. Shohei di novel Gomen, Aishiteru dan Rai di novel Always remember. Tapi, jalan cerita di novel ini bukan sambungan dari dua novel itu. ini kisah baru ya, gays. Meskipun begitu karakter mereka masih related dengan dua novel sebelumnya.
Visual di atas adalah visual aktor/aktris Jepang yang mendukung imajinasi saya. Jika tak menyukai wajah-wajah Asia, silakan bayangkan imajinasi masing-masih. Jangan RASIS di kolom komentar saya🙏
Terima kasih untuk pembaca setia yang masih mengikuti. Saya butuh respon dari kalian atas novel ini 🙏🙏🙏
Arigatou gozaimasu.
Gadis itu terdiam membeku dengan kedua bola mata yang tidak bergeser sedikit pun. Ia menyentuh bibirnya sendiri seiring ingatannya mundur pada kejadian beberapa menit lalu. Hal gila apa ini? Seorang pria asing masuk di kamar tempatnya menginap, lalu mencium bibirnya tanpa bisa ia tolak? Lebih gilanya lagi, hal itu terjadi saat ia akan bertemu dengan pria yang dicalonkan untuknya!
Di tengah perasaan yang masih terguncang, tiba-tiba ponselnya berdering memberi tanda sebuah panggilan masuk. Ia yang sempat mematung, bergegas merogoh tas untuk mengambil ponsel. Rupanya panggilan itu berasal dari ayahnya.
"Moshi-moshi."
"Seina-chan, kau di mana? Bukankah kau bilang menginap di hotel ini?"
"Ya, Papa. Gomen, aku akan segera ke sana," ucap gadis yang ternyata bernama Seina itu. Ia menutup telepon dan bergegas menemui ayahnya di restoran yang masih satu gedung dengan hotel tempatnya menginap.
Di sisi lain, Rai menemui Shohei yang telah menunggunya di puncak menara Tokyo Skytree. Mereka selalu janjian bertemu di sana selesai melakukan misi. Setibanya di tempat itu, Shohei langsung menyambutnya dengan menunjukkan sebotol minuman alkohol.
"Sampanye!" ujar Shohei yang telah tahu betul minuman favorit Rai.
"Arigatou." Rai mengambil botol tersebut, bergegas membuka penutupnya lalu menenggak dengan penuh nikmat.
"Selamat, ya! Kau telah menjadi idola publik," ucap Shohei yang memosisikan duduk di samping Rai.
"Apakah itu hal yang istimewa?" cibir Rai seraya tersenyum masam.
Ya, kenyataannya apa yang ia lakukan selama dua bulan terakhir itu bukanlah atas kemauannya. Meski telah lima kali berhasil meringkus para koruptor dengan cara-cara unik, ia tak pernah tertarik dengan pekerjaan barunya ini. Bisa dikatakan, dia hanya meminjamkan raganya pada Shohei untuk siap dikendalikan kapanpun.
"Lama-lama kau akan menikmati pekerjaan ini," ucap Shohei sambil melihat hiruk pikuk suasana malam di kota Tokyo.
"Kadang-kadang aku heran, kenapa bukan kau saja yang melakukannya sendiri? Kau adalah polisi. Orang-orang akan mengelu-elukan dirimu dan kau pasti akan cepat naik pangkat bahkan mungkin bisa menjadi menteri jika berani mengekspos kasus korupsi yang dilakukan para pemerintah."
"Untuk kasus korupsi, polisi hanya berperan menyelidiki di awal kasus. Hasil penyelidikan masih harus diserahkan ke kejaksaan sebagai bahan pertimbangan apakah investigasi akan berlanjut. Sementara, kau bisa lihat sendiri, kan? Kejaksaan sudah mulai bisa dikuasai. Aku tidak gila hormat atau pujian, apalagi gila pangkat. Aku hanya ingin melaksanakan tugas sebagai penegak hukum, meskipun itu melalui dirimu. Dengan membuka kedok mereka di depan publik, hukum tidak bisa dimanipulasi lagi," jelas Shohei. Ia melihat ke arah jam tangannya, lalu tersentak seketika. "Astaga, aku lupa! Aku harus pergi ke tempat tadi!" ucapnya sambil menyimpan kacamata dalam saku.
"Apa yang mau kau lakukan di sana?" tanya Rai seraya menenggak habis isi botol alkohol.
Shohei menahan senyum. "Menteri Kehakiman ingin memperkenalkan putrinya padaku. Aku tidak enak menolak ajakannya."
"Wuah ... apa itu semacam kencan buta yang dijodohkan?"
"Mungkin. Huft ... entah kenapa tiba-tiba aku jadi gugup begini. Jujur, aku sangat payah dalam hal percintaan. Terakhir aku menjalani hubungan dengan wanita sekitar tujuh tahun yang lalu," kenang Shohei sembari menetralkan detak jantungnya yang mulai berpacu cepat.
Rai tercungap seketika. "Hah? Tujuh tahun yang lalu? Dan kau sama sekali tidak dekat dengan wanita manapun selama itu?" tanyanya memasang wajah tak percaya.
"Sudah kubilang aku sangat payah masalah percintaan dan wanita. Oh, iya, aku harus pergi sekarang. Jangan sampai mereka menungguku terlalu lama! Jika kau butuh apa pun, katakan saja padaku! Sampai jumpa pada misi selanjutnya!" ucap Shohei terburu-buru.
"Oke. Ganbatte ne!" teriak Rai sambil tersenyum.
Rai menengadahkan kepalanya menatap langit pekat di mana tak satu pun bintang terlihat. Ia menyadari hubungan antara mereka kini makin dekat layaknya sepasang sahabat. Shohei memperlakukan dirinya dengan sangat baik. Pria itu menyediakan tempat tinggal dan segala kebutuhannya.
Lucu, dulunya ia hanyalah seorang penipu ulung yang berpendidikan tinggi dan tak pernah memedulikan apa pun selain uang. Dia pun sangat anti berurusan dengan polisi. Namun, siapa sangka dunia bisa memutar balikkan keadaan. Kini dia malah bekerja sama dengan polisi. Lebih lucunya lagi, ia bertransformasi sebagai pahlawan masyarakat dalam mengungkap kejahatan para tikus berdasi.
Meski secara karakter, mereka bagaikan langit dan bumi. Bahkan masalah percintaan pun sangat berbanding terbalik. Shohei adalah pria berusia tiga puluh dua tahun yang tidak pernah menyentuh wanita, sebaliknya Rai adalah seorang casanova berusia dua puluh sembilan tahun yang telah tidur dengan banyak wanita tanpa pernah melibatkan hati. Namun, mereka punya kegagalan cinta yang sama di masa lalu.
Sejujurnya, ia tak mengerti kenapa Shohei memilihnya sebagai partner. Namun, sejak enam bulan dikendalikan oleh pria berkacamata itu, ia telah mengubah gaya hidupnya menjadi lebih baik. Tak lagi menipu, tak berjudi, apalagi bermain wanita.
Seina masuk ke toilet untuk memeriksa penampilan sebelum menemui lelaki yang direkomendasikan ayahnya. Ia terkejut begitu melihat lipstiknya sedikit luntur dan sebagian keluar dari garis bibir. Tak ayal, ia pun langsung memekik kesal mengingat pria misterius yang baru saja menciumnya secara paksa.
Tak membutuhkan waktu lama untuk Shohei tiba di gedung tempat Rai melakukan aksinya tadi. Gedung berlantaikan 45 itu, terdiri dari hotel, tempat pertemuan, tempat acara, serta restoran mewah untuk kalangan atas.
Saat memasuki gedung, terlihat beberapa wartawan yang datang meliput lantaran baru saja terjadi aksi penyergapan yang dilakukan oleh Black Shadow. Seorang jurnalis dari siaran berita ternama tampak mendengus kesal. Bagaimana tidak, saat mengetahui Black Shadow melakukan aksinya, ia buru-buru datang ke sini berharap bisa memotret sosok pria bertopeng itu secara eksklusif. Sayangnya, ia malah kehilangan jejak pria misterius itu.
Shohei berusaha menghindari wartawan dengan melewati tempat yang berbeda. Sialnya, ia malah kebingungan karena tidak tahu di mana restoran yang akan menjadi tempatnya bertemu dengan anak dari menteri kehakiman.
Shohei melirik ke arah Seina yang hendak masuk ke lift. Dengan ragu, ia menghampiri wanita itu.
"Summimasen, apa Anda tahu di mana letak restoran di gedung ini?"
"Ada di lantai tiga puluh satu. Kebetulan saya juga akan ke sana," jawab Seina menunduk sopan.
"Arigatou gozaimasu." Shohei membungkuk, lalu berkata, "kalau begitu berarti tujuan kita sama."
Sempat kikuk, ia pun mempersilakan gadis itu masuk lebih dulu ke dalam lift. Selama berdua di lift, mereka hanya saling diam. Meskipun begitu, Seina justru mencuri-curi pandang ke arah Shohei. Di penglihatannya, pria yang berdiri di sampingnya itu begitu berwibawa, dengan wajah yang terlihat bersih dan terawat, apalagi di dukung bentuk tubuh yang proposional sebagai seorang pria. Sangat sesuai dengan kriteria pria idamannya selama ini.
Denting lift berbunyi beriringan dengan pintu yang terbuka, mereka telah sampai di lantai tiga puluh satu di mana restoran mewah itu terletak. Pelayan langsung menyambut keduanya dengan ramah.
"Ada yang bisa saya bantu? Apakah kalian ingin ruangan khusus?" tanya pelayan yang mengira mereka sepasang kekasih.
Shohei dan Seina saling melirik sebentar, kemudian serentak menjawab, "Saya mencari ruangan yang telah di-booking Tuan Matsumoto."
Jawaban sama yang mereka lontarkan membuat Shohei dan Seina kembali saling menoleh dengan tatapan terperanjat.
shohei
Seina
.
.
.
Oh, iya, di sini yang jadi pemeran utama Shohei dan Rai ya, gak ada yang mendominasi. keduanya punya peran penting dalam novel. aku kasih tahu ini biar ga ada pertanyaan-pertanyaan seperti di novel-novel sebelumnya.
Mau nanya nih gays, apa yang paling kalian ingat dari Rai, dan apa yang paling kalian ingat dari Shohei? Komeng ya!
"Kalau begitu mari saya antarkan!" ucap pelayan sambil mengarahkan Shohei dan Seina menuju ruang VIP yang telah di-booking untuk mereka. Tampaknya suasana canggung membelenggu kedua orang itu. Terbukti mereka berusaha mengalihkan pandangan meski sedang berjalan beriringan.
"Ini ruangannya." Pelayan itu membungkuk sopan seraya menunjuk tempat yang telah di-booking ayah Seina.
Masih canggung satu sama lain, Shohei dan Seina kembali saling melirik.
"Silakan Nona masuk lebih dulu!" ucap Shohei dengan senyum yang kaku.
Seina lalu membuka pintu ruangan itu. Keduanya sama-sama terkejut karena ternyata ayah mereka sedang asyik mengobrol di dalam sana.
"Oh, mereka datang bersamaan!" ucap Tuan Matsumoto, ayah Seina yang menjabat sebagai Menteri Kehakiman. "Apakah kalian sudah saling mengenal sebelumnya?" tanyanya tampak senang.
"Kami bertemu di lift secara kebetulan," jawab Seina sambil duduk di samping ayahnya.
Shohei pun turut duduk di samping ayahnya yang merupakan seorang pensiunan jenderal dan pernah menjabat sebagai Kepala Kepolisian Nasional.
"Ottousan, kenapa kau juga ada di sini?" bisik Shohei.
"Aku harus memastikan kau datang!" jawab Tuan Yamazaki.
"Yamazaki-san, kenalkan ini anakku satu-satunya, dia kuliah di jurusan hukum. Usianya juga baru dua puluh dua tahun. Kuharap kau bisa menjaganya. Aku sudah terlalu tua, maka dari itu aku ingin memastikan dia menemukan pria yang tepat."
Mata Shohei refleks membesar ketika Menteri Kehakiman memintanya untuk menjaga putrinya.
"Matsumoto Seina," ucap gadis di hadapannya sambil menunduk sebagai salam perkenalan.
"Yamazaki Shohei," balas Shohei sambil ikut menunduk.
"Yamazaki-san adalah ketua penyidik Kepolisan Metropolitan lulusan Universitas Oxford. Dia sangat cerdas dan berprestasi," tutur Menteri Kehakiman pada anaknya.
"Anda terlalu memuji, Tuan." Shohei buru-buru berkata sambil menunjukkan wajah malu-malu.
"Apa pendapatmu tentang Yamazaki-san, Seina-chan?" tanya Menteri Kehakiman pada putrinya.
"Dia ...." Seina memberanikan diri menatap Shohei yang duduk di hadapannya. "Dia pria dewasa yang berwibawa, baik, ramah dan sopan," ucap Seina dengan rona merah di pipinya.
"Sudah kubilang anakku pasti akan menyukai anakmu," ucap Menteri Kehakiman pada ayah Shohei sambil tertawa senang. "Kau sendiri bagaimana? Apa pendapatmu tentang putriku?" Menteri Kehakiman melempar pertanyaan pada Shohei.
Shohei menatap Seina yang menunduk malu-malu seraya mengulum bibir sendiri seakan tak sabar menanti jawabannya.
"Menurut saya, Matsumoto-san gadis yang cantik. Untuk yang lainnya, saya belum bisa menilai karena kami baru bertemu di sini," ucap Shohei secara gamblang.
"Ini yang kusuka darimu!" tunjuk Menteri Kehakiman sambil terkekeh, "kau selalu memiliki penilaian yang jujur dan tidak suka menerka-nerka!" Tampaknya Menteri Kehakiman begitu terkesan dengan kepribadian Shohei.
"Shohei mengabdikan waktunya untuk mengusut setiap kasus yang membuatnya penasaran. Aku sempat khawatir karena dia tak pernah membawa seorang wanita. Tapi begitu mendengar jawabannya tadi, hatiku sedikit lega setidaknya dia masih tahu gadis cantik," imbuh Tuan Yamazaki yang ikut tertawa.
Kedua pria tua itu kembali tenggelam dalam perbincangan dunia politik. Mereka membahas mengenai Menteri Kehakiman yang akan segera pensiun dan rumor yang berembus jika posisinya akan digantikan oleh Megumi Jun, senior Shohei yang sekarang sedang mengambil studi lanjutan di Harvard.
Di tengah obrolan kedua ayah itu, Shohei dan Seina justru hanya saling bertatap-tatapan tanpa berkata apa pun. Hanya segaris senyum malu-malu yang terulas dari bibir mereka. Tampaknya, mereka saling tertarik satu sama lain.
"Apa kita sudah bisa menetapkan tanggal pertunangan kalian? Karena aku tahu Yamazaki-san sangat sibuk, jadi lebih baik kuserahkan padamu untuk memilih waktu yang tepat. Jika kalian sudah bertunangan, aku tidak keberatan jika kau ingin membawa Seina tinggal bersamamu," ucap Menteri Kehakiman secara tiba-tiba.
Hal itu tentu membuat Shohei terkesiap. Raut wajahnya berubah seketika, seakan menolak usulan pertunangan yang hendak dilaksanakan secara mendadak.
Shohei memperbaiki posisi duduknya, lalu berkata, "Ano ...."
"Papa, Akan lebih baik jika pertunangan dilaksanakan setelah kami sudah saling mengenal lebih jauh." Seina langsung mengemukakan pendapatnya di saat Shohei baru saja hendak bersuara, lalu menoleh ke arah pria itu lalu berkata, "bukankah begitu, Yamazaki-san?"
Shohei buru-buru menjawab. "Saya setuju dengan saran dari Matsumoto-san," ucapnya menunduk.
Seina menatap Shohei yang tampak bernapas lega. Sebenarnya, ia menolak usul ayahnya karena melihat ekspresi ketidaksetujuan yang ditunjukkan pria itu.
"Ya, sudah. Biarkan mereka saling mengenal lebih dekat. Tidak perlu buru-buru," ucap ayah Shohei sambil menuang anggur putih di gelas bertangkai.
Usai makan malam bersama, Shohei pun mengantarkan Seina ke kamar hotel. Seina menginap di hotel itu karena besok akan ada acara seminar kampus yang diselenggarakan di gedung itu. Begitu sampai di depan pintu kamar, Seina membungkuk di hadapan Shohei.
"Arigatou gozaimasu, telah mengantarku sampai di sini."
"Tidak masalah," balas Shohei. Sempat terdiam beberapa detik, ia pun pamit kepada Seina, "Kalau begitu ... sampai jumpa kembali."
Ketika Shohei hendak pergi, Seina langsung berkata, "apa kau tidak ingin bertukar nomor kontak denganku?"
Shohei tersentak, lalu merogoh saku dan mengambil ponselnya dengan cepat. "Jika ... Matsumoto-san memperbolehkan."
"Seina. Mohon panggil nama depanku!" pinta Seina seraya menunduk sopan.
Mata Shohei membulat diikuti detakan jantung yang tak normal.
"S-seina-chan ...," panggilnya dengan nada gugup.
"Ya, Shohei-kun." Seina mengulas senyum manis yang membuat pria itu salah tingkah.
Shohei memegang cuping hidung lalu berpindah cepat ke cuping telinganya. "Seina-chan, begini ... aku ini sedikit aneh. Kuharap kau tidak salah paham denganku. Aku ... sangat kaku dan gugup jika berhadapan dengan wanita yang kusukai. Aku tidak pandai berkata-kata ... semacam merayu atau bersikap romantis. Jadi, mungkin ini bisa menjadi bahan pertimbanganmu jika ingin menjalin hubungan denganku," ucapnya terbata-bata.
"Syukurlah!" ucap Seina sambil melebarkan senyumnya.
"Eh?" Shohei mengernyit heran.
"Kaku dan gugup di hadapan wanita yang kau sukai." Seina mengulang ucapan Shohei, "itu artinya ... kau menyukaiku, kan?" tebaknya dengan wajah senang.
Shohei mengangguk kecil sebagai balasan atas pertanyaan Seina.
"Tadinya, kupikir kau tidak tertarik padaku. Ternyata seperti itu. Jadi, aku bisa bernapas lega," lanjut Seina yang masih belum bisa menyembunyikan senyumnya. Ia tak bisa menampik jika dirinya langsung tertarik dengan pria yang direkomendasikan ayahnya itu. Apalagi Shohei memiliki karir yang bagus dan juga latar belakang keluarga terpandang. Sebagai gadis yang menjadi primadona kampus, ia pun kerap memilih-milih pria yang ingin dekat dengannya.
Shohei bergeming dengan tatapan berbinar. Ia benar-benar tak menyangka menerima jawaban itu dari Seina. "Dan satu hal lagi ... aku hanya memiliki satu hari untukmu selama seminggu. Kuharap kau bisa mengerti dengan pekerjaanku. Tapi, akan kuusahakan menemuimu jika memiliki waktu senggang."
Seina mengangguk. "Tidak apa-apa. Aku akan berusaha mengerti kesibukanmu."
Seina masuk ke kamar setelah kepergian Shohei. Pandangannya tiba-tiba teralihkan pada sebuah kelopak bunga camelia berwarna merah yang tercecer di lantai. Ia mengambil kelopak bunga itu, dan kembali mengingat sosok pria misterius yang telah mencuri ciumannya beberapa jam lalu di kamar itu.
Di sisi lain, Rai memutuskan pulang dengan menaiki kereta setelah menyelesaikan misi sebagai Black Shadow. Ia tersenyum simpul saat mendengar sekelompok orang yang heboh membicarakan sosok Black Shadow. Mereka memuji aksinya yang lebih cepat dan tangkas dari penegak hukum.
Kereta yang ditumpanginya malam ini sungguh sesak karena telah memasuki jam pulang para pegawai kantoran. Ia pun hanya berdiri karena semua tempat duduk telah terisi penuh. Sejak keluar dari penjara, segalanya menjadi berubah. Sudah tak ada lagi pakaian bermerek, jam tangan mahal, mobil mewah berkelas dan rumah bak istana seperti dulu. Ia benar-benar memulai kehidupan dari nol. Bahkan ia menolak ajakan adiknya untuk tinggal bersama di apartemen yang lebih bagus.
Di antara penumpang yang saling berhimpitan, ada sesosok gadis muda bertopi kasual yang menarik perhatiannya. Pasalnya, ia dapat melihat jelas gadis itu mengambil dompet pria di depannya secara diam-diam.
Radio kereta berbunyi mengabarkan sebuah pemberhentian. Orang-orang ramai berdesakan keluar, tak terkecuali Rai dan gadis bertopi kasual. Gadis itu berjalan cepat meninggalkan stasiun seraya memeriksa isi dompet yang ia curi di kereta tadi.
"Hah, cuma ini? Sial, kupikir isinya banyak. Kalau begini mana cukup membeli gaun pesta untuk besok!" keluh gadis itu sambil melempar dompet yang telah kosong ke dalam tempat sampah.
"Hei, Pencuri!"
Suara bariton yang datang dari arah belakang, mengejutkan gadis itu secara tiba-tiba. Ia berbalik pelan sambil menahan napas. Manik cokelatnya menangkap sosok pria bertubuh tinggi yang berdiri tak jauh darinya.
"Gomen, siapa yang kau panggil pencuri?" tanya gadis itu pada Rai dengan tatapan tajam.
"Apa ada orang lain di sini selain kita?" Rai malah balik melempar pertanyaan.
Gadis itu mendengus. "Gomen, tapi aku tidak mengenalmu dan tidak punya urusan denganmu!" tekan gadis itu sinis lalu kembali berjalan.
Beberapa menit terlewati, gadis yang menyembunyikan rambutnya di dalam topi itu kembali berhenti tatkala menyadari Rai terus mengikutinya dari belakang.
"Hei, kenapa kau terus mengikutiku?" sergahnya kesal.
"Siapa yang mengikutimu? Ini memang arah rumahku!" jawab Rai santai sambil terus berjalan melewati gadis itu.
Tak mau kalah, gadis itu melebarkan langkahnya agar bisa mendahului Rai.
Rai tersenyum, lalu mencoba menyeimbangkan gerak langkah gadis itu. "Lain kali kalau mau mencuri lihat dulu targetnya. Menurut terawanganku, pria yang berdiri di sampingmu itu lebih cocok dijadikan target. Dia memakai setelan jas mahal dan jam tangan keluaran terbaru," ucap Rai yang sukses membuat gadis itu berhenti melangkah.
Ia menoleh ke samping, melempar senyum paksa ke arah Rai, lalu berkata, "Terima kasih atas sarannya. Akan kucoba lain kali."
Lagi-lagi, gadis itu berjalan cepat meninggalkan Rai. Sebenarnya, ia heran dengan reaksi Rai yang terlihat santai meskipun mengetahui dirinya baru saja mencopet dompet di kereta.
Malam makin larut, hanya ada mereka berdua yang melintas di jalanan kecil itu, di mana udara musim dingin makin membekukan tubuh. Kini, gadis itu telah memasuki sebuah gedung apartemen kelas menengah. Ia bergegas masuk ke dalam lift dan menekan tombol lantai tempat tinggalnya.
Ketika hampir tertutup, sebuah tangan kekar menahan pintu tersebut sehingga lift kembali terbuka. Mata gadis itu membesar saat pria yang menahan pintu lift itu adalah Rai.
"Ke–kenapa kau ada di sini juga?!"
"Memangnya hanya kau saja yang boleh tinggal di sini?" jawab Rai seraya menyandarkan punggungnya.
Gadis itu terhenyak saat menyadari Rai juga penghuni apartemen itu. Pintu lift terbuka, gadis itu buru-buru keluar dan berharap tak akan menemui Rai lagi. Ia sangat malu karena pria itu melihatnya mencopet di kereta. Sayangnya, harapannya tak terwujud karena Rai pun turut keluar dari lift itu.
Gadis itu menarik napas dalam-dalam lalu memutar badannya ke arah Rai. Namun, baru saja hendak berkata, Rai langsung menunjuk pintu kamar 328 yang berada tepat di samping gadis itu.
"Ini apartemenku!"
Mata gadis itu membeliak seketika tatkala mengetahui hunian mereka berada di lantai yang sama. Ia buru-buru mengambil kunci apartemennya dan melihat nomor kamar 327 yang tertulis di sana. Sungguh tak dapat dipercaya! Tak hanya satu lantai, hunian mereka bahkan bersebelahan.
.
.
.
Bantu like dan komeng ya
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!