NovelToon NovelToon

Ketulusan Cinta Rini 2

Bab 1.Bertemu kedua orang tua Rendi

"Hiks...hiks ...."

Terdengar suara tangis dari dalam kamar, terlihat seorang gadis remaja sedang menangis sambil duduk seorang diri.

Setia Harini atau Rini, gadis remaja yang baru berusia 19 tahun tengah menangis didalam kamar sambil memandang sebuah foto.

"Kenapa kamu harus bohongi aku Mas?

Aku benci kamu, kamu jahat, hiks ...."

Rini tampak marah dengan seseorang yang ada di dalam foto tersebut sambil terisak,

Rini memasukan foto yang digenggamnya kedalam laci meja rias dan berjalan mendekati ranjang yang terbuat dari kayu,ia merebahkan tubuhnya di atas kasur sambil menangis.

Dua hari yang lalu.

"Maaf Nona, apa benar kamu yang bernama Rini?" tanya seorang laki-laki paruh baya mendekati Rini yang sedang duduk disebuah warung tenda untuk membeli makanan.

"Iya benar, ada apa ya Pak?" tanya Rini penasaran.

"Bisa ikut dengan Bapak sebentar, ada seseorang ingin bertemu dengan Anda!" jelas si bapak dengan sopan.

Rini tampak ragu karena laki-laki itu tidak dikenali olehnya,tapi akhirnya Rini mengikutinya karena penasaran.

Ia mengajak Rini masuk ke dalam mobilnya.

" Gak usah takut Nona, aku bukan orang jahat, percayalah." ucap laki-laki itu ramah sambil membukakan pintu untuk Rini dan

Rini pun masuk ke dalam mobil.

Laki laki itu melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang, setelah melihat gadis remaja yang bersamanya masuk ke dalam mobil.

Tampak ada ketegangan di wajah Rini,

Setelah berjalan cukup lama akhirnya mobil pun berhenti di sebuah bangunan mewah yang ada di kota Pekalongan.

Rini keluar dari mobil Setelah pintu dibukakan oleh laki-laki paruh baya yang mengajaknya tadi.

"Silahkan Nona, kamu sudah ditunggu di dalam," ucap laki-laki itu. Rini melihat takjub bangunan yang ada di depannya.

"Ini rumah siapa?" tanya Rini dengan hati dag dig dug.

"Ini rumah Tuan Burhan," jelas laki-laki yang membawanya.

"Hah ...." Rini membelalakkan matanya, kaget.

Rini menelan ludahnya sendiri, wajahnya berubah menjadi tegang.

Pingin lari tapi sudah terlambat.

"Ini rumah atau istana?" gumamnya dalam hati.

"Mari Nona, aku antar masuk ke dalam," ajak laki-laki itu ramah.

"I...iya!" jawab Rini, gugup.

Rini berjalan mengikuti langkah kaki laki-laki paruh baya itu dengan perasaan yang tidak menentu.

Tampak laki-laki paruh baya itu memencet bel yang terpasang di samping pintu.

Tidak lama pintu di buka dan keluar seorang wanita muda memakai hijab berwarna kuning.

"Tuan ada di dalam 'kan Mbak?" tanya laki-laki paruh baya itu dengan sopan.

"Iya Pak , Tuan sudah menunggu Bapak di ruang tengah.

Silahkan masuk Pak, langsung aja ke ruang tengah!" perintah wanita itu ramah

"Mari Nona," ajaknya lagi. Rini mengikutinya dari belakang.

"Seandainya orang tua Mas Rendi seramah ini," gumam Rini dalam hati melirik ke arah laki-laki paruh baya yang sedang berjalan di depannya.

Mereka berjalan cukup lama mengelilingi dalam rumah yang super besar dan mewah itu, akhirnya mereka pun sampai di ruang tengah, tampak sepasang suami-istri sedang duduk di sana bersama dengan seorang wanita muda yang sangat cantik. Mereka adalah kedua orang tua Rendi dan Siska.

"Selamat siang Tuan," sapa kaki-laki paruh baya itu dengan sopan.

"Akhirnya kamu datang juga, Rudi!" balas Pak Burhan, suaranya terdengar keras memenuhi ruangan.

"Aku sudah membawakan wanita yang Tuan sama Nyonya katakan, sekarang aku permisi dulu Nyonya," pamit laki-laki itu yang ternyata bernama Rudi.

Pak Rudi adalah salah satu orang kepercayaan Pak Burhan untuk membantu mengurus usahanya yang ada di Pekalongan.

"Iya, terimakasih Rudi, sekarang kamu boleh keluar," balas Pak Burhan tegas.

"Baik Tuan, permisi," ucapnya sopan sambil membungkukkan badan.

"Kamu silahkan duduk!" perintah Pak Burhan dengan suara beratnya menatap Rini dengan tatapan tajam Setelah kepergian Rudi.

Rini duduk dengan kepala menunduk tanpa berani melihat wajah kedua orang tua Rendi, hatinya berdebar tak menentu. "Tenang Rini, tenang....!" gumam Rini dalam hati mencoba menenangkan dirinya sendiri.

"Kamu tau, kenapa aku panggil kamu kesini?" tanya Pak Burhan dengan sikap dinginnya.

Rini menggelengkan kepalanya pelan, memberanikan diri menatap wajah orang tua kekasihnya ketika perasaannya sudah tenang.

"Kamu sudah kenal 'kan dengan wanita di sebelah saya ini? Dia adalah calon istri Rendi, mereka akan menikah 3 hari lagi.

Aku harap kamu mau mengerti, dan segera meninggalkan anak kami. Karena kamu tidak pantas untuknya," lanjut Pak Burhan dengan angkuhnya.

"Sekarang lo sudah tidak bisa mengalahkan gue," kata Siska dalam hati sambil tersenyum sinis ke arah Rini.

"Tapi aku sangat menyayangi Mas Rendi,kami sudah berjanji akan selalu bersama!" balas Rini lirih.

"Lupakan janji, kalau kamu memang benar menyayangi Rendi, kamu harus melepaskannya karena dia harus menikah dengan Siska.

Kamu tau kenapa?" tanya Bu Citra kepada Rini.

Rini hanya diam saja sambil menatap wajah Bu Citra dengan tatapan bingung.

"Karena dia sedang hamil anak Rendi," jelas Bu Citra tegas yang membuat Rini membulatkan kedua matanya dengan sempurna karena kaget.

"Ha ... hamil ...!" jawab Rini gugup.

"Tidak mungkin," lanjutnya lirih tidak percaya.

"Terserah kamu mau percaya atau tidak yang jelas seperti itulah kenyataannya.

Kami sudah sepakat untuk melangsungkan pernikahan mereka 3 hari lagi, jadi kamu harap mau mengerti jangan pernah ganggu anak kami lagi.

Karena jika tidak kami pastikan hidupmu tidak akan tenang," kata Pak Burhan dengan tegas.

Bagai tersambar petir di siang hari, tubuh Rini mendadak lemas.

Rini berusaha sekuat tenaga agar tidak jatuh.

"Terimalah ini dan pergi tinggalkan anak kami untuk selamanya!" perintah Pak Burhan dengan angkuhnya sambil menyodorkan sebuah amplop putih ke depan Rini.

"Apa ini?" tanya Rini bingung.

"Ini adalah sejumlah uang yang cukup banyak untuk kehidupanmu, bukankah itu yang kamu inginkan?" jelas Pak Burhan menghina Rini.

"Hem ... maaf Om, aku bukan perempuan seperti yang om pikirkan, aku benar-benar tulus mencintai Mas Rendi.

Cintaku tidak bisa ditukar dengan harta, kalau memang ini yang terbaik untuk Mas Rendi, Bapak tidak usah khawatir karena aku akan pergi meninggalkan Mas Rendi," ucap Rini dengan tersenyum walau sabenarnya hatinya terasa sakit bagai ditusuk seribu jarum.

"Maaf Om, Tante,bkalau sudah selesai aku pamit pulang." Rini berusaha tenang dengan air mata yang ditahannya.

Rini ingin segera meninggalkan rumah itu dan menangis sepuasnya. Rini langsung pergi meninggalkan kedua orang tua Rendi dan Siska, sesampai di depan rumah Pak Burhan tampak Pak Rudi berada di teras rumah sambil duduk seorang diri.

Pak Rudi menatap Rini yang terlihat pucat.

"Apa Nona baik-baik saja?" tanya pak Rudi dengan suara lembut.

"Tidak apa-apa Pak, tolong antarkan aku kembali Pak!" perintah Rini sopan.

"Iya, mari Nona," kata Pak Rudi ramah.

sesekali Pak Rudi melirik kearah Rini.

"Apa yang sabenarnya terjadi? Kenapa wanita ini terlihat murung? Ah...sudahlah itu bukan urusanku!" gumam Pak Rudi dalam hati.

Bab 2.Rini pergi ke Jakarta

"Ada apa denganmu Nak, wajahmu terlihat pucat apa kamu sakit?" tanya Bu Retno melihat Rini yang baru pulang setelah sebelumnya minta izin mau keluar buat beli makanan.

Rini menoleh ke arah ibunya dengan tersenyum, dan ... gubrak ....

Rini jatuh tepat di depan ibunya berdiri.

"Rini ... kamu kenapa Sayang?" teriak Bu Retno kaget.

"Ana ..., sini tolongin ibu, Nak!" teriak Bu Retno memanggil anak bungsunya.

"Ada apa bu ...?" tanya Ana sambil berlari cepat menghampiri ibunya di depan rumah.

"Kakak ...!" teriak Ana melihat Rini tergeletak di tanah.

"Ayo Ana , bantu ibu mengangkat Kakakmu, Nak...!" perintah Bu Retno.

"Hik ... hik ... iya Bu, Kakak kenapa Bu?" tanya Ana sambil menangis.

"Ibu juga gak tau, tiba-tiba saja Kakakmu pingsan," jawab Bu Retno sambil mengangkat tubuh Rini dengan dibantu Ana.

Dengan susah payah Bu Retno dan Ana memindahkan tubuh Rini ke sofa ruang tamu.

"Cepetan ambilkan ibu minyak kayu putih di kotak obat, Na!" perintah Bu Retno setelah meletakkan tubuh Rini di atas sofa.

"Iya Bu!" balas Ana singkat.

Ana langsung bergegas pergi ke ruang tengah untuk mengambil minyak kayu putih.

Ana cepat-cepat kembali ke ruang tamu untuk memberikan minyak kayu putih kepada ibunya. Bu Retno mengusap minyak kayu putih di telapak tangan dan kaki Rini dan di dekat lubang hidung Rini. Berlahan Rini mulai membuka matanya.

"Kakak ... hik ... hik ... kamu kenapa Kak?" tanya Ana merasa sedih melihat kakaknya pingsan.

"Aduh?" terdengar rintihan Rini mencoba bangun dengan memegangi kepalanya yang terasa sakit.

"Sayang ... hati-hati, Nak, tadi kamu pingsan ada apa Nak?" tanya Bu Retno khawatir.

"Ibu... hik ... hik ...!" tangis Rini yang dari tadi ditahannya akhirnya pecah sambil memeluk ibunya.

"Ada apa Sayang, kenapa kamu menangis? Apa ada yang menyakitimu, Nak?" tanya Bu Retno sambil membelai lembut rambut Rini yang panjang.

"Bu ... Mas Rendi sudah bohongi Rini bu, hik ...." jelas Rini di dalam pelukan Bu Retno sambil menangis.

"Tenanglah, Nak, coba ceritakan ada apa sabenarnya, Sayang, apa yang sudah Rendi lakukan, sehingga kamu seperti ini?" kata Bu Retno dengan suara lembut mencoba menenangkan putrinya.

Rini menceritakan kejadian yang tadi dialaminya, bagaimana sikap kedua orang tua Rendi terhadapnya hingga akhirnya dirinya pulang di antar oleh orang kepercayaan orang tua Rendi. Bu Retno ikut menangis mendengar cerita anaknya. "Kenapa takdir begitu kejam kepadaku Bu?

Kenapa Tuhan tidak adil kepadaku Bu? Apa salahku sehingga Tuhan menghukum aku dengan cara seperti ini?" ucap Rini dengan air mata yang terus keluar dari kedua matanya.

"Takdir tidak kejam Nak, kamu jangan menyalahkan Tuhan dan takdir atas keinginanmu yang tidak terwujud.

Takdir yang dituliskan Tuhan merupakan yang terbaik dalam hidup kita walau terkadang yang terbaik itu tak selalu indah.

Hadapi kenyataan pahit ini nak, jangan sekali-kali menyalahkan takdir.

Mungkin ini yang terbaik untukmu !" Bu Retno memberikan nasehat untuk anaknya.

"Ibu ... apa yang harus Rini lakukan Bu? Rini sangat mencintai Mas Rendi sepenuh hati," ucap Rini sambil terisak.

"Cinta tak harus memiliki, Sayang, kamu yang sabar, mungkin Rendi bukan yang terbaik untukmu!" Bu Retno mencoba menenangkan Rini. Ana hanya diam saja mendengarkan percakapan ibu dan kakaknya meskipun tidak mengerti maksudnya.

Berlahan Rini melepas pelukannya, mengelap air matanya kasar dengan jari-jarinya.

"Bu ... Rini mau nyusul Mbak Bila ke Jakarta ya Bu, Rini mau menenangkan diri dulu di sana agar bisa melupakan Mas Rendi, boleh ya Bu ...!" Rengek Rini sambil menatap wajah ibunya dengan tatapan memohon.

"Sayang ... kenapa harus pergi ke Jakarta, Nak? Ke tempat pamanmu saja ya, nanti ibu telpon pamanmu suruh jemput."

"Gak mau Bu, tempat paman terlalu dekat , Rini mau ke Jakarta aja, hik ...!" tolak Rini sambil terisak.

"Ya sudah, kalau itu yang terbaik buat kamu, nanti malam ibu coba tanya dulu sama bapak ya!" Bu Retno pasrah.

"Beneran ya Bu, kalau bisa besok pagi Rini berangkatnya. Rini gak mau lama-lama," kata Rini sudah pingin cepat-cepat meninggalkan kampung halaman untuk melupakan Rendi.

"Kenapa harus besok pagi berangkatnya?" tanya Bu Retno.

"Iya Bu, pokonya besok pagi Rini berangkat ke Jakarta," rengek Rini.

"Ya sudah, kita lihat saja nanti ya sayang. kamu istirahat saja sana," kata Bu Retno sudah sangat pusing menghadapi putrinya.

ingin melarang tapi tidak tega melihat Rini terus-terusan bersedih.

Malam harinya Bu Retno berbicara dengan Pak Karta soal peristiwa yang dialami Rini dan mengatakan tentang keinginan Rini untuk pergi ke Jakarta.

Pak Karta sempat menolak tidak mengizinkan karena Rini belum pernah pergi jauh dari orang tuanya tapi Rini yang terus merengek akhirnya pak Karta pun mengizinkannya. Pagi-pagi sekali Rini diantar Pak Karta menggunakan motor ke terminal bus.

Tepat jam 7 pagi Rini berangkat dengan naik bus ke Jakarta.

Pada hari yang sama, di tempat lain.

"Ada apa denganmu sayang? Kenapa dari semalam nomor handphone milikmu tidak bisa dihubungi? Apa terjadi sesuatu denganmu?" gumam seorang pemuda, lirih di dalam kontrakannya. Pemuda itu adalah Rendi, kekasih Rini.

Karena merasa ada yang aneh, pagi-pagi sekali Rendi pergi ke tempat Rini dengan menggunakan motornya.

Sebenarnya Rendi berpapasan dengan Rini di jalan berlawanan arah, tetapi Rendi tidak menyadarinya karena Rini dan bapaknya memakai helm. Pukul 07.10 menit Rendi sampai di tempat Rini.

"Assalamu'alaikum." Rendi memberi salam setelah sampai di rumah kedua orang tua Rini.

"Wa'alaikum salam," jawab seseorang dari dalam rumah.

Pintu di buka, tampak seorang perempuan paruh baya keluar dari dalam rumah.

"Ada Nak Rendi toh, mari masuk nak!" Kata Bu Retno.

"Maaf Bu, Rininya ada Bu?" tanya Rendi langsung mengatakan maksud kedatangannya.

"Mari masuk dulu Nak Rendi, ada yang ingin ibu tanyakan sama kamu!" Kata Bu Retno sambil tersenyum.

Rendi masuk ke dalam rumah mengikuti perintah Bu Retno, setelah d dalam, Bu Retno mengatakan kalau Rini sudah berangkat ke Jakarta.

Bu Retno juga menceritakan apa yang sudah Rini ceritakan soal rencana kedua orang tua Rendi.

Rendi terlihat begitu kaget mendengar cerita Bu Retno, Rendi meremas kedua tangannya menahan marah.

"Apa benar, kamu sudah menghamili perempuan itu, kalau benar bertanggung jawablah dan tinggalkan anak Ibu.

Jangan kau sakiti dia, Rini anak ibu yang sangat lemah walaupun dari luar kelihatan baik-baik saja, tapi sangat rapuh di dalamnya.

Ibu minta tolong biarkan Rini bahagia, jangan kamu memberikan harapan kosong untuknya," kata bu Retno tegas.

"Rendi bersumpah Bu, Rendi tidak menghamili Siska, jika memang benar Siska hamil, bukan Rendi yang menghamilinya.

Maaf Bu, Rendi harus menjelaskan ini sama Rini, Rini tidak boleh pergi, Karena Rendi sangat mencintainya." Rendi langsung bangun dari duduknya, bergegas keluar rumah dan langsung mengendarai motornya untuk menyusul Rini di terminal Wiradesa.

"Kamu tidak boleh pergi sayang ... kamu harus percaya sama mas mu ini, Rini!" gumam Rendi dalam hati sambil mengendarai motornya dengan kecepatan penuh.

Bab 3.Hidupku hampa tanpamu

"Pak Karta..!"

Panggil Rendi kepada bapaknya Rini yang baru keluar dari terminal.

"Rendi?"Ucap Pak Karta kaget dengan kedatangan teman anaknya.

"Rini mana pak?" Tanya Rendi

"Rini sudah berangkat ke Jakarta,bus yang ditumpanginya baru saja jalan 5 menit yang lalu!" Pak Karta menjelaskan.

"Sudah berangkat pak?"Tanya Rendi kaget,badannya lemas seketika.

Rendi menjatuhkan badannya di atas tanah dengan posisi kakinya ditekuk , kedua lututnya menempel ketanah.

"Nak Rendi? Apa yang kamu lakukan nak, bangunlah!" Kata Pak Karta kaget dengan apa yang dilakukan Rendi.

"Apa yang harus aku lakukan,Rini kenapa kamu harus pergi tanpa mencari tau dulu kebenarannya..?" Kata Rendi sambil menundukkan kepalanya, cairan bening keluar dari kedua matanya, badannya terasa lemas,hidupnya seakan telah berakhir.

"Apa yang sabenarnya terjadi? Bangunlah nak, Rini hanya pergi ke Jakarta. Kamu bisa menyusulnya nanti kalau kamu memang benar- benar menyayanginya.

Tapi bapak minta tolong biarkanlah Rini pergi dulu untuk menenangkan hatinya yang sedang terluka."

Pak Karta mencoba menenangkan pemuda yang ada di depannya.

"Rendi sangat mencintai Rini pak, Rendi gak pernah mengkhianatinya.Apa yang dikatakan Siska itu bohong,bukan Rendi yang sudah menghamilinya.Rendi berani sumpah pak!" Jelas Rendi dengan wajah sendu,kedua matanya terus mengeluarkan cairan bening membasahi pipinya.

Seorang Rendi yang terkenal cuek dan sombong, tidak pernah terlihat bersedih. Akhirnya menangis juga karena cinta.

"Ya sudah sekarang kamu pulang saja dulu,nanti kita coba cari solusinya.

Tapi sebaiknya nak Rendi selesaikan dulu urusan nak Rendi dengan keluarga nak Rendi sebelum memutuskan untuk menemui putri bapak.

Bapak tidak akan membiarkan putri bapak terluka lebih dalam lagi karena kamu." Kata Pak Karta tegas.

Pak Karta pun kembali menjalankan motor untuk kembali kerumahnya,karena Pak Karta juga harus bersiap-siap pergi bekerja.

...

...

"Papa... Mama...!" Teriak Rendi di rumah kedua orang tuanya.

Setelah dari terminal Wiradesa, Rendi Langsung pergi kerumah orang tuanya,

Dengan dipenuhi amarah, Rendi langsung masuk kerumah orangtuanya begitu pintu dibuka oleh asisten rumah tangga mereka.

"Papa... Mama...!" Teriak Rendi lagi sambil berjalan mencari keberadaan kedua orang tuanya.

"Rendi... Akhirnya kamu pulang juga nak!" Kata Ibu Citra yang baru keluar dari kamar karena mendengar teriakkan Rendi.

"Mama... mana Papa?" Tanya Rendi.

"Papamu sudah berangkat ke pabrik nak!"Jawab Ibu Citra.

"Kenapa kalian jahat sama Rini ma? Memangnya apa kesalahan Rini, sehingga kalian begitu membencinya?" Tanya Rendi dengan wajah penuh emosi.

"Oh..jadi perempuan itu ngadu sama kamu?"Ucap Ibu Citra sambil tersenyum sinis.

"Ngadu...mana mungkin Rini mengadu, dia bukan wanita seperti itu.

Dia malah lebih memilih pergi daripada mengadu." Jawab Rendi dengan menahan marah.

"Oh...jadi perempuan itu sudah pergi? Baguslah berarti sudah tidak ada yang menggangu kamu dengan Siska lagi,kamu tau Rendi? Siska hamil,dan anak yang ada dalam perutnya adalah anak kamu,jadi kamu harus bertanggung jawab." Kata Ibu Citra memberitahu.

"Hamil.....anak Rendi? Ha...ha....

Bagaimana bisa Rendi menghamilinya, sedangkan Rendi belum pernah menyentuhnya ma, Siska pasti bohong!" Kata Rendi membela diri.

"Sudahlah Ren,kamu jangan mengelak lagi,siska 5 hari yang lalu datang kesini bersama kedua orang tuanya,Siska menangis katanya dia sedang hamil dan itu adalah anak kamu Ren! " Kata Ibu Citra memberitahu.

"Mama...itu bohong, Rendi tidak pernah menyentuhnya, Rendi berani sumpah ma!" Teriak Rendi.

"Sudahlah Ren,suka atau tidak suka kamu tetap harus menikah dengan Siska. Hari dan tanggalnya sudah kami tentukan." Kata Bu Citra tegas tidak mau dibantah.

"Terserah, pokoknya Rendi tidak mau menikah dengan Siska." Teriak Rendi menolak.

"Rendi kamu jangan bodoh nak, tinggalkan perempuan itu dan menikahlah dengan Siska." Teriak Ibu Citra.

"Rendi Tidak mau ma, Rendi gak cinta dengan Siska." Ucap Rendi dengan tegas.

"Cinta bisa datang nanti setelah kamu menikah dan hidup bersama, percayalah Rendi.

Jika kamu menyayangi mama, menikahlah dengan Siska nak, mama mohon.

Kasihan Siska sayang,dia sedang mengandung anakmu,mama punya bukti hasil tes kalau dia sedang hamil, Siska bilang dia mengandung anakmu sayang,kalau memang bukan kamu yang menghamilinya,lalu anak siapa itu.. kembalilah sama Mama nak,mama sangat merindukanmu sayang." Ucap Bu Citra sambil menangis.

"Mama... Rendi minta maaf ma, beri Rendi waktu untuk membuktikan kalau Siska bohong.

Rendi berjanji sama mama kalau Rendi bakal balik ke rumah ini jika semua masalah udah beres.

Rendi juga sayang sama mama, percayalah sama Rendi ma.

Siska itu licik ma,dia bakal ngelakuin segala cara untuk mendapatkan apa yang dia mau." Kata Rendi menjelaskan.

"Rendi... mama mohon jangan tinggalin mama lagi sayang,hiks...hiks...." Kata Ibu Citra sambil menangis.

"Mama...." Panggil Rendi sambil memeluk orang yang sangat di sayanginya.

Sesungguhnya hati Rendi merasa sakit saat melihat mamanya menangis.

"Rendi sangat menyayangi mama,tapi Rendi juga sayang sama Rini ma, hidup Rendi terasa tak berguna jika harus kehilangan dirinya ma.

Kalian adalah dua wanita yang sangat Rendi sayang.

Rendi mohon sama mama, tolong beri Rendi kebebasan untuk memilih, jangan paksa Rendi." Kata Rendi dengan suara lembut sambil memeluk tubuh Mamanya.

Rendi melepas pelukan Ibu Citra dan pergi meninggalkan Ibunya yang masih menangis.

..

"Apa yang harus aku lakukan."Kata Rendi dalam hati disebuah taman yang ada di alun-alun kajen,tempat favoritnya bersama Rini.

"Hidupku hampa tanpamu sayang."Ucap Rendi lirih sambil memandang foto Rini yang ada di ponselnya.

"Rendi...." Terdengar seseorang memanggil namanya membuat Rendi tersadar dari lamunannya.Rendi menoleh ke kanan-kiri untuk mencari sumber suara itu.

"Hai...."Tampak seorang laki-laki melambaikan tangan dari seberang jalan.

"Hah...Apa gue gak salah lihat.Itu kan om Agung, sama siapa ya?" Gumam Rendi lirih.

Rendi berjalan cepat menuju ke arah laki-laki yang memanggilnya.

"Om agung,kapan pulang dari Jakarta?" Tanya Rendi kepada laki-laki yang sudah berumur 35 tahun tapi masih terlihat tampan yang ternyata adalah adik dari ayah Rendi yang bekerja di Jakarta.

"Kemarin sore Ren,lo gimana kabarnya? Sekarang kok gak pernah ke Jakarta lagi,katanya mau ikut kerja tempat om kalau sudah lulus kuliah,eh malah menghilang tanpa memberi kabar ."Kata om Agung sambil mengulurkan tangan kepada ponakannya dan memeluk ponakannya.

"He ..he..." Rendi menjawab pertanyaan om Agung dengan ketawa kecil setelah melepas pelukan dari omnya.

"Om Agung gimana kabarnya? Pulang ke Pekalongan kok gak kasih kabar,sama siapa? ". Tanya Rendi.

"Oh iya ini kenalin teman om, namanya Julius." Kata Om Agung memperkenalkan temannya yang seumuran dengan dirinya tapi masih terlihat muda dan tampan.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!