NovelToon NovelToon

Perjuangan Cinta

Rasa

Rasa? Apa itu rasa?

Setiap makhluk pasti memiliki rasa, rasa bukan suatu dosa. Bagiku rasa bukan hanya suatu tanggapan dari indera saja. Rasa adalah suatu mahakarya, mahakarya yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Aku hanya manusia yang mampu memiliki mahakarya itu.

Rasa dan emosi, dua hal yang saling berkaitan satu sama lain. Rasa membentuk suatu emosi yang menjelaskan suatu perasaan dan persepsi.

Ah ... aku bukan mahasiswi jurusan psikologi! aku bukan pula ahli kejiwaan. Aku hanya seorang wanita pemimpi. Wanita yang telah hidup selama hampir 30 tahun di dunia yang fana ini.

Tak ada yang istimewa dariku, menjalani hidup dengan hati yang kosong dan seakan mati rasa bukan yang kumau selama ini.

Kosong! iya kata itu tepat menggambarkan diriku. Hiruk pikuk kota metropolitan tak mampu menyentuh hatiku, apalagi sejak kepindahanku ke tempat ini.

"Nona Indah Della Safitri ... " panggil seorang suster yang tengah membaca sebuah daftar di tangan manisnya.

Aku tersadar dari dalamnya lamunan bodoh yang ku pikirkan. Entah mengapa aku gemar sekali mengingat hal-hal yang telah lewat.

Aku beranjak dari bangku tempat aku terdiam. Ku kuatkan langkah gontaiku menuju sebuah ruangan yang telah aku persiapan sebelumya. Iya, aku telah menjadwalkan pemeriksaan menyeluruh tentang tubuhku. Hal ini bukan tanpa sebab, aku telah melewati masa sakit yang berasal dari sisi kiri kepalaku.

Bukan sekali dua kali aku merasa tersiksa akibat nyeri di kepala. Berkali pula Wulan, teman sekantorku memaksa aku untuk memeriksa masalah pada kepalaku.

Dan hari inilah, Wulan menemaniku memeriksa kondisi kesehatanku. Wanita yang jauh lebih muda dariku itu tak ingin terjadi sesuatu hal yang buruk padaku.

"Mbak, kamu akan baik-baik saja!" Wulan menyemangati diriku.

Aku hanya menatap gadis polos itu dan mengedipkan kedua netra milikku padanya sebelum membalik tubuhku dan berjalan masuk ke ruangan dokter Hartono Sp.S.

Iya, aku menjadwalkan diriku untuk berkonsultasi serta memberikan kondisi tubuhku di sebuah rumah sakit di dekat kantorku. Meski rumah sakit ini bukan rumah sakit terbaik di kota ini. Namun, Wulan mengatakan bahwa rumah sakit ini tak kalah oke bila bersaing dengan rumah sakit swasta lainnya.

Seorang perawat menyambut kedatanganku ketika aku masuk ke ruangan dokter Hartono. Perawat itu tersenyum manis, lalu mendatangi aku yang masih terdiam di ujung pintu masuk.

Sakitkah aku? Itu adalah pertanyaan pertama yang keluar dari benakku.

Sebelum bertemu dengan dokter Hartono, terlebih dahulu seroang perawat menyapaku dan mulai menulis rekam medisku. Wajah ceria dari perawat itu begitu mengusikku, andai aku masih belia seperti dia. Ah pikiran busuk macam apa ini?

Aku cukup gila karena memikirkan penyakit yang akan kuketahui sebentar lagi.

"Maaf Kak, dokter Hartono sedang tidak praktik hari ini. Dan dokter Syadam yang akan menggantikan beliau." tutur perawat itu penuh senyum sambil mengukur tekanan darahku.

"Syadam? Oh ..." Hanya itu saja yang meluncur dari mulut fana makhluk seperti aku ini.

"Sudah! silakan Kakak menemui dokter Syadam." perawat itu mempersilakan dan mengantarku masuki ruang praktik dokter syaraf pengganti dokter Hartono.

Ku masuki ruangan serba putih dengan jendela kaca lebar tepat di belakang seorang pria yang tertunduk mengenakan jas putih khas dokter. Begitu suara langkah kami berdua mendekati mejanya, dokter pria itu mengangkat wajahnya.

Ada sebuah perasaan kala tatapanku jatuh pada pria yang sedang duduk di kursinya itu.

Tiba-tiba aku melihat sesosok pria brengsek. Dan hal itu membuatku ingin mengumpatinya. Mengumpat, menyumpahinya dengan berbagai sumpah serapah atau bahkan mencekik lehernya hingga mati.

"Syadam, bila aku tahu itu kamu! haram hukumnya bagiku berada di sini!" keluhku dalam hati. Karena aku tak ingin membuat keributan dan mengganggu pasien lainya.

"Sus, Anda bilang bahwa dokter Hartono sedang tak berada di tempat bukan? Bagaimana bila saya menjadwalkan ulang?" Aku memiliki keberanian untuk mempertahankan egoku.

"Del ..." panggil pria itu lirih menyebut namaku.

Sudah kuputuskan bahwa aku harus menjadwalkan ulang pemeriksaan ini dengan dokter Hartono. Atau dokter lain pada rumah sakit lain tentunya, asal bukan Syadam.

Wan Syadam Rifa'i nama itu tertulis jelas pada plakat nama di depannya.

Terdiam aku dalam bahasa yang tak bisa dilafalkan tapi aku mengerti.

Menyembunyikan jejak sebuah rahasia hati yang tak mampu tegak berdiri.

Hai kamu yang sudah menjalar di nadi tanpa bisa lagi ku hentikan bekasnya.

Ragaku meracau saat ketajaman matamu ingin membongkar ruang rahasia yang telah ku sembunyikan dalam diam.

Kekhawatiranku untuk sebuah jarak yang seketika akan kamu ciptakan saat mengetahuinya.

Sebuah rasa yang harusnya indah bila hatimu adalah cerminan isi hatiku.

Jangan mencoba untuk datang lagi!

🍁🍁🍁

Test ombak

Syadam Rifa'i

Hanya dengan sebuah panggilan "Del" apakah hati ini akan bergetar?

Bertahun-tahun sudah aku berusaha mengubur kisah kelam itu, hanya sebuah panggilan dari mulut penuh bisa lelaki muslihat itu apakah pertahananku akan goyah?

"Big No!" this my choice.

"Nama saya Indah, senang bertemu dengan Anda." balasku berusaha menutupi rasa gugup di hadapan Syadam.

Suasana kaku menyelimutinya ruang poli syaraf di rumah sakit ini. Aku jatuh, tidak! aku bukan jatuh, aku sakit. Bukan hanya ragaku saja yang merasakan sakit, namun hati ini juga menjadi pesakitan hanya dalam beberapa detik ini.

Hati ini merasa sesak karena nasib seakan mempermainkanku, aku merasa tak adil pada dunia ini. Mengapa Tuhan dengan mudahnya mengungkit masa laluku.

Indah Della Safitri, namaku terdengar indah. Tapi, duniaku tak seindah dan sebersih namaku. Aku tahu telah banyak dipanjatkan sebuah doa terbaik dari kedua orang tuaku untukku pada nama Indah itu. Indah, siapapun akan merasa bahwa nama itu membawa sebuah keberuntungan yang akan selalu menyertai setiap langkahku.

"Namaku Syadam Rifa'i," tutur seorang pemuda untuk pertama kalinya menyebutkan namanya padaku pada dua sebelas tahun yang lalu.

Jauh sebelum pertemuan kami kali ini, sosok pria yang kurasa ingin menghinaku ini telah memperkenalkan dirinya padaku kala itu.

"Silakan duduk!" ucap perawat yang tadi mengantarkan aku pada poli syaraf ini. Ucapan perawat tersebut sedikit menyentak lamunan singkatku.

Pikiranku terus melesat jauh melintasi ruang dan waktu. Aku masih mengingat pertemuan pertamaku di Pendopo Lawas dengan Syadam. Mahasiswa kedokteran UII ini datang bersama teman-teman satu angkatannya di angkringan yang pernah dikunjungi oleh mantan presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Di Angkringan Pendopo Lawas ini pula beliau pernah bercerita pengalamannya saat bertugas mengatur negara ini.

"Indah Della Safitri, panggil saja Della." ucapku pada pemuda teman Arfan, kekasihku.

Aku dan Arfan telah setahun lebih menjalin kasih. Karena kami berdua berasal dari tempat yang sama dan sekolah yang sama.

Hari di mana kami berkumpul bersenda gurau itu merupakan hari kali pertama aku mengenal sosok Syadam. Syadam adalah teman Arfan. Meski berasal dari kampung halaman yang sama, Syadam lebih lama pindah ke daerah yang dipimpin oleh Sultan Hamengku Buwono X ini.

Tak ada yang berbeda jauh dari perkumpulan para muda-mudi lain. Kami yang saat itu memang berusia tak jauh beda lebih cepat mengakrabkan diri. Dari situlah aku mengenal sosok ramah dan hangat Syadam. Wan Syadam Rifa'i sosok pemuda jangkung dengan senyum menawan. Tak terbesit sekali pun bila aku akan bersama dengannya, teman akrab dari Arfan meski keduanya beda kampus serta beda jurusan.

"Del!" panggilnya lirih menyadarkan aku dari lamunan tentang rajutan memori tempo dulu.

Hidup sesungguhnya adalah misteri yang di dalamnya ada bahagia dan kesedihan. Kita sebagai manusia hendaknya mampu mengambil pelajaran hidup dari segala persoalan yang kita hadapi sehingga bisa tumbuh menjadi individu yang berkarakter. Dan kini aku tak menyangka bahwa pria itu muncul di hadapanku lagi.

Aku enggan menjawab Syadam, bukan karena aku masih menyimpan dendam dalam hati ini. Tapi lebih tepatnya aku hanya ingin menjaga jarak antara dua hati yang dulu tak bisa bermuara ini.

"Apa kamu menderita klaustrofobia?" Syadam berusaha mengajak aku berkomunikasi layaknya pasien dan dokter.

Apa itu klaustrofobia? Makanan apa itu? Mendengarnya saja mampu membuatku merasa kehilangan seluruh isi kepalaku.

Bila aku tak mengenal apa itu klaustrofobia, lalu aku harus menjawab apa pada Syadam?

"Aku tak tahu!" jawabku seakan ingin menepis pembicaraan lanjut bersama pria itu.

Aku tahu Syadam care dengan aku seperti ini hanya sebatas dokter dan pasien sahaja, tak lebih meski hanya setengah ons saja. Sudah selayaknya seorang dokter mendengarkan segala apa yang mungkin menjadi keluhan dari pasien sepertiku.

"Klaustrofobia adalah jenis fobia yang takut akan tempat sempit dan sunyi, sebelum kita melakukan tindakan MRI aku harus tahu semua tentangmu!" ucapan Syadam begitu menyayat hatiku, kutahu semua ini hanya kepura-puraan belaka. Tak pernah sekalipun ia memiliki bagaimana dan seperti apa rasa yang kumiliki selama ini.

"Tidak!"

"Del, bersikaplah kooperatif terhadapku!"

Sebagai seorang pasien sudah selayaknya aku menuturkan apa yang kurasakan selama ini. Sakit hatiku? Oh bukan!

Rasa sakit yang terus menerus menyerang bagian belakang kepalaku ini sudah kurasakan lebih dari dua pekan ini. Kujelaskan semuanya pada Syadam tak kurang dan tak kulebihkan sedikitpun. Aku pun juga tak ingin menderita seperti ini, karena rasa sakit ini sungguh menggangu seperti ibu tiri.

Aku duduk bersandar di kursi ini, mendengarkan setiap jenis kata yang Syadam katakan padaku.

Memahami setiap isi bait kalimat yang ku dengar. Ternyata tak bisa ku mengerti apa arti dari hidup ini.

Coretan Rasa

Pernah kulukis impian di kanvas kehidupan, tapi aku lupa membubuhkan warna keseriusannya. Pernah pula aku menyajikan harapan, namun aku jua lupa membumbui kepercayaan. Bagiku, kehidupan bukan hanya sekadar berjalan melewati cobaan tapi kehidupan adalah sebuah proses belajar. Belajar di mana kita bisa lebih menerima dan bersyukur atas nikmat yang Tuhan berikan.

Dulu, aku tak pernah merasa memiliki ketakutan pada apapun. Namun semakin bertambahnya usia, ketakutan itu mulai mengetuk setiap pintu di hatiku. Rasa takut itu mulai menyongsong setiap jengkal langkahku.

"Kamu ada masalah apa Del?" tanya seseorang pria dengan garis bibir sejajar.

Dari cara sosok pria itu memerhatikan aku, kutahu bahwa ia adalah pria yang penuh perhatian. Ingin ku luapkan seluruh isi hati ini padanya. Ingin kujelaskan padanya apa yang kurasakan, namun siapalah aku ini?

Menunjukkan pada seluruh dunia bahwa aku tidak baik-baik saja? Ataukah menjejalkan pada Syadam perihal ketidakmampuanku mempertahankan hubunganku bersama dengan temannya Arfan.

Kisah ini bukan kisah Rama dan Shinta yang pantas untuk dipamerkan pada orang lain, bukan pula kisah romantis Romeo and Juliet yang patut dicontoh, kisahku dan Arfan yang telah kandas dan tak pernah berarti cukup aku dan dia saja yang faham.

"Aku baik-baik saja, yes am fine!" ucapku menutupi kisah ini. Menutupi bahwa aku sedang gundah gulana.

Di bawah senja ini, aku hanya mampu meleburkan rasa agar duka ini terbawa angin begitu saja. Bersama senja ini pula telah kutitipkan ucapan maafku untuknya. Untuk Arfan, kekasih yang telah mengisi hari-hariku dengan tawanya. Tawa yang akan ia berikan untuk Yeni, teman satu SMA-ku.

Kalian pasti berpikir bahwa Arfan menduakan hatinya untuk Yeni? Salah, Arfan adalah pria gentle yang tidak akan pernah menyakiti hati wanita manapun. Aku! akulah yang menyakitinya, menyakiti cinta ini.

"Jangan pernah menyakiti hati ini!" ucap Arfan sebelum beranjak meninggalkan diriku yang tengah terduduk lemas di pantai ini tadi.

Nafasku membeku, lidahku pun kelu. Aku tak ingin membagi kisahku dengan Syadam. Meski kami telah saling kenal, aku masih enggan berbagi. Aku pernah disakiti juga pernah menyakiti seperti yang telah kulakukan pada Arfan.

Arfan setuju untuk saling menjauh satu sama lain. Long distance relationship bukan satu-satunya alasan mengapa aku dan mahasiswa teknik sipil semester akhir ini untuk memupus harapan bersanding dengannya.

Aku tahu Yeni lebih dahulu memiliki perasaan khusus untuk Arfan, begitu jahatnya aku yang tiba-tiba merebut kasih sayang dan perhatian Arfan untuknya. Aku yakin, detik ini juga Arfan begitu kecewa pada keputusan ending sepihak yang kumau. Aku tak ingin ketiga hati ini berselisih paham. Biarlah aku yang pergi, pergi bersama ombak di pantai Wediombo ini.

Pantai Wediombo adalah sebuah pantai yang berada di Desa Jepitu, Girisubo, Gunungkidul di dekat Pantai Siung, berjarak 80 km dari kota Yogyakarta. Pantai tersebut meliputi sebuah teluk yang dikelilingi pegunungan batu karang dan pasir putih. Di tengah laut, batu karang tampak menonjol. Dan di pantai ini pulalah jalinan kasih yang kami rajut harus berakhir bersamaan dengan berakhirnya senja ini di ufuk barat.

"Aku akan mengantarmu ke hotel," Syadam mengulurkan tangannya padaku, pada gadis yang tampak tolol yang sejak tadi hanya duduk terdiam tepat di garis pantai Wediombo.

Kedatanganku ke daerah asal gudeg ini memang tak lain dan tak bukan hanya untuk mengisi liburan sekolahku sebelum memasuki jenjang yang lebih tinggi lagi.

Yogjakarta, "Never ending in Yogakarta" nyatanya slogan itu cukup sebagai bualan belaka. Kisahku dan Arfan harus berhenti di tengah jalan, Arfan berhak bahagia. Bahagia ya yang mungkin bukan bersama denganku.

🎶🎶

It's okay

To not be okay

You don't have to hide

The tears behind

The rain

Don't have to find

Someone to blame

You don't have to understand

The pain

'Cause things won't stay the same

You're overthinking, it's three a.m.

Pretending that it's not the ending

It's okay to cry sometimes

If that's your way to heal today

It's okay to feel like

There are things you can't control

It's okay to not be okay

You don't have to clear

The pictures on your phone

Sometimes you just have to walk alone

You're overthinking

Pretending that it's not the ending

It's okay to cry sometimes

If that's your way to heal today

It's okay to feel like

There are things you can't control

It's okay to not be okay

It's okay to feel like

There are things you can't control

It's okay to not be okay.

🍁🍁🍁

NB : Pict hanya pemanis

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!