NovelToon NovelToon

Santri Famiglia

Pengantar

Selamat datang di Santri Famiglia!

Karya ini hanyalah fiktif belaka. Tidak ada kaitannya dengan peristiwa sesungguhnya. Adapun latar tempat yang digunakan merupakan tempat-tempat asli di dunia nyata. Namun, kondisi latar dalam cerita tidak merepresentasikan keadaan yang sesungguhnya. Khususnya kondisi kemasyarakatan.

Keaslian dari dunia nyata yang tetap dipertahankan adalah kebudayaan lokal dan semacamnya. Hal ini bertujuan untuk memperkenalkan kearifan lokal kepada pembaca, mengabadikan kultur yang mungkin saja akan menghilang tergerus roda waktu di masa mendatang. Tidak banyak yang akan diangkat. Sebab, penulis juga harus berfokus pada perkembangan cerita.

Latar waktu yang digunakan sendiri adalah dimana para pemimpin dunia tidak lagi menjabat. Ada kemungkinan penulis akan memunculkan nama-nama pemimpin fiktif untuk kepentingan alur.

Organisasi kejahatan, tindak kriminalitas dalam karya ini bukan untuk dipercaya maupun ditirukan. Semata disajikan untuk kepentingan alur saja. Harap teman-teman pembaca bijak dalam menilai setiap lakon dalam cerita ini. Ambil yang baik, buang yang buruk!

Novel ini adalah karya yang mengambil latar seluruh dunia, mempertahankan kemultibahasaan. Keberagaman bahasa akan ditampilkan dalam dialog tokoh. Tentunya dengan menyantumkan terjemahan agar pembaca Indonesia bisa memahaminya. Semoga pembaca bisa menikmati gaya kepenulisan seperti ini.

Penulis bukanlah ahli bahasa. Karya ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat membutuhkan bantuan teman-teman untuk menyempurnakan karya ini dengan mengoreksi apabila ada yang kurang tepat. Maka dari itu, jangan ragu untuk menyampaikan kritik dan saran bila ada kekeliruan! Penulis hanyalah manusia biasa yang tidak luput dari kesalahan.

Judul dari karya ini merupakan frasa dari gabungan kata berbeda bahasa. Kata famiglia pada judul karya ini diambil dari bahasa Italia yang bermakna keluarga. Sementara kata santri sendiri adalah kata yang telah terdaftar di KBBI. Dalam KBBI santri memiliki makna orang yang mendalami agama Islam; orang yang rajin beribadat; orang yang saleh.

Jika ditilik lebih dalam, kata santri memiliki banyak filosofi. Dalam hal ini penulis tidak akan membatasi santri sebagai pelajar agama tertentu saja. Namun, maknanya akan diperluas dan dijadikan lebih fleksibel.

Merujuk pada pengertian ke dua dalam KBBI, dalam kata santri mengandung sebuah makna ibadat. Ibadat sendiri memiliki arti 'Segala usaha lahir dan batin sesuai perintah Tuhan untuk mendapatkan kebahagiaan dan keseimbangan hidup. Baik untuk diri sendiri, keluarga, masyarakat maupun terhadap alam semesta'. Tujuan yang terkandung dalam kata ibadat inilah yang menjadi poin utama dalam pengembangan cerita.

Penulis akan berusaha tidak menampilkan kekerasan berlebih supaya cerita sesuai untuk lebih banyak kalangan. Penulis ingin menjadikan karya ini hiburan yang mengandung pesan moral. Tentunya hal tersebut merupakan tujuan seorang penulis pada umumnya. Dalam hal ini, penulis masih harus banyak belajar agar bisa menyampaikan cerita dengan baik dan menarik.

Penulis sangat berharap karya ini bisa menjadi hiburan yang menyejukkan serta menyegarkan seperti logo Santri Famiglia (SF). Logo SF adalah buah kiwano. Logo yang jauh dari kata keren dan bengis yang menggambarkan mafia, bukan?

Karya ini memang mengambil tema Mafia dalam novel kategori fiksi pria. Namun, tokoh dalam cerita ini ingin menggeser makna sekaligus memberikan angin baru pada dunia mafia. Mafia yang santun dan bersahaja. Untuk lebih lengkapnya, silakan simak cerita ini mulai dari lembar digital berikutnya!

Alur cerita ini mendaki penuh kehalusan. Tepatnya, kisah dimulai dari masa kanak-kanak tokoh utama yang belum mengerti tentang mafia. Namun, dalam hidupnya pernah bersinggungan dengan mafia kecil. Walaupun tidak setiap hari tokoh utama kecil berhadapan dengan dunia mafia.

Beberapa puluh bab awal masih membahas tentang latar belakang keluarga tokoh utama. Ada suka-duka, susah-senang, canda tawa-tangis dan rasa lain yang mengisi kehidupan tokoh utama. Semua itu akan berkaitan dengan pengambilan keputusan tokoh utama di masa depan. Seiring berjalannya waktu, tokoh utama akan menjadi lebih sering berinteraksi dengan dunia mafia. Semoga teman-teman bisa bersabar sampai waktunya tiba. Waktu dimana tokoh utama mulai mewujudkan impiannya satu per satu.

Berbicara mengenai logo, tentunya tiada logo yan tidak memiliki makna. Desain logo tanpa makna atau filosofi itu rasanya hambar. Desain logo SF ini sendiri selaras dengan judulnya.

Buah kiwano memiliki nama lain Hedge gourd dan melon bertanduk.

Kata Hedge gourd memiliki pelafalan yang mendekati Hedge God walaupun tidak terlalu mirip. Jadi, kiwano pada logo SF adalah perwakilan hedged God. Hedge god–hedged god (dewa lindung–dewa yang dilindungi). Organisasi SF akan berkembang menjadi organisasi pelindung.

Hedge dalam bidang ekonomi dapat diartikan sebagai lindung nilai. Sementara secara harfiah memiliki beberapa makna serupa. Yaitu pagar, pembendung, membatasi, mengikat dan lain-lain. Dari makna ini bisa diketahui bahwa tujuan SF ke depannya adalah menjadikan mafia bebas tetapi terbatas. Sang tokoh utama menginginkan SF berkembang sebagai organisasi yang akan menjadi tanduk pengendali mafia. Organisasi yang akan menghapuskan kenegativan dunia bawah tanpa menghapuskan eksistensinya.

Penulis tidak akan merubah sejarah dunia yang ada. Sedangkan sejarah mafia dalam karya ini murni fiktif.

Selamat menikmati karya ini!

Jangan lupa untuk memberikan dukungan pada karya ini dengan cara-cara berikut :

#Like

Tekan tombol suka yang ada pada setiap akhir bab! Lakukanlah bila kalian menyukai karya ini!

#Favorite

Dengan menekan tombol favorite, kalian bisa mendapatkan pemberitahuan ketika bab terbaru diunggah. Selain itu, kalian tidak akan kehilangan jejak karya ini. Misalkan suatu saat kalian lupa judul tetapi ingin melanjutkan bacaan, maka kalian tetap bisa menelusurinya di rak favorite bila menekan tombol tersebut. Penulis sih berharap kalian tidak akan melupakan karya ini.

#Komentar

Kalian bebas menuliskan apa pun di kolom komentar. Kritik, saran, kesan, pesan, minta kenalan dan lain sebagainya. Tuliskan komentar sekreatif mungkin tentang isi cerita! Penulis suka membaca komentar. Karena penulis bisa belajar memperbaiki kesalahan dari teguran pembaca. Selain itu, terkadang komentar bisa juga membuat tertawa. Percayalah bahwa komentar setulus hati adalah bentuk dukungan yang paling diharapkan seluruh penulis!

#Hadiah

Berikanlah hadiah seikhlasnya bila kalian memiliki jatah! Hadiah ini bisa membantu karya untuk naik peringkat sehingga bisa ditemukan lebih banyak pembaca.

#Vote

Berikan vote bila masih memiliki jatah! Sama halnya dengan hadiah, vote juga bisa membantu menaikkan peringkat.

#Bagikan

Bantu sebarkan karya ini supaya lebih banyak pembaca berdatangan! Penulis akan sangat terbantu bila kalian mau melakukannya. Menulis dan mempromosikan itu cukup menyita waktu. Terkadang waktu habis untuk mengerjakan naskah sehingga tidak ada waktu untuk promosi.

Apa pun bentuk dukungan kalian, semua itu akan sangat berarti bagi penulis. Penulis akan sangat berterimakasih bila ada yang mau memberi paket lengkap dukungan. Kalian tidak harus memberikan paket lengkap tersebut. Ada yang memberi satu bentuk dukungan saja penulis sudah bersyukur. Penulis sadar diri dengan kemampuan penulis saat ini.

Rabu, 1 September 2021

Salam PersaudAaraan

Chonurv

Insiden Teluk Gwinea

"Mú un!"

(Tangkap dia!)

Sekelompok orang berbadan kekar berlari mengejar seorang pemuda. Derap langkah mereka terdengar nyaring di lorong kapal yang tidak begitu luas. Teriakan-teriakan asing pun terus bergema sepanjang pengejaran. Bunyi-bunyi berisik itu memancing dua orang yang berjaga di geladak kapal turut memeriksa keadaan.

"Kini o ti ṣẹlẹ?"

(Apa yang terjadi?)

"Oniwasu!"

(Penyusup!)

"Maṣe jẹ ki o lọ kuro!"

(Jangan biarkan dia lolos!)

Pemuda itu terus berlari maju. Walaupun matanya jelas mengetahui dua orang sedang menghadangnya dari arah yang berlawanan, ia tidak peduli. Mundur pun tidak bisa. Sebab, lebih banyak orang tengah memburunya di belakang. Tidak ada pilihan selain terus maju menuju pintu keluar.

"Aku tidak boleh tertangkap di sini," tekad pemuda itu dalam hati.

Dengan gesit ia menendang, membanting orang di hadapannya. Kemudian melompati mereka dan kembali berlari. Tujuannya adalah tempat sekoci berada. Ia berniat untuk kabur dari kapal yang sedang dibajak itu dengan perahu kecil tersebut.

Langkah pemuda itu membawanya ke geladak utama. Di bawah kegelapan langit tanpa rembulan, pemuda itu menajamkan pandangan. Ia berpegangan pada kubu-kubu geladak, mengedarkan pandangan pada badan kapal.

Dengan panik dia berkata, "Dimana? Dimana? Dimana? Dimana sekocinya?"

"Kini o n ṣe nibi? Ṣe o wa ninu omi okun, Ọmọkunrin Tuntun?"

(Apa yang kau lakukan di sini? Kau mabuk laut, Anak Baru?"

Teguran itu membuat sang Pemuda terperanjat. Detak jantungnya terpompa semakin cepat. Spontan ia menoleh ke sumber suara.

"Aku tidak mengerti apa yang dia ucapkan," gumam pemuda itu dalam hati.

Dilihat dari penampilannya, seseorang yang ia jumpai itu sepertinya komplotan dari para perompak. Ia mencoba berpura-pura menjadi anak hilang selagi para pengejarnya belum menampakkan batang hidung.

"Tuntun kuroneko kun di pasar," ucap pemuda itu asal sambil cengengesan.

Entah yang diucapkannya itu memiliki makna dalam bahasa orang asing itu atau tidak, ia tidak mau ambil pusing. Yang penting dirinya bisa kabur dari sana tanpa membuat pria itu curiga.

"Hah, kini o nso?"

(Hah, apa yang kau katakan?)

"Bikin bakso soto ndeso." Lagi-lagi pemuda itu ngawur.

"Pria itu mencoba memahami logat si Pemuda yang berantakan. Dalam kelompoknya memang ada anggota baru yang berasal dari luar daerah. Ia mengira pemuda itulah si Anggota baru. Di telinganya, ucapan pemuda itu terdengar seperti kalimat yang bermakna 'Perayaan yang tidak kamu inginkan saat itu'.

Ia pun menyimpulkan, mungkin pemuda itu ingin bertanya apakah dirinya ingin merayakan keberhasilan mereka menjarah kapal kargo Mozart hari ini atau tidak. Lantas, ia pun berkata, "Dajudaju mo fẹ. Aṣeyọri yẹ ki o ṣe ayẹyẹ."

(Tentu saja aku ingin. Keberhasilan harus dirayakan.)

"Kenapa orang ini malah mengajak bicara terus sih?" pikir pemuda itu gelisah. Derap langkah pengejarnya semakin terdengar mendekat.

Melihat gelagat aneh sang Pemuda, pria itu kembali bertanya, "SE o wa dada?"

(Apa kau baik-baik saja?)

Pemuda itu tetap tidak mengerti perkataannya. Yang ia tahu, dada dalam bahasa ibunya bermakna anggota tubuh bernama dada. Bisa pula memiliki arti ucapan selamat tinggal.

"Dada!" Pemuda itu menjawab sekenanya sambil melambaikan tangan. Kemudian dengan santainya berjalan melewati pria di hadapannya.

Belum sempat ia berhasil menjauh, para pengejarnya telah keluar dari lambung kapal. Di antara mereka ada yang berteriak, "Farman, o jẹ oniwasu! Maṣe jẹ ki o sare!"

(Farman, dia penyusup! Jangan biarkan dia lari!)

"Cepat sekali mereka sampai," gerutu pemuda itu.

"O dabi pe Mo ni lati kọ ẹkọ lati ṣe idanimọ oju ọrẹ ti ara mi."

(Sepertinya aku harus belajar mengenali kawan sendiri.)

Pria itu refleks meraih tangan sang pemuda. Terjadilah baku hantam di antara keduanya. Si Pemuda sempat terdorong mundur hingga menabrak pagar geladak saat pria itu menendangnya. Ia nyaris saja kehilangan keseimbangan dan terjebur ke laut.

Para perompak lain menyaksikan keduanya bertarung. Ketika mereka hendak mendekat guna membantu melumpuhkan sang penyusup, tiba-tiba seseorang dari atas anjungan melompat dan menghentikan mereka.

"Duro!"

(Tahan!)

Semuanya patuh dengan perintah itu. Wanita cantik bertopi koboi itu mengambil pistol yang tersemat di paha kanannya. Ia menarik pelatuk lalu berseru, "Tẹriba!"

Pria yang berhadapan langsung dengan pemuda itu pun menunduk. Di saat yang bersamaan, desingan peluru melebur bersama bunyi desiran angin dan deburan ombak. Peluru mengenai dada kiri pemuda itu.

Ia pun memejamkan mata dan ambruk. Setelah itu, barulah mereka mendekat, memperhatikan raga yang tergeletak pada papan kayu berlapis serat kaca.

"Kini a ṣe pẹlu ọmọkunrin yii?"

(Kita apakan bocah laki-laki ini?)

"Kan sọ sinu okun!"

(Buang saja ke laut!)

Mereka melempar pemuda beriris hijau itu ke perairan lepas. Teluk Gwinea menjadi saksi bisu perompakan di bawah langit malam tanpa bulan. Lautan itu pula yang menyembunyikan raga pemuda berimpian besar.

Tidak ada yang menduga peristiwa itu akan terjadi di masa depan. Seorang anak kecil yang mencari kebahagiaan malah terseret dalam peliknya kehidupan, terjebak dalam bahaya. Pada akhirnya dia dituntut untuk tetap bisa bertahan di tengah ancaman yang terus mengintai.

Inilah awal mula perjuangannya. Beberapa tahun sebelum peristiwa itu terjadi. Masa-masa sulit yang kembali hadir setelah seluruh dunia mendapatkan kedamaian fananya.

Memang benar, beberapa tahun silam kejayaan mafia sempat diruntuhkan. Namun, tunas-tunas kecil yang berhasil lolos dari jaring keamanan dunia terus melakukan pergerakan. Pergerakan diam-diam itu sama sekali tidak terendus pemerintah. Hingga akhirnya, pergerakan semakin besar dan masif.

Beberapa puluh tahun setelah gembong-gembong mafia dibasmi, penguasa-penguasa mafia baru bermunculan kembali. Tujuh benua dikuasai oleh limabos besar.

Lexaustral (Pelindung dari Selatan) merupakan keluarga besar mafia penguasa benua Australia. Mafia dari benua ini terkenal dengan keahlian bertarung tanpa senjata. Dibandingkan dengan negara lain, mafioso Australia memiliki keunggulan kondisi fisik yang lebih tangguh. Terutama mafioso yang tergabung dalam Lexaustral.

Labucona adalah satu-satunya keluarga mafia yang seluruh anggotanya wanita. Bos besar mereka pun seorang wanita. Meskipun demikian, kekuatan penguasa benua Amerika ini tidak bisa diremehkan. Labucona menduduki posisi ke tiga mafia terkuat sedunia.

Enguswartyn, berasal dari bahasa Afrika 'engel uit die swart woestyn' yang bermakna 'malaikat dari gurun hitam'. Seperti namanya, mafia ini menduduki wilayah di seluruh benua Afrika. Salah satu kelompok mafia yang terkenal sangat kejam. Namun, pemimpin Enguswartyn masih memiliki hati baik pada rakyat kecil di balik sisi kejamnya.

Sementara itu, keluarga besar yang berpengaruh di Asia adalah Kingkulon (Raja dari Barat). Bos besar Kingkulon memiliki hubungan baik dengan bos besar penguasa benua Eropa.

Wilayah Eropa dikuasai oleh L'Eterna Volontà (Sang Kehendak Abadi). Keluarga mafia terkuat sepanjang masa. Disegani oleh empat bos besar lainnya. Kendati demikian, banyak yang ingin menggulingkan kekuasaannya untuk merebut posisi pertama.

L'Eterna Volonta yang lebih dikenal dengan Laterlonta banyak membawahi famiglia hebat yang menyokong keberadaannya. Salah satunya adalah LC (Ledianoi Cerep/Tengkorak Es). Walaupun LC hanyalah keluarga cabang, namun kekuatan bos LC melebihi kekuatan empat bos besar dari benua lain.

Masing-masing dari keluarga besar tersebut mengayomi banyak famiglia yang tersebar di seluruh dunia. Famiglia merupakan istilah umum yang kini diasosiasikan dalam penyebutan keluarga/kelompok mafia. Pada dasarnya, famiglia memang bermakna keluarga. Akan tetapi, kata tersebut menjadi merujuk pada penyebutan kelompok mafia seiring berjalannya waktu.

Selain keberadaan mafia yang meresahkan pemerintah, ada pula organisasi rahasia yang mencuri perhatian dunia. Sebuah organisasi yang sulit ditebak pergerakannya. Belum diketahui organisasi ini tergabung dalam famiglia mana.

Di era berat inilah anak itu terlahir. Seorang anak yang bercita-cita ingin merombak dunia mafia. Anak naif yang hanya ingin menciptakan perdamaian dunia.

Perundungan

Ada bagian dari masa lalu yang berpengaruh pada masa depan, ada pula yang tidak. Tidak ada yang bisa memperkirakan bagian manakah yang turut berperan penting dalam kemajuan kehidupan yang belum dijalani. Segalanya akan jelas begitu waktu berbicara. Jauh di masa depan, terjadilah sebuah peristiwa mendarah daging yang sudah terjadi semenjak manusia beranak Pinak.

Pem-bully-an. Ya, benar sekali. Perundungan tetap terjadi walaupun rayap punah ditelan waktu. Layaknya manusia yang berkembang biak, tindakan tindas menindas ini pun turun temurun ke generasi berikutnya. Bagaikan tautan mata rantai yang tidak pernah terputus, tunas baru selalu bermunculan kala yang tua telah lebur dalam kubur.

Mirisnya, akar permasalahan ini terkadang luput dari perhatian orang dewasa. Anak-anak yang baru mulai belajar membentuk pribadi, entah bagaimana bisa mengenal perbuatan kurang terpuji ini. Bahkan mereka tidak segan mempraktikkan kepada anak seumurannya. Seperti halnya peristiwa yang terjadi antara anak sekolah dasar di desa Dayu ini.

"Bekepen cangkeme cek ora iso mbengok!"

(Bungkamlah mulutnya biar tidak bisa berteriak!)

Seorang anak sepuluh tahun tersenyum senang melihat dua temannya mau menurutinya. Mereka memegangi bocah sepantaran yang terus meronta. Empat lawan satu, tentunya anak beriris hijau itu tiada berdaya menghadapi mereka.

"Duwe duwek Piro Yo, cah iki?"

(Punya uang berapa ya, anak ini?)

Seorang anak yang bertingkah layaknya bos mulai menggeledah. Ia merogoh saku seragam putih bocah itu. Akan tetapi, dia tidak menemukan apa pun. Ia beralih memasukkan tangan ke celana bocah itu. Namun, hasilnya tetap nihil. Ia bergerak mundur. Kemudian memandang ke bawah dan memerintah yang lain.

"Periksonen sepatune, Ki!"

(Periksa sepatunya, Ki!)

"Siap, Din!"

Bocah bernama Kiki pun berjongkok di depan korban mereka. Ia melepas sepatu usang bocah itu yang telah jebol di bagian jempol. Dibaliknya sepatu itu. Namun, tidak ada apa pun yang terjatuh dari dalamnya. Ia pun melepas kaos kaki yang sudah melar. Barulah ia menemukan sesuatu dari sana.

"Din, nemu, Din!"

Kiki mengangkat koin kuning ke atas sambil mendongak, menatap bocah yang memerintahnya. Bocah yang dipanggil Din pun menyahutnya dengan kasar. Dialah Aldin, bos kecil dari anak-anak nakal itu. Aldin berdecak kesal.

"Muk limangatus. Kenek kanggo tuku opo?"

(Cuma lima ratus. Bisa buat beli apa?)

"Papeda oleh separo, Din."

(Papeda dapat setengah, Din.)

"Endak mungkinlah tuku muk separo. Bakule opo yo gelem ngedoli?"

(Tidak mungkinlah beli hanya setengah. Mana mau penjualnya membuatkan?)

Salah satu anak yang memegangi bocah beriris hijau menyahut, "Anak setan Iki mosok melarat? Mestinya deke isi duwe maneh. Didelekne nang enggan liyo paling."

(Anak setan ini masak melarat? Pasti masih punya lagi. Disembunyikan di tempat lain mungkin.)

Aldin mengamati bocah beriris hijau dari atas ke bawah. Baju bocah tersebut sudah cukup berantakan akibat ulah mereka. Kemudian, Aldin berkata, "Cepotono klambine!"

(Lucuti pakaiannya!)

Kiki yang bebas hendak melucuti pakaian bocah itu. Baru saja ia menyentuh sabuk si bocah, sebuah tendangan kuat mengenai perutnya. Kiki pun terjengkang. Ia meringis kesakitan.

"Emak ...." Kiki menangis seperti anak manja.

Aldin menoleh sejenak pada Kiki yang tersungkur di lantai. Kemudian, ia kembali menatap bocah beriris hijau dan mengucapkan, "Wo, wis wani maneni, yo?"

(Wah, sudah berani melawan, ya?)

Aldin mengeluarkan pimes dari saku celananya. Ia membuka pimes yang terlipat, menunjukkan sisi tajam dari mata pimes. Ia menyeringai penuh makna ketika menyaksikan bocah beriris hijau itu membelalakkan mata ketakutan. Ia menempelkan sisi tumpul pimes pada dahi bocah itu.

Aldin berbisik, "Ora sah kakehan polah lak ora gelem pipimu tak iris!"

(Tidak usah banyak bertingkah bila tidak ingin pipimu kuiris!)

Aldin memindah pimes ke tangan kiri. Dengan brutal, ia memukuli perut bocah beriris hijau. Entah apa yang telah merasuki Aldin sampai ia terlihat sangat biasa melakukan kekerasan semacam itu. Ia bagaikan perwujudan iblis kecil dalam sosok manusia.

Segala umpatan dan beragam kata kasar meluncur dari mulut Aldin. Para sahabatnya tertawa melihat Aldin beraksi. Sementara si Bocah beriris hijau memejamkan mata menahan pukulan Aldin. Ia merasa risih mendengar ucapan kotor Aldin.

Belum puas Aldin memukulinya, bel masuk kelas berbunyi. Ia pun berdecih. Disayatkannya pimes pada bordiran nama seragam bocah itu lalu mengajak kawan-kawannya pergi.

Kedua anak yang memegangi bocah itu mendorongnya hingga jatuh. Noda merah membasahi seragam putih, melebar hingga mewarnai sebagian nama 'Sanubari' yang tertulis di dada kanan. Sanubari—itulah nama bocah beriris hijau yang kini sendirian.

"Perih."

Sanubari mendesis sambil memegangi dada kanannya. Ia merasakan tangannya basah ketika menyentuh dada. Dilihatnya telapak tangan itu, cairan merah menempel pada jarinya. Sayatan tadi tidak hanya merobek bajunya tetapi juga menggores kulitnya hingga berdarah.

Ia ingin menangis tetapi Sanubari tahu bahwa menangis tidak bisa menyelesaikan masalah. Tidak pula bisa merubah kehidupan bila ia hanya berdiam diri. Bergegas dikenakannya kaos kaki dan sepatu kembali. Lantas, ia pun memasuki kamar mandi.

Sanubari berusaha membasuh noda darah pada seragamnya. Namun, usapan air tidak mampu menghilangkan bekasnya secara sempurna. Ia menyerah dan memutuskan untuk kembali ke kelas. Kelasnya tepat berada di sebelah parkiran motor para guru.

Saat melewati parkiran, Sanubari berhenti sejenak. Ia memandang pantulan dirinya pada spion. Rambut hitam legam seperti orang Indonesia pada umumnya, kulit terlihat lebih cerah namun itu tidak masalah. Satu-satunya yang menjadi masalah adalah warna iris matanya.

"Opo salahe duwe mata ijo?"

(Apa salahnya memiliki warna mata hijau?)

Sanubari hanya bisa menyimpan pertanyaan itu dalam hatinya. Dia memang tidak memiliki iris mata gelap seperti mayoritas orang di sekitarnya. Karena itu pula dia menjadi sasaran penindasan Aldin dan geng kecilnya.

"Kamu kenapa berdiri di situ? Mau bolos?" hardik seorang guru wanita yang membuat Sanubari terlonjak seketika.

"Eng-enggak, Bu," jawab Sanubari tergagap.

"Ya, sudah. Sana buruan masuk kelas!"

"I-iya, Bu."

Sanubari langsung berlari ke kelasnya. Jam pelajaran telah dimulai. Ia terlambat nyaris seperempat jam. Dengan perasaan takut, ia mengetuk pintu. Perhatian guru dan para siswa pun tertuju pada Sanubari yang berdiri di ambang pintu.

"Dari mana saja kamu?" tanya guru yang sedang mengajar.

"Kamar mandi, Pak."

"Cepat duduk di kursimu! Penjelasan akan saya lanjutkan," jawab tegas guru itu.

Sanubari menuju kursinya begitu dipersilakan. Bangku paling belakang menjadi takhtanya seorang diri. Padahal ia adalah murid terpendek di kelas. Namun, Sanubari tidak mempermasalahkan posisi duduknya.

Bagi Sanubari, jam pelajaran merupakan salah satu waktu menenangkan di sekolah. Ia bisa terbebas dari kejahilan Aldin. Cukup memikirkan mata pelajaran yang berlangsung dan rasanya semua beban sosial terlupakan.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!