NovelToon NovelToon

Mengejar Cinta Sang Sutradara

Perjodohan

"Huaaaaa....!" Teriak seorang gadis yang baru saja memasuki kamarnya.

"Siapa kau?" Tanyanya pada seorang pria yang baru saja keluar dari dalam kamar mandi kamarnya. Tubuhnya hanya dililit sebuah handuk sebatas pinggang ke bawah. Dan bicara mengenai handuk...

"Haaa...berani-beraninya kau memakai handuk kesayanganku untuk menutupi barangmu!" Belum sempat pria itu menjawab, gadis itu kembali berteriak. Dengan langkah cepat menghampiri pria itu dan ingin merebut handuk kesayangannya.

"Lepasin handuknya nggak?" Tangan gadis itu sudah berusaha menarik handuk yang melilit pinggang pria itu. Jangan lupakan kedua matanya yang sudah melotot.

"Hei, jangan ditarik handuknya! Aku bisa telanjang kalau kamu menarik handuk ini. Kamu mau melihat barangku?" Ucap pria itu sambil mempertahankan handuk yang dipakainya.

Mendengar perkataan pria itu, si gadis langsung melepaskan tarikannya. Dia kemudian menghembuskan napasnya dengan kasar. Menandakan bahwa dia benar-benar emosi.

"Cepat keluar dari kamarku kalau begitu!" Perintah gadis itu.

"Aku akan keluar tapi biarkan aku memakai baju dulu!"

"Hei, ada apa ribut-ribut?" Suara wanita paruh baya memasuki kamar putrinya. Kemudian dia langsung tercengang melihat pemandangan indah di depannya.

"Oh...Hanan, kenapa kau telanjang begitu, Nak? Cepat pakai bajumu!" Perintahnya tanpa mengalihkan tatapan matanya pada dada bidang yang terlihat lebih segar dan menggoda itu.

Tanpa menjawab pria itu segera mengambil baju di dalam tasnya dan buru-buru masuk ke kamar mandi.

"Mama ini apa-apaan sih? Kenapa ngijinin pria asing masuk ke kamarku?"

"Maaf sayang. Tadi Mama nggak sempet nganter Hanan ke atas karena harus nerima telpon dari Papamu. Karena itu Hanan salah masuk kamar!"

*di ruang makan saat makan malam*

"Om senang akhirnya kamu mau tinggal di rumah Om yang kecil ini, Hanan!"

"Seharusnya Hanan yang berterima kasih karena sudah diizinin tinggal disini, Om!"

"Hahaha... Om, senang melihatmu tumbuh menjadi pria yang baik dan hebat. Tidak salah kalau Om ingin menjodohkanmu dengan putri Om!"

Uhuuk...uhuukkk...uhuuk...suara batuk yang saling bersahutan memenuhi meja makan itu.

"Minum dulu!" Wijaya, Papa si gadis menyodorkan segelas air putih di hadapan Hanan. Dengan segera Hanan menerima dan segera meneguknya sampai habis.

"Hati-hati, sayang!" Melati, Mama si gadis juga ikut menyodorkan segelas air putih di hadapan putrinya. Tangan yang satunya pun tak tinggal diam. Mama mengusap punggung putrinya.

"Hem...hem...hem...!" Gadis itu berdeham sebelum berbicara setelah menghabiskan segelas air yang diberikan Mamanya.

"Papa ini bicara apa sih? Kiara ini masih sekolah, Pa? Seharusnya Papa membahas tentang kuliah bukannya menikah?" Lanjut gadis itu yang bernama Kiara.

"Kalian tunangan dulu. Setelah lulus sekolah baru menikah. Mengenai kuliah, kamu kan bisa kuliah walaupun sudah menikah. Tidak apa-apa kan, Nak Hanan?"

"Hem...sepertinya ini terlalu cepat deh, Om. Lagi pula kami berdua juga tidak saling kenal. Belum tentu kami berdua cocok, Om. Apalagi jarak usia kami juga jauh berbeda!" Sekarang Hanan yang melakukan penolakkan.

"Hahaha...Kamu memang benar Hanan. Karena itulah Om meminta Papamu agar memintamu tinggal di rumah Om sampai pekerjaanmu di sini selesai. Selama tinggal di sini, kalian berdua bisa saling mengenal satu sama lain!" Ucap Wijaya.

"Papa ini malu-maluin aja. Kenapa harus melakukan semua itu sih, Pa? Seperti Kiara nggak laku aja. Harga diri dong, Pa! Kiara juga belum mau buru-buru menikah, Pa!" Protes Kiara.

Sedangkan Hanan sudah tidak ingin menanggapi. Lebih baik dia diam. Saatnya pergi, dia akan pergi. Dibuat simpel saja. Begitulah yang berada di otaknya saat ini.

***

Tok...tok...tok...suara pintu diketuk.

"Masuk!" Suara dari dalam menyahuti, membuat orang yang baru saja mengetuk berani masuk.

"Maaf kalau malam-malam begini mengganggu. Tapi ada sesuatu yang ingin aku bicarakan. Ini mengenai perjodohan kita!" Ucap Kiara yang sudah berdiri di samping ranjang Hanan.

Hanan yang sedang fokus membaca skenario di atas tempat tidur langsung saja menutup bacaannya. Sekarang dia fokus menatap gadis kecil yang sedang berdiri di sisinya. Hanan menggeser posisi duduknya agak ke tengah.

"Duduklah!" Kiara segera mendudukkan dirinya di tepi ranjang.

"Aku tidak ingin menikah denganmu. Jadi, kuharap kamu menolak perjodohan ini!" Kiara langsung saja mengutarakan niatnya.

"Hahaha...kamu tenang saja gadis kecil. Sejak awal aku memang tidak ingin menerima perjodohan konyol ini. Apalagi harus menikah dengan bocah kecil sepertimu... tidak ada yang menarik!" Hanan sengaja menjeda kalimatnya.

"Aku sudah tidak tertarik. Tidak ada yang menarik dari dirimu. Jadi, setelah pekerjaan syutingku disini selesai, aku akan langsung pergi dan bye...bye...Tidak ada perjodohan dan pertemuan lagi di antara kita!" Hanan menegaskan lagi ucapannya sambil mengamati tubuh yang saat ini duduk di tepi ranjangnya.

Kiara yang mendengar ucapan itu merasa sangat terhina. Baru kali ini ada orang yang menolak dirinya. Dan dia tidak terima. Apa dia merasa begitu hebat mentang-mentang dirinya seorang sutradara terkenal dan punya banyak uang.

~Huh, enak sekali dia bicara. Aku tidak menarik katanya. Lihat saja. Aku akan mengejar cintamu dan menaklukkan hatimu. Setelah itu aku akan mencampakanmu begitu saja. Hingga kau akan merasakan hidup enggan mati pun tak rela, batin Kiara.~

Tanpa berpamitan Kiara langsung saja berdiri dan melangkah pergi. Namun sebelum dia benar-benar keluar, Hanan memanggilnya. Kiara berbalik badan dan kembali melihat sang sutradara yang terlihat begitu angkuh di matanya.

"Tunggu, ada satu lagi yang ingin aku beritahukan padamu. Aku sudah punya kekasih dan sebentar lagi aku akan menikahinya!" Ucapnya sambil tersenyum mengejek.

Kiara semakin panas. Dengan kesal dia langsung saja pergi dan menutup pintu kamar dengan kasar.

Bruuugh...bunyi pintu tertutup dengan keras. Hanan hanya geleng kepala melihat kelakuan Kiara.

"Dasar gadis kecil. Dia pikir siapa dirinya. Tanpa diminta pun aku juga tidak akan mau menerima perjodohan ini dan menikahi gadis kecil seperti dirinya!" Lirih Hanan.

Kiara memasuki kamarnya dengan rasa dongkol yang memenuhi isi hatinya. Dia benar-benar marah. Kiara benar-benar merasa terhina. Dan setelah ini Kiara sudah bertekad bahwa bagaimanapun juga dia harus mendapatkan hati sang sutradara. Walaupun dia harus mengejar cinta sang sutradara dan menjatuhkan harga dirinya. Namun semua itu ia lakukan demi mengangkat kembali harga dirinya yang sudah terlanjur terinjak-injak malam ini. Dia harus membalas penghinaan yang ia dapatkan malam ini.

Berhasilkah Kiara menjalankan misinya itu?

Menerima perjodohan

Pagi ini semua sudah berkumpul di meja makan untuk sarapan. Semua sudah duduk di posisinya seperti semalam.

"Bagaimana tidurmu, Hanan? Om harap kamu betah tinggal di rumah Om?"

"Sangat nyenyak, Om!"  Bohong Hanan karena semalaman dia tidak bisa tidur. Selain banyak nyamuk, kamarnya juga panas. Lihat saja kulit tubuhnya yang sudah ada bentol-bentol merah.

"Om senang kalau kamu betah. Setelah ini kamu mau syuting?"

"Iya, Om. Semua artis dan krunya sudah berada di sana!"

"Ya sudah, kita sarapan dulu sekarang. Ini, Pa!" Melati menyela, ia memberikan piring yang sudah tertata nasi beserta lauk-pauknya di hadapan suaminya.

"Ini juga untuk kamu, calon suamiku!" Kiara juga melakukan hal yang sama seperti yang Mamanya lakukan.

Hanan yang saat itu sedang minum langsung saja menyemburkan air yang belum sempat tertelan. Sialnya lagi, air itu menyembur tepat mengenai wajah Kiara yang duduk tepat di hadapannya.

"Hah...kamu sengaja ya? Hihihi....menjijikan!" Kiara segera meraih tisu dan langsung mengelap wajahnya.

"Maaf, ucapanmu membuat aku terkejut!"

Sedangkan Wijaya dan Melati tersenyum melihat kejadian pagi ini. Mereka senang. Mereka berpikir, putri mereka sudah ikhlas menerima perjodohan ini.

"Jadi, kamu menerima perjodohan ini Kiara?" Wijaya ingin memastikannya.

"Iya, Pa. Kiara mau. Semalam Kiara sudah berpikir dan Kiara rasa Mas Hanan adalah pria yang tepat untuk menjadi suami Kiara!" Jawab Kiara mantap.

Sedangkan Hanan hanya menatap gadis kecil di hadapannya itu. Masih belum percaya dengan yang didengarnya. Karena baru tadi malam gadis itu menolak dan juga menyuruhnya menolak perjodohan ini. Tapi pagi ini, di saat cuaca begitu indah dan cerah. Berarti tidak ada angin dan tidak ada hujan, gadis ini dengan penuh percaya diri menerima perjodohan konyol ini.

Dasar gadis kecil yang masih labil. Semalam ngomong apa, sekarang jadinya apa, umpat Hanan dalam hati.

Ingin menolak tapi mengingat hubungan baik antara Om Wijaya dengan Papanya, membuat Hanan kembali terdiam. Untuk sementara lebih baik mengikuti alur yang dibuat gadis menyebalkan itu. Nanti kalau sudah tiba saatnya baru skenarionya yang akan berjalan.

Acara sarapan berjalan dengan lancar hingga terdengar suara motor berhenti di depan rumah Wijaya.

Kiara yang mengetahui bahwa itu adalah jemputannya segera menyelesaikan sarapannya. Beranjak berdiri dan menghampiri kedua orang tuanya.

Pertama Kiara mencium tangan Mamanya dan mencium kedua pipinya. Lalu menuju ke arah Papanya. Melakukan hal yang sama. Tidak lupa sekarang tambah satu personil lagi,  Kiara pun mengulurkan tangannya pada Hanan.

"Apa?" Hanan yang belum paham maksud Kiara.

"Cium tangan. Aku harus membiasakan diri menjadi makmum yang baik untukmu!" Jawab Kiara. Tanpa izin, Kiara menarik tangan Hanan lalu menciumnya.

Kedua orang tua Kiara tersenyum melihat pemandangan indah itu. Sedangkan Hanan, sepertinya dia harus berbicara serius dengan gadis ini.

"Ma, Pa, dan Mas Hanan, Kiara berangkat sekolah dulu ya! Itu jemputan Kiara sudah datang!"

Kedua orang tua Kiara mengangguk.

"Assalamu'alaikum!" Teriak Kiara sambil berlalu keluar.

"Wa'alaikum salam!" Balas kedua orang tuanya dan juga Hanan.

"Om , Tante, Hanan juga pamit!" Hanan mencium tangan Wijaya dan Melati bergantian sebelum beranjak pergi. Rencananya dia ingin mengejar Kiara untuk mempertanyakan ucapan dan tingkahnya pagi ini.

Tapi lihatlah sekarang. Saat Hanan keluar, dia melihat Kiara sedang berboncengan dengan seorang pria yang menggunakan seragam dengan warna yang sama. Dengan boncengan yang begitu menukik membuat posisi duduk Kiara sangat dekat dengan pria itu. Maklumlah, jemputan Kiara menggunakan motor Ninja keluaran terbaru.

Lalu seperti disengaja pria itu justru memainkan gasnya agar Kiara memeluk tubuhnya.

Oh, tadi di depanku berlagak mau jadi makmum yang baik. Baru pergi beberapa langkah saja sudah nemplok sama pria lain. Jadi, seperti ini sikap makmum yang baik itu, batin Hanan.

Hanan masih terpaku di tempatnya. Pandangannya masih mengarah pada motor yang membawa Kiara pergi hingga tak terlihat lagi.

"Jangan cemburu. Tadi itu Arya, sahabatnya Kiara. Mereka sudah bersahabat dari kecil!" Jelas Wijaya yang entah sejak kapan sudah berdiri di samping Hanan.

"Ehhh, Om Wijaya. Om tenang saja, saya tidak mungkin cemburu!"

"Baguslah."

***

Hanan benar-benar tidak fokus dalam bekerja. Pikirannya kacau memikirkan polah tingkah Kiara yang menyebalkan tadi pagi.

"Kamu kenapa sih? Semua jadi kacau tahu nggak sih!" Protes sahabat sekaligus asistennya.

"Uhh...!" Hanan menghembuskan napasnya. " Maaf, ada sedikit masalah yang mengganggu pikiranku saat ini!"

Setelah berbicara begitu. Hanan memberi komando kepada semua kru dan artis. Hanan berdiri dari duduknya dan berteriak.

"Kita break dulu. Jam tiga sore kita kumpul lagi di sini!"

"Baik, Pak!" Jawab semua.

Hanan meninggalkan lokasi syuting. Dia berencana ingin mencari tempat yang tenang untuk menenangkan pikirannya. Namun belum sampai memasuki mobilnya, sebuah panggilan menghentikan langkahnya.

"Mas Hanan, tunggu!" Teriak Kiara saat melihat sosok yang dicarinya.

Hanan yang mendengar namanya dipanggil segera mencari sumber suara itu. Dan...

"Oh no, mau apa lagi dia ke sini!" Umpat Hanan yang masih bisa didengar oleh Ryan, sahabat sekaligus asistennya.

"Kamu kenal gadis itu?" Hanan hanya mengangguk.

"Eh, hati-hati dek, jangan lari nanti jatuh!" Seru Ryan seolah Kiara itu bocah kecil berumur 5 tahun. Namun tak digubris sama sekali oleh Kiara.

Kiara lanjut berlari menghampiri Hanan. Dan kini ia sudah berdiri di hadapan sang sutradara dengan membawa rantang.

"Mau apa kamu ke sini?" Tanya Hanan dingin.

"Mau nganterin bekal makan siang untuk calon suamiku!" Jawab Kiara keras.

"Apaaaa?"

Heboh

"Apaaa?" Teriakan paling keras keluar dari mulut Ryan. Membuat para kru yang masih di sana menengok ke arahnya.

"Masuk!" Hanan segera menarik tangan Kiara agar masuk ke mobilnya lalu menutup pintunya. Hanan tidak ingin membuat gempar seisi lokasi syuting karena ucapan Kiara ini.

"Kamu di sini saja. Ada hal penting yang harus aku bicarakan berdua dengan gadis kecil ini!" Ryan pun mengangguk.

Hanan segera berlari ke pintu kemudi. Dia lalu masuk dan segera melajukan mobilnya meninggalkan lokasi syuting.

"Eh...kita mau kemana? Temanku masih di sana?" Kiara teringat pada Arya yang mengantarnya tadi ke lokasi syuting.

"Kamu bisa menghubunginya agar menunggumu sebentar. Kita perlu bicara penting sekarang!"

***

Disaat Hanan membawa Kiara meninggalkan lokasi syuting untuk berbicara, saat ini di lokasi syuting yang tadinya sepi menjadi gempar.

Arya yang kebingungan mencari Kiara dengan polosnya bertanya kepada mereka yang ia temui di sana.

"Maaf, Mas. Tadi lihat ada seorang cewek memakai seragam sekolah putih abu-abu nggak?" Tanya Arya sesopan mungkin. Seolah dia ingin membangun image baik di hadapan semua yang berada di sana.

"Nggak lihat. Coba tanya mbaknya di sebelah sana!" Tunjuk Masnya itu.

Arya segera berjalan ke arah yang ditunjuk Masnya tadi. Ada tiga wanita disana.

"Permisi, Mbak. Mau tanya, apa tadi mbak- mbak ini melihat teman saya? Seorang cewek cantik memakai seragam seperti saya!"

Ketiganya mulai berpikir.

"Temanmu seorang artis?" Tanya salah satu wanita.

"Bukan." Jawab Arya.

"Lalu?" Lanjut wanita satunya lalu.

"Dia ke sini mau mengantarkan bekal makan siang untuk calon suaminya?"

"Calon suami? Siapa namanya?" Wanita terakhir yang bertanya.

Arya mulai mengingat-ingat nama calon suami sahabatnya itu. Seingatnya namanya Han..Hanan. Iya, Hanan.

"Namanya Hanan. Dia seorang sutradara terkenal!" Tegas Arya.

Ketiga wanita itu langsung berbinar mendengar berita itu. Oh, pasti akan langsung menjadi berita utama besok pagi.

"Ehem, bisa kita wawancara sebentar?" Ucap salah satu dari ketiga wanita itu. Ternyata ketiga wanita itu adalah para pencari berita. Betapa beruntungnya mereka.

"Oh, tentu saja bisa." Tanpa berpikir lagi, Arya menyetujuinya.

Ketiga wanita itu langsung menarik tubuh Arya. Mencari tempat yang tenang untuk sesi wawancara mereka. Mereka tidak boleh menyia-nyiakan kesempatan yang ada. Begitupun dengan Arya. Dia pun harus menggunakan kesempatan ini agar dirinya bisa langsung viral dan terkenal. Siapa tahu ia langsung bisa jadi artis dadakan.

* keesokan harinya*

Pagi-pagi buta, ponsel Hanan sudah berdering. Deringan ponsel itu membuat tidur Hanan terganggu. Padahal rasanya ia baru saja menutup mata.

"Hallo!" Akhirnya Hanan mengangkat ponselnya tanpa melihat nama si penelepon.

"Hanan!" Teriak lelaki paruh baya dengan nada gembira.

"Ada apa, Pa? Tumben telpon pagi-pagi begini."

"Oh, putraku,  Papa senang sekali akhirnya kamu mau menerima perjodohan ini. Papa pikir kamu akan menolaknya tapi kamu malah sudah mengumumkan tentang perjodohanmu ini. Bahkan semua surat kabar pagi ini memberitakan tentang perjodohanmu dengan Kiara!"  Jelas Hans, Papa Hanan.

"Maksud Papa apa?" Hanan langsung saja membuka matanya.

"Kamu lihat saja sendiri. Semua surat kabar memberitakan tentang perjodohanmu!" Setelah itu panggilan ditutup.

Hah, kehebohan apalagi yang gadis bodoh itu lakukan sekarang, umpat Hanan.

Hanan segera keluar dari kamarnya setelah melihat berita lewat ponselnya. Benar yang Papanya katakan. Perjodohannya langsung menjadi trending topik pagi ini.

Sudah tak memperdulikan dia di rumah siapa, dengan tanpa permisi, Hanan nyelonong masuk begitu saja ke kamar Kiara yang masih satu lantai dengan kamarnya.

"Kiara!" Teriaknya saat sudah masuk ke kamar dan langsung menutup pintu kamar.

"Haahhhh!" Kiara balas berteriak melihat kedatangan Hanan di kamarnya. Dia yang saat ini hanya menggunakan pakaian dalam, kembali melilitkan handuknya yang sempat ia lepaskan karena ia ingin memakai seragamnya. Namun sebelum sempat memakai seragam, Hanan sudah keburu masuk.

Hanan yang melihat semua itu langsung terdiam. Kemarahannya langsung menguap berubah menjadi rasa malu. Sekarang Hanan malah salah tingkah sendiri. Dia menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Mau apa kamu kesini? Tanpa permisi lagi? Pasti kamu sengaja ingin melihat tubuh molekku. Dasar pria tua mesum!"

"Ish, tubuh molek. Semuanya saja rata. Tidak ada indah-indahnya. Jangan terlalu percaya diri jadi orang!"

"Dasaarrr....ya sudah, katakan mau apa kamu ke sini?" Tanya Kiara ketus

"Baca ini!" Hanan mulai melangkah mendekat sambil menyalakan ponsel.

"Eit, jangan dekat-dekat. Aku sudah mandi. Kamu masih bau!"

Mendengar itu, Hanan lantas melempar ponselnya ke ranjang Kiara.

"Baca!" Perintahnya lagi.

Kiara segera mengambil ponsel itu dan membacanya.

"Gila....berita apa ini? Kenapa kamu membuat berita begini?" Tanya Kiara tanpa dosa.

"Kamu pikir itu ulahku. Bukankah semua ini adalah ulahmu?"

"Aku!" Kiara menunjuk dirinya sendiri. "Tentu saja bukan. Aku tidak segila itu sampai harus berbuat begini dan membuat kehebohan seluruh jagat maya maupun dunia nyata di negeri ini!" Lanjut Kiara.

"Lalu siapa?" Keduanya berucap bersamaan. Keduanya sama-sama berpikir.

"Arya!" Teriak keduanya bersamaan juga.

*Flashback on*

"Ah, aku lupa nggak bawa ponsel!" Jawab Kiara saat Hanan memintanya menghubungi Arya.

"Kau ini. Apa yang tidak kamu lupakan?"

"Terus gimana nih? Kasihan Arya, pasti dia mencariku!"

"Aku akan menghubungi Ryan agar mencarinya dan menyuruhnya pulang. Kamu nanti biar aku yang antar!"

Hanan segera menghubungi Ryan agar mencari Arya. Dan setelah panggilan terputus, Hanan langsung memulai pembicaraan mereka.

"Sebenarnya apa yang kamu rencanakan? Kenapa tiba-tiba saja menyetujui perjodohan ini. Bukankah semalam kamu menolak dan menyuruhku untuk menolaknya juga?"

"Itu semua karena aku...hem, aku mencintaimu!"

Ah, pasti kelihatan banget bohongnya. Kenapa harus itu alasan yang aku berikan. Seharusnya aku mencari alasan yang tepat sebelumnya, batin Kiara menyesali jawabannya.

"Hahaha...kamu memang lucu. Kamu pikir aku akan percaya dengan bualanmu itu. Jangan mimpi!"

Nah, bener kan dia nggak percaya, batin Kiara.

"Terserah kamu mau percaya atau tidak. Yang jelas aku akan membuatmu mencintaiku!" Jelas Kiara.

"Jangan katakan kamu melakukan ini karena ini membalasku. Kamu pasti sakit hati karena aku sudah mengataimu tidak menarik. Benar kan?"

Ya, ternyata insting seorang sutradara begitu peka. Tebakannya benar-benar tepat dan tidak melenceng sedikitpun.

"Kau...!" Kiara mulai geram. Ternyata Hanan tahu semua. Ya sudah, kalau memang sudah terbongkar, buka-bukaan saja sekalian.

"Oke... kamu benar. Aku menerima perjodohan ini karena aku sakit hati dengan ucapanmu semalam. Lihat saja, dengan tubuh tak menarikku ini, aku akan membuatmu klepek-klepek di bawah ketiakku!"

"Hahaha... tak perlu di bawah ketiakmu. Dari jarak segini pun kau juga bisa membuatku klepek-klepek karena bau badanmu!"

Kiara reflek menaikkan kedua tangannya dan mencium kedua ketiaknya bergantian.

Memang bau sih tapi bau wangi, batinnya.

Kiara ingin mendebatnya namun keduluan oleh bunyi ponsel Hanan yang berdering. Dari Ryan. Tidak lupa Hanan menyalakan speaker ponselnya.

"Ya, Yan. Udah ketemu sama orangnya?"

"Sudah. Aku juga sudah menyuruhnya untuk pulang. Tapi..." Ryan menggantung ucapannya.

"Tapi apa?"

"Sepertinya teman gadis kecil itu habis diwawancara."

"Wawancara?" Hanan bertanya.

"Ya, kelihatannya begitu. Tapi saat aku ke sana, mereka sudah bubar!" Terang Ryan.

"Ya, sudah. Terima kasih. Aku tutup dulu telponnya." Ucap Hanan.

"Temanmu itu artis?" Kiara menggelengkan kepalanya sebagai jawaban.

*Flasback off*

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!