NovelToon NovelToon

Wanita Tak Ternilai

Menjadi Simpanan

"Terima aku, Zayn," ucap Rere memelas.

"Berulang kali aku mengatakannya kepadamu. Maaf, Re. Aku tidak bisa. Kita berteman saja."

"Apa kurangnya aku? Katakan padaku agar aku bisa membuatmu jatuh cinta."

Zayn menggeleng, "Kamu sempurna, tetapi cintaku bukan untukmu. Carilah pria yang bisa mencintaimu, dan jangan mencintai pria yang sama sekali tidak mencintai dirimu."

Rere membuka mata. Ia terengah-engah, dan segera bangkit dari tidur. Mimpi itu terus saja menghantui dirinya. Sudah dua tahun sejak kelulusan mereka, Rere masih membayangkan penolakkan yang berulang kali dilakukan Zayn terhadapnya.

Di saat itu juga, Rere menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri Zayn menyatakan cinta pada seorang wanita bernama Amel. Gadis itu memang disukai Zayn sejak pertama mereka bertemu, dan sampai akhirnya cinta Zayn berbuah manis dengan hubungan cinta mereka sampai sekarang.

Berbanding terbalik pada Renata Aprilia yang cintanya terus saja ditolak. Meskipun begitu, wanita itu tetap mengejar sang pria.

Rere menghela, "Mimpi itu lagi. Aku tidak bisa melupakan betapa romantisnya Zayn menyatakan cinta pada Amel. Andai aku diposisi wanita itu, sudah pasti bahagianya aku ini."

Nada dering telepon membuyarkan lamunan Rere. Segera ia raih ponsel yang terletak di nakas meja lampu tidur. Sebuah panggilan telepon dari pria yang ia cintai, dan secepat kilat Rere mengeser tombol hijau.

"Halo, Sayang." ~ Rere.

"Panggil aku, Zayn. Jangan sayang." ~ Zayn.

"Enggak mau. Aku maunya panggil kamu sayang." ~ Rere.

"Jangan membuatmu kesal pagi-pagi." ~ Zayn.

"Kalau kamu tidak mau dipanggil sayang, aku panggil kamu cinta, my honey atau my baby."

"Berhentilah berucap omong kosong! Aku menunggumu di cafe tempat biasa jam sepuluh pagi. Kita harus menyelesaikan naskah ceritanya sekarang juga." ~ Zayn.

"Aku akan datang tepat waktu, Sayang." ~ Rere.

Sambungan telepon terputus secara sepihak. Rere tersenyum karena memang begitulah sifat Zayn terhadapnya. Rere tidak peduli. Mau bagaimanapun, cintanya semakin kuat, dan tumbuh hanya untuk Zayn seorang.

Meski sudah ditolak cintanya berulang kali. Keduanya masih berhubungan baik. Bahkan Rere dan Zayn melakukan hubungan kerja sama sesama penulis.

Renata Aprilia, ialah seorang penulis yang saat ini namanya tengah naik daun. Beberapa karyanya booming di platfoam online maupun dalam bentuk buku cetak.

Gadis berusia dua puluh dua tahun. Mempunyai wajah tidak terlalu cantik, tetapi tidak juga terlalu jelek. Yang ada pada dirinya semuanya pas.

Warna matanya hitam; rambut hitam panjangnya selalu diikat kuncir kuda. Batang hidung yang ia miliki tidak terlalu menonjol. Kulit tubuhnya putih dengan tinggi seratus tujuh puluh.

Renata hidup sebatang kara. Tidak tahu siapa orang tua yang melahirkan dirinya. Sejak kecil hidup di panti asuhan hingga pada akhirnya memutuskan untuk mandiri sejak usia delapan belas tahun.

Waktu sudah menunjukkan pukul sembilan pagi. Rere sudah berdandan serapi mungkin untuk bertemu pria yang ia cintai.

Padahal hampir setiap hari keduanya bertemu, tetapi Rere selalu sibuk untuk mempercantik diri jika bertemu Zayn. Kali ini ia memakai dress selutut berwarna putih gading. Rambutnya tetap dikuncir kuda. Bibir tipis yang selalu tersenyum itu, diberi polesan liptint berwarna pink.

"Pakai sepatu high heel atau flat shoes, ya?" gumam Rere bingung. "Pakai flat shoes saja, deh. Lagian masih pagi."

Selagi menunggu taksi online yang akan menjemput, Rere kembali memperhatikan penampilannya di cermin. "Sempurna."

Rere keluar dari kamar dengan tas selempang menggantung di lengan tangannya. Untuk sekian kali ia akan menghabiskan waktu bersama Zayn.

Mobil taksi yang dipesan telah datang. Rere masuk ke dalam mobil, dan memberitahu alamat cafe kepada sopir. Waktu yang tersisa masih panjang dari jadwal yang dijanjikan. Namun, Rere selalu datang lebih awal karena ia ingin dirinya yang menyambut kedatangan Zayn.

*****

"Zayn ... sini!" seru Rere.

Zayn Darmawan, pria berusia dua puluh dua tahun dengan tinggi tubuh seratus delapan puluh. Kulit putih, hidung mancung, berlesung pipi di kiri, dan kanan samping bibirnya. Warna mata kecoklatan karena memang seorang indo, dan penerus kedua dari keluarga Darmawan.

"Kamu selalu datang lebih awal," kata Zayn yang langsung duduk di kursi berhadapan dengan Rere. "Kita langsung bekerja saja."

"Apa kamu tidak ingin menyapaku?" tanya Rere.

Zayn memutar mata malas. "Hampir setiap hari aku bertemu denganmu. Kabarmu pasti baik-baik saja."

"Kenapa kamu tidak pernah bertanya tentang aku? Maksudku berkirim pesan. Kamu hanya menghubungiku saat ada pekerjaan saja."

"Nanti kamu terbawa perasaan. Aku tidak ingin kamu sakit hati," kata Zayn.

"Bukankah setiap hari kamu menyakitiku? Setiap hari selalu saja ada penolakkan darimu." Bibir Rere manyun.

"Kondisikan bibirmu! Kamu sudah tahu aku punya kekasih, masih saja ingin bersamaku."

Zayn membuka laptop yang ia bawa, dan mulai mengetik huruf-hurup di layar segi empat itu. Rere masih memperhatikan pria yang fokus menekan tuts-tuts keyboard.

Menatap wajah dari pria yang ia cintai saja, sudah sangat senang bagi Rere. Apalagi sampai dapat memilikinya. Andai ia itu Amel yang selalu bisa memeluk Zayn, alangkah bahagia hidupnya.

"Kerja! Jangan menatapku. Kita harus selesaikan naskah ini sebelum diberikan kepada penerbit," kata Zayn.

"Satu minggu, Zayn. Biarkan aku menjadi kekasihmu satu minggu saja."

Zayn menghela, "Aku lelah dengan sikapmu, Re."

"Bagaimana kalau sehari saja," tawar Rere.

Zayn menggelengkan kepala tidak tahu harus berbuat apa akan sikap keras kepala dari sahabat, dan juga rekan menulisnya itu.

"Kamu ingin menjadi selingkuhanku?" tanya Zayn.

"Kekasih gelap saja aku mau," ucap Rere.

Zayn menutup layar laptop, lalu memandang Rere dengan senyum yang tidak dapat diartikan.

"Aku sudah punya kekasih. Bagaimana kalau menjadi wanitaku saja?" tawar Zayn.

"Wa-wanita?" ulang Rere.

Zayn mengangguk, "Menjadi wanitaku."

Rere menelan saliva. Menjadi wanita seorang pria sama saja artinya menjadi seorang simpanan.

"Jika aku bisa bersamamu, aku bersedia," ucap Rere.

Zayn mendelik, "Kamu! Bersihkan pikiran gilamu itu. Aku tidak mungkin menjadikanmu simpanan."

Rere meraih kedua tangan Zayn. "Kumohon. Asalkan aku bersamamu."

"Aku tidak mau," tolak Zayn. "Lupakan apa yang aku katakan tadi."

Zayn hanya iseng mengatakannya agar Rere marah, dan berharap wanita itu tidak lagi mengejarnya. Namun sebaliknya, Rere malah menerima tawaran konyol yang Zayn lontarkan.

"Zayn, aku mencintaimu. Meski menjadi simpanan, aku rela agar terus bersamamu. Jadikan aku simpananmu, Zayn."

Tidak peduli harga diri. Dengan menjadi simpanan Zayn, maka Rere bisa bersama pria itu. Rere berharap lambat laun Zyan akan bisa menerima ketulusan cintanya.

Zayn memandang lekat Rere yang memohon padanya. Sudah bertahun-tahun Rere mengejarnya, tetapi Zayn sendiri sama sekali tidak merasakan perasaan apa-apa pada gadis itu.

"Mulai hari ini. Jadilah wanita simpananku."

Bersambung.

Dukung Author dengan vote, like, dan koment.

Wanita Seutuhnya

Rasa bahagia meluap-luap dalam benak Rere. Kebahagian yang selama ini ingin ia raih akhirnya tercapai juga. Meski menjadi seorang simpanan, Rere tetap saja bahagia.

"Aku sangat bahagia, Zayn. Kamu akhirnya menjadi milikku." Mata Rere berbinar memandang kekasihnya. Oh, bisakah Zayn disebut sebagai kekasih? Ya ... mereka, adalah sepasang kekasih gelap.

"Jangan berlebihan, Rere. Kamu yang menginginkan dirimu menjadi simpanan. Apa kamu tahu betapa rendahnya posisi itu?" kata Zayn.

"Aku tidak peduli. Yang terpenting aku bersama dan bisa menghabiskan waktu bersamamu juga," kata Rere.

Zayn tidak tahu lagi apa yang harus ia lakukan pada Rere. Wanita itu begitu keras kepala. Rasa kasihan malah hadir pada diri Zyan. Ia memang tidak tega melihat Rere yang terus menerus tersakiti.

"Kita selesaikan naskahnya, setelah itu aku akan bersamamu," kata Zayn.

Rere mengangguk cepat. Mendengar Zayn yang ingin bersamanya bagaikan mimpi yang menjadi kenyataan. Rere membuka laptop miliknya dan bergegas mengetik naskah novel yang mereka kerjakan bersama.

"Akhirnya selesai juga," kata Rere.

"Setelah buku kita ini terbit. Aku akan berhenti menjadi penulis. Kamu tahu, kan? Aku harus meneruskan usaha keluargaku," kata Zayn.

"Aku ingin sekali pergi ke pabrik permen dan es krim milikmu," kata Rere.

Orang tua Zayn memiliki pabrik yang memproduksi permen dan es krim. Brand permen dan es krim mereka sudah terkenal di Indonesia bahkan sampai di kirim ke luar negeri.

"Nanti kamu akan aku ajak," kata Zayn.

"Pantas saja, ya, Zayn, kamu itu selalu manis. Kamu produksi gula sama es krim terus," celetuk Rere.

Zayn berdecak, "Apaan, sih? Perusahaan itu, kan, milik kakekku, lalu diteruskan oleh papa dan sekarang diserahkan kepadaku. Kamu tahu sendiri, aku lebih suka dalam hal tulis menulis dan menggambar."

"Kamu tidak berencana membuat rumah penerbit sendiri?"

"Sepertinya aku belum berminat. Aku ingin membuat sebuah game dulu. Jika itu berhasil, kamu bayangkan betapa kayanya aku," kata Zayn.

"Sayangku, aku akan mendukungmu selalu." Rere mencubit kedua pipi Zayn dan berhasil membuat pria itu malu.

Wajah Zayn merona. "Ini di depan umum. Bikin malu saja."

Rere tertawa, "Biarin."

Zayn meletakkan selembar uang merah di meja untuk membayar minuman yang mereka pesan. Keduanya beranjak dari kursi, lalu keluar dari cafe.

Rere menggandeng tangan Zayn saat keduanya menuju mobil, tetapi Zayn menyingkirkan tangan Rere. Ia, lalu membuka pintu mobil untuk simpanannya itu.

"Jika kamu ingin menjadi simpananku, perhatikan sikapmu," kata Zayn.

"Amel berada di luar negeri. Dia tidak akan melihat kita."

Zayn menoyor kepala Rere, lalu menutup pintu dan bergegas masuk melalui pintu mobil sebelahnya.

"Amel mungkin tidak lihat. Bagaimana dengan teman-teman kita? Jaga sikapmu jika ingin bersamaku. Jangan sampai hubungan kita diketahui semua orang," kata Zayn.

Rere menghela napas, "Baiklah."

Zayn mengemudikan mobil keluar dari area parkir kafe menuju jalan raya. Di dalam perjalanan, Rere tidak sungkan untuk merebahkan kepalanya di atas pundak pria itu.

Mobil berhenti di sebuah gedung apartemen. Rere mengerutkan kening, tetapi ia masih belum ingin bertanya mengapa Zayn membawanya ke gedung apartemen.

"Aku akan sewakan apartemen untukmu. Jangan lagi tinggal di rumah kecil itu. Dari jarak rumahku dan apartemen ini tidak begitu jauh," kata Zayn.

"Aku akan tinggal di sini?" tanya Rere.

"Kita tanya dulu, apa ada unit yang masih tersedia."

Zayn dan Rere keluar dari dalam mobil. Rere membiarkan Zayn untuk bicara kepada resepsionis, sedangkan ia duduk di kursi sofa menunggu.

"Ayo pulang," kata Zayn.

"Enggak jadi?" tanya Rere.

"Aku harus menghubungi agennya dan sudah mendapatkan nomor dari agen itu. Besok lusa kamu bisa pindah jika unit di gedung ini tersedia."

"Begitu rupanya. Hari ini kamu beneran ingin bersamaku, kan?"

Zayn tersenyum, "Ya ... aku akan bersamamu."

Rere ingin memeluk Zayn, tetapi ia ingat bahwa di luar mereka harus menjaga sikap. Zayn pria yang sudah memiliki kekasih dan berbeda dengan Rere yang masih sendiri.

*****

"Kamu mau aku buatkan makan siang?" tanya Rere.

Saat sampai di rumah sewa, Zayn langsung merebahkan diri di atas sofa. Beberapa kali Zayn sering berada di rumah Rere karena mereka memang berteman.

"Aku tidak lapar. Mau tidur saja."

"Tidur di kamar, Zayn," ucap Rere.

"Biarkan aku dulu di sini." Zayn meraih ponsel dari saku celananya. Ia lupa untuk menghubungi sang kekasih yang berada di luar negeri. "Rere!"

"Ya ... ada apa?" jawabnya.

"Aku mau melakukan panggilan video bersama Amel. Tolong kamu diam dulu."

"Silakan. Aku masuk ke kamar saja," kata Rere yang segera masuk ke dalam kamar.

Zayn melakukan panggilan video bersama kekasihnya dan tidak lama pria itu melakukan percakapan. Rere diam di balik pintu mendengarkan. Awalnya Zayn mengobrol basa-basi bersama Amel, lalu pria itu seperti mengeluarkan suara aneh. Rere yang penasaran mengintip lewat pintu.

"Buka semuanya, Sayang. Aku ingin lihat milikmu bagian atas dan bawah," kata Zayn.

"Kamu tidak bosan setiap hari melakukan ini?" tanya Amel dari seberang sana.

"Kamu jauh di negeri orang. Kalau dekat aku bisa bermain bersamamu. Lihat ... milikku sudah tegang," kata Zyan.

Rere menutup bibir karena melihat secara langsung Zayn melakukan video dewasa bersama Amel, kekasihnya. Tanpa sengaja mata Zayn melihat Rere yang mengintip.

"Sayang ... nanti malam saja kita lanjutkan. Aku ada pekerjaan," kata Zyan.

Sebelum Amel menyetujui ucapan Zayn, pria itu telah memutus sambungan videonya. Zayn mendorong pintu kamar hingga terbuka.

"Ma-maaf. Aku tidak sengaja," kata Rere.

"Kamu ingin melakukannya bersamaku?"

"Apa?" tanya Rere yang langsung menundukkan wajahnya.

Zayn meraih dagu Rere. Ia mendekat hingga embusan napasnya dapat Rere rasakan. Hidung mancung Zayn menyentuh pipi Rere dan membuat desiran aneh dalam diri wanita itu.

"Ayo kita lakukan," ajak Zayn dengan menarik tangan Rere menuju tempat tidur.

Zayn membuka habis pakaiannya. Perlahan ia juga membuka pakaian yang dikenakan Rere. Melihat bentuk tubuh polos dari simpanannya, Zayn semakin terbakar gelora.

"Aku akan mengubahmu dari gadis menjadi wanita." Perlahan Zayn mendorong tubuh Rere hingga jatuh di atas tempat tidur.

Zayn menyentuh kening, pipi dan terakhir Bibir. Rere hanya bisa menerima. Ia tidak menolak sentuhan yang Zayn berikan. Dalam hati ... inilah sebenarnya yang ia inginkan.

Suara serak beradu bersama decitan tempat tidur. Seprai yang tadinya rapi, telah berantakan dan bercampur noda merah. Suara tangis kesakitan, jeritan kenikmatan beradu dengan keringat yang menbanjiri tubuh mereka.

Suasana cerah semakin membakar keduanya untuk terus melakukannya. Jiwa muda dengan tenaga yang kuat membuat dua insan itu melakukan permainan panas hingga berkali-kali.

Bersambung.

Dukung Author dengan vote, like dan koment.

Apa bedanya Aku

Zayn menghela napas panjang. Akhirnya, ia mendapat kepuasan dari tubuh Rere. Berkali-kali ia tidak lelah karena wanita simpanannya begitu memabukkan.

"Terima kasih, Rere," ucap Zayn.

"Kamu mau langsung pulang?" tanya Rere yang sudah bergelung dengan selimut.

"Kenapa? Kamu mau lagi?" Zayn mengucapkannya sembari tersenyum. Lelaki itu mendekat, mengecup kening Rere. "Aku harus mengurus kepindahanmu. Kamu siap-siap saja untuk pindah ke apartemen."

Rere tersenyum mendengar ucapan dari kekasihnya. "Iya, aku akan siap-siap."

"Kamu istirahat saja. Tubuhmu pasti lelah dan juga bagian bawahmu terasa sakit."

"Tenang saja. Aku bisa mengurus diriku," sahut Rere.

Zayn meraih pakaiannya yang berserakan di lantai, lalu memakainya. Rere hanya memperhatikan kekasih gelapnya, dan ia masih tidak percaya jika Zayn telah bersamanya.

Pria itu menyentuhnya sampai titik terdalam dan membuat Rere melayang-layang di atas puncak kenikmatan. Ia meledak saat Zayn menghunjam keras tubuhnya, bahkan Rere meneriakkan nama Zayn saat mereka bersama-sama menembus surgawi.

Zayn membuka dompet, mengeluarkan semua uang yang ia punya. Uang itu ditaruh di atas meja kecil samping tempat tidur.

"Aku cuma punya tiga juta. Besok, aku tambah uangnya," kata Zayn.

"Ini apa?" tanya Rere.

"Jelas uang untukmu. Kamu wanitaku dan aku harus membiayai hidupmu. Oh, ya, jangan pakai baju murahan. Beli barang bagus, dan aku akan memberimu uang."

"Tapi, Zayn?" sanggah Rere.

"Terima saja. Aku mau kamu pakai uang itu untuk keperluanmu. Kamu siap-siap saja untuk pindah. Aku pulang dulu." Zayn mengecup bibir Rere sekilas, lalu keluar dari kamar.

Terdengar pintu rumah yang dibuka kemudian ditutup, lalu terdengar bunyi mobil berjalan, dan semakin lama, semakin menjauh.

Dengan selimut yang masih membalut tubuhnya, Rere turun dari tempat tidur. Ia bergegas menuju pintu rumah. Rere mengunci pintu, menutup tirai kemudian bersandar di belakang dinding sembari menarik napas.

Ia menepuk-nepuk pipinya sendiri, melihat pergelangan tangannya yang terdapat bekas merah. Rere kembali ke kamar, menghadap cermin, lalu melepas selimut yang menutupi tubuhnya. Ada banyak bekas merah yang Zayn tinggalkan.

"Ini semua dari Zayn. Kami melakukannya, hari ini, dan itu berkali-kali." Rere berteriak kegirangan. "My Zayn, kamu sudah menjadi milikku."

Rere menarik selimut, kembali merebahkan dirinya di atas tempat tidur sembari mengulang ingatan adegan yang terjadi beberapa saat yang lalu.

"Aroma Zayn masih terasa. Mulai sekarang kami akan terus bersama-sama." Rere tersenyum membayangkannya. "Oh, ya, aku harus siap-siap mau pindah besok."

...****************...

Besok harinya, Zayn menjemput simpanannya di rumah sewa. Rere sudah siap dengan semua barang yang akan ia bawa untuk pindah ke apartemen.

"Apa sudah semuanya?" tanya Zayn.

"Sudah. Hanya pakaian, buku dan juga laptopku yang kubawa," jawab Rere.

"Apa tidak ada yang lain?"

Rere menggeleng, "Tidak ada. Semua perabot milik dari yang punya rumah."

Zayn mengangguk kemudian mengangkat koper berisi pakaian dan tas besar berisi koleksi buku dari Rere. Semuanya diletakkan di dalam bagasi mobil.

Zayn membuka pintu, lalu mempersilakan Rere masuk terlebih dulu. Sebuah deringan ponsel menghentikan dirinya untuk sesaat. Zayn mengangkat panggilan telepon yang ternyata dari kekasihnya.

Sembari menelepon, Zayn menoleh ke arah mobil. Kaca mobil diturunkan oleh Rere sehingga ia bisa melihat kekasihnya bicara.

Zayn menunjuk telepon, mengucapkan kata Amel dengan gerakan bibir tanpa suara. Rere hanya tersenyum karena ia dapat mengerti apa yang Zayn ucapkan.

Rere menghela, "Sabar, Rere. Zayn adalah milikmu."

Rere selalu menyakinkan diri bahwa lelaki muda yang membelakangi dirinya, suatu saat memang akan menjadi miliknya.

Zayn memutus sambungan telepon kemudian melangkah menuju mobil. Rere menaikan kaca setelah sang kekasih masuk dan memasang sabuk pengaman.

"Apa Amel baik-baik saja di sana?" tanya Rere.

"Iya, dia baik-baik saja. Sebentar lagi dia akan pulang," kata Zayn.

Rere terdiam mendengarnya, ia menunduk. Jika Amel pulang sebentar lagi, artinya mereka tidak akan lama untuk bersama.

Zayn melirik Rere yang terdiam. Ia tidak jadi untuk menyetir. Sabuk pengaman dibuka dan ia memeluk Rere.

"Kenapa?"

"Apa kamu tidak akan bersamaku? Padahal baru sebentar saja," ucap Rere.

Zayn mengecup puncak kepala simpanannya. "Aku bisa bersamamu asal kita bisa merahasiakan hubungan ini."

Rere menarik diri memandang wajah Zayn. "Benar?"

"Iya, Sayang."

Rere terkesiap, "Coba ulangi lagi."

"Apa?" tanya Zayn.

"Yang tadi," ucap manja Rere.

"Sayang."

Rere tersenyum manis, "Terima kasih."

Zayn menunduk, menyentuh bibir lembut Rere. Sejenak keduanya saling menyesap dan membelit satu sama lain.

"Kita lanjut saat di apartemen," kata Zayn, lalu kembali memasang sabuk pengaman, menghidupkan mesin kemudian berlalu dari sana.

...****************...

"Selamat datang di tempat baru," kata Zayn.

"Bagus sekali apartemennya." Rere tampak takjub melihat-lihat isi apartemen. "Wah! Kamu sengaja menyediakan meja di dekat jendela?"

Zayn mengangguk, "Supaya kamu selalu dapat ide buat menulis."

"Aku lagi punya ide buat menulis kisah kita," kata Rere.

Zayn tersentak, "Cerita tentang kita? Janganlah. Nanti ketahuan lagi kalau kita punya hubungan."

"Pakai nama samaran, Sayang."

"Enggak mau. Cari ide lain saja." Zayn memeluk Rere dengan erat. Ia menenggelamkan wajahnya di ceruk leher Rere. "Harum."

"Kamu jangan main sosor saja." Rere kegelian.

"Kita lihat kamarnya." Zayn menggendong Rere menuju kamar. Secara spontan kedua tangan Rere berada di leher sang pria. "Buka pintunya."

Rere menekan gagang pintu, sedangkan Zayn mendorongnya dengan kaki agar terbuka lebar. Tubuh Rere dijatuhkan di atas tempat tidur.

"Kita lakukan sekarang?" kata Zayn sembari membuka kaus yang ia kenakan.

Rere mengangguk, "Iya."

Keduanya melepas pakaian. Zayn menarik selimut menutupi tubuh mereka. Jemari tangan Zyan meraih remote, menekan tombol merah agar pendingin ruangan menyala.

Kembali Zyan dan Rere melakukannya. Embusan napas bersatu, kulit keduanya saling mengeluarkan keringat. Suara mereka serak saat menyebut nama lawannya. Zayn mendapat kepuasan, begitu juga Rere.

"Aku lupa pengamannya," kata Zayn.

"Nanti aku akan minum pil pencegah kehamilan," ucap Rere.

Zayn bernapas lega. "Syukurlah, Sayang. Kita tidak bisa menikah."

Kembali lagi Rere dalam kenyataan. Zayn bukan miliknya, tetapi milik orang lain. Seorang wanita yang saat ini tengah berada di luar negeri dan sebentar lagi akan pulang.

"Zayn, apa bedanya aku dan Amel?" tanya Rere.

"Amel cantik, elegan. Seolah kesempurnaan ada padanya. Kalau kamu .... "

Zyan memandang Rere sebelum ia meneruskan ucapannya. "Kamu juga cantik, pintar. Aku suka kamu, kita punya hobi yang sama. Tapi aku tidak memiliki perasaan apa pun. Bukan aku tidak mencoba, Rere." Zayn berkata cepat agar Rere tidak terlalu kecewa. "Aku berusaha untuk menyukaimu sebagai pasangan, tetapi hatiku memilih Amel."

Rere tersenyum, "Jangan diteruskan, Zayn."

Bersambung

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!