_______________
"Apa! Masuk pesantren?"
tanya seorang gadis yang bernama Senja itu pada Ayah nya.
"Iya Nak, kamu mau kan?" Sambil mengacak-acak rambut putri tunggal nya sang Ayah bertanya kembali.
"Wah ngga salah nih? memang nya Ayah yakin mau memasukkan Senja ke pesantren?" katanya seraya mengerutkan keningnya.
"Yakin, 100%." kata sang Ayah tersenyum.
"Alhamdulillah, sebenarnya ini adalah saat-saat yang Senja tunggu Yah. Senja sudah lama menginginkan masuk Pesantren."
Sambil tersenyum Senja memeluk Ayahnya.
"Baiklah, besok kita berangkat ya sayang! Tapi kamu tidak marah kan Nak, jika Ayah menyuruh mu untuk nyantri?"
"Tentu saja tidak Ayah, malahan Senja senang. Karena Senja ingin berubah. Tidak mau bar-bar lagi kaya sekarang." katanya cengesan sambil menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.
"Ya sudah, sekarang pergi tidur biar besok tidak terlambat bangun untuk bersiap-siap. Soal perlengkapan barang mu, Ayah sudah meminta Bi Asih untuk mempersiapkannya."
"Yes! Les't go Mondok." Sambil bersenandung ria, Senja berlari ke kamarnya.
Betapa bahagia nya sang Ayah melihat putri kesayangan nya itu setuju untuk masuk pesantren. Padahal jika di perhatikan tingkahnya hampir menyerupai anak laki - laki, keras dan sangat nakal. Bahkan di sekolah dia dikenal sebagai Queen bar-bar.
Sering ketiduran di kelas, tidak mendengarkan guru mengajar, ribut dikelas, bahkan Senja juga kerap tertangkap basah sedang tidur di Base campnya belakang sekolah karena bolos tidak mau mengikuti pelajaran.
"Senja sebenarnya anak yang cerdas, hanya saja dia malas mengikuti peraturan di sekolah. Kami harap, Bapak bisa mengerti dan lebih memperhatikan Senja." Itulah kata-kata yang sering di ucapkan oleh kepala sekolah, saat Ayah Nya Ridwan dirgantara di panggil ke sekolah, karena ulah bandel putri nya Senja laura.
Setiap saat putri nya membuat ulah, sang Ayah tidak pernah marah sama sekali. Karena beliau yakin, suatu saat Senja pasti bisa merubah dirinya menjadi lebih baik.
Ayahnya begitu percaya terhadap Senja, dia anak yang rajin juga termasuk kategori siswa berprestasi di sekolahnya.
Meski begitu Senja tidak pernah sombong, banyak teman-teman mengagumi dan senang berteman dengannya.
Kecuali satu siswa, Fajar pangestu. King bar-bar, sekaligus sang ketua kelas Setiap hari di sekolah, Fajar dan Senja tidak pernah akur, ada saja pertikaian diantara mereka.
Ruang Kepsek sudah menjadi favorite bagi mereka berdua, wali kelas pun sudah angkat tangan saat mereka adu mulut, tidak sanggup menghentikan aksi mereka. Sampai suatu ketika wali kelas mereka mengadu kepada Ayah nya Fajar dan juga Senja. Meminta agar salah satu dari mereka harus ada yang pindah sekolah, dikhawatirkan jika mereka terus saja satu ruangan, kelakuan King dan Queen bar-bar itu semakin menjadi-jadi dan mengganggu tingkat belajar mereka dan teman sekelasnya.
Berat bagi guru wali kelas memberi solusi tersebut, karena Fajar dan Senja merupakan Siswa yang berprestasi. Peringkat mereka pun selalu bertukar posisi. Awalnya guru sepakat mereka di pisahkan kelas saja, supaya tidak lagi berulah. Namun Ayahnya senja meminta agar Senja di pindahkan saja dari sekolah tersebut. Karena berniat untuk memasukkan Senja ke Pesantren, tujuannya supaya Senja bisa memperbaiki dirinya menjadi lebih baik.
_______________
Semesta tersenyum disapa mentari, burung-burung berkicau menunjukkan kesetiannya pada pagi. Suara deru kendaraan berlalu lalang membelah kesunyiaan fajar.
Pagi yang begitu cerah, satu senyuman terlukis indah dari bibir seorang gadis yang berusia 17 tahun, siapa lagi kalau bukan Senja laura.
Sungguh hari ini adalah hari terindah baginya, karena impian nya untuk masuk ke pesantren akan terwujud. Dia sadar selama ini banyak melakukan kesalahan, dan sekarang adalah waktunya untuk dia memulai hijrah.
"Sudah siap?" tanya sang Ayah pada putri cantiknya itu.
"Insyaa Allah siap Ayah," jawab Senja sambil mengacungkan dua jempolnya.
"Hiks ... Hisk ...."
terdengar suara tangisan seorang perempuan, tidak lain adalah Bi Asih. Pembantu kesayangan Senja, dia lah yang merawat Senja dari kecil hingga menjadi seorang gadis muda seperti sekarang.
"Bibi kenapa nangis?" ucap Senja seraya menghapus air mata Bi Asih.
"Non yakin mau masuk pesantren? Bibi sedih kalau jauh-jauh dari Non."
"Iya Bi, Senja juga sedih. Tapi ini kan demi hidup nya Senja, biar Senja jadi orang yang lebih baik Bi."
"Sebenarnya Non sudah baik, sangat baik malahan. Tapi kenapa banyak yang bilangin Non anak yang nakal?" kata Bi Asih sambil memeluk Senja.
"Sudah lah Bi, pandangan orang kan beda-beda. Jujur Senja memang sangat nakal di sekolah, tapi Senja janji bakal berubah." Mengacungkan jari kelingkingnya pada Bi Asih sebagai tanda janji, dan di sambut dengan jari kelingking pula oleh Bi Asih.
"Ayo berangkat," kata Ayah yang sedari tadi hanya menonton drama yang dimainkan Senja dan Bi Asih.
"Come on, pamit ya Bi. Do'ain Senja, semoga jadi anak yang sholehah. Aamiin," katanya pada Bi alAsih seraya mencium tangan nya dengan ta'zim.
"Pasti Non, do'a Bibi senantiasa mengalir untuk Non."
"Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumussalam, hati - hati ya Non ... tuan ... " Seraya melambaikan tangan pada mereka Bi Asih tersenyum.
***
Setelah pamit dari Bi Asih, Senja dan Ayahnya masuk ke mobil dan langsung berangkat. Tapi sebelum menuju ke pesantren, mereka meluangkan sedikit waktu untuk ziarah ke makam istrinya pak Ridwan dirgantara alias Ibunda Senja, yaitu Laura dewi.
Dari kecil Senja memang hanya tinggal dengan Ayahnya, karena Bunda nya sudah lebih dulu menghadap sang khalik. Lebih tepat nya setelah melahirkan Senja. Jadi Senja di asuh oleh pembantu di yang sudah lama mengabdi di rumahnya yaitu Bi Asih. Kebetulan Bi Asih tidak memiliki keturunan, jadi dia mengasuh Senja dengan baik dan sudah menganggap Senja seperti anak kandungnya sendiri.
Tidak terasa kini Senja sudah berada di depan makam Bundanya, dia tersenyum dan merasa tenang setiap kali berziarah kemari.
"Assalamu'alaikum bunda, Senja datang ni. Hari ini Senja kesini ukan untuk curhat Bun, tapi Senja mau minta izin ke Bunda. Bahwa Senja akan masuk ke pesantren. Bunda pasti senangkan, do'akan Senja ya Bun," katanya meminta restu dari makan Bundanya, sambil mengecup ujung batu nisan yang bertulis nama Bundanya itu.
Ayahnya hanya bisa tersenyum, menyaksikan putrinya itu, bukan hal yang langka momen ini terjadi. Senja sering sekali mengunjungi makam Bundanya setiap dia rindu dan menceritakan keluh kesahnya disana.
Setelah meminta izin, dia melafazkan do'a untuk Bundanya dan aamiinkan oleh Ayahnya.
Lalu mereka kembali ke mobil dan melanjutkan perjalanan menuju pesantren.
***
3 jam perjalan akhirnya tibalah mereka di tempat tujuan, terlihat dari depan pintu gerbang tulisan besar, Selamat datang di Pondok pesantren As-Sasunnajah.
Senja turun dari mobilnya, dan membantu ayahnya mengeluarkan barang-barang miliknya.
Lalu sang Ayah mengajak putrinya masuk ke sebuah rumah, yang diyakini Senja itu rumah pemilik pondok pesantren tersebut.
"Assalamu'alaikum," sapa Ayahnya pada seorang yang seumuran dengannya sambil berjabat tangan.
"Wa'alaikumussalam, akhirnya tiba juga ente ya Ridwan," jawab orang tersebut dan tersenyum.
Senja menyalami tangan laki-laki itu tanda hormat dan Ayahnya meperkenalkan Senja pada beliau.
Lalu mereka dipersilahkan masuk kedalam rumah, terlihat didalam ada seorang wanita tersenyum. Senja kembali menyalami beliau. Sedangkan ayahnya hanya mengisyaratkan saja dengan tangan nya dan wanita tersebut juga melipatkan tangannya di depan dada.
Mereka dipersilahkan duduk dan diberi jamuan, Ayahnya membuka percakapan dengan memberitahukan tujuan dan maksud mereka kesini adalah untuk mendaftar kan Senja sebagai santriwati disini. Lalu Ayah memberi tau Senja, bahwa laki-laki itu adalah pemilik pesantren sekaligus sahabat Ayahnya sejak SMA.
Dan perempuan tadi yang dicium tangannya oleh Senja adalah istri beliau.
"Semoga betah disini ya Nak, jika ada perlu sesuatu beri tau saja pada Ummah atau abah, insyaa Allah bisa membantu," kata wanita yang memanggil dirinya Ummah itu dan tersenyum manis pada Senja.
Senja hanya menjawab "Iya Ummah."
"Siapa namamu Nak?" tanya nya kembali.
"Senja laura Ummah," jawab Senja malu - malu kucing.
Sementara itu Ayahnya mengobrol asik dengan laki-laki yang di panggil Abah tersebut
Tidak lama kemudian 2 santriwati masuk kedalam ruangan itu, mungkin seumuran dengan Senja.
"Ada apa Ummah, memanggil kami kemari?" tanya salah satu diantara mereka.
"Saida, Amel. Perkenalkan ini Senja laura. Santriwati baru disini, kebetulan salah satu satriwati di kamar kalian kan tidak lagi mondok disini. Jadi posisi nya diganti dengan Senja ya! Mari antar kan Senja ke Asrama," kata Ummah pada kedua santriwati tersebut.
"Baik Ummah, kami minta izin dulu," jawab yang salah satunya lagi.
"Mari!" ajak mereka pada Senja, lalu membantu nya membawa barang - barang nya ke asrama.
Di perjalanan, mereka kembali berkenalan dan bertanya-tanya satu sama lain. Saat asik mengobrol tiba-tiba sebuah bola dari belakang tidak sengaja mengenai punggung Senja dan terjatuh.
"Aww ... " ringisnya.
"Hei, siapa yang melempar bola kesini hah?" teriak Saida sambil membantu Senja untuk berdiri
Lalu terlihat satu anak kecil menuju ke arah mereka sambil menunduk.
"Maaf Kak, tadi aku sedang bermain bola. Tidak sengaja menendangnya terlalu keras," ucap anak kecil tersebut.
"Eh, Dek Haikal, iya tidak apa-apa. Ini bolanya." Amel menyerahkan kembali bola tersebut pada anak kecil yang di panggil Dek Haikal itu.
"Siapa anak itu?" tanya Senja sambil melihat anak itu berlari meninggalkan mereka.
"Itu Dek Haikal, anak bungsu dari Abah," jawab Amel.
Senja hanya ber oh ria saja, dan mereka melanjutkan perjalanan menuju asrama.
***
5 menit kemudian mereka sudah sampai di asrama, lalu mereka membawa barang-barang Senja untuk di masukkan kedalam kamar yang mereka tempati.
Mereka mulai akrab sejak di perjalanan tadi, aneh padahal baru kenal. Tapi sudah nyaman mengobrol dan bercerita banyak hal.
Setelah membereskan semua dan memasukkan baju kedalam lemari. Senja pamit sebentar pada teman barunya itu untuk kembali sebentar pada Ayahnya yang masih dirumah Abah.
"Aku minta izin sebentar ya, mau bertemu Ayah sebelum Ayah pulang," kata Senja pada Amel dan Saida.
"Iya, mau ditemenin lagi?" tanya Amel.
"Tidak usah, aku udah hafal jalannya," balas Senja tersenyum.
Senja keluar dari asrama berlari menuju ke rumah Abah, tujuannya agar cepat tiba disana dan bertemu dangan Ayahnya. Tapi saat sedang berlari kakinya tersandung batu dan terjatuh.
"Aduh ... " ringisnya kesakitan karena kepalanya kejedot tanah.
"Ukhti tidak apa-apa?" Suara seorang laki - laki bertanya pada Senja.
'Hah, siapa tuh? suara laki-laki lagi. Ah malu banget aku'. Batin senja.
"Aku baik-baik saja," jawab Senja sambil berdiri dan menunduk malu.
"Sepertinya aku mengenalmu," ucap laki-laki tersebut.
Seraya megangakatkan kepala nya Senja melihat siapa wajah laki-laki itu, penasaran.
Kini mereka saling menatap, betapa terkejutnya Senja saat mengetahui siapa laki-laki dihadapannya ini.
"KAMU!" ucap mereka serentak.
~Bersambung
_______________
"KAMU!" ucap mereka serentak.
"Masya Allah Senja, ini kamu?" kata laki-laki itu menilik Senja.
"I ... iya, kamu apa kabar Fi? sudah lama ya kita tidak berjumpa." sambung Senja agak sedikit gagap karena canggung.
"Alhamdulillah baik. Baru ya disini? sebelumnya aku tidak pernah lihat kamu."
"Hu'um, ini hari pertama. BTW aku pamit ya, soalnya mau ketemu sama Ayah di rumah Abah."
"Oh iya baik, Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumussalam ...."
Senja berlalu pergi dengan senyuman manis terlukis di wajahnya, meninggalkan laki-laki tadi yang mengobrol dengannya. Sungguh tidak terpikir oleh Senja akan bertemu dengan laki-laki itu lagi, tidak lain adalah Muhammad Rafi. Seorang laki-laki yang pernah mengisi ruang hatinya, cinta monyet memang. Karena mereka pernah berpacaran waktu SMP dulu namun setelah lulus mereka memutuskan untuk mengakhiri hubungan karena Rafi katanya mau masuk pesantren. Senja tidak tau kalau Rafi ternyata mondok di Pesantren As-Sasunnajah, tempat yang sama dengannya sekarang. Sungguh kebetulan sekali.
Senja sudah sampai di rumah Abah, Ayahnya masih didalam. Senja masuk dan menemui Ayahnya.
"Gimana? suka dengan asramamu Nak?" tanya Ayah pada Senja.
"Insyaa Allah suka Yah, Senja mau mondok disini." Dengan tersenyum Senja menjawab Ayah nya.
Sebenar nya itu bukan hanya sekedar senyum bahagia mengingat dia ingin bertahan di pesantren ini, tetapi juga senyum bahagia disertai desiran aneh di dadanya karena kejadian barusan. Sejujurnya Senja memang belum sepenuhnya melupakan Rafi, setelah putus darinya Senja tidak pernah mencoba untuk pacaran lagi. Hanya Rafilah satu-satunya mantan Senja.
"Alhamdulillah kalo Nak Senja suka, semoga bisa betah disini ya," ucap Abah disertai anggukan dari istrinya.
"Kalau begitu, Ayah pamit ya sayang. Semoga selama kamu disini, bisa merubah diri kamu. Tidak lagi nakal seperti dulu ya," kata Ayah dengan agak sedikit tertawa.
Ummah dan Abah juga ikut tertawa kecil, Ayahnya sudah menceritakan semuanya pada Abah dan Ummah bahwa Senja dulu nya sangat keras kepala.
"Iya Ayah, Senja janji tidak akan nakal dan bar-bar seperti dulu lagi deh." Sambil ikut tertawa Senja memeluk Ayah tercinta nya itu.
"Ayah pulang ya, saat libur nanti Ayah jemput kamu ok! Oh ya, Mad ane titip putri ane ya disini," ucap Ayah seraya berjabat tangan dengan Abah.
Senja dan Ayahnya meminta izin pada Abah dan Ummah, untuk mengantar kan sang Ayah sampai pintu gerbang. Senja berusaha untuk tidak menangis didepan Ayahnya, kali ini dia tidak ingin mengecewakan kepercayaan Ayahnya.
Setelah mengantarkan Ayahnya, Senja kembali ke asrama. Saat melewati tempat dia terjatuh tadi, Senja ternyum tipis, dia bahagia sekaligus malu karena yang menyaksikan dia terjatuh adalah mantan kekasih nya dulu.
Senja berlalu dan tiba di asrama, Saida dan Amel sudah ada disana menunggu kedatangan nya. Mereka masuk kekamar dan bersiap-siap untuk mengambil Wudhu' karena waktu shalat zuhur sudah tiba, mereka akan shalat berjamaah di musholla.
Mulai hari ini Senja akan mencoba untuk beradaptasi dan mengikuti peraturan baru disini, begitu pun dengan hari-hari berikutnya.
_______________
Hari ini semesta diguyur hujan, terlihat dari bawah asrama para santriwati bersenda gurau menikmati anugerah Allah yang turun dari langit itu. Saida dan Amel juga ikut bermain bersama mereka, Senja hanya bisa tersenyum menikmati pemandangan indah tawa mereka dari asrama. Bukan tidak ingin ikut bergabung, tetapi dia sangat sensitif dengan air, jika berlama-lama main air maka tidak ada kata tidak mungkin dia akan terkena demam.
'Tidak terasa sudah 3 minggu aku di pesantren ini, aku rindu Ayah,' Lirihnya dalam hati.
Senja mengayunkan langkah masuk kedalam kamarnya, temannya sudah tau bahwa Senja tidak terlalu suka dengan hujan.
3 minggu sudah cukup bagi mereka untuk saling mengenal.
Safratus Saida gadis cantik juga pintar namun sedikit brobrok. Lain dengan Amelia Azzahra yang agak pendiam, imut dan paling solehah diantara mereka.
Senja senang memilik sahabat baru seperti Saida dan Amel, sifat mereka menjadi pelengkap di hidupnya yang dulu sangat bar-bar. Sedikit demi sedikit sifatnya mulai berubah, yang dulunya keras kepala, sekarang Senja menjadi lebih penurut.
Saat sendiri dan hujan seperti ini Senja jadi mengingat masalalu nya saat masih bersekolah di SMA Nusa bangsa. Dimana waktu itu adalah saat-saat terkacau nya, apalagi ketika bikin rusuh di sekolah dengan Fajar pangestu.
"Kamu itu ngga usah sok-sok an disini, baru juga ketua kelas udah belagu. Pake ngatur-ngatur segala. Suka hati aku dong, mau nulis kek, mau engga kek. Itu urusan aku, ga usah kamu yang sewot." Dengan nada menyindir Senja membantah Fajar yang menyuruh nya untuk menulis catatan.
"Eh, kamu tuh yang belagu. Sok kecakepan banget jadi cewek, sekarang terserah kamu. Mau nulis atau ngga. Awas aja kalau nanti nama kamu dipanggil kekantor sama wali kelas jangan salahin aku," katanya mengancam Senja.
"Dasar banci! Beraninya ngadu sama guru. Hahaha ... ngga gentleman banget jadi cowok." Senja menertawakan Fajar yang katanya mau melaporkan dia ke kantor. Teman sekelas juga ikut menertawakan nya karena disebut banci oleh Senja, emosi Fajar mulai terpancing. Dengan amarah dia menarik lengan Senja dan mencengkram nya kuat.
"Apa kamu bilang tadi? banci? kamu nantang aku hah? ok! Sini aku buktiin bahwa aku bukan banci." Fajar begitu marah, dengan paksa dia menarik Senja keluar kelas. Teman-teman mereka bukannya menghentikan tapi malah menyorakinya.
"Wuuu, dikelas aja buktinya Fajar, biar kita bisa nonton. Hahahaha ..."
Fajar tidak menghiraukan temannya yang lain, sedangkan Senja berusaha melepaskan tangannya dari genggaman Fajar. Tetapi Fajar malah mempererat pegangannya.
"Kamu mau bawa aku kemana? lepasin tangan aku! Diluar hujan, FAJAR ... lepas ngga. Ya udah aku teriak ni."
"Silahkan saja, aku ngga takut." Fajar masih terus menariknya entah kearah mana.
"Iiiibuuuuk ... Baaapaaak ... tolong Senja Buuuuk ..."
Suara teriakan Senja berhasil menjadi perhatian sekolah, siswa kelas lain ikut keluar untuk melihat dan menyoraki keributan diluar. Mereka tidak lagi mengerjakan tugas yang diberi oleh guru wali kelasnya.
Di sisi lain Senja masih terus berteriak sambil menendang-nendang kaki Fajar, agar berhenti berjalan. Namun tidak berhasil karena kaki kekar Fajar tidak sebanding dengan kaki mungilnya.
Seorang siswi berlari kekantor untuk melaporkan kerusuhan yang dibuat Fajar dan Senja. Rya anggraini namanya, dia merupakan teman sekelas dan sahabat baik Senja. Dia tidak ingin Senja di apa-apain sama Fajar, untuk menghentikannya pun itu tidak mungkin.
Karena guru sedang rapat, jadi Buk Vina yang menjadi wali kelas mereka saja, yang keluar dari kantor untuk menjadi penengah.
"Fajar ... Senja ... cukup! keributan apa lagi yang kalian buat hah? ibuk sudah capek ngingatin kalian terus. Kalian sudah pada besar, bukan lagi anak SMP. Yang lain bubar semua, berhenti menyoraki nama mereka, bikin ribut saja." Buk Vina memerintahkan siswa yang lain untuk kembali kekelas masing-masing.
"Senja yang mulai duluan Buk," kata Fajar sambil menunjuk ke arah Senja.
"Fajar Buk, dia yang narik-narik tangan aku dari tadi," jawab Senja masih tidak mau mengalah.
"Sudah, diam! Masih saja ribut. Sekarang ikut Ibuk, kalian harus di kasih hukuman."
"Fajar aja Buk."
"Senja Buk."
"Kalau kalian masih terus menyalahkan, hukumannya Ibuk tambah," kata Buk Vina tidak main-main garangnya.
Buk Vina membawa mereka berdua ke perpustakaan sekolah.
"Sekarang tugas kalian, rapikan semua buku-buku disini semuanya. Setelah itu bersihkan semua toilet yang ada disekolah ini. Tidak ada tapi-tapian, jika nanti ibuk cek kerjaan kalian tidak bagus, hukuman nya akan terus berlanjut sampai hari esok. Ayo kerjakan sekarang! Ibuk mau ke kantor masih ada rapat." Buk Vina berlalu meninggalkan mereka berdua yang masih bengong karena hukuman yang mereka terima sangat banyak.
'Mampus! Aku ditinggalin berdua lagi sama Fajar, gimana ini? Ya Allah semoga Fajar ngga macem-macem disini," ucap Senja membatin sambil menelan ludah.
Fajar sudah memulai aksinya membereskan buku yang berantakan.
"Woi! Bantuin, masih aja bengong disitu. Cepat, aku buru-buru ni." Perintah Fajar pada Senja yang masih ketakutan.
"Iya ... iya, sabar napa." Dengan langkah ragu-ragu Senja mendekat. Namun buku yang Senja pegang jatuh, karena tangannya gemetar.
"Kamu kenapa sih? takut sama aku? tenang, aku ngga bakalan apa-apain kamu disini. Lagian siapa juga yang mau sama cewek kayak kamu." Sambil tertawa Fajar mengolok-olok Senja. Sebenarnya tadi Fajar juga bingung mau kasih bukti apa pada Senja, dia hanya mengancam dan menarik asal saja. Fajar anak baik-baik, dia tidak akan berbuat sekejam itu pada Senja.
Fajar marah karena tidak suka jika perintahnya dibantah, apalagi menyangkut dengan pelajaran.
Senja hanya diam, tidak mau menyahut apapun, kali ini dia mengalah saja.
Mereka tidak bicara sampai menyelesaikan hukuman, ketika membersihkan toilet mereka membagi tugas, Fajar membersihkan toilet pria dan Senja membersihkan toilet wanita. Sebelum bel pulang berbunyi mereka sudah siap mengerjakan semuanya.
***
"Senja ... Senjaaaaa." Sambil mengayun-ayunkan tangannya di depan wajah Senja, Saida mencoba menyadarkan Senja yang sedari tadi melamun.
"Eh, kalian. Sudah selesai mandi hujannya?" tanya Senja pada kedua sahabatnya itu dan tersadar dari lamunan.
"Ngelamunin apaan sih? sampe ngga sadar kehadiran kami?" Amel bertanya sambil meletakkan handuknya pada hanger.
"A ... aku cuma inget sama teman sekolah ku yang dulu. Hehehe ... "
jawab Senja cengesan, dia malu kalau menceritakan kenakalannya dulu. Padahal tanpa Senja beritahu, Saida dan Amel sudah lebih dulu mengetahuinya. Ummah yang menceritakan kalau Senja dulu sangat keras kepala, tujuan Ummah agar Saida dan Amel bisa menuntunnya kejalan yang benar.
Sebenarnya mudah mengajari Senja, Saida dan Amel hanya mengingatkan beberapa hal saja, selebihnya Senja sudah banyak paham tentang kewajibannya sebagai muslim, dan sampai mana batasannya sebagai seorang Wanita.
Dulu almarhumah Bundanya Senja sangat paham tentang ilmu agama, dia juga mengajarkannya kepada orang lain, seperti membuat pengajian khusus dirumahnya setiap hari Jum'at. Bi Asih belajar banyak hal pada beliau, sehingga saat Senja lahir Bi Asih menanamkan kembali kaidah agama kepada Senja, meski tidak sepintar Bundanya. Tapi setidaknya Senja besar dengan pemahaman yang benar.
~Bersambung
~Mohon krisannya:)
_______________
Deru angin riuh berhembus dari luar sana, suara nyanyian binatang pun mulai berkecamuk menyambut kehadiran malam. Nampak dari jauh sang rembulan malu-malu keluar dari tempat persembunyiannya.
Terlihat dari dalam musholla sudah hening, karena shalat 'Isya berjamaah telah selesai dilaksanakan. Kini para santriwati tengah bersiap-siap dengan kitab ditangannya. Jejak kaki mereka terdengar jelas berlalu-lalang di tangga asrama. Ada yang berjalan pelan, berlari dan bercengkrama ria dengan teman-temannya sambil menuju ke kelasnya masing-masing.
Senja tersenyum senang, karena jadwal mengajar dikelasnya malam ini adalah Ustazah Farihah, guru yang paling dikaguminya. Beliau adalah putri sulung dari Almukarram Abah Ahmad, pimpinan pesantrennya.
Selain sholehah, Ustazah Farihah juga sangat cantik, meski wajahnya terbalut dengan niqab.
Tidak mau berlama-lama lagi Senja dengan kedua sahabatnya itu bergegas langsung menuju kekelas mereka, takutnya Ustazah Farihah lebih dulu berada dikelas dibanding mereka.
***
Kini Semua santriwati kelas 3A sudah menyiapkan barisan duduk dibangku nya masing-masing. Jika sudah dikelas, memang dianjurkan untuk tidak boleh banyak bicara, apalagi perkara yang tidak penting. Meski terkadang ada juga santriwati yang masih saja berbisik-bisik, entah topik apa yang mereka bicarakan sehingga tidak memiliki penghabisan. Sampai suara mereka terhenti ketika seseorang mengucapkan salam saat memasuki ruang kelas.
"Assalamu'alaikum ...." suara salam dari seorang laki-laki.
"Wa'alaikumussalam ...." jawab seisi kelas dengan serentak.
'Rafi! Apa yang dia lakukan disini?' tanya Senja membatin.
"Bismillahirrahmanirrahim ... Sebelum kita memulai membaca kitabnya, saya ingin memberitahukan bahwa, Ustazah Farihah sedang kurang sehat. Jadi untuk sementara saya yang akan mengisi jadwal mengajar beliau," ucap Rafi membuka percakapan.
Senja terdiam dengan seribu pertanyaan, baru 2 tahun dia tidak bertemu dengan Rafi, ternyata sekarang Rafi sudah sangat paham tentang ilmu agama. Mungkin sebentar lagi pasti akan dipanggil Ustad.
***
Rafi memulai membaca kitab, sambil mengartikan dan menjelaskannya. Tertangkap oleh pendengaran Senja, para santriwati lain tengah berbisik membicarakan dan memuji Rafi yang sedang duduk didepan mereka itu. Rafi memang sangat tampan, berkulit putih, hidungnya mancung, jika dilihat sekilas dia lebih mirip keturunan Belanda. Ditambah lagi dengan penampilannya yang sekarang, memakai sarung serta memakai koko dan juga kopiah. Benar-benar idaman.
Jauh berbeda dengan gayanya saat masih SMP dulu. Kemana-mana selalu memakai topi. Jika diluar sekolah, dia memakai baju kaos serta kemeja luarannya, lalu padukan oleh nya dengan celana jins, dia bahkan dulu juga memakai kawat digiginya, alias behel. Benar-benar gaul, sangat berbanding terbalik dengan apa yang dilihat Senja sekarang.
'Masya Allah.' Lagi-lagi batin Senja melirih, dia begitu takjub dengan Rafi. Sekali lagi Senja melamun, entah apa yang ada dipikirannya. Yang jelas kini hatinya sedang tidak bisa di ajak kompromi, berdebar tanpa alasan. Seketika sebuah pertanyaan membuyar lamunan Senja.
"Ada yang ingin ditanyakan? mungkin ada yang kurang jelas. Yang disudut sana, apa ingin bertanya?" Sambil menunjuk kearah Senja. "Dari tadi saya perhatikan hanya melamun dan tidak menyimak apa yang saya sampaikan," kata Rafi pada Senja.
Senja kaget sekaligus malu, hanya terdiam tidak bersuara, dia hanya menggeleng-gelengkan kepala saja. Tandanya tidak memiliki pertanyaan.
"Ustad, saya ingin bertanya!" kata Amel sambil mengangkat tanganya.
"Maaf sebelumnya, jangan panggil saya Ustad. Panggil saja Kak Rafi, sebab saya belum layak dipanggil Ustad." Sambil tersenyum Rafi mempersilahkan.
Amel melanjutkan pertanyaannya, lalu di susuli jawaban oleh Rafi.
Saida menertawakan Senja yang kini menunduk malu, "kamu sih, melamun mulu. Suka ya sama kak Rafi?" tanya Saida berbisik menggoda Senja.
"Iiih ... engga lah, aku cuma lagi kangen aja sama Ustazah Farihah," bantah Senja pada Saida yang masih menertawakannya itu.
Senja belum menceritakan pada sahabatnya itu, bahwa Rafi adalah mantan cinta monyetnya dulu. Dia malu, mungkin mereka juga tidak akan percaya, karena jika dilihat Rafi yang sekarang sungguh tidak pantas dibilang pernah berpacaran dimasa lalunya. Senja berpikir untuk melupakan saja tentang masalah itu. 'Rafi juga pasti sudah melupakannya,' pikir Senja.
***
Pengajian selesai, para santriwati kelas 3A menutupnya dengan shalawat kepada Baginda Rasulullah SAW. Disusuli dengan ucapan salam dari Rafi. Kemudian dia berlalu dari ruang kelas tersebut.
Setelah Rafi keluar, para santriwati yang lain langsung heboh membicarakan Rafi, memujinya dan bahkan sempat terdengar ada yang berdo'a semoga dijodohkan dengan Rafi.
Lalu senja menanyakan kepada dua sahabatnya itu. "Memangnya Kak Rafi itu idola ya disini? heran aja kenapa mereka begitu menggilakannya."
"Kak Rafi memang cukup populer di pesantren ini. Dia adalah murid kesayangan Abah. Selain pintar, dia juga ketua dari organisasi santri putra." Dengan nada sombong Saida menjelaskan pada Senja, dan dianggukinya.
"Kenapa jadi ngebahas Kak Rafi sih? balik ke asrama yuk! Aku ngantuk." Ajak Amel pada Saida dan Senja yang sedang asik mengobrol tentang Rafi.
Akhirnya mereka pun kembali ke asrama, menemui singgahsana kasur untuk merajut beberapa mimpi.
~Bersambung
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!