NovelToon NovelToon

Winter Love (Cinta Bersemi Di Musim Dingin)

Salju Pertama

"Ibu!! Look, salju pernama sudah turun!"

Seorang gadis kecil berseru riang saat melihat benda seputih kapas jatuh dari langit dengan perlahan, disusul butiran-butiran lainnya yang semakin lama semakin tak terhitung jumlahnya.

Warna putih salju begitu menarik Dimata gadis kecil itu, namun tidak sama sekali Dimata sosok jelita berparas barbie satu ini. Bukan lagi rahasia bila Jessica sangat membenci datangnya salju dan musim dingin.

"Salju lagi, salju lagi. Kenapa di dunia ini harus ada salju!" keluhnya yang terdengar begitu frustasi.

Ara mengerutkan dahinya melihat sikap sang adik dan responnya ketika melihat salju turun. Ara menghampiri Jessica dan berdiri disampingnya.

"Apa kau masih begitu membenci salju?" tegur Ara yang entah sejak kapan berdiri disamping Jessica.

Gadis itu menoleh lalu mengangguk. "Salju hanyalah butiran putih bersih yang penuh kepalsuan. Dibalik warnanya yang indah salju menyimpan kepedihan, kemunafikan dan dinginnya hati seseorang!" ujar Jessica dengan mata berkaca-kaca.

Mata hazelnya menerang jauh dan tampak berkaca-kaca, dan Ara tau pasti apa yang membuat gadis itu begitu membenci datangnya musim dingin, terlebih itu salju.

Hiruk-piruk mulai terdengar ditengah keramaian malam kota Seoul. Orang-orang yang berada diluar rumah sengaja menghentikan aktifitasnya dan menyempatkan diri untuk melihat butiran-butiran salju yang melayang dari langit dan jatuh perlahan kebumi.

Turunnya salju pertama di awal musim dingin memberikan kesan tersendiri bagi sebagian warga, terlebih bagi warga yang tinggal di negara empat musim. Namun tak sedikit pula yang membenci musim dingin dan salju, karena turunnya salju memberi pengaruh besar pada menurunnya suhu udara.

Namun tak sedikit pula yang menunggu musim salju tiba, karena banyak hal yang bisa mereka lakukan dengan tumpukan salju.

"Ibu,. Ayah. Bagaimana kalau kita bermain salju?"seru seorang gadis kecil pada Ara dan Hans .

Gadis kecil itu menarik paksa lengan kedua orang tuanya dan membawa mereka kehalaman rumah yang penuh salju .

"Laura, pelan-pelan. Kau bisa jatuh!" seru Ara memperingatkan.

Laura tersenyum dengan polosnya. "Jika aku sampai terjatuh, bukankah masih ada kalian berdua yang akan menangkapku!" jawab gadis kecil itu sambil tersenyum manis. Membuat Ara dan Hans menjadi gemas sendiri, keduanya menghampiri Laura dan mencubit pipi gembilnya.

Namun sepertinya tidak semua penghuni rumah megah itu menyambut datangnya salju dengan gembira. Jessica contohnya. Gadis bersurai coklat panjang itu mendongak menatap langit dengan datar.

Ia hanya memperhatikan rintikan salju yang turun tanpa respon apa pun. Iris hazelnya hanya memberikan tatapan kosong tanpa berminat. Perlahan matanya terpejam saat sekelebat bayangan masa lalu dengan jelasnya melintas dipelupuk matanya.

Flashback:

Ditengah kegelapan malam dan dibawah rintikan salju yang turun dengan lebatnya. Terlihat seorang gadis cantik dalam balutan mantel hangatnya berjalan seorang diri ditengah kegelapan.

Sudut bibirnya tertarik ke atas, senyum tak pudar sedikit pun dari wajah cantiknya. Gadis itu menatap bingkisan yang ada ditangan kanannya dengan riang, sedangkan tangan kirinya merapatkan mantel yang membungkus tubuh rampingnya. Dan tak jarang Ia menjinjitkan kakinya yang seperti mati rasa karena udara yang semakin menurun. Ditambah dengan lebatnya salju yang turun.

"Eo...!! Mobil siapa ini? Mungkinkah sedang ada tamu yang datang!" gumam gadis itu sedikit heran saat melihat sebuah sedan merah terparkir disamping mobil sipemilik rumah.

Mengangkat bahunya acuh, gadis itu 'Jessica' menghiraukan dan melanjutkan langkahnya. Tanpa ragu sedikit pun, Jessica melangkahkan kakinya dan memasuki bangunan mewah tersebut.

"Aaahhhh,,,, eeemmmppp!!!"

Tappp!!!!

Jessica menghentikan langkahnya dan menoleh pada sumber suara. Dengan perlahan, Jessica melangkah menuju pintu bercat putih yang merupakan pintu kamar sipemilik rumah

"Aaahhhh,,,, oppa!!! Lakukan dengan perlahan!!" suara itu semakin lama semakin terdengar jelas ditelinga Jessica, dan parahnya lagi, Jessica sangat mengenal siapa pemilik suara itu.

Dengan jantung berdebar, Jessica membuka pintu itu dan betapa terkejutnya dia setelah melihat kegiatan dua orang yang ada di dalam kamar itu.

"RAMON!! AMANDA!!"

Tubuhnya terpaku ditempat dengan getaran-getaran kecil yang berasal dari dalam tubuhnya. Kedua matanya membulat berkaca-kaca, nafasnya menderu tak karuan. Lidahnya tercekat, dadanya terasa sesak. Melihat kekasihnya bercumbu mesra dengan wanita lain, dan parahnya lagi wanita itu adalah sahabat Jessica sendiri.

Jessica mundur beberapa langkah kebelakang. Dan pekikan keras Jessica, menyita perhatian dua orang sejoli yang tengah memadu cinta di dalam sana. "Kalian berdua keterlaluan!" teriak Jessica membentak. Dengan air mata berderai. Jessica meninggalkan kediaman sang kekasih, perasaan hancur lebur.

"Jessica, tunggu!!!"

Flashback End:

Jessica menutup rapat-rapat matanya. Hatinya kembali berdenyut sakit ketika sekelebat bayangan masa lalu kembali berputar di kepalanya. Kenangan buruk yang ingin sekali ia lupakan tapi selalu tidak bisa. Terlalu menyakitkan untuk di ingat, tapi terlalu sulit untuk dilupakan.

"Bibi, bermainlah salju bersama kami!!!" seru Laura dan membuyarkan Jessica dari lamunan panjangnya.

Jessica sedikit tersentak saat merasakan seorang gadis kecil mengayunkan tangannya. Gadis itu menundukkan wajahnya dan mendapati wajah polos Laura menatapnya memohon. Jessica mensejajarkan tingginya dengan gadis kecil itu.

"Laura bermain dengan, Ibu dan Ayah saja ya, Bibi sedang tidak ingin bermain!" balas Jessica memberi pengertian.

Laura mencerutkan bibirnya lucu. "Bibi, tidak asik!" ucap Laura dan berlari menghampiri Ayah dan Ibunya.

Dan karena kejadian 2 tahun yang lalu itulah kenapa Jessica semakin membenci musim dingin terlebih turunnya salju. Namun itu bukan alasan yang sebenarnya, ada alasan lain yang membuat Jessica sangat membenci salju.

-

Pagi ini terasa lebih dingin dari biasanya padahal ini masih awal musim dingin dan itu mau tak mau membuat semua orang berjalan dibalik long coat milik mereka. Salju sudah turun sejak semalam. Banyak orang yang bersuka cinta menyambutnya, tapi tak sedikit pula yang mengeluhkan kedatangannya.

Di sebuah rumah mewah yang memiliki dua lantai. Terlihat dua wanita berbeda usia tengah berkutat di dapur menyiapkan sarapan. Siapa lagi jika bukan Ara dan Jessica. Kakak beradik itu tengah memasak.

Jessica mengerutkan dahinya melihat kakak iparnya masih bersantai di rumah padahal ini bukan hari libur. Bahkan dia masih mengenakan piyama tidurnya. Saat ini Hans sedang membaca koran di ruang keluarga.

"Tumben, Hans Oppa masih duduk-duduk santai. Apa dia tidak pergi bekerja?" tanya Jessica sedikit kebingungan.

"Oppa mu mengambil cuti hari ini, kita semua akan pergi ke bandara untuk menjemput sepupu jauh oppa-mu. Jadi setelah sarapan sebaiknya kau segera bersiap-siap."

"Aku tidak ikut!!" Jessica menyela cepat. Gadis itu menoleh dan matanya bersirobok dengan mata Ara. "Kalian pergi saja. Aku akan di rumah saja." Lanjutnya menambahkan.

"Tidak!! Pokoknya kita semua akan pergi, tanpa terkecuali!!"

Jessica mendesah berat. "Dasar menyebalkan!!" dan sepertanya ia tidak memiliki pilihan lain selain ikut pergi bersama kakak dan kakak iparnya.

-

Bersambung.

Kedatangan Ken Zhang

Seorang pemuda tampan berjalan santai kearah pintu keluar dan menuju lobi tunggu dibandara. Sesampainya di sana, kedatangan pemuda itu sudah ditunggu oleh seorang laki-laki berusia matang dan dua wanita berbeda usia serta seorang gadis kecil yang tampak begitu menggemaskan. Mereka adalah keluarga yang menjemput kedatangannya.

"Hans hyung!" merasa terpanggil. Hans pun mengangkat wajahnya kemudian melambai pada pemuda tersebut.

"Ken,"

Hans menghampiri pemuda itu dan mereka berpelukan. Hans melepas pelukannya lalu menatap Ken dari ujung rambut sampa ujung kaki. "Lama tidak bertemu, kau tumbuh dengan sangat baik. Kau sudah semakin tinggi dan semakin tampan!" pemuda dalam balutan jenas hitam, kaos putih polos yang di balut jaket kulit hitam itu tersenyum tipis mendengar pujian Hans.

"Tampan apanya? Jelas-jelas dia itu cantik!" sahut Jessica menanggapi.

Ara mendelikkan matanya pada Jessica dan menatapnya sedikit tak bersahabat. "Jaga ucapanmu, Jess!" Jessica hanya memutar matanya jengah mendengar teguran Ara. Gadis itu berdecak sebal dan pergi begitu saja.

Tanpa menghiraukan kakak, kakak ipar serta keponakannya juga Ken yang menatap kepergiannya dengan sejuta pertanyaan. Hingga Ken berfikir bila Aster tidak menyukai keberadaannya .

"Jess, kali ini Oppa sependapat denganmu. Ken memang cantik, bahkan kau dan Ara kalah cantik dari dia!" ujar Hans dan membuat langkah adik iparnya itu terhenti.

Jessica menatap Hans dan berdecak sebal. Lalu pandangan dingin Aster beralih pada Ken. Dan ada getaran tak biasa ketika mata mereka bersirobok. Buru-buru Jessica mengakhiri kontak mata itu dan berlalu begitu saja.

"Jangan difikirkan, Ken. Jessica memang seperti itu. Sebaiknya kita segera pulang sebelum udaranya semakin dingin!" ujar Ara dan menyadarkan Ken dari lamunan panjangnya. Pemuda itu menoleh kemudian mengangguk.

"Aku sangat heran dengan gadis itu. Jelas-jelas dia memiliki julukan Ice Princess, tapi malah membenci musim dingin!" ujar Hans sambil menggelengkan kepalanya.

"Eeehhhh??" Ken menghentikan langkahnya saat merasakan sentujan jari mungil pada pergelangan tangannya.

Ken menundukkan wajahnya dan mendapati Laura tengah tersenyum manis padanya."Paman, aku rasa penglihatan bibi Jessica dan ayah mengalami gangguan. Jelas-jelas paman ini sangat tampan, lalu kenapa malah dibilang cantik!" ujar Laura dengan polosnya.

Ken tersenyum tipis dan mengacak rambut panjang Laura dengan gemas. "Benarkah? Jadi menurutmu paman ini tampan? Bukan cantik?" Laura mengangguk antusias. Ken benar-benar gemas dengan kelucuan dan kepolosan gadis itu.

"Yakk, kenapa kalian lama sekali?" teriak Aster kesal.

"Bibi, kau berisik!" seru Laura menyahut.

Jessica menatap kesal keponakannya dan menghentakkan kakinya kesal. Jessica menggembungkan pipinya kemudian meniup poninya, kebiasaan yang selalu ia lakukan ketika sedang kesal ataupun bosan.

Melihat sikap kekanakan Jessica membuat Ken menarik sudut bibirnya. Pemuda itu tersenyum tipis 'Gadis yang unik!' lirih Ken membatin.

.

.

"Huaaa, akhirnya tiba juga di rumah!" seru Jessica dan melesat masuk ke dalam rumahnya.

Gadis itu berlari menuju perapian untuk menghangatkan tubuhnya yang terasa membeku. Jessica benci jika harus keluar rumah ketika salju turun.

Melihat salju rasanya seperti melihat tumpukan mentimun family yang begitu menjijikan dimatanya. Bahkan kebencian Jessica pada salju lebih dari itu. Karena salju merenggut seluruh kebahagiaannya.

"Bibi, geser. Aku dan paman tampan juga kedinginan!" seru Laura dan membuat gadis itu sedikit terlonjak kaget.

Gadis itu mendongak dan mendapati Ken berdiri disampingnya dengan tatapan datarnya."Bibi!!" seru Laura dan segera menyadarkan Jessica dari lamunannya.

Gadis itu menggeser duduknya lalu mempersilahkan Ken untuk duduk. Setelah Ken duduk di samping Jessica, Laura segera turun dari pangkuan pemuda itu kemudian menghampiri kedua orang tuanya.

"Ibu, Ayah. Bagaimana jika kita jodohkan saja bibi Sica, dengan paman tampan. Mereka terlihat cocok!"

Ara dan Hans mengikuti arah pandang putri kecilnya. Senyum tipis tersungging dibibir Ara."Gadis nakal, memangnya siapa yang sudah mengajarimu tentang kisah orang dewasa? Sebaiknya sekarang Laura pergi ke kamar dan bobok siang. Ibu tidak ingin mendengar penolakkan." Ucap Ara yang kemudian di balas anggukan oleh Laura.

Hans menahan lengan Ara membuat langkah wanita itu terhenti. "Aku sependapat dengan putri kita. Mereka berdua memang tampak sangat serasi!" Ara tersenyum kemudian mengangguk.

"Tapi semua keputusan kita serahkan pada mereka bersua saja. Jika memang Ken yang terbaik dan dapat membahagiakan Jessica, aku sih tidak masalah!" ujar Ara.

Ara tidak melarang adiknya untuk berhubungan dengan siapa pun. Bahkan jika itu adalah penjahat sekali pun, selama orang itu bisa membahagikan adiknya. Ara rasa tidak ada masalah, karena hanya kebahagiaan Jessica yang terpenting untuk Ara.

Sementara itu, kecanggungan mewarnai kebersamaan Ken dan Jessica. Tidak ada sepatah kata pun yang terucap dari bibir keduanya. Mereka sama-sama diam dan terlarut dalam fikiran masing-masing. Tidak ada satu kalimat pun yang keluar dari bibir mereka berdua.

Meskipun itu hanya sekedar basa-basi saja. Sesekali Ken melirik Jessica menggunakan ekor matanya, ada kepedihan dan kesedihan yang terpancar dari sorot mata hazelnya.

"Apa ini pertama kalinya kau datang ke Korea?" setelah diam cukup lama. Akhirnya sebuah pertanyaan meluncur dari bibir Jessica. Gadis itu menoleh, dan mata hazelnya bersirobok dengan mata abu-abu milik Ken. Ken menggeleng.

"Bukan, tapi ini adalah kedatanganku yang kedua ke negara ini. 10 tahun lalu aku dan papa datang ke Korea untuk menghadiri pernikahan putri rekan bisnisnya!" ujar Ken memaparkan.

"Begitu ya, lalu apa hubungamu dengan Hans oppa??" tanya Jessica lagi.

Jessica memang tidak pernah tau apa hubungan antara Ken dan kakak iparnya. Karena Hans memang pernah bercerita jika dia memiliki saudara yang tinggal di China. Tapi Jessica tak yakin jika orang itu adalah Ken.

"Dia kakak sepupu jauhku, aku datang kemari karena undangannya. Saat pernikahan Hans hyung dan Ara nunna aku memang tidak datang, saat itu aku berada di Inggris untuk melanjutkan sekolah. Dan ketika dia memintaku untuk datang, aku fikir tidak ada salahnya. Lagi pula aku juga merindukannya!!" tutur Ken panjang. Jessica mengangguk.

"Ahh begitu ya!!"

Setelah berbincang dengan Jessica. Ken menarik kembali anggapannya tentang gadis itu. Ternyata gadis itu tidaklah sedingin yang terlihat. Dia cukup menyenangkan untuk dijadikan teman mengobrol.

"Apa kau hanya tinggal bersama mereka bertiga saja? Jika boleh tau dimana kedua orang tuamu? Kenapa sejak tadi aku tidak melihatnya?"

Degggg!!!!

Jessica tersentak mendengar pertanyaan Ken yang begitu tiba-tiba. Gadis itu menundukkan wajahnya, sorot matanya berubah sendu. "Ibu, meninggal saat aku berusia 9 tahun. Sementara ayah, dia meninggalkanku dan Ara eonni kemudian menikah dengan wanita lain!" tutur Jessica memaparkan.

Mendengar hal itu terbesit penyesalan dihati Ken karena sudah bertanya seperti itu pada Jessica dan mengungkit luka lamanya. "Jess, aku-" Jessica tersenyum hambar kemudian menggeleng.

"Tidak apa-apa, Ken. Maaf, aku ke kamar dulu!" kata Jessica dan beranjak meninggalkan Ken sendiri di depan perapian. Ken sungguh-sungguh menyesali pertanyaannya. Tapi mau bagaimana lagi, toh itu juga sudah terjadi.

-

Bersambung.

Kenangan Buruk Masa Lalu

Jessica berdiri balkon kamarnya dengan pandangan hampa. Hamparan salju yang memenuhi halaman belakang rumahnya membuat kepala Jessica berdenyut sakit. Inilah yang selalu dia benci ketika musim dingin datang. Salju putih yang suci selalu membawa kembali kenangan buruk yang ia alami di masa lalu

Aroma mirip besi berkarat yang kental menyengat menyeruak dan masuk ke dalam indera penciumannya. Padahal tidak ada darah sama sekali. Dan disaat bersamaan, sekelebat bayangan masa lalu melintas begitu saja dikepalanya.

Flasback:

"IBU!!!!"

Jessica kecil menjerit histeris melihat tubuh wanita yang selama 9 bulan mengandung dirinya terkapar dihalaman rumahnya dalam keadaan bersimbah darah.

Cairan merah segar itu membuat salju yang awalnya berwarna putih bersih seketika menjadi merah akibat tergenangi darah yang berasal dari kepala Ibunya. Bau amis yang begitu menyengat masuk ke dalam indera penciuman gadis kecil itu.

"ibu, apa yang terjadi padamu?? Ibu, aku mohon,l buka matamu. Ibu, tidak boleh meninggalkanku!!" jerit gadis kecil itu sambil mengguncang tubuh ibunya yang sudah tak bernyawa.

Air mata tak luput dari mata hazelnya yang membasahi wajah bak boneka barbie itu. Jessica kecil terus mengguncang tubuh Ibunya berharap agar sang Ibu segera membuka matanya, namun apa yang Ia lakukan tetap tak membuahkan hasil. Mata wanita itu tetap tertutup rapat.

Menyadari tak ada respon dari sang Ibu membuat tangis Jessica semakin pecah. Jessica menangis sejadi-jadinya sambil memeluk tubuh kaku ibunya. Bahkan Jessica tidak peduli meskipun pakaian mahalnya akan kotor karna darah Ibunya.

"Ibu, hiks,, hiks,,, Ibu bangun, jebal hiks,, hiks,,,!" Lirih gadis kecil itu dengan suara paraunya.

Suaranya terdengar pilu, membuat siapa pun yang mendengarnya akan merasa iba dan terenyuh.

Sedetik kemudian, gadis kecil itu beranjak dari posisinya dan berlari menuju pagar rumahnya untuk mencari bantuan. Gadis kecil itu menoleh kekanan dan kekiri, namun tak ada satu orang pun yang bisa Ia temui. Jalanan begitu sepi dan legang.

"Tolong,,,, tolong,,,,, siapa pun tolong Ibuku,,,, Ibuku... meninggal!" teriak Jessica dengan bercucuran air mata.

Menyadari tak ada yang merespon teriakannya. Jessica kecil kembali pada Ibunya yang sudah terkapar. Salju yang turun cukup lebat membuat tubuh wanita malang itu tertutup oleh benda seputih kapas tersebut. Dengan perlahan dan hati-hati, Jessica kecil membersihkan salju yang menutupi wajah ibunya.

Sebuah keajaiban datang, disaat Jessica kecil benar-benar frustasi. Sebuah sedan mewah berhenti didepan pagar rumahnya. Seorang pria dan anak laki-laki turun dari mobil itu dan menghampiri Jessica yang sedang menangis sambil memeluk jasad ibunya.

"Nak, apa yang terjadi pada Ibumu?"

Mendengar ada yang bertanya padanya. Sontak Jessica mengangkat wajahnya, dan mendapati seorang laki-laki seumuran dengan ayahnya dan anak laki-laki berlutut disampingnya. Jessica menyeka air matanya dan menggenggam tangan laki-laki itu.

"Paman tolong, Ibu telah dibunuh." ucap Jessica dengan wajah memelasnya.

"Apa? Dibunuh!"

Anak laki-laki yang berlurut disamping ayahnya mengedarkan pandangannya, dan tanpa sengaja mata abu-abunya melihat sebuah pot bunga yang penuh darah tergeletak tak jauh dari tempat Ibu Jessica kecil terkapar.

"Papa, look!" seru anak laki-laki itu.

Sang ayah pun menoleh. "Ada apa, Ken?" Anak laki-laki yang dipanggil 'Ken' itu menunjuk pot bunga tersebut.

"Aku rasa nyonya ini dibunuh menggunakan pot bunga itu. Ada darah dipot bunga itu!!" ujar Ken.

Laki-laki itu memperhatikan pot tersebut dan Ia sependapat dengan putranya. "Papa rasa kau benar. Ken, tetaplah di sini bersama gadis kecil ini. Papa akan memanggil polisi!" anak laki-laki itu mengangguk.

Anak laki-laki itu berpindah dan duduk disamping Jessica kecil. "Apa yang harus aku katakan saat kakakku pulang dari sekolah!!" ujar gadis itu risau. Anak laki-laki itu mengusap punggung Jessica kecil dengan gerakan naik turun.

"Jangan cemas. Papa yang akan menjelaskan pada kakakmu! Kamu tenang ya!!" Jessica menganggu.

"Terimakasih----- oppa!" anak laki-laki itu mengangguk.

"Sama-sama!"

Flasback:

Jessica memejamkan matanya, setetes kristal bening mengalir dari pelupuk matanyq yang kemudian jatuh membasahi wajah cantiknya. Peristiwa yang terjadi 10 tahun lalu itu membuat hati Jessica kembali terkoyak. Ibunya meninggal tepat ketika salju turun, dan hal itulah yang membuat gadis itu selalu membenci musim dingin terutama ketika salju turun.

Kematian ibunya menjadi alasan utama kenapa Jessica begitu membenci salju. Di musim salju ia kehilangan segalanya. Ibu yang teramat dia kasihi, kekasih yang dia sayangi dan ayah yang selalu dia banggakan.

"Sica," seru seseorang dari balik punggung Jessica. Tapi tak ada respon dari gadis itu.

Sampai ia merasakan tepukan pada bahunya dan membuat ia tersadar dari lamunan panjangnya. Gadis itu menoleh dan sosok Ara berdiri disampingnya dengan senyum terbaiknya. "Apa kau kembali teringat peristiwa mengerikan itu??" tanya Ara sambil menatap sang adik dengan sendu.

Alih-alih menjawab. Jessica malah berhambur ke dalam pelukan Ara dan terisak kecil. "Hiks,, hiks... Eonni, aku merindukan ibu!" Ara mengusap punggung Jessica dan ikut memejamkan matanya.

Hati Ara terenyuh mendengar isakan Jessica. Ara dapat merasakan apa yang Jessica rasakan, hanya saja Ara enggan menunjukkannya didepan Jessica dan membuat gadis itu semakin sedih.

"Begini saja, bagaimana jika akhir pekan ini kita kunjungi Eomma??" Ara melepaskan pelukannya dan menatap Jessica dengan senyum terbaiknya. Jessica ikut tersenyum kemudian mengangguk.

"Aku rasa bukan ide buruk. Apalagi cukup lama kita tidak mengunjunginya!" ujar Jessica tersenyum. Ara menyeka sisa air mata di pipi Jessica tanpa melunturkan senyum itu dari wajah cantiknya.

"Nah begini 'kan cantik, kau terlihat jelek saat menangis!" Jessica merenggut mendengar ucapan Ara. Lagi-lagi Ara mengejeknya.

"Eonni, jahat!" seru Jessica masih dengan menekuk wajahnya. Namun detik berikutnya gadis itu tersenyum dan kembali memeluk Ara.

Ken dan Hans tidak mampu berkata-kata ketika melihat pemandangan di depan mereka. Mereka begitu terharu. Kemudian Hans menghampiri mereka berdua.

"Boleh aku ikut berpelukan juga??" seru Hans sambil membuka lebar kedua tangannya. Ara dan Jessica menggeleng, Hans mengerutkan dahinya. Bingung dengan penolakan Istri serta adik iparnya.

"Wae??" Jessica mendengus geli, "Karena oppa belum mandi!!!" jawabnya sambil menutup hidung.

"APA???"

"Hahahahah!!!"

Suara tawa menggema di rumah itu. Sedangkan yang di tertawakan langsung menceritakan bibirnya. Dia kesal karena istri dan adik iparnya malah menertawakan dirinya. Mereka memang selalu kompak dalam membuat dirinya kesal.

Sementara itu, Ken yang juga berada di ruangan itu hanya bisa mengurai senyum setipis kertas. Melihat kedekatan dan keharmonisan mereka membuat Ken merindukan keluarganya yang saat ini berada di China.

Lalu pandangan Ken bergulir pada Jessica. Ada sesuatu istimewa dalam diri Jessica yang tidak bisa Ken lihat dan Ken temukan dari kebanyakan gadis yang pernah ia temui. Dan Jessica adalah satu-satunya dan gadis yang tidak menunjukkan ketertarikannya ketika mereka bertemu untuk pertama kalinya. Bahkan gadis itu bersikap dingin dan sedikit tak bersahabat.

-

Bersambung.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!