NovelToon NovelToon

Pengasuh Cantik Sang Putri CEO

1. Pertemuan penuh insiden

"Hahaha."

Suara seorang wanita tertawa itu begitu menggelitik gendang telinga Syahdan. Dia menoleh ke asal suara itu. Tanpa sadar ia bergumam.

"Suaranya merdu, serasi dengan wajah cantiknya."

Syahdan lupa jika ia tidak datang sendiri ke resto itu, tapi dengan gadis cantik yang sekarang sedang menatapnya dengan aneh dari kursi di sampingnya.

"Hem." Gadis itu berucap sembari melihat ke arah dimana mata Syahdan tertuju.

"Pa, Papa suka ya sama Tante cantik itu?" sambungnya.

Ya. Gadis disampingnya itu adalah gadis cilik berumur lima tahun. Dia putri satu-satunya Syahdan, Serenia Azwar. Anak yang dirawat seorang diri sedari bayi, karena istrinya mengalami pendarahan saat melahirkannya. Syahdan menatap putrinya dengan heran, karena gadis kecilnya bertanya seperti itu.

"Gak kok, Sayang."

"Papa mau gak, kalo Selen bantuin Papa buat dekat sama Tante itu?" tanyanya dengan wajah berbinar dan logat bicara yang masih cadel. Usianya 4 tahun lebih, tapi kata dokter lidahnya sedikit lebih pendek, jadi agak kesulitan mengucapkan huruf R.

"Ya, sudah. Aku pulang dulu, ya, Rin." Wanita itu berpamitan pada teman makannya, seorang wanita juga.

"Pa, buluan! Mau Selen bantu gak? Nanti kebulu si Tante cantiknya pelgi."

"Jangan, deh, Sayang. Papa gak mau kalau kamu ma ...." Ucapan Syahdan terhenti saat terdengar bunyi sesuatu terjatuh di depan meja.

Brukk!

"Ahh," teriak wanita itu.

"Huwaahhh, hiks hiks." Secepatnya Syahdan menggendong putrinya yang terjatuh karena tertabrak wanita itu.

"Maaf, Pak, saya gak sengaja," ucap wanita itu dengan raut wajah khawatir melihat gadis kecil dalam gendongan Syahdan.

"Sayang, kamu tidak apa-apa kan? Ada yang sakit?" Wanita itu bertanya sambil mengusap punggung seren karena khawatir.

"Tidak apa-apa, sepertinya tidak ada yang serius dengan luka putriku," jawab Syahdan untuk meredakan kekhawatirannya.

"Kata siapa Selen gak apa-apa, Pah? Kaki Selen sakit, tangan Selen sakit. Nanti, kalo Papa kelja Selen gak bisa makan sendili. Selen gak mau tahu, Tante halus lawat Selen sampe sembuh!" Dengan cadel tapi lancar Seren terus bicara tanpa berhenti. Syahdan melihat keterkejutan di mata bulat bermanik coklat itu.

"Aduh, Sayang, Tante gak bisa. Gimana kalau Tante sewain perawat buat kamu, Sayang?"

Sepertinya, anakku sedang mencoba mendekatkan aku dengan wanita ini, pikir Syahdan dalam hati.

"Gak mau! Selen mau Tante aja, kalau gak Selen bakal nangis nih," ancam Seren.

"Uwahhh ... hiks ... hiks ...huuu ...."

"Nanti Papa saja, ya, yang urus kamu, Sayang," bujuk Syahdan.

"Gak mau!"

"Ok, Sayang. Tante mau, tapi sudah ya, jangan nangis lagi, nanti hilang manisnya."

Syahdan sama sekali tidak menyangka jika wanita itu akan setuju.

"Terima kasih, ya, karena sudah setuju merawat putriku. Oh, ya. Perkenalkan, saya Syahdan Azwar dan putriku dia, Serenia Azwar." Syahdan memperkenalkan diri dan mengulurkan tangan padanya.

"Saya Lara Zavina," jawabnya dan membalas uluran tangan Syahdan.

Ada getaran aneh yang dirasakan pria itu saat berjabatan tangan dengannya. Perasaan yang sama saat pertama kali ia jatuh cinta pada istrinya. Mungkinkah ia jatuh cinta kepada Lara pada pandangan pertama.

Wanita itu begitu cantik, hidung yang sedikit mancung, bibir tipisnya yang dipoles sedikit dengan lipstik warna pink. Entah kenapa, Syahdan jadi membayangkan sesuatu, pasti manis sekali jika bibir itu dikecup.

Ah, ini pasti efek aku sudah terlalu lama sendiri. Aku jadi berpikir mesum pada wanita yang baru aku kenal ini, pikir Syahdan.

"Bapak, sedang melamunkan apa?"

"Ah, tidak ada," ucapnya dengan sedikit tegang. Apakah gadis itu bisa membaca pikiranku? Semoga saja, tidak.

"Ya sudah, saya minta alamatnya. Besok, saya akan datang ke rumah, Bapak."

"Oh, iya. Ini kartu nama saya. Di situ ada alamat lengkapnya juga." Syahdan menyodorkan kartu namanya dan Lara langsung mengambilnya.

"Kalau begitu, saya permisi. Saya masih ada urusan."

Lara berbalik pergi setelah berpamitan pad Syahdan. Pria itu terus menatap punggung Lara yang semakin menjauh. Sampai suara cadel putrinya mengejutkan Syahdan.

"Pah. Selen mau Tante Lala jadi ibu Selen."

"Sayang, Papa kan baru kenal sama Tante Lara. Masa Papa langsung menjadikan Tante Lara sebagai ibu kamu, Sayang."

"Hah." Seren mendesah dengan lesu.

"Ok, Sayang. Sekarang kita pulang dan tunggu Tante Lara datang besok.

***

Syuurr!

Suara air dari kran shower mengguyur tubuh Syahdan. Pulang dari mall Seren tertidur dalam gendongannya. Ia langsung membaringkan seren di kamarnya, sedangkan ia merasa gerah karena belum mandi dari siang. Setelah menjemput Seren di TK Pelita tadi siang, gadis kecil itu ingin pergi bermain ke mall sembari membeli boneka barbie kesukaannya.

Dalam guyuran shower ia tak mengerti, kenapa bayangan Lara selalu menari-nari di benaknya. Mata bulat bermanik coklat, bulu mata lentik, pinggangnya yang ramping, dan bibirnya benar-benar membuat Syahdan tergoda.

Selesai mandi ia merebahkan tubuhnya di kasur king size di kamar. Kebiasaan Syahdan adalah tidur hanya memakai boxer. Ia mulai mengantuk, pandangannya mulai mengabur dan lambat laun semuanya gelap. Ia tertidur dengan pulas tanpa mengunci pintu.

***

Kriing! Kriing! Kriing!

Suara alarm membangunkan Syahdan.

"Hoam. Ah, kenapa rasanya malas sekali hari ini. Lara, pagi ini akan datang ke rumah, tidur sebentar lagi sambil menunggu Lara datang," ia memejamkan matanya kembali.

Tok! Tok! Tok!

"Permisi, Pak. Saya Lara," ucapnya di depan pintu.

Ceklek!

Pintu terbuka.

"Ya. Maaf, Non, cari siapa ya?" Bi Eli menatap dengan heran.

"Saya Lara, Bi. Saya ada janji dengan Pak Syahdan."

"Sebentar, ya, Non. Saya panggilkan Tuan. Oh iya, masuk dulu, Non." Bi Eli mempersilakan Lara masuk. Setelah itu, dia menaiki tangga ke lantai dua untuk membangunkan tuannya.

Tok! Tok! Tok!

"Tuan, ada tamu. Katanya sudah ada janji, namanya Non Lara," ucap Bi Eli melaporkan.

"Suruh naik aja sini, Bi!" Syahdan menyuruh Bi Eli membawa Lara ke kamarnya. Dia lupa jika dia tidak memakai piyama tidur. Terdengar suara kaki mendekati kamar Syahdan.

"Ini kamarnya, Non," tunjuk Bi Eli.

"Oh. Terima kasih, Bi." Lara berdiri dengan ragu di depan pintu. Sudah bangun atau belum, ya? tanya Lara dalam hati. Lara ragu-ragu untuk mengetuk pintu kamar Syahdan.

"Hm, hm." Lara berdehem menyiapkan nyali untuk mengetuk.

Tok! Tok! Tok!

Tidak ada sahutan dari dalam. Lara kembali mengetuk pintu itu, sampai terdengar jawaban dari dalam kamar.

"Masuklah!"

Lara membuka pintu itu dan melangkah masuk. Pemandangan pertama yang dilihat Lara adalah sosok lelaki setengah tertidur yang menutup matanya dengan telapak tangan. Pandangan Lara tertuju pada lelaki di ranjang itu. Tubuh atletis dengan sixpack yang benar seksi. Tiba-tiba Syahdan bangun dan berdiri, lalu menghampiri Lara.

"Aahh!" Lara menutup mata dan berteriak saat melihat Syahdan berdiri hanya dengan memakai boxer.

"Shh! Kencang sekali teriakanmu, Nona."

Lara berlari keluar kamar dan menutup pintu kamar itu.

Brakk!

2. Ketahuan

hi all

balik lagi nih author abal abal

kita lanjut ya!!!

semoga kalian suka

please like and comentnya ya

happy readding ya

-----------------------------

Lara berlari ke arah ruang tamu dengan kedua telapak tangan menutupi wajahnya yang memerah. Dia tidak melihat dari arah depan ada pelayan yang berjalan membawa susu coklat untuk Seren.

Tabrakan pun terjadi.

Gubrakk!

"Aahhh!" pekik mereka bersamaan.

Susu yang dibawa pelayan itu tertumpah semua kebaju Lara, tapi Lara tidak memperdulikan hal itu. Justru dia malah khawatir pada si pelayan.

"Bibi, tidak apa-apa, kan? Maaf, Bi. Saya tidak lihat jalan. Saya salah, tolong maafkan saya," ucap Lara dengan menundukkan kepalanya berulang-ulang.

"Saya tidak apa apa, Non. Harusnya saya yang minta maaf. Saya sudah membuat baju, Non, basah semua," jawab bibi pelayan.

"Oh, tidak apa-apa, Bi. Ini salah saya, kok. Tadi, saya lari tanpa melihat jalan di depan saya." Lara menjawab dan tersenyum ke arah pelayan.

"Wanita ini siapa ya? Apa pacarnya Tuan Syahdan, ya? Wanita ini, baik sekali. Jika jadi ibunya Non Seren, pasti dia bakal sayang sekali pada Non Seren." pelayan perempuan setengah baya bertubuh tambun itu membatin seraya menatap wajah gadis cantik didepannya.

Sementara di kamar, Syahdan sedang membasuh tubuhnya di bawah shower di kamar mandi, menengadah di bawah guyuran shower. Dia mengingat bagaimana kagetnya Lara saat melihatnya hanya memakai boxer. Dia tersenyum geli dan bergumam.

"Memangnya dia masih kecil apa? Melihatku hanya memakai boxer saja dia histeris. Bagaimana kalo melihatku telanjang?"

Syahdan segera menyelesaikan ritual mandinya. Berganti baju dan bersiap berangkat ke kantor ekspedisi miliknya. Saat tengah memakai dasi, Syahdan mendengar keributan di ruang tamu.

Dia keluar untuk melihat. Di ruang tamu itu, Lara dan Bi Eli sedang berdebat untuk saling meminta maaf.

Syahdan tidak tahu, tentang apa yang terjadi diantara mereka. Ia hanya menatap mereka dengan heran.

"Ada apa, Bi?" tanya Syahdan pada pelayannya.

"Eng ... ini, Tuan. Saya tidak sengaja menumpahkan susu ke baju Nona ini," jawab si Bibi dengan raut wajah bersalah.

Lara menoleh ke arah Syahdan, menatap manik coklat mata Syahdan. Wajahnya kembali memerah mengingat tadi sempat melihat Syahdan tanpa baju dan hanya memakai boxer. Ia sangat malu.

Syahdan membalas tatapan Lara dengan deheman keras.

"Ekhheemm!"

Lara terlonjak kaget dan mengalihkan pandangan mata yang semula menatap Syahdan, ke arah lain. Syahdan berjalan mendekat ke arah mereka berdua yang belum beranjak dari tempat mereka berdiri sedari tadi.

Lara gemetar dan gugup melihat Syahdan yang berjalan semakin dekat. Syahdan melihat ke arah baju Lara yang terkena tumpahan susu. Sweatter putih yang dipakai Lara ternoda tepat di bagian dadanya.

"M-Maaf, Pak. Saya rasa, saya tidak bisa mulai bekerja hari ini. Karena ... saya tidak membawa baju ganti," ucap Lara dengan gugup.

Mengapa aku gugup seperti ini di hadapannya? batin Lara.

Terdengar suara sepasang kaki berlari menghampiri Lara dari arah belakangnya. Lara menoleh ke belakang, dia mengernyit heran. Gadis kecil yang berlari itu adalah Seren. Gadis kecil itu berlari ke arah Lara tanpa terlihat sakit sedikit pun. Tiba-tiba, saat Seren sudah sampai di hadapan Lara.

Grep!

Seren langsung memeluk kaki Lara dengan gerakan setengah melompat.

Lara yang tidak siap, akhirnya terdorong dan hampir jatuh. Syahdan dengan sigap menahan punggung Lara dengan tubuhnya menjadi tameng di belakang tubuh Lara.

Kedua tangan Syahdan memegang pundak Lara. Tubuh Lara sedikit menempel ke dada bidang Syahdan. Ia mendongak ke arah belakang. Pandangan mereka beradu cukup lama.

Deg! Deg! Deg!

Debaran jantung Lara naik drastis menjadi lebih cepat.

Ternyata bukan hanya Lara yang merasakan hal itu. Debaran aneh itu dirasakan juga oleh Syahdan.

Bi Eli pembantu Syahdan yang belum beranjak dari sana, menatap mereka bertiga dengan senyuman lebar. Pemandangan yang sedang dia saksikan bagaikan sebuah potret keluarga bahagia.

Pemandangan yang tak pernah dia lihat selama menjadi pelayan di rumah itu.

"Tuan, saya permisi ke belakang." Bi Eli memecah keheningan.

Ucapan Bi Eli itu membuat mereka tersadar, jika sedari tadi tak ada yang bergerak dari posisi itu.

"Hem! Seren, kamu hati-hati, Sayang. Hampir saja Tante Lara terjatuh." Syahdan menegur Seren.

Syahdan berujar sambil mendorong pundak Lara ke depan dengan pelan. Menegakkan tubuh Lara agar kembali berdiri dengan benar.

"Lara, hari ini, saya ada meeting di luar kota selama dua hari. Bisakah kamu mulai bekerja hari ini saja? Soal bajumu yang kotor itu, kamu bisa pakai baju alnarhum istri saya dulu. Kamu bisa mengambilnya dari kamarku."

"Anu ... Pak Syahdan, sepertinya Seren baik-baik saja. Melihat bagaimana Seren berlari tadi, sepertinya dia tidak terluka. Itu berarti, saya tidak perlu bertanggung jawab menjadi pengasuh Seren," ucap Lara panjang lebar.

Seren dan Syahdan baru menyadari hal itu. Ia terdiam karena tidak punya jawaban lagi atas pertanyaan Lara. Dia hanya diam mematung.

----------------

ok readders author cuma bisa sampai sini dulu ya

jngn lupa like and koment

biar author bisa lanjut terus ke episod2 selanjutnya..

3. Kecewa

hai reader

maaf nih author belum bisa up bnyak

tapi next author usahain,,,,ok!!

jangan lupa y like n koment n favoritenya ttp aq tunggu

kita cuss lanjut^^^

mudah2an reader suka

-----------'------------'------------'

"Hiks ... hiks ... hiks." Tiba-tiba Seren menangis.

"Tante, Selen cuma mau punya teman belmain," isaknya.

Lara merasa tidak tega melihat Seren. Namun, jika Seren baik-baik saja, itu berarti Lara tidak bersalah karena tidak membuat Seren terluka. Jadi, Lara tidak perlu menjadi pengasuh Seren.

Melihat Seren yang menangis terisak membuat Lara benar-benar tidak tega. Lara memang orang yang baik, tidak tegaan dan selalu lebih mementingkan orang lain dibanding diri sendiri.

Syahdan tidak enak hati karena Lara tahu kalau putrinya sudah membohongi dia. Dengan rasa canggung Syahdan meminta maaf kepada Lara.

"Maaf, Lara. Putriku sudah membohongimu."

"Tidak apa-apa, Pak, jika soal itu, cuma ...." Ucapan Lara menggantung.

"Cuma ... apa?" tanya Syahdan.

"Cuma ...." Lara ragu untuk melanjutkan ucapannya, karena dia takut Seren akan semakin sedih.

Syahdan benar-benar penasaran dengan apa yang ingin diucapkan Lara. Gadis itu hanya diam karena dia merasa bingung. Bagaimana caranya menyuruh Seren melepaskan pelukannya. Lara tak sampai hati kalau harus melepas paksa pelukan Seren.

"Lara kamu ngomong aja! Tidak apa-apa, saya paham kalau kamu marah karena sudah dibohongi. Sungguh saya sudah berusaha membujuk Seren untuk membatalkan niatnya menjadikan kamu pengasuhnya. Seperti yang kau lihat sekarang, dia menangis seperti ini juga semalam."

Syahdan menjelaskan panjang lebar, mencoba membuat Lara memahami situasinya.

Rasa iba pada Seren membuat Lara bingung. Apa yang harus dia lakukan. Lara bukanlah seorang pengangguran yang tidak punya tanggung jawab. Lara bertanggung jawab mengurus caffe yang didirikannya bersama sepupunya Zidane.

Lara memang selalu lebih mementingkan orang lain. Seren menarik-narik lengan baju Lara, membuat Lara menundukan wajah untuk menatap mata Seren. Mata Seren sudah sembab karena menangis. Mata sendu dari gadis kecil yang kesepian.

"Tante, maafin Selen. Selen udah bohong sama Tante, hiks hiks. Selen gak punya teman belmain, Tante." Seren berkata sambil mendongak menatap mata Lara.

Logika Lara kalah oleh hatinya karena logikanya seharusnya Lara senang tidak harus menjadi pengasuh Seren. Akan tetapi hatinya selalu lemah pada orang yang sedih di hadapannya. Lara pun menghela napas berat.

"Hah. Ya sudah, Tante mau jadi teman main Seren, tapi ada syaratnya."

Syahdan membelalak kaget dengan jawaban Lara. Namun, sesegera mungkin ia menetralkan kembali pandangan matanya.

"Lara, kamu tidak usah memaksakan diri untuk mengasuh Seren, karena ka ...." Ucapan Syahdan dipotong oleh Lara.

"Saya tidak terpaksa, kok, Pak." Lara menegaskan bahwa apa yang ia lakukan bukanlah karena terpaksa.

"Tapi, Seren harus menerima persyaratan dari Tante," tambahnya. Lara berjongkok menatap dan mensejajarkan tubuhnya dengan tinggi badan Seren.

"Apa salatnya, Tante? Selen, mau kok nulut apa kata, Tante," jawab Seren dengan sumringah. Dia tidak lagi menangis.

Lara melanjutkan ucapannya sembari tangan kanannya mengusap sisa air mata di pipi Seren.

"Tante harus pulang dulu dan Seren, sementara waktu bermain dengan bibi dulu, ya. Oke."

"Oke, tapi Tante tal nginep di sini, kan?" tanya Seren.

"Sayang, Tante mana boleh nginep. Nanti keluarga Tante nyariin kalo, Tantenya tidak pulang." Syahdan mencoba memberi pengertian pada Seren.

"Kalo begitu, Selen saja yang nginep di lumah Tante," rengek Seren.

"Tapi, Sayang ...." Ucapan Syahdan terhenti.

"Oke, Tante nanti nginep di sini. Selama papa Seren kerja di luar kota. Sekarang, Tante harus pulang. Tante harus ganti baju dan meminta izin sama keluarga Tante," ucap Lara sambil tersenyum. Seren membalas dengan anggukkan.

Syahdan tidak mengira kalau Lara sama sekali tidak marah sudah dibohongi Seren. Lara juga tetap mau mengasuh Seren. Syahdan terpesona menatap bibir tipis Lara saat tersenyum.

Syahdan merasakan kebahagiaan saat melihat mereka berdua bagai ibu dan anak. Dia membayangkan Lara menjadi istrinya dan menjadi ibu untuk Seren.

Ah, sial! Apa yang kupikirkan ini. Dia baru kukenal kemarin, bagqimana bisa pikiranku sudah sejauh itu, batin Syahdan.

Lara berdiri dan melepaskan pegangan Seren padanya. Menatap Syahdan lalu berpamitan.

"Ya sudah, Pak. Kalau begitu, saya permisi pupang. Bapak juga harus pergi, kan?" tanya Lara.

"Saya antar kamu pulang, ya?" Syahdan menawarkan diri.

"Gak usah, Pak. Saya bawa mobil sendiri," tolak Lara dengan halus. Ia membungkuk sekali di depan Syahdan dan berlalu keluar dari rumah itu.

Syahdan sedikit kecewa melihat Lara pergi. Dia mengalihkan pandangannya ke arah Seren, mencium keningnya dan pamit pergi pada Seren.

"Seren, Papa pergi dulu. Jangan nakalin Tante Lara nanti, ya!"

"Siap, Pah. Selen janji gak nakal."

Syahdan beranjak keluar. Saat sampai di halaman, dia melihat Lara belum pergi dari sana. Dia melihat Lara yang sedang menendang-nendang ban depan mobilnya. Syahdan menghampiri Lara.

"Lara, saya kira sudah pergi tadi. Kenapa dengan mobilnya?" tanyanya.

"Ini, Pak. Sepertinya ban mobil saya kempes," jawab Lara.

"Ya sudah, saya antar saja kalau begitu. Ban mobilnya biar diganti sama Mang Samin. Tinggal aja di sini tidak apa-apa, kan? Kamu bawa ban serep?"

 

Lara mengeluarkan ban serep dari bagasi mobil pinknya. Setelah itu dia menyusul Syahdan yang sudah lebih dulu naik ke mobil hitam di samping mobil Lara.

Syahdan menurunkan kaca mobilnya karena melihat Lara hanya mematung dan tidak segera masuk ke mobilnya.

"Kenapa? Tidak mau naik?"

"Em ... saya duduk dimana, Pak?" Lara bertanya dengan senyum canggung.

  

"Ya di depanlah. Kamu pikir, saya ini sopir," jawabnya sambil tertawa kecil.

"Ma-maaf, bukan maksud saya seperti it ...." Ucapan Lara dipotong oleh Syahdan.

"Sudah, cepat masuk! Saya antar kamu pulang. Kamu tidak mau, kan, saya terlambat gara-gara kamu," pangkas Syahdan.

Lara membuka pintu mobil dan melangkah masuk ke mobil. Syahdan menyalakan mesin dan segera menginjak tuas gas. Mobil pun berlalu meninggalkan halaman rumahnya.

 

Sepanjang perjalanan, Syahdan selalu mencuri pandang ke arah Lara. Baju sweater putih dan rok ketat coklat sebatas betis itu terlihat pas di tubuh rampingnya. Meski sweater itu sudah tidak lagi putih di bagian depan, tapi tetap terlihat cantik.

Syahdan tertegun saat melihat jari tangan kiri milik Lara. Di jari manis sebelah kiri itu tersemat sebuah cincin. Bentuk cincin itu seperti cincin pernikahan atau pertunangan. Ada kekecewaan dalam hatinya.

"Syahdan, Syahdan, apa yang kamu pikirkan, heh? Wanita cantik dan super baik seperti Lara, pasti dia sudah ada yang memiliki." Syahdan merutuk di dalam hatinya.

___________

Hayo tebak reader cincin apa ya yg di jari Lara

please like,koment,dan favorite ya

yang komen jangan khawatir ya author orangnya baik kok.komenan jujur kalian aq tunggu ya

makasih...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!