"Dasar wanita tidak berguna, bisanya malu-maluin keluarga saja. Kau itu tidak pantas berada di pesta pernikahan keluarga ibu, lagian kenapa si Dre kamu ajak wanita ini segala, malu-maluin tau gak. Seharusnya kamu tinggalkan saja istrimu ini di rumah sama anakmu itu. Anakmu juga rewel terus waktu di pesta tadi, bikin ibu tambah kesal..." selalu itu yang ibu mertuaku ucapkan, bila aku ikut menghadiri pesta keluarganya.
Dulu waktu pertama menikah, Ibu mertua sangat baik padaku, penuh perhatian dan tutur bahasa yang lembut. Bahkan ibu selalu mengajakku kemanapun ia pergi dan mengenalkanku ke teman-teman arisannya.
Tapi setelah aku mempunyai seorang putri cantik yang bernama Reyna Anastasya, dari situ ibu mertua berubah karna aku melahirkan anak perempuan bukan anak laki-laki yang mereka
Setelah aku melahirkan anak perempuan, aku di vonis dokter bahawa aku tidak bisa memiliki anak lagi. Kemungkinan sangat kecil untuk mendapatkan keturunan . Karna pada saat aku melahirkan putriku, terjadi sesuatu yang sangat membuatku terpukul saat rahimku bermasalah.
Berita itu membuat ibuku sangat murka, karna dia tidak bisa memiliki seorang cucu laki-laki..
Bahkan mas Andre yang dulu sangat mencintaiku dan memperlakukanku layaknya seorang Ratu. Perlahan semua itu hilang saat ibu mertuaku mengompori pikirannya dengan menuduhku dalam segala hal, termasuk soal anak yang aku lahirkan berjenis kelamin perempuan.
Bukankah sama saja, perempuan ataupun laki-laki yang penting mereka sehat. Selama anakku lahir selama itu pula ibu mertua tidak pernah menggendong, boro-boro menggendongnya menyentuhnya saja dia tidak sudi.
"Sudahlah bu, aku pusing dengerin ibu setiap hari marah-marah mulu..Lagian kalau Reyna rewel itu wajar, dipesta tadi sangat berisik hingga membuatnya tidak nyaman. Kalau aku ninggalin Riana di rumah, apa kata keluarga bapak nanti. Ibukan tau sendiri kalau keluarga bapak sangat menyayangi Riana dan anaknya, mana mungkin aku ninggalin mereka berdua." bela Andre kesal pada ibu kandungnya.
"Terserah kamu lah, ibu tidak peduli." jawabnya ketus.
"Sebenernya apa yang keluarga bapakmu sanjungi sihh dari wanita seperti ini. Udah kumel, jelek, malu-maluin pula.
Aneh deh sama mereka.."cibirnya.
"Maaf.." hanya itu yang terlontar dari mulut ku, aku menundukan kepala dengan menepuk bokong putriku yang tertidur pulas di tanganku.
Sakit sungguh sakit, mendengar hinaan yang terlontar dari mulut mertuaku. Tidak ada air mata untuk menangisinya, mungkin karna sudah sering membuatku kebal mendengar hinaan serta cacian dari mertua.
"Percuma kau meminta maaf, sekali-kali lah urus tubuh serta wajahmu itu, supaya kalau di bawa kemana-mana enggak malu-maluin." Ucapnya.
" Iya bu." Ujar Riana, gimana mau ngurus tubuh ngurus pekerjaan rumah saja sudah membuatku lelah, apa lagi aku mempunyai anak kecil di tambah mas Andre tidak pernah membantuku untuk menjaga si kecil.
Lagian uang bulanan yang mas Andre berikan hanya pas-passan, gimana aku mengurus tubuh untuk makan saja aku berhemat.
Untung ASIku banyak hingga aku tak perlu memberi susu formula untuk putri kecilku, lagian ASI lebih bagus dari dari susu lainnya.
Mas Andre memberiku jatah bulanan sebesar 2 juta, aku gunakan uang itu untuk membayar listrik, air, bayar sampah serta lainnya. Uang bulanan tersisa 500 ribu setelah aku membayar tagian setiap bulannya.
Mana cukup uang segitu untuk makan sehari-hari, belum lagi ibu mertua serta adik mas Andre selalu ikutan makan di rumahku, dengan alasan mereka malas masak. Padahal itu hanya akal-akalan mereka saja supaya uang bulanan yang di kasih suamiku utuh, dan membelikannya pada barang yang tidak penting menurutku.
"Mas aku duluan ya, mau letakin Reyna di kamar.." pamitku pada mas Andre setelah mengantarkan ibunya, kami langsung pulang ke rumah yang kami bangun dengan keringat sendiri.
"Heemm..".jawabnya acuh, tanpa melihatku dan anakku.
Aku meletakan Reyha di ranjang kamarku, setelah itu aku menemui mas Andre yang sedang di ruang tamu.
"Mas, apa mau aku buatkan kopi?" Tanyaku basa basi.
"Heemm.." jawabnya singkat.
Selalu itu yang mas Andre ucapkan setiap aku bertanya.
"Ini mas kopinya." Aku meletakan kopi panas di hadapan suamiku yang tengah memainkan ponselnya.
"Heemm.." jawabnya lagi.
Mas Andre meminum kopi panas itu tanpa meniupnya terlebih dahulu.
"Huuuhhhh panas.." ucapnya menyemburkan kopi panas itu tepat mengenai kakiku.
"Aahhhwww." Rintihku pelan.
"Mas tak apakan."Tanyaku memastikan keadaan mas Andre.
"Apa kau tidak melihat lidahku merah karna meminum kopi buatanmu hah.."Bentaknya.
"Seharusnya kau memberitahuku kalau kopi ini masih panas, apa kau sengaja ya ingin membuat mulutku sakit.." lanjutnya mencengkram kuat daguku.
"Lepas mas,, sakit.." keluhku meringgis.
"Tolong lepas mas. "lanjutku. Padahal salah dia sendiri meminum kopi tanpa meniupnya.
"Dasar istri tidak berguna, bener kata ibu kalau kamu hanya bisa menyusahkan kami saja. Pergi sana, jijik aku melihat wajah jelekmu itu." ucapnya padaku, tanpa rasa berasalah karna sudah menghinaku.
Mas Andre melepaskan tangannya dari daguku dengan kasar, membuatku terhuyung beberapa langkah ke samping.
"Maaf.." Ucapku tercekat, menahan tangis.
"Apa dengan kata maaf bisa membuat mulutku seperti semula, tidak kan?. Maafmu tidak di butuhkan di sini, sana pergi. Sekalian bawa kopi buatanmu kembali, aku sudah tak selera meminumnya.." Titahnya emosi.
Tanpa melawan, aku melangkahkan kaki ke dapur untuk menyimpan gelas bekas kopi. Setelah itu aku memasuki kamarku kembali untuk mengistirahatkan badan lelahku ini.
"Putri bunda yang cantik, sehat- sehat terus ya nak. Bunda sangat menyayangimu." Ucapku mencium kening putriku, tanpa terasa air mata lolos dari mataku mengenai kening Reyna. Sungguh sakit mendengar hinaan dari orang yang kita cintai.
'Mas kenapa kau berubah, apa salahku padamu hingga membuatku selalu salah di matamu.." batinku menangis.
'Sayang, kau harapan bunda satu-satunya. Jadilah anak yang sholehah serta berbakti kepada orang tua." batinku menatap putri semata wayangku sedih.
Aku menatap wajah putri kecilku dalam-dalam hingga membuatku terlelap.
Aku terbangun saat putriku menangis karna lapar, aku segera menyedorkan susu yang aku hangatkan ke dalam mulut lucunya.
Aku melirik jam dingding, ternyata pukul 1 dini hari, Aku menoleh ke samping tapi tidak mendapati suamiku disana.
Sudah 1 bulan kami tidak tidur sekamar, mas Andre selalu beralasan. Tidurnya selalu terganggu ketika Reyna terbangun tengah malam, hingga membuatnya untuk memutuskan tidur di kamar sebelah. Tak apa aku tak mempermasalahkannya.
Aku turun dari ranjang, karna merasa tenggorokanku kering.
"Yahh habis.." ucapku pada botol minum kosong.
Aku ke luar dari kamar untuk mengisi ulang botolku dengan air minum. Aku terkejut mendapati mas Andre masih di ruang tamu dengan posisi sama sebelum aku meninggalkannya.
"Mas kok belun tidur, ini sudah malam loh mas. Tak baik kalau tidurnya malam-malam." Ucapku memperingati, sedangkan yang di tanya hanya menatap ponselnya dengan serius.
"Mas.." panggilku.
"Apa hah, kau ini mengganggu saja. Sana pergi." bentaknya padaku.
"Mas kenapa belum tidur, ini sudah malam.." tanyaku lagi.
"Mau aku tidur atau enggak, itu bukan urusan kamu. Urus saja urusanmu sendiri, ganggu saja.." jawabnya melengos masuk ke kamar sebelah kamarku dengan menutuo puntu dengan keras.
'Braakkk...
"Astagfiraallah.. Sabar Ri mungkin rumah tanggamu sedang di uji sama Tuhan. Kau harus sabar menghadapi ibu mertua serta suamimu, semoga pintu hati mereka di buka kembali seperti semula. Amin." ucapku kaget, mengusap dada. Aku melangkahkan kakiku kembali ke kamar.
Bersambung....
Pukul 05 pagi aku terbangun, karna ada sesuatu yang memegang wajahku. Seperti sebuah tangan, tapi tangan siapa? Pikirku.
"Anak cantik bunda udah bangun ya, jadi tangan mungil ini yang menyentuh wajah bunda tadi." Tanyaku pada Reyha.
Reyna tersenyum menampakan gigi ompongnya dengan menganggukan kepala tandanya 'iya'..
"Eyna ngen mimi bun ( Reyna pengen minum bun)." ucap Reyna dengan suara khas anak kecil.
"Ohh rupanya putri cantik bunda ini laper ya, sini sayang bunda ne**nin.." ucapku membaringkan Reyna, lalu memberinya ASI langsung dari tempatnya.
Reyna Anastasya berumur 1.6 bulan, berwajah bulat, pipi chuby, mata indah seperti mataku, hidung mancung sepertiku juga. Banyak kemiripan di antara aku dan anakku, bahkan tidak ada satupun yang mirip dengan ayahnya.
Reyna sangat aktif dan cerdas, di usia menginjak 9 bulan dia sudah bisa berjalan dan berlari. Bahkan Reyna sudah bisa bicara walaupun belum jelas. Bahkan banyak orang-orang bangga pada anakku, Reyna selalu tersenyum saat berpapasan dengan tetangga, bahkan Reyna menyapa mereka dengan ucapan selamat pagi atau selamat siang.
Dengan tingkah lucu, para tetangga sangat menyukai kepintaran anakku. Para tetangga selalu mengajaknya bermain di rumah mereka saat aku tengah sibuk membereskan pekerjaan rumah.
Terkadang aku aneh sendiri, orang lain saja sangat menyayangi anakku seperti anak kandungnya sendiri. Tapi kenapa, ibu mertua dan mas Andre menelantarkan anakku, bahkan menggendongnya saja mereka tidak mau.
********
Setelah aku memberinya ASI, setelah kenyang Reyna kembali tidur dengan wajah damai.
Aku turun dari ranjang dengan gerakan hati-hati, takut mengganggu Reyna saat tertidur.
Aku ke kamar mandi untuk berwudhu, melaksanakan sholat subuh. Aku menghadap sang Khalik dengan mendo'akan suami serta meruaku untuk kesehatan mereka. Tak lupa juga aku mendo'akan kedua orang tuaku supaya Tuhan menempatkan mereka di sisi-Nya. Mereka meninggal saat aku berumur 17 tahun kelas 3 SMA.
Mereka mengalami kecelakan saat hendak menjemputku di sekolah. Keceleakaan itu sangat parah hingga mobil yang di tumpangi kedua orang tuaku hancur di bagian depan dan belakang.
Mereka pergi dengan meninggalkanku seorang diri, tidak ada saudara dari mereka di kota ini. Karna kedua orang tuaku bukan asli orang sini, entahlah aku juga tidak tahu tempat asal mereka. Bahkan aku tidak tahu tentang nenek kakek dari orang tua bapak.
Ibuku anak yatim piatu, sedangkan bapak aku tidak tahu. Entah masih punya orang tua atau tidak, yang jelas ada yang mereka tutupi dariku.
***********
Aku membuka kamar sebelah kamar baru mas Andre dengan pelan, ternyata mas Andre masih tidur dengan menggenggam ponselnya di tangan. Mungkin dia ketiduran saat sedang memainkan ponsel.
Menjalankan aktifitas pagiku seperti membereskan rumah, cuci baju dan masih banyak pekerjaan lainnya.
Rumahku tidak terlalu besar tidak terlalu kecil, cukup lelah saat aku membereskannya sendiri. Dulu waktu aku masih bekerja, aku memperkerjakan ART yang bisa pulang pergi. Masuk jam 07 pagi pulang setelah perkerjaannya selesai, karna mas Andre sangat risih saat ada orang asing di rumah.
Aku menggaji ART dengan uangku sendiri, meskipun mas Andre rutin memberi jatah bulanan sebesar 5 juta. Aku selalu menyimpan uang pemberian suamiku di tempat yang mas Andre tidak ketahui. sampai sekarang uang itu masih ada, aku mengambilnya sedikit-sedikit saat uang bulanan dari suamiku habis.
Entahlah, semenjak aku dengar cerita dari teman kantorku dulu tentang keburukan suaminya setelah ia keluar dari pekerjaan lamanya hanya untuk fokus mengurusi anak yang baru di lahirkan.
Kasusnya tidak jauh beda dariku, Dia selalu menadapatkan cacian dan hinaan dari mertuanya.. Serta suaminya yang selingkuh di belakangnya, hingga Dia menyerah untuk dan melanjutkan ke sidang perceraian.
Dari situ aku mulai hati-hati, tidak ada salahnya kan sedia payung sebelum hujan. Ternyata aku bernasib sama seperti teman kantorku yang di perlakukan tidak baik saat kita sudah jelek di mata para suami.
"Riana...." Teriak mas Andre menyadarkanku dari lamunan.
"Rianaa..." panggilnya, dengan suara menggelegar memenuhi rumah.
"Iya mas, ada apa.." tanyaku tergopoh-gopoh dari belakang.
" Kamu di mana sih, di panggilin dari tadi gak nyahut." tanyanya.
" Aku tadi di belakang lagi menjemur pakaian, makannya gak dengar waktu mas manggil." jawabku jujur.
"Alaaah alesan aja kamu. Saya mau mandi cepat siapkan air hangat untukku.", perintahnya.
"Aku lagi buru- buru jemur baju mas sebelum Reyna bangun dari tidurnya. Mas kan bisa sendiri." jawabku menolak perintahnya. Jujur kalau Reyna sudah bangun sedikit susah bekerja kalau sambil mengurus anak.
"Sudah berani kamu ya menolak perintahku.." Bentaknya padaku, mencengkram kuat daguku..
"Tapi mas....", Ucapku terputus, mas Andre melepaskan tangannya dari daguku dan melayangkan tangan itu pada pipiku.
Plaaakkkk.....
"Itu hukumam karna kau membantah ucapanku, sekali lagi aku mendengar penolakan dari mulutmu. Aku akan menghukummu lebih parah dari ini.." bentaknya padaku.
"Cepat siapkan air hangatnya...Lelet banget sihh.." lanjutnua.
"I-iya mas..", ucapku terbata.
Aku tak menyangka mas Andre menamparku cuma gara-gara masalah sepele. Hanya karna aku tidak mematuhi perintahnya mas Andre langsung menamparku dengan sangat kencang hingga bibirku berdarah.
Sakit sangat sakit, saat orang yang kita cintai dan kita hormati memperlakukan kita dengan kasar.
'Kenapa kau tega memperlakukan aku seperti ini mas? Mana mas Andre yang dulu penuh perhatian padaku, bahkan kau memperlakukan aku layaknya seorang ratu. Tapi kenapa mas sekarang memperlakukan aku seperti pembantu.' batinku, tanpa terasa bulir bening berjatuhan saat aku tengah mengisi bathup dengan air hangat.
"Sudah belum.." Tanya mas Andre tidak sabar.
"Sebentar lagi mas.." jawabku terbata menahan tangis.
"Airnya sudah siap mas.." ucapku.
"Lelet banget sih jadi orang, cuma ngisi air saja lama banget. Sana pergi, muak saya lihat penampilan kamu itu udah jelek, kumel, gendut lagi.." cibirnya padaku tanpa rasa bersalah.
Mas Andre mendorongku ke luar dari kamarnya dengan kasar, lalu menutup pintu cukup keras hingga Reyna menangis di kamar sebelahnya.
Braaakk..
"Astagfirallah.." ucapku terkejut mengusap dada.
"Unda... Undaaa...", panggil Reyna dengan tangisnya.
"Iya sayang bunda di sini." Ucapku, tangisanku pecah saat melihat wajah Reyna penuh dengan air mata.
Hatiku sakit di perlakukan seperti pembantu di rumahku sendiri. Rumah ini di bangun dengan hasil kerja kerasku sendiri, setelah menikah dengan mas Andre kami membeli perabotan baru, yang lama sudah aku berikan pada tetangga. Makannya mas Andre selalu menganggap rumah ini adalah miliknya juga, karna perabotan rumah yang kami beli dengan uang sedikit menggunakan lebih banyak dari pengeluaranku.
"Unda napa nanis,( Bunda kenapa menangis)?" tanya Reyna padaku, mengusap sisa air mataku.
"Bunda enggak nangis sayang, mata bunda hanya perih saat terkena sabun saat mencuci baju tadi.." jawabku berbohong.
"Unda lo Eyna udah besal, Eyna kan bantu unda beyesin yumah (Bunda kalau Reyna sudah besar, Reyna akan bantu bunda beresin rumah)" ucap Reyna tulus.
"Terima kasih sayang..," ucapku terharu mendengar penuturan putriku..Aku memeluknya erat mencium wajahnya bertubi-tubi.
"Reyna ikut bunda ke belakang sebentar yu, bunda belum selesai jemur baju sayang.." ajakku setelah cukup tenang.
"Yu..", jawabnya semangat.
"mat pagi yah (Selamat pagi ayah)..", sapa Reyna saat kami berpapasan di meja makan.
Mas Andre menacuhkan sapaan Reyna sibuk dengan ponsel di tangannya.
"Ayo sayang kita ke belakang.." ajakku, melihat wajah Reyna kecewa..
Bersambung...
"Reyna mandi yuk.." ajakku setelah selesai menjemur pakaian.
"Ayuukkkk.." ucapnya kegirangan, paling senang kalau di ajak mandi.
"Mas udah mau berangkat.." tanyaku.
"Heemm.." dehemnya masih sibuk dengan ponselnya.
"Yah lo puyang beyiin Eyna neka anda ya(Ayah kalau pulang beliin Reyna boneka Panda ya)." ucap Reyna menginginkan boneka.
"Gak bisa, ayah sibuk. Ayah kerja dulu." pamitnya keluar dari rumah tanpa mengucapkan salam.
Reyna sedih mendengar penolakan dari ayahnya, aku tak tega melihat wajah sedihnya.
"Sayang setelah kita mandi dan sarapan kita beli boneka Panda kesukaan kamu ya.." ajakku.
"Aciiiikkkk,,, Yo unda petan kita andi teyus li neka anda besal (Asikkkkk... Ayo bunda cepetan kita mandi terus beli boneka Panda besar)" Ucapnya meloncat kegirangan.
Aku akan menggunakan uang yang dulu aku simpan di tempat yang tidak di ketahui suamiku.
Kami mandi bareng dengan canda tawa, melihat tawa lepas dari anakku membuat hatiku tenang dan damai. Setelah di rasa cukup kami keluar dari kamar mandi.
"Sini sayang bunda sisirin rambutnya."ucapku melihat Reyhna kesulitan menyisir rambutnya.
"Ni unda (Ini bunda)" katanya memberikan sisir padaku.
"Rambut anak bunda wangi sekali sayang, panjang, lebat lagi." kataku sambil menyisir rambut Reyna.
"Maacih unda kana unda dah uat ambut Eyna engi (Terima kasih bunda karna bunda udah baut rambut Reyna wangi)" ucapnya tersenyum manis.
"Sama-sama sayang" ujarku mencubit pelan pipi cbubbynya.
"Selesai,, kita sarapan dulu ya cantik."ajakku menggendong Reyna.
"Reyna makan ya, bunda suapin." kataku, Reyna menggelengkan kepala, menolak di suapi.
"Kenapa sayang." Tanyaku bingung, biasanya Reyna tidak pernah menolak saat aku menyuapinya.
" Eyna dah besal unda, Eyna ngen makan diyi dak mau ngeyepotin unda yus (Reyna sudah besar bunda, Reyna pengen makan sendiri enggak mau ngerepotin bunda terus)." Ucapnya dengan wajah serius.
"Sayang enggak ngerepon kok, malah bunda seneng bisa nyuapin Reyna."kataku.
"Eyna ngen makan dili aja (Reyna makan sendiri aja)." ucapnya kekeh menyilangkan kedua tangannya di dada.
"Baiklah, bunda ambilin sarapan dulu buat Reyna ya" ucapku pasrah.
"Oteh unda (Okeh bunda)" jawabnya dengan sangat lucu, aku menoel pipi chubbynya karna gemes.
" Sayang berdo'a dulu sebelum makan" ucapku mengingatkan.
"Allahhuma bariklana fimmarozaktana wakinaadzabannar, amin" ucapku.
"Min (Amin)"sedangkan Reyna hanya mengaminkan saja, karna ia belum haffal.
"Unda masakan unda ngat enak (Bunda masakan bunda sangat enak)" Pujinya mengacungkan dua jempol.
"Terima kasih sayang, abisin ya makanannya" kataku.
Reyna melahap habis sarapannya, sedikit berantakan. Wajar saja kalau Reyna makan berantakan karna belum terbiasa.
"Unda salapan Eyna dah habis, kita beyi neka kayang yuk (Bunda sarapan Reyna sudah habis, kita beli boneka sekarang yuk" ajaknya dengan tidak sabar.
"Iya sayang, bentar ya bunda cuci piring dulu." kataku, Reyna menurut.
"Kayanya ada yang mau jalan-jalan nih" Ucap seseorang masuk dari pintu depan, suaranya seperti...
"Nenek.." teriak Reyna, dugaan ku benar bahwa pemilik suara itu adalah ibu mertuaku.
"Sana sana jangan deket-deket" ucapnya, saat Reyna mendekatinya.
"Ibu boleh tidak suka padaku, ibu boleh membenciku tapi tolong jangan anggap Reyna ini seperti orang lain bu. Dia juga cucu ibu.." ucapku tidak tahan melihat perlakuannya pada anakku.
"Cucu yang tak di inginkan" bentaknya padaku, membuat Reyna menangis mendengar bentakan neneknya.
"Cup-cup sayang jangan nangis ya, bunda ada di sini" ucapku menenangkan Reyna.
"Dasar cengeng"cibirnya tanpa di persilahkan ibu mertua mengambil makanan di meja makan. Seperti biasa dia selalu numpang makan di rumahku.
"Sudah ya jangan nangis lagi, kitakan mau beli boneka Panda, masa sedih sih." kataku menghibur Reyna.
"Eyna dah enda nanis lagi unda, yo kita pelgi (Reyna udah enggak nangis lagi bunda, ayo kita pergi)" ucap Reyna membersihkan sisa air mata.
"Mau kemana kalian" Tanya ibu Erin, mertuaku.
"Mau li neka anda nek(Mau beli boneka Panda nek)" sahut Reyna.
"Ngomong apa sih kamu, saya enggak ngerti. Riana jawab pertanyaan ibu" ucapnya tidak mengerti dengan ucapan cadel Reyna.
" Kita mau ke luar sebentar bu, mau beli boneka Panda yang Reyna inginkan" jawabku.
" Ngapain sih beli barang kaya begituan, enggak penting banget tau gak. Mending uangnya kasih sama ibu buat beli baju" ucapnya acuh.
"Kayanya lagi banyak uang kamu, bagi-bagi dong" lanjutnya.
"Maaf bu enggak bisa, uang ini juga uang bulanan yang di kasih mas Andre. Bukannya ibu juga di jatah perbulan sama mas Andre?.." tanyaku bingung. Semenjak aku mengundurkan diri dari pekerjaan, mas Andre membagi jatah bulanan ku yang tadinya 5 juta perbulan jadi 2 juta perbulan. 3 juta sisanya mas Andre kasihkan pada orang tuanya.
Aneh bukan, seharunya mas Andre menambahakan nominal padaku setelah aku keluar dari pekerjaan bukan mengurani jatah bulananku.
"Uang yang di kasih Andre udah habis di beliin baju sama Linda, lagian uang Andre uang ibu juga, Andre anak ibu jadi wajar saja kalau ibu minta lagi" ucapnya tanpa rasa bersalah.
"Cepetan mana uangnya, ibu mau pergi. Bosan lama-lama di sini" ucapnya setelah perutnya kenyang.
" Maaf bu tapi uangnya mau aku pake" ucapku.
"Berani ya kamu bantah ibu sekarang, mau ibu aduin kamu sama Andre hah" bentaknya.
"Silahkan saja" kataku menangtang.
"Kau....Lihat saja apa yang Andre lakukan setelah kamu menolak permintaanku" geramnya, menunjuk wajahku.
Setelah mengucapkan itu, ibu mertua langsung pergi dengan menghentakan kakinya.
"Nenek napa mayah-mayah teyus ama unda (Nenek kenapa marah-marah terus sama bunda)." tanya Reyna padaku.
"Nenek enggak marah sama bunda kok sayang. Yu, katanya mau beli boneka Panda" kataku mengalihkan pembicaraan.
"Yoooo (ayo)" ucapnya semangat 45.
Aku menggandeng tangan mungil Reyna, karna ia menolak saat aku ingin menggendongnya. Katanya takut bunda cape kalau aku menggedongnya,sungguh pintar sekali anakku ini.
Kami mencari angkutan umum yang biasa lewat di persimpangan. Dulu aku punya kendaraan sepeda motor yang biasa aku pake untuk kerja, tapi setelah aku menikah sepeda motor itu aku jual untuk tambahan mas Andre beli mobil.
Mobil itu mas Andre yang pake, karna aku tidak bisa menyetir.
"hallo anak cantik, kamu mau beli apa" tanya penjual boneka dengan ramah.
"Eyna ngen neka anda yang esal ante antik (Reyna pengen boneka panda yang besar tante cantik)"ucapnya cadel, membuat penjual boneka itu terkekeh mendengarnya.
"Katanya Reyna pengen boneka Panda yang besar mbak" kataku karna melihat wajah penjual boneka itu sedikit binging.
"Ohh jadi anak cantik ini namanya Reyna, nama yang cantik sekali seperti orangnya. Sebentar sayang tante ambilin dulu boneka pandanya, saya permisi mbak" ucapnya, sedangkan aku menggangguk tersenyum.
"Eyna dah enda sabal ngen dendong neka andanya unda (Reyna udah enggak sabar pengen gendong boneka pandanya bunda)." ucapnya tak sabar.
"Iya sabar dulu ya sayang, kan bonekanya di ambilin dulu sama tante cantik" kataku.
Tidak lama penjual itu ke luar dengan membawa boneka Panda warna pink seukuran dengan Reyna.
"Aciiik, neka andanya dah dateng (Asik, bonekanya sudah datang)" ucap Reyna kegirangan.
"Ini sayang boneka pandanya, apa Reyna suka dengan bonekanya" tanya penjual boneka cantik itu.
"Tuta ante antik, nekanya ana pink sukaan Eyna ( Suka tante cantik, bonekanya warna pink kesukaan Reyna)" jawabnya.
"Katanya dia suka banget sama boneka pandanya, apa lagi boneka itu warna pink kesukaannya" sahutku.
"Syukurlah kalau Reyna suka, tante seneng dengernya." ucapnya tersenyum manis.
" Berapa mbak harga bonekanya" Tanyaku.
"Tidak usah di bayar mbak, saya kasih gratis untuk anak cantik ini" ucapnya mencubit pelan pipi chubby Reyna.
"Tapi mbak...." sela aku terhenti.
"Enggak papa, lebih baik mbak simpan uang itu untuk keperluan Reyna lainnya. Saya seneng sekali melihat anak mbak yang cantiik ini.." ucapnya sedih.
" Mbak kenapa" Tanyaku bingung melihat wajah sedih penjual boneka itu..
Bersambung...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!