Senja terukir indah di langit yang biru, siluet jingga menemani sang surya pulang ke peraduannya. Padatnya jalanan ibukota membuat keramaian tiada henti. Seperti sore ini, suara klakson mobil yang bersahutan terdengar nyaring di indera pendengaran seorang wanita yang sedang duduk di halte bus seorang diri. Ia hanya diam, menatap lalu lalang kendaraan yang ada di hadapannya.
Meski ada banyak bus yang berhenti di hadapannya, tak sedikitpun ia menggerakkan kakinya untuk melangkah bersama mereka yang sejak tadi menunggu kedatangan bus dengan tujuan masing-masing.
Wanita berambut panjang itu hanya menyandarkan tubuhnya di tiang halte, tatapan menerawang jauh entah kemana. Gurat-gurat kesedihan tergambar jelas dari sorot mata indahnya.
"Kemana aku harus pergi?" Gumamnya dalam hati.
Ia pun mengalihkan pandangannya untuk menatap dua lembar kertas yang sejak tadi ada di genggamannya. Ingin sekali ia menumpahkan air mata yang sejak tadi di tahannya, namun ini bukanlah tempat yang tepat untuk menumpahkan segala hal yang telah terjadi hari ini.
Wanita cantik itu bernama Jessica Almahira, ia berumur dua puluh empat tahun. Kulit yang putih mulus serta bentuk tubuh yang indah, berhasil membuat mata para pria yang ada di halte terus mencuri pandang kepadanya. Dada yang besar serta dua bongkahan padat pada bagian belakang tubuhnya menjadi sorotan kaum adam yang lelah setelah bekerja hari ini. Cuci mata gratis, ya mungkin itulah ungkapan para pria yang sejak tadi ada di halte.
Perlahan langit berubah menjadi gelap, Jessica pun memutuskan untuk berjalan menyusuri jalanan Ibu Kota yang masih di penuhi banyak kendaraan bermotor. Ia menarik kopernya dengan kekuatan yang masih ada dalam dirinya.
Langkah demi langkah telah Jessica lalui, tanpa tujuan yang jelas, tanpa sebuah kepastian. Kali ini ia menghentikan langkahnya untuk beristirahat di depan ruko yang tidak di pakai. Ia bersandar di pintu harmoni yang telah usang itu.
"Kamu harus kuat ya!" Gumam Jessica sembari mengusap perut ratanya, dimana ada sebuah benih yang tumbuh disana. Hari ini ia baru mengetahui bahwa dirinya tengah mengandung empat minggu.
Jessica kembali termenung, rangkaian kejadian yang telah terjadi hari ini tengah terputar dalam pikirannya. Ia pun meneteskan air matanya dalam kegelapan malam yang menemaninya saat ini.
Hampir tiga puluh menit ia meratapi nasib dirinya sendiri, Ia pun akhirnya bangkit. Ia membuka dompetnya untuk melihat beberapa lembar rupiah yang masih menghuni kotak persegi panjang berwarna hitam miliknya.
Jessica pun mengayun langkah kakinya untuk mencari kendaraan yang bisa mengantarnya ke sebuah tempat yang bisa menerima kehadiran dirinya. Hampir sepuluh menit berjalan kaki, ia sampai di sebuah pangkalan ojek.
"Bang, bisa mengantar saya Ke Pondok indah?" Tanya Jessica.
"Bisa banget dong Neng!" Ucap Abang ojek berkumis tipis itu.
Motor matic berwarna hitam yang di tumpangi Jessica pun melesat jauh untuk membelah jalanan ibu kota yang masih di penuhi banyak kendaraan walau saat ini bukan malam minggu.
Pandangan Jessica tertuju pada gedung-gedung yang menjulang tinggi, sekali lagi rekaman kejadian yang sangat menyakitkan hatinya terputar lagi dalam memori otaknya.
"Ya Tuhan. Apa yang harus aku lakukan setelah ini? bagaimana aku membesarkan dia seorang diri??" Gumam Jessica dalam hatinya dengan tangan yang terus mengusap lembut perutnya sendiri.
Air matanya pun luruh seketika, tatkala ia mengingat penyataan menyakitkan yang keluar dari bibir pria yang sangat di cintai nya selama ini.
"Kenapa kamu tega melakukan semua ini!!" Jerit Jessica dalam hatinya.
Setelah puas menumpahkan kesedihannya di atas motor Abang ojek, akhirnya motor yang di tumpangi Jessica sampai di depan gerbang rumah megah bergaya america itu.
"Terima kasih, Neng." Ucap Abang ojek setelah menerima beberapa lembar uang dari Jessica.
Jessica masih mematung di depan gerbang berwarna hitam itu. Ia kembali berpikir sebelum masuk ke dalam rumah yang sudah lama tak pernah ia kunjungi.
"Nona Jessica." Suara satpam bernama Nono yang berdiri di balik gerbang pun berhasil membuat Jessica kembali dari lamunannya.
"Pak Nono, saya ingin bertemu Mommy Monik." Lirih Jessica.
"Silahkan Non. Nyonya dan Tuan baru saja pulang dari bandara, mereka menjemput Tuan muda." Ucap Pak Nono sembari membuka pintu gerbang untuk Jessica.
Sebuah senyum tipis terbit dari bibir Jessica, ia tahu siapa tuan muda yang di maksud oleh Pak Nono. Langkah demi langkah telah di lalui oleh Jessica, hingga ia sampai di depan pintu besar bewarna putih.
Setelah beberapa kali menekan bel, akhirnya pintu terbuka. Seorang pelayan wanita tengah tersenyum untuk menyambut kedatangannya.
"Nona Je, silahkan masuk." Ucap pelayan bernama Kokom, dia termasuk pelayan senior di rumah ini.
"Terima kasih Miss Kom." Ucap Jessica, ya begitulah panggilan Kokom dari Jessica.
Jessica memasuki ruang tamu yang sudah lama tidak ia kunjungi. Ia duduk untuk menunggu sang pemilik rumah yang masih berada di dalam.
"Jeje ..." Sapa seorang wanita paruh baya yang masih terlihat cantik di belakang Jessica, Namanya Monika Dilbara.
Mendengar namanya di panggil, membuat Jessica berdiri dan membalikkan tubuhnya.
"Mommy ..." Lirih Jessica. Ia pun menghampiri Bu Monik. Keduanya saling memeluk untuk melepas kerinduan yang selama ini terpendam dalam diri masing-masing.
Bu Monik mengajak Jessica duduk di sofa putih yang ada di ruang tamu. Beliau sangat bahagia melihat kedatangan Jessica malam ini. Beberapa pertanyaan lolos dari bibirnya untuk Jessica.
Bu Monik sempat melirik koper yang ada di sebelah sofa. Rasa penasaran yang besar berhasil membuat Beliau memberanikan diri bertanya kepada Jessica.
Suasana di dalam ruang tamu manjadi menyesakkan, tatkala Jessica menceritakan perihal yang menimpa dirinya. Raut wajah Bu Monik berubah seketika tatkala melihat air mata Jessica yang turun dengan derasnya.
"Jangan menangis, Je. Mommy tidak sanggup melihat air matamu turun seperti ini." Ucap Bu Monik sembari merengkuh tubuh Jessica kedalam dekapannya.
"Jangan pergi kemana-mana, tinggallah disini bersama Mommy." Ucap Bu Monik.
"Kamu tunggu disini ya, Mommy mau ke kamar Jerry. Dia harus tau dengan apa yang terjadi kepadamu saat ini. Dia pasti bertanggung jawab kepadamu." Ucap Bu Monik sebelum berlalu dari ruang tamu.
Jessica menundukkan kepalanya, ia menutup seluruh wajahnya dengan sepuluh jari tangannya. Hidupnya sudah hancur, ia tidak tau lagi harus kemana selain ke rumah ini. Ia berharap keluarga ini mau menerima dirinya dan juga benih yang telah tumbuh dalam rahimnya.
_
_
Hallo semua😍 Selamat datang di karya ketiga ku. Semoga kalian suka yakk😀 Oke, Karena hari ini adalah hari ulang tahun pernikahan othor yang keempat, othor akan crazy up untuk kalian semua😍😍😍 Pantau terus yaaa Zheyenkk😘
_
_
🌷🌷🌷🌷🌷
Enam tahun kemudian ....
Sebuah mobil berwarna merah berhenti di tempat parkir khusus pemilik perusahaan besar di Jakarta. 'Wongso IND' ya itulah nama yang bertengger dengan megahnya di atas gedung tertinggi perusahaan ini. Sebuah perusahaan yang sedang mengepakkan sayap bisnis nya di berbagai bidang. Anak cabang perusahaan ini tersebar di beberapa kota yang ada di Indonesia.
Seorang wanita berambut panjang dengan bibir berwarna merah, keluar dari mobil. Ia berjalan dengan anggunnya memasuki gedung raksasa ini.
Semua pegawai perusahaan ini sudah mengenal siapa sosok wanita yang sedang mengulas senyum manisnya kepada semua pegawai yang bersisipan dengannya. Hanya wanita ini dan keluarga pemilik perusahaan yang mempunyai akses masuk tanpa harus menunggu di ruang tunggu yang ada di lobby.
"Selamat pagi Bu Jessica." Sapa dua resepsionis yang bertugas di lobby depan.
"Selamat pagi." Jawab Jessica dengan ramahnya.
Jessica terus mengayun langkahnya menuju lift khusus untuk pemilik perusahaan. Ia menekan angka sepuluh pada barisan tombol yang ada di samping pintu lift.
Beberapa menit kemudian, ia telah sampai di depan ruangan yang bertuliskan 'Wongso Owner' . Ia pun menghampiri seorang wanita cantik yang menjadi sekretaris pemilik perusahaan ini.
"Hana, Apa Pak Jerry ada di dalam?" Tanya Jessica dengan suara lembutnya.
"Iya Bu, Pak Jerry baru saja kembali dari ruang meeting." Ucap Hana dengan keanggunannya.
"Terima kasih Han." Ucap Jessica sebelum berlalu meninggalkan meja kerja Hana.
Jessica pun masuk ke dalam ruangan besar ini, ia melihat Jerry yang sedang berkutat dengan laptop yang menyala di hadapannya.
Jerry mengalihkan pandangannya tatkala mendengar derap langkah seseorang di ruangannya.
"Kebiasaan!" Jerry berdecak ketika melihat siapa yang datang ke ruangannya.
"Kamu tidak bisa ya ketuk pintu sebelum masuk ke ruangan ini?" Tanya Jerry yang kini menutup laptop di hadapannya.
Jessica tak menghiraukan apa yang baru saja di ucapkan oleh Jerry. Ia duduk di kursi yang ada di depan meja kerja Jerry.
"Jerry, kamu jangan seperti ibu-ibu yang sedang berada di tanggal tua. Hanya karena ketukan pintu, telinga ku harus ternodai dengan ocehanmu." Ucap Jessica tanpa memandang Jerry yang sedang bersandar di kursi kebesarannya.
Senyum tipis terbit dari bibir Jerry. Ia dapat menyimpulkan jika saat ini sedang kesal dan ada masalah yang menimpanya.
"Katakan, apa yang membawamu datang ke kamari di jam seperti ini?" Tanya Jerry sembari melirik arloji yang melingkar di tangannya.
Jessica memutar bola matanya, ia merogoh kaca yang ada di dalam tas 'kremes' miliknya. Ia menyentuh pipinya yang memerah setelah mendapat hadiah dari seseorang.
"Aku ketahuan, aku tadi di labrak istrinya Seno. Kamu tahu Jer, pipiku di tampar sampai merah seperti ini." Ucap Jessica dengan penuh kekesalan. Ia pun menunjukkan pipi merahnya kepada Jerry.
Jessica melebarkan matanya, tatkala melihat respon Jerry. Ia semakin kesal melihat Jerry yang tergelak di tempatnya. Sungguh rasanya Jessica ingin sekali menendang kaki pria blasteran indonesia-mexico ini.
"Hey!! kau menertawakanku!" Sungut Jessica.
Jerry tak menghiraukan bentakan wanita yang tengah menunjukkan taringnya. Ia masih menikmati sebuah momen yang belum pernah terjadi selama ini.
"Waw waw waw!! seorang Jessica di tampar istri sah kekasihnya. Hmm sebuah kabar yang menarik." Jerry menganggukkan kepalanya, bibirnya masih menyunggingkan sebuah senyum mengejek kepada wanita yang masih kesal di hadapannya.
"Diam kau Jer!" Jessica melempar Jerry dengan tas merahnya.
"Sudah aku katakan sebelumnya kan, kamu pasti ketahuan kali ini. Tidak mungkin kamu terus lolos dari lingkaran setan ini." Ucap Jerry dengan tenangnya.
Waktu enam tahun telah merubah Jessica menjadi seorang wanita tegar dan kuat. Ia harus menjadi orangtua tunggal untuk putranya yang sudah berumur lima tahun. Karena sebuah masa lalu yang kelam, Jessica merubah diri menjadi wanita penggoda rumah tangga orang lain. Sudah empat pria beristri yang berhasil di taklukkan olehnya.
Jerry terus memandang wanita yang ada di hadapannya. Ia tersenyum keluh tatkala mengingat kejadian yang selama ini terjadi kepadanya dan Jessica.
"Jer, tolong ambilkan lipstik di tasku!" Suara Jessica berhasil membuyarkan lamunan Jerry. Ia segera membuka tas 'kremes' merah yang ada di hadapannya.
Sebuah senyum tipis kembali terbit dari bibir Jerry tatkala tangannya menyentuh sebuah benda tipis yang masih ada dalam bungkusnya.
"Apa kamu masih menggunakan trik lama untuk menipu Seno dan pria lainnya?" Tanya Jerry ketika mengeluarkan sebuah benda tipis dalam kemasan berwarna hijau.
Sejenak Jessica memandang apa yang ada dalam genggaman Jerry, ia pun kembali mengoles bibirnya dengan lipstik merah yang baru saja di berikan oleh Jerry.
"Tentu saja. Itu akan menjadi senjataku jika mereka mengajakku ke hotel. Aku pasti memakai pembal*t itu jika Mereka mengajakku tidur." Ucap Jessica setelah menutup lipstiknya.
"Hmmm jadi sampai saat ini kamu masih menjadi 'janda suci' seperti dulu?" Kelakar Jerry yang masih setia duduk di tempatnya.
Jessica tergelak setelah mendengar apa yang di katakan oleh Jerry. 'Janda suci' adalah sebuah sebutan dari Jerry untuknya. Meski ia suka menjadi duri dalam rumah tangga orang lain, tapi tak ada satu pun yang berhasil meniduri dirinya. Ia hanya sekedar bermain-main dalam hubungan terlarang itu untuk merasakan sensasi yang menguji adrenalin nya.
"Tentu saja, aku tetaplah 'Janda suci' kesayanganmu." Ucap Jessica seraya berdiri dari kursinya.
Ia pun meraih tas yang ada di hadapan Jerry, tak lupa ia merapikan pakaiannya sebelum keluar dari ruangan ini.
"Aku pulang dulu, Putramu pasti sedang merindukanku saat ini." Ucap Jessica.
"Aku pun merindukanmu." Gumam Jerry dalam hatinya.
Jerry berdiri dari kursinya, ia mengantar Jessica sampai ia masuk ke dalam lift. Jerry terus memandang wajah cantik yang tengah tersenyum ke arahnya sampai wajah itu tertutup pintu lift.
"Kapan kamu berhenti dari tindakan bodoh ini, Je?" Tanya Jerry dalam hatinya. Ia masih mematung di depan lift sampai suara Dani membuyarkan semua lamunannya.
Dani adalah pria yang menjadi asistennya, dia adalah tangan kanan Jerry di perusahaan ini. Dani memberitahu Jerry bahwa siang ini ada meeting mendadak bersama klien dari singapura yang baru sampai di perusahaannya.
"Baiklah Dan, siapkan semua berkasnya." Perintah Jerry sebelum kembali kedalam ruangannya.
Jerry kembali duduk di kursi kerjanya untuk melanjutkan pekerjaan yang sempat tertunda karena hadirnya 'Janda suci' dalam ruangannya. Ia pun kembali fokus pada layar laptop yang sudah menyala.
Cuaca panas tengah terasa di kota Jakarta, angin yang berhembus kencang membuat siapa saja enggan untuk keluar dari tempat ternyamannya. Tapi tidak untuk Jessica, meski cuaca sedang tidak bersahabat, ia tetap semangat untuk segera kembali ke butik dan salon miliknya. Disana ada putranya bersama baby sitter yang selama ini merawat buah hatinya.
Dua usahanya sedang berkembang pesat saat ini. Semua ini hasil usaha kerasnya, ia membuka butik miliknya sejak putranya berumur satu tahun, dan tentu saja semua berkat campur tangan keluarga Wongso. Setahun belakangan ini ia berhasil membuka salon kecantikan yang bersebelahan dengan butiknya.
_
_
Terima kasih sudah membaca karya ini😘 semoga suka ♥️😍
_
_
🌷🌷🌷🌷🌷
"Astaga! kepalaku rasanya mau pecah! baru kali ini aku kena tampar bini nya orang!" Ucap Jessica ketika sampai di tempat parkir yang ada di depan butiknya.
Selama dalam perjalanan menuju butik, Jessica terus memikirkan kejadian yang menimpanya tadi pagi. Sungguh, ini adalah hari sial untuknya. Jessica belum bisa menerima jika dirinya harus kalah dengan wanita lain.
"Panasnya cuaca hari ini gk sebanding dengan panasnya hatiku. Seno, kamu harus ku tinggalkan hari ini juga!" Gerutu Jessica di dalam mobilnya. Ia pun mengambil ponsel yang ada dalam tasnya untuk menelfon Seno, kekasihnya beberapa bulan ini.
Hampir lima belas menit Jessica berbicara dengan Seno lewat sambungan telfon. Terjadi sedikit perdebatan antara Jessica dan Seno.
"Aku gak mau tau Sen!! yang jelas mulai hari ini hubungan kita selesai! aku gak perduli. Ingat Seno, jangan menghubungi aku lagi!" Ucap Jessica sebelum memutuskan sambungan telfonnya dengan pria bernama Seno, seorang pengusaha rental di Jakarta.
Dengan langkah cepat Jessica segera masuk kedalam butik. Ia langsung naik ke lantai dua, dimana putranya berada bersama Baby sitter. Ia pun masuk ke dalam kamar untuk menemui putranya.
"Lila, apa Fano sudah makan siang?" Tanya Jessica kepada pengasuh putranya.
"Sudah Bu, Den Fano baru saja tidur. Apa perlu saya membangunkannya?" Ucap Lila yang sedang berdiri di sebelah ranjang.
"Jangan, biarkan saja. Kalau begitu aku ke bawah dulu Lil. Nanti kalau Fano bangun telfon aku." Ucap Jessica sebelum berlalu pergi dari kamar.
Jessica kembali menuruni satu persatu anak tangga untuk sampai di butiknya. Ia pun berjalan menuju salon miliknya untuk menyegarkan dirinya.
"Rima, creambath rambutku!" Perintah Jessica kepada salah satu pegawainya.
"Oke Cin. Yuhuu aku meluncur." Ucap Rima dengan gaya kemayu nya.
Rima adalah seorang waria yang bekerja di salon Jessica. Kemampuannya merawat rambut tidak diragukan lagi, hasilnya selalu memuaskan. Waria yang bernama asli Romi ini sudah bekerja dengan Jessica sejak pertama kali salon ini di buka.
"Eh Cin, coba yu dengerin itu obrolan para emak-emak sosialetong yang lagi ngobrol. Sepertinya yu bakalan suka deh cin. Eyke mah gemmes sama yang pakai baju ijo ingus itu Cin." Bisik Rima di sela-sela ia merawat rambut Jessica.
Jessica memandang apa yang baru saja ditunjukkan oleh Rima. Ia menatap lima wanita yang duduk di belakangnya. Lewat pantulan cermin yang ada di hadapannya, Jessica dapat melihat satu persatu wanita sosialita yang tengah bersenda gurau sambil menikmati treatment yang ada di salon miliknya.
"Eh, tau gak suami gue sekarang udah berubah loh, semenjak kalian memberi gue resep waktu itu, hmm dia klepek-klepek."
"Wih tiap malam main dong, Sis."
"Kalau gue lagi puyeng guys, suami gue ngambek gegara gue lembur nonton drakor."
"Astaga!! hanya karena drakor suami Lo ngambek? tuker aja mah sama yang baru. Kalau suami gue yang ngambek bakal gue diemin."
"Eh jangan gitu, suami ngambek ya kita rayu dong."
"Kalau gue ogah. Dia yang harus minta maaf ke gue, mau dia yang salah atau gue yang salah, tetep harus dia yang minta maaf. Kalian sendiri kan tau kalau Ezar bucin banget sama gue."
"Eh Bel, jangan gitu! kalau kamu terus-terusan seperti itu, dia bisa ngelirik wanita lain loh. Kan, sekarang pelakor semakin di depan tuh. Apalagi suami lu kan banyak duit, cakep lagi."
"Hilih! gak usah khawatir. Dia mah gak bakalan dah kalau bisa mencintai wanita lain selain gue. Dia banyak duit, tapi untuk masalah wanita dia bukan ahlinya."
"Hey Bella, jangan jumawa seperti itu. Kamu harus hati-hati dalam berkata."
Ya, begitulah isi obrolan lima wanita sosialita yang saling bersahutan, hal itu membuat Jessica menyeringai. Ia pun menatap Rima lewat pantulan cermin di hadapannya.
"Rim, yu tau kan, apa yang harus yu lakukan saat ini?" Tanya Jessica dengan sorot mata penuh arti.
"Tentu, eyke tau apa yang harus eyke lakukan sekarang. Yu siapin aja telinga yu setelah ini Cin." Jawab Rima sebelum berlalu meninggalkan Jessica.
Kedua jempol Jessica menari-nari di atas layar ponselnya. Ia menulis informasi yang di kulik Rima dari geng sosialita yang sedang tertawa karena ulah Rima saat ini.
Senyum penuh makna tergambar jelas di wajah Jessica, apalagi ketika ia berhasil menemukan akun sosial media milik wanita bernama Bella dan suaminya yang bernama Ezar.
"Hmmm, boleh juga suaminya." Lirih Jessica tanpa mengalihkan pandangannya dari layar ponsel yang ada di genggamannya.
"Oke Jessica! siapkan dirimu, mangsa baru ada di depan mata." Jessica menyeringai. Ia menatap Rima yang sedang mengedipkan mata kearahnya.
Waktu terus berlalu, matahari terus bergerak ke arah barat untuk pulang ke singgasananya. Setelah mengantar Fano dan Lila pulang, Jessica kembali lagi ke butiknya. Hari ini banyak yang harus ia selesaikan di butiknya.
Jessica fokus membaca laporan yang di buat oleh pegawainya. Ia meneliti satu persatu kertas hasil laporan kerja selama satu bulan ini. Tak sedikitpun terlewat dari pandangannya.
Penunjuk waktu sudah berada di angka sembilan malam. Jessica baru saja menyelesaikan pekerjaannya. Ia meregangkan tubuhnya yang terasa lelah hari ini.
Jessica memasukkan ponselnya kedalam tas, tak lupa ia merapikan penampilannya sebelum keluar dari butik yang sudah gelap ini.
Setelah mengunci butiknya, Jessica segera masuk kedalam mobil merahnya. Jalanan ibukota malam ini sedikit lenggang, tak ada kemacetan seperti yang terjadi kala weekend.
Suara musik yang menenangkan terdengar di dalam mobil Jessica, menemaninya selama perjalanan pulang ke rumahnya. Suara Jessica pun ikut terdengar disana.
Jessica menghentikan mobilnya di pinggir jalan, tatkala melihat suatu hal yang membuatnya tersenyum. Drama keluarga sepertinya sedang terjadi di hadapannya.
Jessica mengernyitkan keningnya tatkala melihat seorang wanita yang tengah memaki pria yang ada di hadapannya. Tak perduli walau itu depan umum, wanita itu terus melancarkan caciannya.
Seringai jahat tergambar di wajah Jessica, tatkala ia mengingat siapa wanita yang berbalut gaun pesta berwarna hitam. Ia pun segera memakai parfum yang memabukkan miliknya sebelum keluar dari mobilnya untuk mengawali sebuah misi penting.
"Pucuk di cinta ulam pun tiba." Lirih Jessica sembari membuka pintu mobil.
_
_
Terima kasih sudah membaca karya ini😍 Semoga suka ♥️😍
_
_
🌷🌷🌷🌷🌷
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!