Namanya adalah Tiara Callista, dia adalah gadis yang cantik, baik dan selalu tersenyum. Walaupun kehidupannya ketika di rumah begitu menyakitkan, karena dia sering mendapatkan kekerasan fisik oleh ibu kandungnya sendiri.
Akan tetapi, ketika sedang di luar rumah, Tiara akan selalu terlihat ceria, seolah kehidupannya baik-baik saja.
Sebab, Tiara merasa sangat beruntung, meski di rumah dia selalu kurang bahagia, tetapi ketika di sekolah, dia memiliki sahabat yang sangat menyayangi dan selalu ada untuknya.
Akan tetapi, persahabatan Tiara dan Sean, harus diuji karena perasaan mereka yang tiba-tiba muncul. Keduanya sempat menjalin sebuah cinta yang manis, sebelum Sean tiba-tiba pergi meninggalkan luka yang menganga pada Tiara.
Setelah bertahun-tahun lamanya berpisah, mereka dipertemukan kembali sebagai atasan dan karyawan.
Tiara yang masih menyimpan cinta untuk Sean, merasa kesulitan mengendalikan perasaannya saat berhadapan dengan bos sekaligus mantan kekasihnya itu.
Apalagi status Tiara kini sudah memiliki kekasih yang juga sangat mencintainya. Sean yang memang kembali untuk Tiara, selalu berusaha agar selalu dekat dengannya.
Tiara yang menghargai kekasihnya mencoba untuk tidak terjerat cinta Sean kembali, walaupun itu semua bertolak belakang dengan perasaannya.
Akan tetapi, sungguh naas, saat mereka mengadakan reuni antar sahabat, Tiara terkena jebakan salah sasaran yang membuat Tiara kehilangan kendali dan melakukan hubungan badan dengan Sean.
Hal itu sukses membuat Tiara bimbang, satu sisi dia masih mencintai Sean. Namun, dia juga tidak ingin menyakiti kekasihnya yang sangat mencintainya itu.
"Sean, rasa dingin ini menyiksa," lirih Tiara, tubuhnya gemetar hebat. Sudah lima belas menit dia berendam di dalam bathtub, tetapi efek obat itu tak kunjung reda.
"Tenanglah, Tiara. Kamu harus bisa menahannya," ujar Sean, raut wajahnya dipenuhi kekhawatiran. Dia sungguh iba melihat kondisi Tiara, tetapi tak ingin terkesan memanfaatkan situasi ini.
"Tolong hubungi Langit, Yan!" pinta Tiara dengan suara terengah-engah. "Panas ... Ini bener-bener panas dan sakit banget."
Sean meraih tangan Tiara yang terus mencoba untuk membuka pakaiannya. "Tiara, berhenti! Jangan kayak gini ya!"
Tiara mencoba menarik tangannya kembali, tetapi Sean menahannya. "Panas, Yan. Panas ... Dingin, ini juga dingin," gumam Tiara.
"Sean!" panggil Tiara, suaranya bergetar menahan air mata. "Panas, tolong aku."
Mata Tiara terpejam, rahangnya menegang menahan rasa sakit yang tak tertahankan. Tubuhnya terkulai lemah, dan dia mulai bergumam tidak jelas.
Tiara dengan kesadaran yang semakin menipis, menarik Sean hingga terjatuh di sampingnya. Sean mencoba menjauh, tetapi Tiara langsung menci.umnya dengan liar, menarik tengkuk Sean agar memperdalam ciu.man mereka.
Sean terbuai oleh ha.srat yang membara, dan tak mampu menolak lagi. Sean mengangkat Tiara dari bathtub, dan membaringkannya di katil. Tiara tetap memeluk erat leher Sean, tak melepaskan ciu.man mereka.
"Tiara, apa kamu nggak bisa nahan lagi?" tanya Sean, tangannya lembut membelai pipi Tiara.
"Enggak!" jawab Tiara, suaranya nyaris tak terdengar.
Sean, yang juga sudah terbakar oleh ha.srat, membuka paksa pakaian Tiara. "Aahhh," de.sah Tiara saat Sean dengan lembut menggigit puncak gunung miliknya. Sean menjelajahi setiap le.kuk tubuh Tiara, memicu rasa gelisah yang semakin membara.
Sean juga membuka pakaiannya, lalu dia mendekatkan wajahnya ke telinga Tiara, dan berbisik, "Tiara, aku mencintaimu. Aku lakuin ini buat kamu, bukan buat diriku sendiri."
Dor!
Tiba-tiba seorang anak laki-laki sekolah menengah atas mengagetkan temannya yang terlihat sedang melamun. Gadis itu bernama Tiara Callista, dan Tiara melirik tidak suka pada temannya itu.
"Kaget, wey! berisik banget!" ketus Tiara sambil memutar bola mata malas.
"Lagian lu ngelamun mulu kerjaannya! Gua kasih tahu ya, jadi orang jangan keseringan melamun. Entar kaya ayam tetangga gua lho, dia mati," kata Abi dengan ekspresi menahan tawa.
sementara Tiara mengkerutkan kening bingung. "Apa sangkut-pautnya ngelamun sama ayam tetangga lu yang mati?"
"Enggak ada!" jawab Abi, dan dia pun terkekeh kecil karena jawabannya sendiri, sedangkan Tiara kembali memutar bola mata malas Mendengar lelucon yang menurutnya tidak lucu itu.
"Lu udah datang dari tadi?" tanya Abi kemudian seraya menyeret bangku agar duduk di samping Tiara.
"Baru dateng kok," jawab Tiara, tanpa menoleh, dia fokus pada sesuatu yang sedang dia tulis ke atas bukunya.
Abi melirik pada buku yang sedang Tiara tulis itu. "Lu ngelamunin apa sih? Kenapa lagi emangnya? Ada masalah?"
Abi adalah sahabat Tiara dari sekolah menengah pertama dulu. Dia adalah laki-laki berhidung mancung, bertubuh lebih tinggi sedikit dari Tiara, bibir kecil, serta bermata cokelat. Abi jugalah yang selalu ada ketika sahabat yang sudah seperti adiknya itu sedang butuh bantuan.
Tiara mendongak, dan menatap ke arah depan dengan tatapan mata yang kosong. "Nggak apa-apa, gua cuma kadang masih bingung aja, Bi."
Abi mendengus kesal mendengar itu. "Udahlah, kalau emang soal nyokap lu, mending nggak usah cerita! Males gua dengernya. Kalau lu emang nggak kuat, tinggalin aja sih, Ra! Lagian, di sana juga lu ngapain? Dianggap aja enggak, kan?" sungutnya, sambil mengelus punggung Tiara, menguatkan sahabat yang sudah seperti adik di matanya itu.
Tiba-tiba pintu di buka dengan sangat kencang, lalu beberapa siswa-siswi masuk. Siswa-siswi itu tak lain adalah sahabat Tiara yang lainnya seperti Yaya, Nova, Angga, dan Sean.
Kelas mereka memang tidak ramai, terkesan sepi hanya ada separuh murid saja, karena ini memang bukan sekolah seperti biasanya melainkan ini adalah sekolah paket.
Sekolah paket ini hanya untuk orang-orang yang ketinggalan sekolah atau yang tidak punya ijazah. Kini Tiara kelas dua paket C atau setara dengan kelas dua SMA.
"Kaget gua, b*ngke," sungut Abi dengan memutar bola mata malas pada sahabat-sahabatnya itu.
"Lagi lu masih pagi udah berdua-duaan aja, entar kalau ada setan lewat gimana?" ketus Nova sambil terkekeh dan menyeret Abi agar kembali ke tempat duduknya semula.
Yaitu duduk di kursi barisan kanan dan berada di bangku nomor dua, sedangkan kursi paling depan untuk Angga.
"Enak atuh kalau ada setan lewat mah, iya nggak, Ra?" goda Abi.
Yang digoda hanya mengangkat bahu acuh.
Takkk
Sebuah jitakan berhasil mendarat tepat di belakang kepala Abi oleh Nova.
"Sakit, nyet," ketus Abi karena Nova tiba-tiba menjitak kepalanya.
"Biarin," jawab Nova santai.
Nova sahabat wanita Tiara yang pertama, berambut pendek sebahu, berkulit putih, hidung mancung, dan berbadan lebih pendek dari Tiara.
"Ra, tumben banget lu pagi-pagi udah nongol?" tanya Yaya sahabat Tiara yang lain.
Yaya sahabat wanita Tiara yang selalu ada untuk Tiara ketika Tiara butuh.
Yaya gadis berambut panjang, bermata cokelat, hidung sedikit pesek, bibir kecil, dan dagu belah.
"Paling juga dipukulin lagi sama nyokapnya, iya kan? Kebiasaan dia kan gitu. Kalau habis dimarahi datang paling awal," timpal Nova.
"Sotoy lu, gua cuma boring tau," bohong Tiara.
Sahabat laki-laki Tiara yang lain, namanya Angga. Dia paling tinggi dan berbadan kekar di kelasnya, berhidung mancung, bermata sipit, dan Angga itu seorang atlet tinju. Tak heran jika tubuhnya pun tinggi dan besar.
"Ra, nanti istirahat ke perpustakaan yuk!" ajak Nova yang dijawab hanya dengan anggukan oleh Tiara, karena Tiara melihat Guru mereka sudah tiba di pintu.
Bel istirahat pun berbunyi.
Tiara, Nova, Yaya, Angga, Abi, dan Sean pun berjalan ke perpustakaan.
Sesampainya di perpustakaan Tiara sibuk mencari buku yang ingin dia baca.
Tiara Callista, gadis berambut panjang dengan gelombang di bagian tengah sampai bawah, berhidung mancung, bermata bulat, bulu mata panjang lentik alami, dan dengan bibir kecil.
Tiara cukup tinggi di umurnya yang baru 17 tahun itu. Tiara pun selalu berpenampilan modis. Dia selalu bisa memantaskan pakaian yang dia pakai agar selalu terlihat manis.
"Aaaahhh ini aja deh," gumam Tiara,
setelah menemukan buku yang akan Tiara baca.
Tiara duduk di kursi sebelah Angga.
Angga hanya tersenyum saat Tiara duduk di sampingnya.
"Awas gua mau duduk," sela Abi sambil duduk di tengah-tengah Tiara dan Angga.
Angga hanya menghela napas sambil geleng-geleng kepala.
"Wey tempat lain masih kosong kali," protes Tiara karena tidak terima terhimpit oleh Abi sahabatnya, tapi bukannya mengerti Abi malah terlihat cuek.
"Bodo amat suka suka gua dong, wleee." Abi malah meledek.
Tiara mendengus kesal dan beranjak, memilih duduk di kursi seberangnya bersama dua sahabat wanitanya.
"Napa lu pindah?" tanya Yaya tapi matanya masih terfokus membaca buku.
"Biasa, tuh si Abi rese banget," ketus Tiara dan mulai membaca buku.
Yaya menatap Abi sekilas sambil menghela napas.
"Ra sini geh! Ini liat ada buku yang lu cari," panggil Sean lalu menyodorkan buku itu pada Tiara.
Sean adalah yang paling stanbay kalo sahabatnya ada masalah.
Sean laki-laki berbadan tinggi, bertubuh atletis, berhidung mancung, mata sipit, bibir belah, dan ada lesung pipi di kiri. Umur Sean kini sudah dua puluh tahun, beda tiga tahun dari Tiara.
Pasti merasa aneh ya? Anak SMA kok umurnya dua puluh tahun? Author jelaskan lagi ya.
Sekolah paket itu bebas mau umur berapa aja, karena memang sekolah ini diadakan untuk orang-orang yang dulunya ketinggalan sekolah, atau untuk orang yang tidak punya ijazah.
Sean itu sebenarnya sudah lulus SMA di sekolah elit, tapi karna suatu masalah Sean kabur dari rumah.
Saat Sean tidak mengerti harus ke mana, pertemuannya dengan Tiara membuat Sean jatuh cinta pada pandangan pertama.
Sean mencari tahu semua tentang Tiara, hingga akhirnya, ide konyolnya pun datang. Dia langsung mendaftar sekolah di tempat Tiara sekolah, agar bisa dekat dengan Tiara.
Sementara Tiara sekolah di sana karena memang tidak mempunyai cukup biaya untuk mendaftar ke sekolahan lain.
"Mana?" Tiara menjawab seraya mendekati bangku Sean.
"Nih liat, buku ini kan yang lu cari?" Sean melirik Tiara sekilas sambil tersenyum.
"Iya bener, kok lu bisa nemuin sih? Jangan-jangan lu bawa dari rumah ya?" ledek Tiara sambil terkekeh.
"Dasar bocah k*mpret bukannya bilang makasih kek apa kek," sungut Sean kesal karena Tiara selalu saja begitu.
Tidak pernah serius dalam mengobrol, dan selalu terlihat ceria.
"Hehehe iya iya makasih Sean ganteng." Tiara memuji Sean, membuat Sean terkekeh dengan tingkah sahabatnya itu.
Bel sekolah pun kembali berbunyi, pertanda mereka harus segera masuk.
Tiara pun ke luar dari perpustakaan, tapi bukannya masuk ke kelasnya Tiara malah melewati kelasnya.
"Wey mau ke mana lu?" tanya Abi yang melihat Tiara melewati kelasnya itu.
"Ke tempat biasa, sekarang jatah MTK sama bahasa Inggris kan? Males gua, otak gua gak nyampe." Tiara berlalu meninggalkan kelas, sedangkan Abi hanya bengong melihat tingkah Tiara yang selalu bolos.
"Mau ke mana itu bocah?" tanya Angga pada Abi yang sedang menatap punggung Tiara.
"Ke tempat biasa katanya, kita ikutin nggak ya?" tanya Abi pada Angga.
"Ikutin aja yuk!" ajak Sean sambil menyela Angga dan Abi, kemudian mengikuti Tiara ke luar sekolah.
"Hayu kita bolos lagi aja!" Yaya dan Nova teriak bersamaan sambil mengikuti Sean.
"Kok lu nggak ikutin adek lu?" tanya Angga pada Abi yang masih diam di depan perpustakaan.
"Enggak ah, palingan juga mereka di sana sampe kita pulang, yuk masuk aja!" jawab Abi sambil berlalu masuk ke kelas dan Angga mengikutinya dari belakang.
* flashback on *
"Dasar anak ha__ram, an--jing lu, bikin gua malu aja," teriak Meli sambil membabi buta, memukul, menjambak, menampar, mendorong serta melempar beberapa barang tepat ke wajah Tiara.
Tiara tidak pernah melawan ketika dipukul oleh ibu kandungnya, dia cuma menangis menahan sakit.
Melihat Tiara menangis, Meli merasa geram. "Enggak usah nangis-nangis sialan! mau dikasihani orang lu hah?" Meli menampar mulut Tiara agar berhenti dari tangisnya.
Tiara pun terdiam, Tiara sangat menyesal telah curhat pada teman Meli,
dan teman Meli itu langsung menasehati Meli agar tidak terlalu kasar pada Tiara.
Sementara Meli itu tidak pernah terima kalo sampai ada orang yang membela Tiara,. karena itulah saat ini dia sedang memberi pelajaran pada Tiara agar ke depannya Tiara tidak berani lagi curhat pada siapa pun.
*flashback off*
Lamunan Tiara buyar saat Sean datang dan menyodorkan air untuk Tiara. "Nih minum!"
Tiara menerima air tersebut. "Makasih." Tiara tersenyum sambil mengedipkan matanya.
"Ck jangan suka sok cantik ya!" kata Sean sambil memutar bola mata malas,
tentu saja itu hanya akting karena sebenarnya di dalam hatinya dia merasa gemas.
Tiara memanyunkan bibirnya. "Jangan sok cantik katanya, lah kan emang gua mah cantik," jawab Tiara membanggakan dirinya.
Sean dan Tiara pun tertawa karena kepercayaan diri Tiara.
Tiara mengedarkan pandangannya.
"Ke mana Yaya sama Nova?" tanya Tiara karena tidak melihat kedua sahabat wanitanya itu.
"Masih di warung," jawab Sean santai sambil melirik Tiara.
"Oh." Tiara hanya ber oh saja.
"Ra, bokap lu masih ada kan?" tanya Sean pada Tiara yang tiba-tiba saja sudah menulis di sebuah buku kecil.
Tiara menatap Sean sekilas lalu kembali menulis,
"Masih, emangnya kenapa nanyain bokap gua? mau ngelamar lu?"
tanya Tiara heran, karena tiba-tiba Sean menanyakan tentang ayahnya.
"Nggak apa-apa, entar gua anterin pulang ke bokap lu aja gimana? mau nggak?" kata Sean sambil menatap tajam ke leher Tiara.
Tiara merasa heran, dia mendongak. "Eh kok gitu?" Tiara bingung, sambil merapikan buku dan alat tulisnya.
"Lu diapain lagi sama nyokap lu? sampai leher lu merah dan sedikit bengkak gitu?" tanya Sean pada Tiara yang duduk di seberangnya.
Tiara diam, Tiara memejamkan matanya, menghela napas lalu membuangnya kasar.
"Kemaren gua curhat sama temennya nyokap gua, tapi gua malah dipukul,
gua sebenarnya pingin pergi Yan, tapi gua gak tega sama adik-adik gua, tapi kalo bertahan pun rasanya gua gak kuat, salah ngomong sedikit nyokap pasti marah, tau gak Yan gua kayanya nyesel sudah dilahirkan, kalo tau begini lebih baik gua gak usah dilahirkan" ucap Tiara dengan wajah tertunduk.
Sebenarnya Tiara enggan curhat pasal kehidupan pribadinya pada sahabat-sahabat nya itu, tapi Tiara juga butuh pendengar.
"Kalo lu minta saran gua, gua nyuruh lu pergi Ra, mending lu ikut bokap lu atau nenek lu aja gimana?"
jawab Sean dengan berjalan mendekati Tiara, lalu menggenggam tangan Tiara, mengelusnya pelan berharap Tiara dapat mengerti.
"Eh ada apa ini? tau-tau udah ada yang nangis aja?" tanya Yaya yang tiba-tiba datang bersama Nova.
"Lu nggak apa-apa kan Ra?" tanya Nova.
"Gua nggak apa-apa, lu orang lama amat sih?" jawab Tiara sambil tersenyum ke Yaya dan Nova.
Sean menghela napas,
"selalu aja begitu, slalu ingin terlihat kuat padahal rapuh" batin Sean.
_____
"Wey udah pada jajan aja nih" Abi datang bersama Angga, Abi dan angga duduk bersebrangan dengan ke 3 sahabat cewenya sedangkan Sean masih berdiri dibelakang Tiara.
"Kalo mau ambil aja gak usah pura-pura nanya, basi tau gak" ketus Tiara dan Sean tersenyum.
"Wey Sean ngapain lu disitu, sinilah duduknya, udah kaya cewe aja lu kalo disana" teriak Abi yang membuat semua orang terkekeh,
Sean pun manggut-manggut dan duduk dekat Abi.
"ehmm" tiba2 Angga berdehem kasar, membuat semua sahabatnya menoleh ke arahnya.
"kenapa lu?" tanya Sean ke Angga,
"Nggak apa-apa, Ra lu nggak apa-apa kan?" tanya Angga pada Tiara.
"Nggak apa-apa, emangnya gua kenapa?" kebiasaan Tiara ditanya slalu balik tanya.
"Kok mata lu berair? lu habis nangis.??" kata Angga sambil menunjuk ke arah mata Tiara,
Tiara hanya tersenyum menanggapi.
"Ra nanti pulang sama gua ya, gua sekalian mau ke bokap gua ngambil uang" ajak Nova sambil memakan cemilan yang dia beli.
"Enggak nov gua nunggu bokap tiri gua ajalah, gua gak bawa ongkos" tolak Tiara sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
"Udah bareng gua aja, tapi kita muter-muter dulu ya" ajak Abi sambil tersenyum
..."gua ikut, Angga lu ikut gak??" kata Sean melirik pada angga...
"hmmm" jawab Angga singkat sambil memainkan teleponnya.
Merasa tidak diajak Nova dan Yaya bersuara,
"Trus kita gimana?" tanya Nova dan Yaya bersamaan.
"Lu ikut aja, kan Angga sama Sean sendirian" ajak Tiara karna tidak enak hati pada Yaya dan Nova.
"Gua ikut Sean" jawab Angga singkat.
"Eh enggak, gua yang sama Tiara lu sama Abi aja, ada yang mau gua tanyain," kata Sean seraya menatap Tiara.
"Yaudah deh gua sama Yaya pulang aja berdua" jawab Nova sambil melirik ke arah Sean dan Abi.
Yang di lirik pura-pura tidak lihat,
Yaya sebenarnya suka sama Abi,
dan Nova suka sama Sean,
hanya saja mereka malu untuk mengungkapkan perasaan mereka,
karna kata mereka hanya laki-laki yang bisa mengungkapkan perasaan,
wanita harus jaga diri.
BERSAMBUNG.....
hallo kakak salam kenal dari aku 👋
aku penulis baru disini, jadi harap dimaklumi ya kalo ada salah dalam penulisan atau yang lainnya 🙏
jangan lupa tekan ❤️
like and komen ya karna novel ini masih baru, jadi butuh bantuan dari kalian semua 🙏
terimakasih
assalamualaikum
sampai ketemu lagi ya 🙏 dan semoga suka
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!