Sudah hampir setengah jam aku menunggu ditepi jalanan yang ramai, seperti biasa aku selalu menunggunya datang dan selalu saja tidak tepat waktu, yang membuatku sangatlah kesal adalah waktu telatnya yang tidak hanya sepuluh atau lima belas menit melainkan tiga puluh menit sampai dengan satu jam. Yah..tapi tetap saja aku selalu menunggunya untuk bertemu. Demi kekasih hati, menunggu bukanlah hal yang menyulitkan bagiku, kita akan melakukan apapun untuk orang yang kita sayang bukan? Walaupun tetap saja menunggu adalah hal yang paling menyebalkan.
Satu jam kemudian mobil Xtrail hitam berhenti tepat didepan ku, aku buru-buru memasuki mobil itu dan disambut dengan senyum manis dari seseorang yang duduk dikursi pengemudi. Akupun membalas senyuman manisnya dan mencium lembut pipi nya.
"Maaf ya telat lagi, tadi habis tutup toko dulu" katanya dengan nada penuh sesal.
"Hmm..engga apa-apa" jawabku datar.
"Daritadi ya?" tanya nya.
"Lumayan siih, satu jam aku tunggu kamu, udah biasa kan?" jawabku sedikit kesal.
"Iya maaf, kamu tau kan kalau aku harus tutup toko dulu, jadi engga bisa tepat waktu jemput kamu kalau pulang kerja" kata-katanya terdengar penuh penyesalan.
Aku tersenyum kepadanya, lalu menggenggam tangannya yang terasa hangat. Entah mengapa, hanya bertemu dengannya saja membuatku tenang, membuat mood - ku terasa lebih baik dari lelahnya bekerja seharian.
Fariq namanya, yang selalu kusebut sebagai kekasih hatiku. Kami sudah bersama selama tiga tahun lamanya. Bertemu tanpa sengaja melalui sebuah aplikasi pertemanan sampai akhirnya kami menjalani hubungan sebagai sepasang kekasih.
Selama menjalani hubungan ini, aku benar-benar merasa bahagia, Fariq adalah seseorang yang sangat lembut dan benar-benar mengerti aku. Selain itu dia adalah satu-satunya pria tersabar yang pernah aku temui, lebih tepatnya yang pernah menjadi pacarku. Dia tampan, manis juga dan dia adalah keturunan arab, sudah terbayang bukan bagaimana tampannya dia, dengan hidung yang mancung, rambut keriting, cambangnya yang tertata rapi, mata cekungnya, alisnya yang tebal dan rapi, jika aku memandangnya pun tidak merasa bosan, senyumannya selalu manis, tutur katanya lembut, kami pun memiliki selera humor yang sama dan bagian yang terpenting untukku adalah aku bisa menjadi diriku sendiri saat bersamanya.
Tapi sayang, hubunganku tidak berjalan semulus itu. Kami menjalani hubungan backstreet dari orangtuanya. Orangtua Fariq tidak pernah mengizinkan dia untuk memiliki kekasih, karena pilihan untuk pendamping hidup sudah ditentukan oleh orangtuanya, dengan kata lain dia akan dijodohkan. Hal ini yang selalu menjadi perdebatan antara aku dan Fariq, karena dia tidak bisa memberikan kepastian kepadaku, tidak tahu mau dibawa kemana hubungan ini, dia terlalu takut untuk mengambil sebuah keputusan. Tak jarang hal ini juga yang membuatku sedih.
Bagaimanapun kita saling mencintai, jika orangtua tidak memberikan restu, maka tidak berartilah suatu hubungan. Tetapi dengan keegoisan kami, kami tetap menjalani hubungan tanpa arah ini sampai tiga tahun lamanya. Meskipun kami tahu bahwa hubungan ini tidak pasti sampai ke pelaminan.
Matahari masuk melalui celah-celah jendelaku yang masih tertutup tirai berwarna maroon, aku membuka mata pelan-pelan dan mencoba untuk menyadarkan diri setelah tidur nyenyak semalam. Setelah aku rasa sudah sadar, aku mengambil ponselku yang kuletakkan diatas meja dekat tempat tidurku untuk mengecek apakah ada pesan masuk atau tidak. Seperti biasanya, sudah ada seseorang yang mengirimku pesan untuk menyemangati hariku.
From : Fariq
Hi, sayang..
Selamat pagi, sudah bangun belum? Semangat untuk hari ini ya, love you ♥
Aku tersenyum. Setiap pesan yang dikirim oleh Fariq mampu membuatku tersenyum, entah sejak kapan aku benar-benar mencintainya, tidak ingin rasanya melepas dia dari hidupku, seperti tidak ikhlas saja jika dia harus pergi dari hidupku, setelah sekian lama bersamanya dan membuat banyak kenangan.
Aku membalas pesannya dengan bibir masih tersenyum.
To : Fariq
Selamat pagi juga sayang, semangat semangat semangat ya untuk hari ini. Love you too ♥
Aku bergegas pergi ke kamar mandi, bersiap untuk menjalani aktivitas hari ini, bekerja dan bekerja.
Satu jam kemudian aku keluar kamar dan menghampiri mamaku tersayang yang sedang berada di ruang makan bersama papaku tercinta. Suasana pagi yang selalu menyenangkan ditengah keluargaku. Aku hanya tinggal bersama mama dan papaku, kebetulan kakak-kakakku sudah menikah, jadi hanya aku yang masih tinggal bersama orangtuaku.
"Mah, masak apa hari ini?" tanyaku sambil memeluk mama, memeluk mama adalah salah satu kebiasaanku dari kecil yang tidak bisa kuubah.
"Ini mama buatin nasi goreng, mama udah siapin bekal makan siang juga ya" kata mama sambil menyiapkan piring-piring untuk papa dan aku.
"Mah, pah, nanti Daisy pulang telat ya. Mau ketemu temen dulu" kataku sambil menyuapkan nasi goreng buatan mama.
"Jangan malam-malam pulangnya, hati-hati juga kalau bepergian" jawab papa sambil melanjutkan sarapan.
"Iyaa papa, makasih yaaa. Daisy berangkat dulu ya mah pah" aku berdiri dan mencium pipi mama dan papa.
"Iya hati-hati dijalan yaa" jawab mama dan papa kompak, mama mengantarku sampai depan rumah, hal-hal kecil seperti inilah yang selalu membuatku senang dan merasa mendapatkan perhatian penuh dari kedua orangtuaku.
Aku menyandarkan diri dibangku yang terletak disalah satu ruangan untuk karyawan, jam istirahat sedang berlangsung, setelah makan siang dan menghabiskan bekal yang mama bawakan, aku masih bisa bersantai sekitar tiga puluh menit lagi sebelum masuk kerja. Aku membuka novel yang kubawa dari rumah, tiba-tiba ponselku berbunyi, pesan masuk.
From : Fariq
Sayang hari ini bisa bertemu dulu setelah kamu pulang kerja?
Akupun langsung cepat membalasnya..
To : Fariq
Bisa sayang, sampai ketemu nanti yaa.
Bahagia sekali setiap kali Fariq mengajakku bertemu, karena memang kami tidak bisa setiap hari bertemu, alasannya karena kami menjalani hubungan backstreet. Kami hanya bisa bertemu saat dia memiliki waktu untuk bertemu.
Sorenya selepas aku pulang kerja, aku bertemu dengan Fariq. Dia memberiku cincin, aku terkejut, karena hari ini bukanlah hari spesial, bukan ulang tahunku juga.
"Ini cincin apa?" tanyaku bingung.
"Buat kamu sayang" jawabnya singkat.
"Ih tapi bukan ulangtahunku hari ini" kataku masih dengan wajah bingung.
"Memang harus yaa kasih hadiah kalau ulangtahun saja? Itu buat kamu. Suka engga?" tanya nya dengan senyumnya yang khas.
"Ya ampun beneran nih untuk aku? kamu manis banget, makasih ya sayang, suka kok sukaa" aku pun langsung memeluknya dan mencium pipi nya dengan gemas.
"Syukurlah kalau kamu suka" dia mengelus-elus rambutku.
Aku memandang wajahnya dengan senyuman, lalu aku menarik dagunya mendekat kepadaku, perlahan aku mendekatkan bibirku dan menyentuh bibirnya dengan lembut, aku memejamkan mata begitupun dengannya. Kami larut dalam sentuhan bibir kami yang menyatu untuk beberapa saat.
"Jangan pernah pergi dari hidupku yaa" kataku pelan, entah kenapa aku merasa takut kehilangan dirinya.
"Aku cuma mau kamu, Daisy" jawab Fariq pelan lalu mengecup keningku dengan lembut.
Aku tersenyum. Lalu dia memelukku erat, sangat erat, seolah tidak ingin berpisah denganku. Sore yang menyenangkan sekali, batinku. Aku mencintaimu, Fariq. Jangan pernah pergi.
Aku berlari kecil menuju kantorku yang terletak beberapa meter lagi didepanku, bangunan megah dan kokoh tempatku bekerja sudah terlihat. Aku bekerja disalah satu Bank swasta terbesar di Indonesia sebagai customer service, perjuanganku untuk bergabung bersama bank ini tidaklah mudah, persaingan yang ketat, kedisiplinan dan semangat kerja yang tinggi harus dimiliki oleh setiap karyawannya. Aku selalu datang lebih awal dari jam masuk kerja yang sudah ditentukan, bahkan aku sering menjadi orang pertama yang datang di kantor.
Tidak seperti hari biasanya, hari ini aku bangun terlambat, entah kenapa alarm tidak terdengar sama sekali atau memang mimpiku semalam yang membuatku sulit untuk terbangun dipagi hari.
Semalam aku bermimpi, Fariq membawaku untuk berkunjung ke rumahnya dan di dalam mimpiku rumah Fariq begitu ramai sekali seperti sedang melaksanakan pesta pernikahan, aku sangat bingung dan merasa takut datang ke rumahnya, sampai pada akhirnya aku bertemu dengan ayah dan ibunya, seperti yang aku takuti selama ini saat ayahnya melihatku, beliau seketika marah besar karena mengetahui dan tidak menyetujui hubunganku dengan Fariq. Tak lama aku terbangun, sejujurnya mimpi ini sangat menyeramkan untukku, seramnya melebihi mimpi bertemu hantu.
Tanpa kusadari mimpi semalam sangatlah mengganggu pikiranku saat ini, entah kenapa aku takut itu benar-benar terjadi. Aku takut orangtuanya marah dan menyuruh kami untuk berpisah, tapi aku tidak ingin berpisah dengan Fariq. Bagaimana ini? tanyaku dalam hati, resah..
Hari ini pekerjaanku tidak sibuk, karena memang tidak terlalu banyak nasabah yang datang, jadi aku bisa sedikit bersantai. Bekerja sebagai customer service itu menyenangkan, kami dapat berkomunikasi dengan banyak orang setiap harinya dan membantu kesulitan yang nasabah alami, tapi terkadang kami juga dibuat sangat sibuk oleh pekerjaan jika nasabah yang datang banyak sekali. Tapi tetap saja aku menikmati pekerjaanku.
Beberapa kali Fariq datang ke tempatku bekerja sebagai nasabah hanya untuk melihatku, haha..terkadang dia begitu unik. Aku menyukai dan mencintai apapun yang dia lakukan kepadaku. Aku tidak punya alasan untuk berhenti atau tidak mencintainya, karena untukku dia begitu spesial.
Aku memutar pulpenku ke kanan dan ke kiri, sedikit melamun. Tiba-tiba seseorang menepuk bahuku pelan. Aku terkejut, langsung kuambil beberapa formulir dimeja yang terletak disamping kananku dan seketika berpura-pura sibuk membaca.
Tapi aku mendengar seseorang tertawa dan aku langsung menoleh ke arah sumber suara tersebut, ternyata sahabatku Reina.
"Kamu pikir yang menepuk bahumu itu Bu Henry ya?" tanya nya masih tertawa.
"Engga lucu, Rei" jawabku kesal.
"Lagipula kamu kenapa? Melamun begitu, ada apa?" tanyanya kembali, sudah tidak terdengar suara tawanya lagi.
"Aku mimpi aneh semalam" lalu aku sudah sibuk menceritakan mimpi semalam kepada sahabatku Reina.
"Setahuku, biasanya mimpi itu kebalikan dari kenyataan, bisa jadi orangtua Fariq sangat setuju kalau dia nikah sama kamu" jawab Reina bersungguh-sungguh.
"Aku engga mau berharap apa-apa, Rei. Aku takut kecewa" jawabku lesu.
"Sudah jangan dipikirkan, mimpi itukan bungan tidur, sudah lupakan saja, ayo semangat, itu ada nasabah, panggil sana daripada melamun" kata Reina sambil membenarkan posisi duduknya.
Tak lama kemudian, akupun sudah sibuk melayani nasabah yang ditunjuk Reina.
* * * *
Tingg... ponselku berbunyi, tanda pesan masuk. Aku membacanya.
From : Fariq
Sayang, aku boleh bicara sesuatu?
Aku mengerutkan keningku saat membaca pesan tersebut. Ada apa ini? tanyaku dalam hati.
To : Fariq
Iya, boleh. Ada apa sayang? Apa kamu baik-baik saja?
Tak lama kemudian Fariq sudah membalas pesanku, biasanya Fariq selalu lama membalas pesan.
From : Fariq
Sayang, sebaiknya kamu cari laki-laki lain yang lebih pantas buat kamu. Aku engga baik untuk kamu.
Seketika badanku terasa dingin, jantungku berdetak lebih kencang, maksudnya apa ini? Kenapa dia tiba-tiba bicara seperti ini? Banyak sekali pertanyaan yang muncul dibenakku saat ini.
To : Fariq
Haha..kamu bercanda ya? Engga lucu ah.
Tiinggg... Fariq sudah membalas lagi, seketika langsung aku membacanya.
From : Fariq
Ini serius, Daisy. Aku engga bercanda.
Kamu bisa cari kenalan lain atau temanmu untuk menggantikan posisiku dan benar-benar layak untuk jadi pasangan kamu, teman hidup kamu, tapi tenang saja, selama kamu mencari penggantiku, aku akan tetap bersamamu.
To : Fariq
Aku engga butuh yang lain, Fariq. Aku cuma butuh kamu, kamu tahu itu.
From : Fariq
Aku tahu, sayang. Tapi aku engga bisa kasih kepastian apapun dalam hubungan kita. Orangtuaku akan mencarikan jodoh untukku.
To : Fariq
Kenapa kamu tiba-tiba seperti ini? Apa jodoh yang ditunjuk orangtuamu sudah ada?
From : Fariq
Belum ada. Tapi aku benar-benar merasa engga pantas untuk kamu.
To : Fariq
Engga! Terserah kamu bilang apa. Aku cuma mau kamu.
Aku langsung mematikan ponselku. Entah kenapa rasanya ingin menangis. Aku hanya menatap langit-langit kamarku, kosong, seperti hati ini jika Fariq pergi dari hidupku, akan terasa kosong. Kupejamkan mataku, mencoba untuk menenangkan diriku.
Esoknya Fariq masih saja memintaku untuk mencari laki-laki lain yang bisa menggantikan dirinya. Sengaja aku tidak mengaktifkan ponselku untuk beberapa hari, karena aku selalu saja kesal setiap kali Fariq mengirim pesan padaku.
Tak terasa tiga bulan sudah berlalu setelah Fariq memintaku mencari penggantinya dan itu membuat hubunganku dengan Fariq sedikit renggang, selama tiga bulan ini juga kami tidak bertemu. Hanya sesekali saja kami bertukar pesan, disaat dia membicarakan untuk mencari pengganti dirinya, aku sengaja tidak membalas pesannya. Dia membuatku frustasi. Semangatku pun turun drastis setiap harinya, aku malas untuk mengerjakan sesuatu, kalau pekerjaanku bisa ditunda, aku hanya ingin berdiam diri dikamarku. Fariq kenapa kamu seperti ini? batinku.
Reina mengajakku bertemu dengan seseorang yang akan dia kenalkan kepadaku. Faza Biantara namanya, teman Reina saat di bangku SMA, hanya sepintas saja aku mendengar tentang Faza dari Reina, sebenarnya aku tidak terlalu peduli dengan pertemuan ini, kalau bukan karena Fariq terus menerus memintaku mencari penggantinya, aku tidak akan pernah melakukan hal bodoh seperti ini. Reina bilang padaku bahwa Faza adalah laki-laki yang tampan, baik hati, tidak sombong dan rajin menabung, haha. Bukan seperti itu. Faza terkenal ramah dan baik dilingkungan sekitarnya.
Hari ini aku akan bertemu dengan Faza disalah satu tempat makan yang menyajikan semua menu soto, entah mengapa Reina memilih tempat ini, mungkin dia sedang ingin makan soto. Aku memesan soto Banjar dan Reina memesan soto Betawi.
Setengah jam aku dan Reina menunggu Faza yang tak kunjung datang, tak lama seorang pria memakai kemeja berwarna putih menghampiri kami, ah..ini orangnya, akhirnya datang juga, batinku. Faza tersenyum ramah padaku saat Reina menyebut namaku, kesan pertamaku saat bertemu dengan Faza, dia memang tampan, ramah dan baik tetapi aku tidak bisa menilai lebih. Kami pun berbincang-bincang, masih terasa sangat canggung dan di akhir pertemuan kami, dia meminta nomor ponselku, aku memberinya dengan senang hati. Anggap saja untuk menambah teman.
Sesampainya dirumah, tanpa aku sadari, aku menunggu Faza menghubungiku, tapi tak kunjung datang pesan darinya. Sepertinya dia memang tidak tertarik denganku, jika seorang pria tertarik atau suka dengan seorang wanita pada pertemuan pertama, maka dia akan cepat-cepat menghubungi wanita tersebut setelahnya, sedangkan Faza tidak melakukan hal itu. Biarlah, batinku. Ku buang jauh-jauh pikiranku tentang Faza. Lagipula hatiku masih tertanam dengan sangat baik untuk Fariq, aku tidak ingin menggantinya dengan siapapun.
Aku membuka layar kunci ponselku, jempolku sudah berjalan kesana kemari mencari kontak Fariq dan mulai mengirimnya pesan singkat.
To : Fariq
Hari ini aku berkenalan dengan temannya Reina, namanya Faza. Tapi jujur, aku engga bisa untuk menggantikan kamu dari hati aku, Fariq. Aku harus bagaimana? Apa aku salah jika aku hanya mencintai dan menyayangimu? Ini membuatku benar-benar merasa tertekan. Bagaimana bisa, ada seseorang yang amat aku cintai, tapi aku harus mencari laki-laki lain? Kasih aku solusinya.
Tiga puluh menit kemudian, Fariq baru membalas pesanku.
From : Fariq
Akupun sama, Daisy. Sulit untukku melepas kamu, aku cemburu kamu bertemu dengan laki-laki lain. Maafkan aku, Daisy. Maaf atas tindakan bodohku yang memintamu mencari penggantiku. Tapi aku masih belum bisa memberimu kepastian untuk hubungan kita dan ini sangat berat untukku, menggantung hubungan kita tanpa arah.
Aku menghela nafas, rasanya kepalaku terasa sakit memikirkan hal ini. Aku memang selalu berdebat dengan Fariq tentang perjodohan yang akan dilakukan oleh orangtuanya. Fariq benar-benar tidak bisa melakukan apapun untuk hal itu, dia pun dalam posisi serba salah. Dia harus memilih orangtua atau aku.
Aku terdiam sesaat, menatap kosong layar ponselku. Lalu kubalas pesan Fariq dengan malas.
To : Fariq
Tetaplah bersamaku. Aku hanya mencintai kamu, Fariq.
Kuletakkan ponsel pink-ku di atas meja yang terletak di samping tempat tidur. Tak lama ponselku kembali berdering, tinnggg..
From : +628123****
Hai, Daisy. Ini nomorku. Faza.
Mataku berkedip-kedip beberapa kali, memastikan netraku tidak salah baca. Bukan Fariq yang baru saja mengirimku pesan. Setelah memastikan benar Faza yang mengirimnya, aku kembali lesu. Bukan Faza yang saat ini aku butuhkan, tetapi Fariq. Aku hanya butuh Fariq dalam hidupku.
Tiba-tiba lelehan airmata sudah menetes dipipiku, kali ini hatiku benar-benar merasa lelah. Keinginanku untuk menikah dengan Fariq sangatlah kuat, ingin sekali menghabiskan sisa hidupku bersamanya. Ibarat paket makanan, Fariq itu sudah paket komplit, semua sudah lengkap memenuhi kriteria untuk menjadi suamiku. Tetapi keinginanku ini sangat sulit kuraih.
Aku mengabaikan pesan Faza. Tidak membalasnya sama sekali. Aku letakkan kembali ponselku di atas meja.
Tingggg, ponselku berdering lagi, satu pesan masuk.
From : Fariq
Aku akan semaksimal mungkin memperjuangkan kamu, Daisy. Aku akan bersamamu.
Akhirnya tangisku benar-benar pecah setelah membaca pesan darinya, ingin rasanya aku memeluk Fariq saat ini, kami saling mencintai tapi kami sulit untuk bersama, aku terisak, dadaku terasa sakit menahan keinginan terbesarku saat ini yang kemungkinan untuk terjadi hanya nol koma sekian persen. Aku sangat mencintai Fariq, sangat, tapi apa yang harus kulakukan, batinku.
Pagi ini cahaya matahari tidak masuk kedalam kamarku melainkan digantikan dengan awan hitam dan hujan deras. Aku membuka mata, ternyata menangis semalaman membuatku tertidur. Perasaanku kini jauh lebih baik, sepertinya aku sudah bisa mengontrol diri dan emosiku. Pelan-pelan kubuka layar kunci ponselku, aku baru ingat bahwa aku belum membalas pesan dari Faza. Aku mengetik sebisa mungkin, hanya merasa tidak enak saja jika tidak membalasnya.
To : Faza
Hai, Faza. Nomormu sudah kusimpan ya :)
Aku melempar pelan ponselku di atas tempat tidur, hari ini adalah hari libur, aku tidak perlu buru-buru untuk menjalankan aktifitasku. Aku berusaha sekuat mungkin untuk menghilangkan rasa malas yang menempel pada diriku, pelan-pelan aku bangun dan duduk dipinggir tempat tidurku.
Tingg... baru saja aku akan pergi mandi dan ponselku kembali berdering, kubuka pesan yang masuk.
From : Faza
Hari ini Daisy libur ya?
Aku hanya membacanya sepintas, mengunci kembali layar ponselku lalu melanjutkan untuk pergi mandi.
Faza ya? tanyaku dalam hati. Baik siih, tampan juga, tapi tetap hatiku hanya untuk Fariq, bagaimana ini, jawabku dalam hati. Aku mulai sibuk dengan tanya jawab antara hati dan pikiranku sendiri dibawah shower yang terasa sejuk.
Setelah selesai mandi, kuraih ponselku yang berwarna pink dan mulai mengetik balasan untuk Faza.
To : Faza
Iya, aku libur, ini weekend. Faza libur juga?
Beberapa jam berlalu pesanku belum juga dibalas Faza. Aku tidak peduli. Di hari libur ini, kugunakan waktu luangku untuk membaca novel dan menonton film kesukaanku, sesekali membalas pesan dari beberapa temanku.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!