“Ma… Mama apa kabar disana? Maafin Angga Ma baru bisa kesini. Semoga Mama disana bahagia. Maafin Angga belum sempat membahagiakan Mama” ucap Angga yang sedang duduk berjongkok di atas sebuah batu nisan sambil menaburkan bunga.
Semenjak kematian mamanya setahun yang lalu, hampir tiap minggu sekali Angga selalu mendatangi makam sang mama untuk sekadar menanyakan kabar sambil menaburkan bunga.
Namun, akhir-akhir ini hampir dua bulan dirinya tidak sempat datang ke makam mamanya karena begitu padatnya pekerjaan di kantor. dan hari ini di saat jam makan siang dia menyempatkan diri untuk mendatangi makam mamanya.
“ehm… maaf Tuan, sebentar lagi anda akan ada meeting” ucap Mario sang asisten pribadi.
Tanpa menjawab ucapan Mario, Angga segera beranjak dari duduknya sambil mengusap kedua sudut matanya yang mengeluarkan sedikit air mata. Kemudian dia melangkahkan kakinya menuju mobil sambil diikuti oleh Mario.
Mario hanya bisa mendesah pelan. Dia sudah terbiasa dengan sifat dingin sang bos semenjak pertama kali dirinya bekerja menjadi asisten pribadi Angga satu tahun yang lalu. Mario menyadari bahwa sebenarnya atasannya itu adalah orang yang baik. Mungkin karena masa lalu pribadinya, hingga membuat seorang Angga seperti saat ini. Dingin dan tak tersentuh.
Mario dengan cepat melangkahkan kakinya mendahului Angga untuk membukakan pintu mobil. Setelah Angga masuk dan duduk kursi mobil bagian belakang, Mario segera masuk dan mengemudikan mobilnya untuk kembali ke kantor.
Dalam perjalanan, Mario melihat jam yang melingkar pada
pergelangan tangannya. Waktu masih 30 maenit lagi sebelum meeting. Dia tahu bahwa Angga belum makan siang. Karena sejak jam istirahat tadi, dirinya mengantar Angga ke makam.
“maaf Tuan, anda tadi belum makan siang. Apakah Tuan ingin makan di luar?”
“langsung saja ke kantor” jawab Angga singkat.
Beberapa saat kemudian, Angga sudah sampai di kantor. dia segera masuk ke ruangannya dulu sebelum ke ruang meeting. Dan Mario dengan setia mengikuti langkah kaki tuannya.
Angga duduk sebentar, kemudian membuka laci pada meja kerjanya. Dia mengambil sebuah foto yang ada dalam sebuah pigora kecil. Dia menatap sebentar foto itu kemudian dimasukkannya kembali ke dalam laci.
“apa Tuan saya pesankan makan siang du-“
“ayo kita ke ruang meeting sekarang” ucap Angga memotong perkataan Mario yang hendak menawarkan makan siang.
Lagi-lagi Mario hanya bisa menghela nafas pelan.
Sebenarnya dia juga belum makan siang. Tapi mau bagaimana lagi, bosnya saja bisa melewatkan makan siangnya. Untung saja Mario adalah orang yang paling bisa menahan lapar.
Angga masuk ke dalam ruang meeting diikuti oleh Mario di belakangnya. Di dalam sudah ada seorang wanita cantik yang sudah menunggu kedatangan Angga. Dia adalah Laura.
Sebenarnya klien yang akan meeting dengan Angga adalah Tuan Wilson. Tapi entah kenapa yang hadir tiap kali ada meeting bukan Tuan Wilson sendiri melainkan putri tunggalnya yaitu Laura.
Angga seakan mengerti maksud dari Tuan Wilson yang selalu mewakilkan putrinya untuk meeting yaitu karena ingin mendekatkan Laura dengan dirinya.
Meskipun Laura adalah wanita yang sangat cantik, ramah, dan memiliki body goals yang sempurna, tapi entah kenapa Angga sama sekali tidak tertarik pada Laura. Karena di dalam hatinya sampai saat ini masih ada nama seseorang yang sangat dia cintai.
“selamat siang Tuan Angga” sapa Laura sambil tersenyum
“selamat siang. Baiklah kita mulai sekarang meetingnya. Lebih cepat lebih baik” jawab Angga datar. Dan itu membuat raut mukaLaura yang tadinya cerah berganti suram. Namun dia masih bisa untuk menampakkan senyuman manisnya.
Dua jam berlalu. Akhirnya meeting selesai. Angga segera berdiri dan meninggalkan ruangan meeting. Namun langkahnya terhenti saat Laura tiba-tiba memanggilnya.
“maaf Tuan Angga, bisakah anda meluangkan waktu anda sebentar untuk sekadar ngopi. Karena masih ada sesuatu hal yang saya belum terlalu mengerti”
“maaf nona, kalau anda masih belum paham, anda bisa menanyakan pada Mario asisten pribadi saya” seketika Mario membelalakkan matanya bingung dengan maksud atasannya.
Sebenarnya Mario tahu bahwa kliennya itu sedang ada rasa dengan bosnya.
Mendapat jawaban seperti itu dari Angga membuat laura menjadi kecewa.
“mungkin nanti malam kita bisa keluar untuk makan malam?” tawar Laura yang masih berusaha untuk mendapatkan simpati Angga.
“maaf sekali lagi nona, saya sangat sibuk” Angga melihat wajah Laura yang kecewa, dia merasa bersalah.
“ehm.. mungkin lain kali kalau saya ada waktu” ucap Angga kemudian. Dan itu mampu mengubah wajah Laura kembali cerah.
“terima kasih tuan Angga”
Kini Angga keluar dari ruangan meeting diikuti oleh Mario setelah mempersilakan Laura untuk pulang terlebih dahulu.
“kita makan diluar sekarang” ucap Angga tiba-tiba dan hanya diangguki kepalan oleh Mario.
Angga tahu bahwa sudah tidak ada lagi meeting, jadi dia memutuskan untuk makan siang diluar saja. Meskipun sudah sangat terlambat. Dia juga tidak setega itu pada Mario yang membiarkan dia tidak makan siang.
Saat ini Angga dan Mario sedang duduk berdua di sebuah resto yang tidak jauh dari kantor. mereka berdua sedang menunggu pesanannya datang. Tidak ada pembicaraan diantara keduanya. Angga sibuk dengan ponselnya sementara Mario sibuk dengan pemikirannya. Entahlah apa yang dipikirkan saat ini. Tapi yang pasti dia sudah terbiasa dengan keadaan seperti ini saat sedang menemani Angga makan di luar.
Setelah pesanannya datang, Angga meletakkan ponselnya dan segera menikmati makanannya. Bahkan saat makan pun suasana sangat hening, hanya suara sendok dan piring yang sesekali berdenting.
“setelah ini antar saya pulang. Dan kamu juga boleh pulang” ucap Angga pada Mario setelah menyelesaikan makannya.
Mario terkejut dengan perintah Angga tiba-tiba, namun hendak bertanya pun dia urungkan. Lebih baik diam dan menuruti saja. Kapan lagi dia bisa menikmati waktu luang seperti ini. Dalam hati Mario juga sangat senang, dia bisa memiliki waktu lebih untuk main game.
Angga kini sudah sampai di apartemennya setelah beberpa menit yang lalu Mario mengantarnya. Dia segera masuk ke dalam kamar mandi untuk menyiapkan air hangat dalam bathup. Angga sudah terbiasa melakukan apapun sendirian. Karena memang dia tinggal di apartemen sendirian.
Semenjak kematian mamanya satahun yang lalu, Angga memutuskan untuk tinggal di apartemen. Dia tidak mau tinggal di ruamhnya karena terlalu banyak luka yang tertoreh di rumah itu. Dan untuk papanya, Angga sudah tidak mau tahu lagi dengannya. Berapa lama papanya menjalani hukuman, Angga tidak peduli. Dia sangat membenci papanya.
Sebenarnya Angga dulu sudah tidak mau lagi mengurusi perusahaan papanya. Dia bisa hidup meskipun hanya mengandalkan dari usahanya sendiri yaitu café. Tapi mengingat banyaknya nyawa yang sangat membutuhkan makan, hati Angga tergerak untuk melanjutkan perusahaan papanya. Meskipun saat itu kondisi perusahaan yang hampir bangkrut karena banyaknya investor yang menarik saham mereka setelah mengetahui kasus seorang Wijaya.
.
.
.
*TBC
Angga menutup matanya sambil menikmati aroma terapi yang sudah ia tuangkan ke dalam bathup. Sejenak pikirannya rilex setelah seharian dia berjibaku dengan urusan kantor. kalau dia tidak mengingat ratusan karyawannya tidak mungkin dia akan bersusah-susah seperti ini.
Namun tidak hanya demi karyawannya saja Angga mau bersusah-susah mengurus perusahaan. Dia juga ingin membuktikan pada mendiang mamanya bahwa dia bisa sukses meraih masa depan yang cerah.
“cerah” gumamnya pelan setelah matanya sudah terbuka.
“bagaimana bisa cerah, bahkan aku belum bisa menemukan seseorang yang akan menjadikan hidupku sempurna” tambahnya lagi
Setelah membilas tubuhnya di bawah shower, Angga meraih bathropenya dan melangkahkan kakinya menuju kamar. Angga mengeringkan rambutnya yang basah dengan handuk kecil yang melingkar di lehernya.
Setelah selesai berganti pakaian, Angga merebahkan tubuhnya sebentar di atas tempat tidur. Dia mengambil sebuah foto yang ia letakkan di atas nakas.
“Vi, kamu dimana? Apakah kamu masih marah padaku?”
Angga berbicara sendiri sambil menatap sendu foto sang kekasih yang telah lama menghilang.
Semenjak kejadian satu tahun yang lalu, Angga sudah tidak bisa lagi bertemu dengan Viviane. Enatahlah Viviane menghilang kemana. Angga sudah mencarinya hingga ke rumah orang tua Viviane pun dia tidak menemukan keberadaan Viviane. Angga yakin kalau sebenarnya orang tua Viviane tahu diman anaknya berada, hanya saja mereka tidak memberitahukan pada Angga.
“Bu, tolong beritahu saya dimana Viviane sekarang?” Tanya Angga waktu itu pada Ibu Viviane.
“maaf nak Angga, sebaiknya nak Angga menjauhi anak saya. Biarkan dia bahagia tanpa ada bayang-bayang masa lalu yang terus menghantuinya” jawab Ibu Viviane.
Angga mengingat semua itu sangat sedih dia tidak bisa membayangkan bagaimana keadaan Viviane pasca keguguran yang ia alami dan mengetahui kenyatan bahwa dirinya hampir dijual oleh papanya setelah sempat menikmati tubuh Viviane.
Tiba-tiba wajah Angga memerah dan tangannya terkepal kuat saat mengingat kebejatan papanya. “Papa” sudah tidak sudi dirinya memanggil Papa yang harusnya menjadi panutan bagi anaknya. Namun justru memberikan contoh yang sangat buruk bagi anaknya.
Angga mengakui memang dirinya dulu adalah seorang cassanova. Namun itu dia lakukan hanya pada wanita sewaan yang memang membutuhkan uang. Tapi mau bagaimanapun tetap perbuatannya juga sangat buruk. Tapi Angga tetap menyangkal bahwa itu semua dia lakukan hanya karena saling membutuhkan. Tidak seperti papanya yang sampai tega berniat menjualnya setelah menggauli perempuan incarannya.
Angga meletakkan kembali foto Viviane di atas nakas. Dia melangkahkan kakinya ke ruang kerja. Sebenarnya waktu masih sore, namun Angga malas untuk keluar. Jadi lebih baik dia menyibukkan diri di ruang kerjanya.
Tak terasa sejak tadi Angga sibuk dengan pekerjaanya, hingga dia merasakan perutnya kembali lapar. Angga melirik jam dinding dan masih menunjukkan pukul 8 malam. Dia meraih jaketnya dan segera keluar.
Angga ingin makan malam diluar saja daripada harus delivery order. Sekalian dia ingin menghirup udara pada malam hari. Karena hampir tidak pernah ia keluar seperti ini meskipun hanya makan malam seorang diri. Biasanya dia pulang kerja sekalian makan malam dengan Mario. Bahkan terkadang Angga menyuruh Mario membelikannya makan kemudian memilih makan di apartemen saja.
Angga melajukan mobilnya pelan sambil mencari resto yang dia inginkan. Akhirnya dia menemukan sebuah restaurant yang tidak terlalu mewah. Dia segera memarkirkan mobilnya kemudian masuk.
Saat seorang pelayan datang menyodorkan buku menu makanan pada Angga tiba-tiba seorang wanita memanggilnya.
“Tuan Angga??”
Angga sangat terkejut dengan suara itu. Ya suara yang tadi siang sempat mengajaknya untuk makan malam. Berniat untuk menolak ajakannya justru sekarang bertemu dengannya.
“iya Nona Laura” jawab Angga sambil tersenyum kikuk
“Tuan Angga makan malam juga disini?”
“ah iya. Tadi urusan saya sedikit lebih cepat selesai, jadi saya memutuskan untuk makan malam sekalian”
“wah kebetulan sekali ya saya bisa bertemu sekaligus makan malam dengan Tuan Angga”
“hmm… iya” jawab Angga sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
Akhirnya dengan terpaksa Angga makan malam ditemani oleh Laura. Angga merutuki kebodohannya yang berniat ingin makan malam diluar sambil meniukmati udara malam hari malah bertemu dengan Laura. Perempuan yang berusaha ia hindari.
Setelah beberapa saat menunggu pesanan, akhirnya makanan mereka datang. Mereka berdua segera menikmati makan malamnya.
Laura sangat bahagia sekali karena akhirnya dia bisa makan malam dengan seseorang yang diam-diam sudah mencuri hatinya.
Laura ingat saat pertama kali dulu papanya menyuruh meeting dengan Angga. Saat itu Laura menolak perintah papanya, lantaran papanya yang berniat menjodohkan dirinya dengan Angga. Padahal saat itu posisi Laura sudah mempunyai kekasih.
Akhirnya dengan terpaksa Laura menuruti perintah papanya. Dia sudah bertekat tidak akan mau dijodohkan dengan Angga. Karena Laura sangat mencintai kekasihnya. Namun, kenyataannya saat pertama kali Laura bertemu dengan Angga, Laura sangat terpesona dengan ketampanan Angga.
Meskipun Laura tahu bahwa sikap Angga sangat dingin padanya, tapi dia sudah terlanjur terpesona dengan Angga. Maka Laura akan berusaha untuk menarik perhatian Angga.
“ehm… bagaimana rasa udang saos tiramnya Tuan Angga? Apakah enak?” Tanya laura pada Angga. Karena menu itu tadi pilihan dari Laura.
“enak nona” jawab Angga singkat.
“ehm… kita kan sedang diluar jam kantor. lebih baik Tuan radit jangan terlalu formal, dan cukup panggil nama saya saja Laura” Angga mengernyitkan kening.
“maksud anda?”
“maksud saya biar lebih akrab saja. Dan apakah anda tidak keberatan jika saya memanggil anda Mas Angga?”
“terserah anda saja” ucap angga sedikit malas tapi justru membuat Laura sangat senang.
“lebih tidak terlalu formal juga, dan mengubah saya anda menjadi aku kamu” tambah Laura
Sementara Angga hanya mengangguk saja daripada membuang-buang tenaga untuk berbicara yang tidak penting.
Setelah berbincang-bincang akhirnya Angga dan Laura memutuskan pulang dengan mengendarai mobilnya sendiri-sendiri.
Laura merutuki kebodohannya saat tadi Angga menanyakan kedatangannya ke resto naik apa.; dan Laura spontan menjawab mengendarai mobilnya sendiri. Andai saja dia tadi berbohong dengan mengatakan naik taksi, pasti Angga akan mengantarnya pulang. Tidak maslah mungkin lain kali dia akan mendapat kesempatan untuk duduk satu mobil dan berduaan dengan Angga.
Kini Angga dan Laura sudah pulang ke rumah masing-masing dengan mengendarai mobilnya sendiri-sendiri. Angga merasa bahwa hari ini adalah hari sialnya. Namun beda dengan Laura yang merasa hari ini adalah hari keberuntungannya.
Dalam mobil Laura terus saja bersenandung mengikuti alunan music yang sedang dia dengarkan. Namun tiba-tiba ponselnya berdering. Laura hanya melirik ponselnya tanpa berniat untuk menjawab panggilan itu. Kemudian dia melanjutkan bersenandung sambil sesekali menggoyangkan kepalanya.
“sial!! Berani sekali kamu mengabaikanku” ucap seseorang di tempat lain sambil memegang ponselnya yang tak kunjung mendapat jawaban setelah beberapa kali menelepon.
.
.
.
*TBC
Jangan lupa utk selalu tinggalkan jejak like, komen positif, gift, vote, dan bintang 5 ya😘😘💕
..."Apakah masa lalu buruk seseorang akan selalu terlihat buruk di masa depan? sekalipun orang itu sudah berubah?...
...Aku tak peduli tentang pandangan orang terhadapku"...
..."Viviane Margarheta"...
***
Di sebuah perusahaan besar yang bergerak di bidang industri di pulau K, seorang wanita cantik berusia 26 tahun sedang sibuk mengontrol pekerjaan para karyawannya di lapangan. Sebenarnya perusahaan itu adalah perusahaan cabang yang pusatnya ada di kota J.
Sejak setahun terakhir ini dia sangat menekuni pekerjaan itu khususnya sebagai supervisor. Ya, dia adalah Viviane.
Sejak setahun yang lalu pasca kejadian yang sangat menyedihkan dalam hidupnya, kini Viviane sudah bisa move on secara perlahan.
Sejak dia mengetahui bahwa dirinya hamil, namun akhirnya janin itu gugur, Viviane memutuskan untuk meninggalkan kota J. kota dimana dirinya mengalami kepahitan hidup bertubi-tubi.
Viviane memutuskan untuk pergi keluar pulau. Dia bertekat untuk membuang semua kenangan buruknya yang ada di kota J maupun kota B. Sehari setelah dirinya diperbolehkan pulang dari rumah sakit, Viviane menghubungi salah satu temannya yang berasal dari luar pulau saat masih mengenyam pendidikan strata satu dulu. Entahlah, mungkin habis gelap terbitlah terang. Itulah peribahasa yang cocok untuk Viviane saat itu.
Jessica teman Viviane menyampaikan bahwa ada lowongan pekerjaan di perusahaan milik pamannya. Segera saja Viviane mengirimkan surat lamaran kerja melalui email ke perusahaan tersebut.
Sebenarnya menurut perintah dokter, Viviane disuruh istirahat sampai pulih pasca keguguran. Beruntungnya dulu tidak sampai dilakukan tindakan kuretase, jadi tidak perlu membutuhkan waktu yang lama untuk kembali memulihkan kondisi tubuhnya.
Viviane sudah menguatkan tekatnya untuk segera pergi dari kota ini, maka dia sedikit memaksakan kondisinya. Karena sebenarnya dirinya sudah baik-baik saja dan tidak merasakan sakit lagi. Hingga lima hari setelah pulang dari rumah sakit Viviane memutuskan untuk pulang kampung ke kota B. dia ingin meminta maaf kepada kedua orang tuanya sekaligus untuk meminta doa restu agar dirinya bisa bekerja di luar pulau.
Perjalanan udara ke kota B membuat Viviane kembali merasakan sedih. Sedih akan nasibnya. Namun dia harus menekan kuat perasaan itu. Dia tidak boleh begini terus. Dia harus kuat, tidak boleh menyerah begitu saja. Karena masa depannya masih panjang.
Viviane masih ingat saat dirinya menceritakan semua kejadian yang dialaminya kepada kedua orang tuanya.
“tragis sekali nasib kamu nak” ucap Ibu Viviane sambil menangis sembari memeluk anaknya.
Sementara itu ayahnya hanya bisa terdiam saat mendengarkan semua penderitaan sang anak.
“maafkan kami nak telah gagal menjadi orang tua yang baik. Seharusnya kami bisa melindungimu agar tidak sampai ada kejadian seperti ini”
“ayah, ibu jangan menyalahkan diri sendiri. Ini semua memang kesalahan Vivi sendiri. Untuk itu Vivi memohon maaf pada ayah dan ibu atas semua kesalahan Vivi selama ini. Vivi belum bisa membahagiakan ayah dan ibu. Justru memberikan beban masalah”
“tidak nak, kamu jangan bilang seperti itu. Bagaimanapun keadaannya, kamu tetap anak ayah dan ibu yang sangat ayah dan ibu sayangi. jadikan masalah itu menjadi pelajaran bagi dirimu kelak agar kamu lebih berhati-hati lagi dalam nelangkah” kali ini ayah Viviane yang berbicara.
Viviane merasa lega. Karena beban yang dia pikul telah hilang setelah menceritakan semua masalahnya. Sebelum bertemu dengan kedua orang tuanya tadi, Viviane sudah menguatkan hatinya jika kedua orang tuanya akan marah besar saat dirinya menceritkan masalahnya. Namun, kenyataannya kedua orang tuanya sama sekali tidak marah. Justru mereka menguatkannya. Bahkan saat dirinya menyampaikan niatnya yang pergi merantau ke luar pulau, kedua orang tuanya pun mengijinkan.
Jadi setelah mendapat restu dari kedua orang tuanya, Viviane semakin membulatkan tekatnya untuk pergi keluar pulau. Dan keesokan harinya Jessica juga mengabarkan bahwa dirinya harus segera kesana untuk melakukan interview. Dan kemungkinan besar Viviane juga diterima kerja disana karena perusahaan itu milik pamannya sendiri. Viviane sangat senang dengan kabar itu.
***
Viviane mengusap keringat di keningnya. Selama seharian penuh dirinya harus berada di lapangan untuk mengontrol para karyawan. Kredibilitas Viviane selama bekerja disini sangat bagus. Dia juga sangat ramah dengan semua karyawan.
“nih minum dulu! Jangan terlalu diforsir tenaganya biar tidak sakit” ucap seorang pria yang tiba-tiba berada disamping Viviane.
“terima kasih Pak” jawab Viviane sambil tersenyum
“ck… ini sudah jam 5 lebih 5 menit jadi tidak perlu formalitas” ucap si pria itu.
“tapi ini masih di area perusahaan pak”
“ya sudah ayo pulang saja”
Viviane tertawa geli melihat tingkah laku Edwin. Atasannya yang menjabat sebagai wakil direktur sekaligus kekasihnya.
Sejak 2 bulan terakhir ini Viviane menjalin hubungan dengan Edwin. Sebenarnya dia tidak ingin untuk menjalani sebuah hubungan dulu. Dia harus fokus untuk membahagiakan kedua orang tuanya. Namun, sejak awal bekerja disini, Edwin yang sekaligus sepupu dari Jessica sudah menunjukkan rasa suka pada dirinya.
Saat itu Viviane sudah menyadari tentang sikap Edwin terhadapnya karena jujur saja dirinya masih trauma untuk menjalani sebuah hubungan. Namun lama-lama Viviane sedikit demi sedikit mampu melupakan masa lalunya karena Edwin juga tidak berhenti untuk terus mendekatinya.
Edwin adalah pria yang baik dan sopan. Dia sangat menghargai wanita. Maka dari itu Viviane akhirnya menerimanya untuk menjadi kekasihnya. Namun sebelum Viviane menerima cinta Edwin, dirinya sudah terlebih dulu menceritakan kepahitan masa lalunya.
Viviane tidak menyangka bahwa Edwin menerima semua itu dengan lapang dada. Baginya, biarlah masa lalu yang menurut kita pahit itu cukup untuk menjadi pengalaman berharga buat kita agar lebih berhati-hati dalam menjalani masa depan kelak. Viviane sangat terharu dengan sikap bijaksana Edwin.
“kita langsung keluar untuk makan atau pulang dulu ke apartemen kamu?” Tanya Edwin pada Viviane saat sudah berada di dalam mobil.
“pulang ke apartemen dulu aja ya mas, aku gerah banget karena seharian penuh berada di lapangan”
“baiklah”
Kemudian Edwin melajukan mobilnya ke apartemen Viviane. Jujur Edwin sangat bahagia sekali semenjak dua bulan yang lalu akhirnya Viviane menerima cintanya. Sebenarnya Edwin ingin sekali segera meresmikan hubungannya dengan Viviane. Setidaknya bertunangan dulu. Namun, sepertinya Viviane masih belum siap atau mungkin terlalu cepat baginya. Tapi Edwin juga tidak mempermaslahkan itu. Dia akan setia untuk menunggu Viviane sampai siap.
Setelah sampai apartemen, Viviane segera mandi dan Edwin menunggunya di ruang tamu. Tidak perlu menunggu lama, Viviane sudah selesai mandi. kemudian mereka berdua segera pergi ke sebuah restaurant untuk makan malam.
Kini mereka sudah berada di sebuah restaurant. Mereka sedang menunggu pesanan makanannya datang.
“Vi, minggu depan Papa menyuruhku untuk memeriksa melihat perusahaan di kantor pusat”
“oh… berapa hari mas?”
“paling lama mungkin satu minggu. Apa kamu tidak ingin ikut denganku?”
“nggaklah mas, pekerjaanku disini juga padat kan”
“apa kamu tidak merindukanku kalau nanti aku tinggal ke kota J?”
“apa’an sih mas, hanya seminggu juga kan? Lagian kata mas Edwin tadi paling lama satu minggu. Jadi kalau lebih cepat selesai, maka tidak sampai satu minggu mas Edwin sudah kembali lagi kesini”
Sebenarnya Edwin juga maju mundur untuk mengajak Viviane ke kota J. selain memang pekerjaannya sangat padat, Edwin juga takut kalau Viviane masih trauma dengan kota itu.
“ya sudah aku janji akan secepatnya menyelesaikan pekerjaanku agar bisa cepat pulang”
Viviane hanya mengangguk dan tersenyum tidak lama kemudian pesanan makanan mereka datang.
.
.
.
*TBC
Jangan lupa tinggalkan jejaknya ya. like, komen, gift, vote, dan rate bintang 5.
Thank you😘😘💕💕
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!