Maharani Larasati. Berasal dari Daerah. Merantau kejakarta dan bekerja dirumah Daniel Nur Indra.
Sebagai pengasuh anak Daniel yang baru berusia tiga tahun. Rani gadis yang lembut, baik hati dan penyayang. Maka, Mama Nadyn adalah Mama Daniel tertarik dengan kepribadian Rani dan akhirnya menjodohkan anaknya dengan pengasuh cucunya. Icha anak Daniel juga sangat menyayangi pengasuhnya. Dan tidak mau kehilangan. Karena sudah menganggap Rani seperti Mamanya sendiri.
Rani menerima perjodohan itu tetapi pernikahannya jauh dari kata bahagia.
Daniel Nur Indra. Wirausahawan sukses yang sudah di geluti sejak usia 23 tahun. Tetapi kisah rumah tangganya tidak sesukses usahanya.
Daniel di tinggalkan Istrinya Almira meninggal sejak melahirkan Icha.
Daniel menduda selama 5 tahun dan tidak bisa muve on dari almarhumah Istrinya. Mama Nadyn menjohkan Daniel dengan pengasuh anak Daniel. Dengan berat hati Daniel menerima perjodohan itu.
Bambang Wibisono. Pengusaha Showroom mobil bekas yang sukses. Sebenarnya Showroom nya peninggalan Ayahnya yang sudah meninggal sejak ia SMA. Tetapi dulu tidak sebesar sekarang. Bambang memutar otak untuk memajukan bisnis almarhum Ayahnya Wibi Sono. Hingga kini Bambang mempunyai kekayaan luar biasa banyak.
Ayu Wandira. gadis ayu dan baik adik kandung Bambang Wibisono.
Sherly. adik kandung almarhumah Almira. Gadis sombong, angkuh dan egois. Terobsesi ingin memiliki Daniel dan juga hartanya.
Maharani PoV
Setahun sudah pernikahanku dengan Daniel Nur Indra. Duda mempunyai satu anak. Keisya Danur Almira. Ia anak sumber kekuatan ku untuk menghadapi pahit getirnya berumah tangga dengan Papanya.
Mama Nadyn dan Papa Nano, adalah mertuaku yang sangat menyangi aku.
Suka, duka, sedih, gembira, kami lalui bersama dengan suami dan anak sambungku.
Pernikahan ku dengan Daniel yang baru seumur jagung, banyak mengeluarkan air mata. Aku yang tak pernah jauh dari kata sabar untuk menghadapi rumitnya hidup berumah tangga dengannya.
Alhamdulillah, cita-citaku untuk menjadi Sarjana Pendidikan, kini telah aku capai. Hari ini aku akan di Wisuda di salah satu gedung ternama di Jakarta.
"Maaf yank, hari ini aku tidak jadi antar kamu ke gedung xxx sebab ada rapat pagi sekali." Kata Daniel santai.
"Terus aku bagaimana nih mana pakai kebaya lagi?" Aku kesal mendadak Mas Daniel membatalkan sepihak rencana yang sudah di susun seminggu yang lalu.
"Nanti pesan Taxi online saja ya." Ucapnya Santai.
"Nanti pulangnya Mas jemput deh, kalau sudah selesai telepon Mas ya."
"Au ah! kalau tau begini mah, aku nyalon dekat kampus aja jadi nggak repot begini." Kemudian aku berjalan cepat ke lantai dua meninggalkan suamiku.
Aku kesal, entah kenapa akhir-akhir ini aku ingin selalu di perhatikan suamiku. Ingin selalu dekat dengannya. Padahal biasanya aku selalu mandiri.
Aku tunggu beberapa menit bahkan sampai satu jam, tapi suamiku tidak menyusul aku.
Akhirnya aku kembali ke bawah ternyata kata Simbok Daniel sudah berangkat. Tidak menciumku atau mengelelus kepalaku seperti biasa. Aku makin kesal dan menghentak - hentakan kakiku ke lantai. Aku segera mengeluarkan motor dari garasi. Aku copot kebayaku lalu aku lipat dan aku simpan ke dalam tas tidak peduli kusut. Tampil serapi apapun jika tidak ada suami di sampingku buat apa? pikirku.
Sampai tujuan, semua teman-teman sudah hadir berpenampilan cantik dan gagah bagi teman laki-laki. mereka rata - rata ditemani orang tua maupun pasangannya masing-masing. Sedangkan aku, oh sungguh menyedihkan.
Aku segera kekamar mandi ganti pakaian kebayaku, dan membetulkan riasan yang sudah amburadul terkena masker dan helm.
Keluar dari kamar mandi aku segera masuk ke auditorium, bergabung dengan Wisudawan yang lain. Aku duduk di samping Sindy dan Alexander, yang biasa di panggil Alex. Sudah lengkap dengan baju wisuda.
"Loe di temani siapa tadi?" Tanya Sindy.
"Sendirian gue, suami lagi sibuk, padahal rencana ingin mendampingi gue sudah di susun rapi semenjak seminggu yang lalu."
"Ternyata suamiku membatalkan tiba-tiba."
"Kalau tau begini, gue kemarin minta di antar sama mertua saja, pasti beliau bersenang hati." Tutur ku pada Sindy.
"Mertua loe baik ya Ran?" Tanya Sindy.
"Baik! sangat baik malah, gue mengganggap beliau bukan seperti mertua pada umumnya, tapi gue anggap seperti ortu gue sendiri.
"Gue ingin sekali Ran punya mertua yang sayangnya seperti mertua loe ."
Akhirnya susunan acara demi acara wisuda lancar tanpa kendala. Tapi kepalaku terasa pusing, mataku kunang-kunang mencium keringat orang-orang bercampur dengan parfum rasanya ingin muntah.
Bagaimana mau bawa motor kalau badan rasanya begini? tapi tadi Mas Daniel janjinya mau jemput. Monolog aku.
Aku duduk di kursi emperan gedung. Mencoba menghubungi Daniel tapi tidak aktif, kirim pesan juga centang satu.
"Mas tolong jemput aku ya, kepalaku pusing, aku bawa motor sendiri tapi nggak kuat bawa nya."
"Atau aku naik Taxi ya Mas" tapi motornya gemana?"
Beginilah kira - kira pesanku.
Sudah hampir Magrib, tapi belum ada tanda-tanda suami akan menjemput, bahkan pesan yang tadi aku kirim tidak di buka.
MOHON DUKUNG KARYA AKU YANG BERANTAKAN, BERI KRITIK DAN SARAN.
LIKE
COMMENT
VOTE
Magrib telah tiba, Rani belum di jemput juga. Ia menjalankan ibadah shalat maghrib di Mushola gedung tersebut.
Selesai shalat, Rani menjalankan motornya dengan kecepatan sedang. Karena tadi pagi terburu-buru, Rani tidak memakai jaket, hawa dingin menyelusup pori-pori kulit. Rani berhenti sejenak ambil baju toga di dalam jok motor kemudian memakainya.
Sampai di rumah.
"Assalamu alaikum.."
"Waalaikumsalam."
"Mas Daniel belum pulang mbok?" Tanya Rani pada simbok, ia hendak naik tangga.
"Belum Mbak." Jawab simbok sambil mengunci pintu depan.
"Tapi tadi jemput Icha kan Mbok?" Tanya Rani ia masih berdiri di tengah -tengah anak tangga.
"Nggak Mbak, tadi Non Icha naik Taxi ." Jawab Simbok. Icha saat ini sudah kelas tiga, tidak heran jika dia sudah mandiri. Tapi selama ini Icha belum pernah pulang sendiri. Biasanya Rani yang selalu jemput. Karena tadi malam Rani sudah bilang suaminya agar menjemput Icha, maka Rani tenang meninggalkan Icha. Akan tetapi kenyataannya suaminya tidak mendengar kan dirinya.
Huh! dasar Papa nggak bertanggung jawab! Gerutunya sambil berjalan menuju kamar Icha.
"Assalamu alaikum..."
"Waalaikumsalam."
"Icha belajar apa?" Tanya Rani sambil melongok meja belajar Icha, ingin tau pelajaran apa yang sedang anaknya kerjakan.
"Gampang Umi, hanya PR ppkn kok." Tutur Icha kepada Rani.
"Kamu sudah makan malam belum?" Tanya Rani, tanganya membelai kepala Icha.
"Belum Umi, tapi Icha mau tunggu Papa," ujar Icha melirik Rani kemudian kembali menatap buku di depanya.
Rani menghela nafas panjang, ia berpikir akhir-akhir ini, suaminya semakin sibuk hampir tidak ada waktu untuk dirinya dan juga Icha. Di beri amanat jemput Icha saja tidak di kerjakan.
"Nggak usah tunggu Papa sayang, teruskan belajar ya, Umi mau mandi dulu, nanti selesai mandi kita makan bersama" Tutur Rani kemudian melenggang ke kamar mandi.
"Siap Umi." Jawab Icha memberi tanda hormat, Rani terkekeh.
"Selesai mandi dan ganti baju piama kesayangannya, Rani turun ke bawah, menggandeng tangan Icha menuju meja makan.
"Mbok sudah makan belum?" Tanya Rani sambil menuangkan nasi kedalam piring untuk Icha.
"Sudah tadi sore Mbak," jawab Simbok sambil menyuguhkan minuman untuk kedua majikannya.
Rani mulai menyuap sesendok nasi kedalam mulutnya, tapi belum sampai masuk ke mulut. Rani mencium bau bawang putih bumbu chapcay, biasanya chapcay sayur favorit nya. Tapi sekarang sayur ini terasa mengocok isi perutnya.
Rani hanya minum jus yang di sediakan Simbok, tidak jadi makan malam.
"Umi kok nggak Makan?" Tanya Icha heran, ia mengamati nasi di depan Uminya masih utuh, tidak di sentuh sama sekali.
"Nggak tau nih, Umi kurang ***** makan Cha," Jawab Rani lesu.
"Makan Umi, nanti masuk angin loh." Icha tahu, kalau Uminya sering masuk angin dan sering di kerok sama Simbok.
Selesai makan, Rani dan Icha kembali ke lantai dua.
Mereka masuk ke kamar masing-masing.
Rani merebahkan badanya di kasur. Ia ambil jaket milik suaminya yang digantung di pintu kamar.
Rani mencium jaket masih bau keringat suaminya, ia sangat merindukan, padahal baru tadi pagi mereka bertemu. Akhirnya jaket milik suaminya ia kenakan untuk pengantar tidurnya. Tetapi Rani tetap tidak bisa memejamkan matanya.
Waktu sudah Jam sebelas malam, belum ada tanda-tanda Daniel pulang, bahkan chatting tadi pagi yang Rani kirimkan belum di buka.
*Ya Allah mas, kamu kemana sih? kamu nggak tau apa kalau aku sangat merindukan kamu. Aku ingin tidur dalam pelukanmu. Semoga Mas baik-baik saja di mana pun berada.
Rani bangun dari tidurnya menuju balkon melihat bulan dan bintang. Ia ingat masa-masa romantis di Yogjakarta tujuh bulan yang lalu. Rani menetes kan air matanya.
Ya Allah kenapa sih aku kok akhir -akhir ini menjadi cengeng? oh iya, kalau orang suka berubah sikapnya dan mual -mual ketika mencium bebaunan, kata orang sedang ngidam, apa iya aku sedang hamil?
Rani mengelus perutnya, ia mengingat-ingat kapan ia terakhir menstruasi, dia ingat sudah tiga bulan yang lalu terakhir ia haid. Rani tersenyum lebar. Kemudian Rani kembali kekamar hatinya senang. Besok dia akan langsung periksa kedokter kandungan tidak mau pakai Test pack.
Rani kemudian terlelap melupakan sedikit tentang kesedihannya memikirkan suaminya.
Jam dua belas malam, Daniel baru pulang. Entah apa yang di lakukan Bapak satu anak ini. logikanya mana ada bekerja sampai larut malam. Daniel mandi bersih bersih kemudian masuk kekamar Rani, mengecup bibir istrinya, kemudian kembali kekamar pribadinya.
Keesokan harinya Rani bangun, melihat di sebelahnya tidak ada suaminya. Rani bergegas ke kamar mandi kemudian shalat subuh. Selesai shalat subuh, Rani turun kedapur membantu bibi menyiapkan Sarapan. Rani membuat roti bakar isi daging cincang kesukaan Daniel.
Rani kembali ke lantai atas, ia bertanya - tanya dalam hati. Apakah suaminya tadi malam pulang atau tidak. Kalau ia mengapa suaminya tidak menemani dirinya tidur.
Rani berdiri di depan kamar pribadi suaminya. tidak ada sendal yang biasa suaminya pakai di depan pintu. Itu Artinya suaminya ada didalam kamar.
Selama menikah dengan Daniel, Rani belum pernah di ajak masuk, apa lagi sampai tidur di kamar utama. Rani hanya masuk sekali ketika suaminya sakit waktu dulu itu pun Daniel tidak menyadarinya.
Rani ingin sekali mengetuk pintu, dan memeluk suaminya, tapi ia menarik tanganya kembali.
Akhirnya Rani mengurungkan niatnya, untuk menemui Suaminya.
Rani masuk kekamar Icha berniat mengajaknya sarapan.
"Sudah Rapi sayang?" Tanya Rani mengecek tas sekolah milik Icha. Memang biasa Rani lakukan.
"Sudah Umi." Jawab Icha, ia menggendong tas sekolah miliknya kemudian kebawah. Icha dan Rani sudah duduk di meja makan.
Tidak lama kemudian, Daniel turun sudah lengkap dengan setelah kemeja kerja. Rani mengamati dari meja makan ingin di peluk olehnya. Rasa rindunya sudah ia tahan dari kemarin.
"Sudah siap Cha?" Tanya Daniel kepada anaknya.
"Sedikit lagi nih sarapan nya, Papa makan dulu," Ucap Icha mulutnya penuh dengan roti.
"Papa buru -buru nih" ujar Daniel sambil melirik jam di tangannya.
"Mas!" Kata Rani menatap suaminya matanya mengembun, raut kecewa tampak di wajah pucatnya. Karena memang sedang tidak enak badan.
"Sini Papa bawa saja rotinya." Ujar Daniel minta bibi menyiapkan roti kedalam kotak bekal.
"Mas, aku ingin bicara," Kata Rani berdiri dari duduknya ingin mendekati suaminya.
"Nanti saja yank." Jawab Daniel sambil menggadeng tangan Icha masuk ke dalam mobil dan melesat pergi.
"Papa kemarin kenapa, kok nggak jemput Icha?" Tanya Icha, menatap Papanya cemberut.
"Loh memang Umi kemana?" Daniel balik bertanya.
"Papa ini gemana sih, kan kemarin Umi wisuda, Papa janjikan! mau menjemput Umi? tapi Papa bohong, sama Umi!!"
"Terus Papa juga nggak menghadiri acaranya Umi"
"Papa sih begitu!" Icha protes dengan Papanya.
LIKE
COMMENT
VOTE*
Icha di antar sekolah oleh Papanya, tidak henti - hentinya Icha selalu memprotes Papanya jika Daniel menyakiti hati Uminya.
Setelah sampai di sekolah, Icha turun mencium punggung tangan Papanya. Kemudian masuk kedalam gerbang sekolah. Kemudian Daniel melanjutkan perjalanan menuju kantor.
Sementara Rani di dalam kamar.
"Hueek..hueek..Rani mengeluarkan isi perutnya, kemudian mandi. Saat ini ia ingin memeriksa kandungan ke rumah sakit langganan keluarga Daniel.
Setelah keluar dari kamar mandi, Rani merasa lemas, tadi sarapan hanya sedikit. Namun semua makanan keluar lagi dari perutnya. Rani merebahkan badanya terasa lemas tidak bertenaga. Setelah beberapa saat agak terasa enak, Rani membaluri perutnya dengan minyak angin.
"Baik - baik di perut Umi ya sayang...biar Papa nggak perhatian sama kita.." "Kita harus semangat, sayang..." Rani meneteskan air mata. Ingat suaminya yang tiba - tiba mendiamkan dirinya. Rani terus memikirkan suaminya mengapa sikapnya berubah.
Rani kebawah pamit pada simbok. Saat ini ia belum memberi tahu siapapun seandainya memang ia hamil. Ia akan memberi kejutan kepada suaminya, karena minggu depan adalah hari anniversary pernikahannya yang ke satu.
"Mbok saya pergi dulu ya." Pamit Rani pada simbok sambil berlaku.
"Mau kemana Mbak Rani, sepertinya mbak kurang sehat, wajah Mbak pucat sekali?" Tanya Simbok tanpa jeda.
"Tidak apa - apa kok mbok, Rani berangkat ya..."
Rani keluar memesan taksi online. Saat ini ia tidak mungkin membawa motor sendiri, dalam keadaan badanya yang lemas seperti ini.
Tidak menunggu lama, taksi yang ia pesan datang. Rani mengamati sejenak kepada sopir taksi, sebab selama ini Rani jarang memakai jasa taksi. Rani kemudian masuk, duduk di kursi belakang.
"Mau kemana Non?" Tanya sopir taksi.
"Kerumah sakit xxx bang." Jawab Rani tidak menatap sopir taksi. Rani sibuk telepon suaminya. Ia ingin memberi kabar jika saat ia sedang berada di luar. Tetapi berkali-kali telepon hanya operator seluler yang menjawab. Rani mencoba untuk berpikir positif, yang penting saat ini suaminya sehat. Pikiranya.
Rani sampai di depan rumah sakit yang di tuju. Rani segera membayar taksi.
"Uang pas saja Non, tidak ada kembalinya." Tutur sopir taksi.
"Ambil saja kembalinya bang." Jawab Rani sambil berlaku tidak lagi menoleh ke belakang.
"Alhamdulillah...ini sih lebih nya banyak sekali, ongkos hanya 20 ribu, uangnya seratus ribu. Semoga Mbak tadi di lancar kan rizkynya. Doa sopir taksi.
Rani sampai di ruangan pendaftaran. setelah mendaftar Rani duduk di ruang tunggu. Netranya mengamati satu persatu, ibu-ibu yang sedang hamil. Mereka semua di dampingi suaminya, sambil bergelayut manja. Rani hanya bisa menarik nafas panjang.
"Maha Rani Larasati?" Panggilan dari ruangan poli kandungan terdengar nyaring. Rani bergegas masuk kedalam ruangan.
"Selamat pagi Nona," sapa dokter kepada Rani.
"Selamat pagi juga dokter." Jawab Rani.
dokter mengamati Rani seksama. Setiap konsultasi Rani pasti datang hanya sendiri tanpa di dampingi suaminya. dokter Rizaldi yang biasa di panggil Rizal ini tidak tahu jika Rani istri sahabatnya yang bernama Daniel. dokter Rizal, dokter Zulmy dan Daniel dulu teman sekolah waktu SMA. Tapi setelah kuliah, Zulmy dan Rizal melanjutkan kuliah di universitas kedokteran. Sedangkan Daniel ambil jurusan Ekonomi.
Sudah beberapa tahun yang lalu Rizaldi dan Daniel tidak bertemu. Terakhir bertamu, saat dokter Rizal menangani kehamilan Almira Almarhumah Istri Daniel.
Beda dengan dokter Zulmy setiap keluarga Daniel sakit ia selalu di panggil kerumahnya termasuk waktu Rani sakit. dokter Zulmy dan dokter Rizal praktek di rumah sakit yang sama. Hanya bedanya dokter Zulmy poli umum, sementara Rizal di poli kandungan.
"Bagaimana Nona, apa sudah ada perkembangan? tanda-tanda akan kehadiran buah hati?" Tanya dokter.
"Saya sudah tiga bulan terlambat haid dok." Jawab Rani antusias menyambut buah hati jika seandainya ia memang benar- benar hamil.
"Coba Non rebahan!" titah dokter Rizal pada Rani. dokter memeriksa Rani di bantu asistennya.
"Selamat ya Non, anda memang sedang mengandung sudah 12 minggu." Tutur dokter Rizal.
"Benarkah? alhamdulillah...saya akan menjadi seorang Ibu." Rani bahagia sekali.
"Maaf Non, setiap anda periksa tanpa di dampingi suami. Apakah suami anda sangat sibuk?" Tanya dokter keheranan. Sedangkan dokter Rizal yang sangat sibuk saja, selalu meluangkan waktu untuk mendampingi istrinya saat periksa kehamilan, maupun saat momen penting.
"Sibuk sekali dok, tapi tidak apa-apa, semua yang suami saya lakukan hanya untuk saya dan anak saya." Tutur Rani sebisa mungkin menyembunyikan kegelisahannya.
"Betul sekali Nona, baik lah jaga kondisi badan anda, jangan terlalu lelah maupun setres, karena sangat berpengaruh dengan anak yang anda kandung." Titah dokter Rizal.
"Baik dok." Jawab Rani.
"Minum vitamin secara rutin, dan ini untuk obat mual. Usahakan berat badan anda bertambah." Nasehat dokter kepada Rani.
"Baik dokter terimakasih, saya pamit pulang." Rani dan dokter saling berjabat tangan, kemudian Rani pulang.
Rani kembali memesan taksi, jalanan jakarta sangat padat, tengah hari Rani baru sampai di rumah.
"Assalamu alaikum.." Rani mengetuk pintu.
"Waalaikumsalam." Simbok membuka pintu.
"Baru pulang mbak?" Tanya Simbok, mengikuti Rani dari belakang.
"Iya Mbok, saya mau buat teh hangat, seger kali Mbok." Tutur Rani. Rani memang tidak pernah memerintah simbok, pekerjaan apapun selagi bisa akan di kerjakan sendiri.
"Biar saya yang buatkan Mbak. Mbak Rani duduk saja." Titah Simbok.
Rani menurut, duduk bersandar di kursi sofa. Tidak lama simbok datang membawa segelas teh panas.
"Mbak Rani mendingan makan dulu. Mbak Rani akhir-akhir ini, Mbok perhatikan sepertinya kurang vit." Tutur Simbok. Simbok selalu melihat Rani murung, kadang matanya sembab habis menangis. Mungkin karena Tuanya akhir-akhir ini sering pulang larut dan pergi pagi - pagi sekali. Simbok merasa kesal mengingat Tuanya sering menyakiti hati Rani. Tapi Simbok bisa apa? sedangkan dirinya disini hanya ART tidak mungkin ikut campur urusan majikannya.
"Saya belum lapar Mbok, nanti kalau sudah lapar saya cari sendiri." Tutur Rani, meyakinkan Simbok.
"Saya keatas dulu ya Mbok, biar teh nya saya bawa keatas." Kata Rani sambil beranjak meninggalkan Simbok, menapaki anak tangga satu persatu. Simbok menatap kepergian Rani sedih.
Rani kekamar mandi bersih-bersih kemudian shalat dzuhur. Selesai shalat Rani merebahkan badanya di tempat tidur. Membuka handphone siapa tau suaminya membaca pesan, maupun menelepon balik. Tetapi harapan tinggal harapan. Rani kemudian melempar handphone kesembarang arah. lalu mencoba untuk tidur.
Rani akhirnya tertidur teh hangatnya lupa tidak di minum. Tidak lama kemudian Icha pulang sekolah, kali ini Daniel menghubungi Pak Toto agar menjemput Icha. Sebab dirinya sedang sibuk. Icha melongok kamar Umi di lihat sedang pulas. Icha mendekati Rani dan mencium pipinya.
"Umi..Icha sayang Umi, muach...selamat bobok Umi." Ucap Icha lirih agar tidak mengganggu tidur Uminya. Icha kemudian keluar masuk kelamarnya sendiri.
HAPPY READING.
LIKE
COMMENT.
VOTE.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!