NovelToon NovelToon

Teman Pelampiasan

1. Boss Besar

Bira Dewara, seorang pria muda biasa saja yang ingin menikmati hidup lajangnya. Dia Memiliki kriteria pria sempurna. Bagaimana tidak, dia memiliki wajah tampan di atas rata-rata, kulit eksitos dan body atletis yang selalu didambakan oleh setiap pria. Kekayaannya pun bukan main. Di usianya yang masih 25, dia sudah memiliki kekayaan yang begitu fantastis.

Bisnisnya dimiliki oleh dirinya sendiri. Tidak ada sangkut paut dengan keluarganya atau apapun itu, murni atas kerja kerasnya. Bahkan bisnisnya sudah menjadi yang nomer 3 paling besar dan hebat di dunia.

Namun di balik semua kesempurnaannya, dia memiliki sifat yang cukup aneh, yaitu dia sangat suka menyendiri. Menyendiri di sini berarti dia tidak suka menonjol. Tidak suka keramaian, dan membenci sesuatu yang berisik. Bahkan dalam bisnisnya pun dia tetap menyembunyikan jati dirinya. Bahkan jika melihat dia di jalan pasti akan mengira dia adalah model atau seorang aktor, bukan seorang pebisnis yang kaya. Padahal kenyataannya, dia merupakan orang yang begitu di takuti di dunia bisnis.

Satu hal lagi hal aneh yang menjadi sifatnya, sederhana. Mungkin bukan hal yang aneh bagi orang awam yang melihatnya. Tapi bila tahu dia memiliki semua kekayaan itu, pastinya kita akan menganggapnya orang yang tidak waras. Hal ini karena dia selalu tampil sederhana bahkan tidak terlalu menyukai hal-hal yang mahal. Lalu untuk apa susah payah mendirikan perusahaan terbesar ketiga di dunia? jawabannya hanya Bira seorang yang tahu.

Seperti pagi ini di sebuah cafe kecil di pinggir kota, dia duduk sambil menikmati makan paginya. Tak lama datanglah seseorang mendekatinya. Pria itu membungkuk memberi hormat padanya. Bira mengangguk dan mempersilahkan pria itu duduk di kursi kosong tepat di depannya.

"Bacakan laporan pagi ini, Jay," perintah Bira pada pria di depannya yang tak lain adalah Jay sekretarisnya. Jay kemudian mengambil tablet yang ia bawa dari dalam tasnya. Tak perlu basa-basi Jay menjelaskan apa yang diminta Bira dengan sangat rinci tanpa tertinggal sedikit pun.

Mereka berdua berbicara di ujung cafe tersebut jadi tidak ada yang mendengar percakapan mereka. Terlebih cafe ini hanya cafe biasa, jadi orang yang melihat mereka berdua hanya menganggap mereka adalah sahabat yang membicarakan omong kosong, seperti bola atau kehidupan para selebriti saat ini. Padahal jika mereka tahu, pembicaraan mereka ini sangat penting. Bahkan bisa menghasilkan triliuan uang jika kau menjual informasi mereka berdua ada disana.

Tapi hal itu percuma, karena memang tidak banyak yang mengenal mereka berdua. Bira memang pengusaha besar, namun hanya orang tertentu yang tahu akan itu. Mereka pun hanya orang dari kalangan atas. Dia selalu mengerjakan semuanya dari balik layar, sementara anak buahnyalah yang akan nampak pada permukaan.

"Jadi semuanya lancar?" tanya Bira pada Jay.

"Iya, Tuan. Semua berjalan lancar, tapi nampaknya anda harus datang ke sana, Tuan." Kini Jay memasang wajah takut. Setelah bekerja dengan jay selama 10 tahun membuatnya tahu betul prangai bosnya.

"maksudmu aku harus datang ke pesta itu?" Bira sudah selasai dengan makan paginya, kini dia menatap Jay dengan serius. Yang ditatap hanya bisa menengguk salivanya berharap untuk tetap hidup.

"Iy, iya, Tuan. Pesta itu cukup penting untuk menjalin hubungan dengan pebisnis negara ini. Dengan itu kita bisa dengan damai dan nyaman untuk tinggal di sini, Tuan," jawab Jay menyakini Bosnya dengan penuh keberanian. Memang, Bisnis mereka sudah begitu besar tapi entah mengapa Bira sangat tertarik untuk mengembangkan bisnisnya di Indonesia.

Baginya Indonesia begitu indah dan memiliki banyak sekali hal yang membuatnya bahagia. Sehingga dia memutuskan untuk menetap di Indonesia 2 tahun yang lalu. Dan memang benar bisnisnya berkembang pesat di Indonesia, hanya saja begitu banyak saingan yang tidak suka padanya. Mungkin lebih tepatnya ingin mengambil keuntungan pada perusahaan besar Bira.

Selama 2 tahun itu pula dia menutup telinganya dan tidak mempedulikan mereka. Namun nampaknya pesta ini cukup bagus baginya agar tidak terus-terusan diganggu oleh lalat kecil. "Baiklah, aku akan datang. Untuk kerja sama atau apapun itu, suruh Donny yang bertanggung jawab. Aku hanya akan menikmati pestanya."

"Baik, Tuan. Akan saya beritahu Donny untuk mengurusnya. Saya sendiri akan mengurus persiapan tuan. Apa ada yang kurang, tuan." Jay memastikan dia melakukan dengan benar karena bosnya memang sangat kejam bagi para karyawan yang dianggapnya tidak becus.

"cukup, kau boleh pergi. Untuk masalah perusahaan kau bisa kirimkan padaku pagi ini." Bira mempersilahkan Jay untuk pergi dan dengan hormat Jay pergi meninggalkan bos besarnya disana.

sepeninggal sekretarisnya, Bira tetap duduk santai di cafe itu dan menikmati secangkir kopi paginya. Beginilah kehidupan yang Bira sukai, tenang dan damai. Tapi dia tidak tahu bahwa keputusannya akan membuat dia harus merasakan hidup yang selama ini dia hindari.

2. Tuan Liam

"Nona, maaf mengganggu presentasi anda," ucap salah satu karyawan dengan sopan menghentikan wanita yang sedang presentasi di depan orang-orang. Ingin rasanya wanita itu menghiraukan panggilan itu, tapi melihat eksperesi karyawannya yang begitu serius, ia pun menurut.

"Dengan hormat dari saya, tuan dan nyonya yang hadir pada rapat kali ini, boleh saya izin sebentar. Presentasi akan di lanjutkan oleh sekretaris saya. Saya mohon maaf atas ketidak nyamanannya, tapi mungkin kita bisa bertemu lagi di lain waktu." wanita itu turun dari podium dan tak lupa membungkuk memberi hormat kepada para hadirin yang hadir dalam rapat itu. Mereka pun membalas hormatnya, meski beberapa dari mereka kecewa dengan kejadian ini.

"katakan padaku, berita penting apa sampai kau berani mengganggu rapat bulanan perusahaan?" tanya Wanita itu setelah keluar dari ruang rapat.

"Tu,Tuan Liam menunggu anda di bawah," jawab karyawannya ketakutan karena merasa bersalah menghentikan rapat penting itu.

"Tuan Liam?!" wanita itu seketika berhenti dan diikuti oleh karyawan dibelakangnya yang kaget karena tiba-tiba berhenti. "Mau apa seketaris ayah kemari?"

"saya tidak tahu, nona. Tapi sepertinya itu penting, karena nampaknya, tuan Liam begitu terburu-buru," jelas karyawan itu sambil mengatur nafasnya agar tetap tenang karena kaget orang di depannya berhenti secara mendadak.

"Huh, bagaimana ini? apa aku melakukan kesalahan?" wanita itu berpikir sambil mondar-mandir di sana, sedangkan karyawan itu hanya menatapnya tak percaya. Dia tak percaya, wanita yang menjadi bosnya bisa terlihat gelisah seperti ini. Pasalnya bila sedang bekerja beliau begitu serius. Tidak ada pekerjaan yang tidak selesai di tangannya, itulah tanggapan para karyawan. Tapi nampaknya bosnya pun juga manusia, dia mampu gelisah dan ketakutan dihadapan orang tua.

"Sari,,, biar kau saja yang ke sana. Bilang kepada tuan Liam aku sakit, jadi tidak bisa bertemu," pinta wanita itu ketika sudah selesai memikirkan solusi masalahnya.

"Sayangnya hal tidak bisa dilakukan, nona." balas Sari kepada bosnya. Dia iba melihat kondisi bosnya dan ingin menolongnya, tapi keadaan sekarang memang hanya bisa di selesaikan bila tuan Liam tidak bertemu dengan bosnya.

"hmpth,, baiklah, aku paham. Tidak ada cara lain, selain aku bertemu dengannya." Kini wanita itu mulai melanjutkan langkah kakinya menuju tuan Liam. Dia memang tahu hanya ini satu-satunya cara agar dia bisa lepas dari tuan Liam. Tapi dia masih enggan untuk bertemu, makanya dia mencoba mencari alasan agar tidak perlu bertemu. Namun melihat eksperesi Sari, dia paham betul bahwa lari saat ini adalah tindakan yang percuma. Karena tuan Liam pasti akan mencarinya kemana pun dia pergi.

Setelah sempat ragu, wanita itu akhirnya meberanikan diri untuk menemui tuan Liam. Dia berjalan ke arah mobil hitam bermerek BMW 4 series coupe yang terparkir diluar kantornya. Belum sempat sampai di depan mobil itu, seorang pria keluar dari sana dan membungkukkan badannya lalu hormat padanya.

"Tuan Liam menyapa, Nona Muda," ucapnya sopan.

"Salam juga, Liam." balasnya dengan tenang kepada Liam yang kini sudah membuka pintu mobil memintanya untuk masuk ke dalam. Tak mau berdebat yang tidak perlu, dia pun masuk ke dalam mobil.

"mau kemana kita?" tanyanya ketika mobil sudah melaju meninggalkan kantornya.

"Tuan besar ingin bertemu dengan anda," jawab Liam, tetap fokus mengemudikan mobil tersebut.

"ada masalah apa sampai ayah mau bertemu denganku?" kini wanita itu semakin penasaran. Dia ingin memendamnya dan mengetahuinya ketika bertemu ayah, tapi dia juga takut ayah sedang marah kepadanya.

Liam melirik sebentar ke arah nona mudanya. Dan menemukan fakta bahwa nonanya sedang ketakutan. "saya tidak begitu paham, Nona muda. Tapi rasanya masalah ini cukup besar, hingga beliau memanggil anda secara mendesak. Tenanglah, Nona. Kuyakin masalah ini hanya angin lalu, beliau pasti akan langsung melupakannya."

"cih, kau berkata seperti itu karena bukan kau yang berada di posisi ini." umpat wanita itu dalam hati. Dia sangat yakin, ayahnya pasti tahu sesuatu hal yang di rahasiakannya. Namun dia binggung rahasia yang mana? apakah masalah itu? atau tentang perusahaan? Tak mau terlalu berpikir buruk, dia pun menarik nafas dalam-dalam dan merilekskan badannya agar dapat lebih tenang.

"Terimakasih, Liam. Jawabanmu sangat membantu diriku," ucap wanita itu dengan menekankan perkataannya, seolah menyindir pria di depannya.

"Sama-sama, Nona Muda. Senang bisa meringankan beban anda," balas Liam dengan senyumannya di belakang kemudi. Wanita itu menghiraukan perkataan Liam, dia hanya bisa berdoa dan berharap semoga tidak ada masalah besar yang muncul didepannya ini. Meskipun firasatnya mengatakan hal buruk akan terjadi.

3. Masuk Ke Kandang Singa

Setelah beberapa menit berjalan di kota, mobil yang mereka kendarai mulai masuk ke dalam kawasan kompleks perumahan. Lebih Tepatnya Kompleks kawasan para elit. Namun sepertinya perjalanan mereka masih cukup jauh karena tujuan mereka adalah bagunan utama yang ada di sana, yaitu mansion Biantara.

Setelah melewati beberapa rumah mewah, akhirnya mereka sampai di pos penjagaan. Para penjaga yang mengenali mobil tersebut, langsung memberikan mereka akses untuk lewat dan tak lupa memberi hormat. Mobil BMW 4 series coupe itu kemudian mulai memasuki mansion mewah keluarga Biantara. Mereka masih harus menempuh jarak sekitar 10 menit untuk dapat sampai ke bangunan utama.

Selama 10 menit perjalanan menuju bagunan utama, wanita itu terus merasa tidak nyaman. Dia terus mengubah posisi duduknya, tapi tidak ada satu pun yang membuat dia nyaman. Entah kenapa, perasaan menjadi semakin tidak enak ketika hampir sampai bangunan utama.

"Nona muda, kita sudah sampai," jelas Liam pada wanita yang sedari tadi membuat kegaduhan di kursi belakang.

"hmm,,, seperti aku ketinggalan sesuatu di kantor. Bagaimana jika aku kembali sebentar?" Kali ini wanita ini benar-benar merasa enggan untuk bertemu keluarganya.

"maaf, itu tidak bisa, nona muda. Anda sudah ditunggu tuan besar di dalam," jawab Liam yang sudah membukakan pintu mobil untuknya. Mau tak mau wanita itu menurut dan masuk ke dalam bangunan utama mansion itu.

Meski bangunan tersebut begitu besar dan luas, tapi wanita itu seperti hafal dengan letak semua ruangan di sana. Tentu dia hafal letak ruangan di sana, karena dia telah tinggal di sana kurang lebih 25 tahun. Selama itu pula tata letak ruangan tidak banyak yang berubah. Meski sudah 3 tahun meninggalkan mansion ini, baginya tidak banyak perubahan. Dan paling hanya bertambah beberapa prabot mahal yang menghiasi setiap celah mansion ini.

Pelayan di mansion ini pun cukup banyak. Terhitung puluhan pelayan bekerja yang bekerja di mansion ini, jika dihitung pelayan tetap mungkin hanya sekitar 50 orang. Mereka tersebar dengan masing-masing tugas mereka. Jadi jangan heran bila mansion tersebut begitu ramai hanya karena banyaknya pelayan yang ada di sana. Bahkan sama seperti saat wanita itu mulai memasuki bagunan utama, terhitung sudah 10 orang yang menyalaminya. Tapi di antara semua orang itu, dia belum melihat satu pun anggota keluarganya.

Setelah bertanya kepada beberapa pelayan yang lewat, akhirnya dia tahu kemana semua anggota keluarganya. Ayahnya sedang berada di ruangan kerjanya di lantai 3. Ibu dan adik perempuan sedang berada di ruang bioskop yang terletak di basement. Sedangkan adik laki-lakinya sedang pergi keluar negri. Setelah mengetahui lokasi setiap anggota keluarganya, dia memutuskan untuk langsung menuju tempat tujuannya. Tak lain adalah ke ruangan kerja ayahnya di lantai 3.

Tak perlu menunggu lama, dia sudah berdiri di depan ruangan ayahnya. Dia menatap pintu besar di depannya dan mengambil nafas panjang. Rasanya dia ingin sekali pergi dari sana, tapi sejauh apapun dia menghindar tidak akan menyelesaikan masalahnya. Jadi dengan segenap keberanian yang sudah ditumpuk olehnya, dia mengetuk pintu itu. "Halo, ayah. Ini aku Clara. Boleh aku masuk?"

Meski sudah meminta izin dari luar, tetapi tidak ada respon dari dalam ruangan tersebut. Clara mencoba mengetuk untuk kedua kalinya dan mencoba membuka pintu tersebut. Ternyata pintunya tidak di kunci, dia mendengar dua suara dari dalam.

"ayah sedang bersama siapa?" tanya Clara dalam hatinya. Dalam kesempatan ini, dia mencoba menguping pembicaraan mereka karena belum ada yang tahu bahwa dia sudah datang. Namun karena jaraknya terlalu jauh dia tidak bisa mendengar pembicaraan mereka dengan jelas, sehingga Clara semakin mendekat dirinya ke pintu dengan hati-hati.

"kau yakin dengan semua foto ini?" tanya pria yang pertama.

"Saya sangat menjamin kenyataan foto ini. Beberapa intel kami juga menyeledikinya, Tuan. Dan hasilnya sama seperti di foto," jelas pria kedua yang tak lain adalah bawahan ayahnya Clara.

Belum sempat ingin bertanya lagi, tiba-tiba ayah Clara dihentikan oleh pria tersebut. Dia memberikan isyarat kepada bosnya bahwa dia menyadari ada orang lain di luar ruangan mereka.

"Clara,,, apa itu kamu?" tanya ayah Clara mengikuti isyarat pria tersebut.

Clara yang masih menguping di depan pintu seketika terkejut. Saking terkejutnya dia sampai jatuh karena bersandar dengan pintu yang terdorong oleh dirinya sendiri.

Merasa sedikit sakit karena jatuh, Clara mengaduh pelan. Tapi seketika dia berdiri dan memberikan hormat pada kedua orang yang sedang duduk di depannya. "Salam, ayah, paman Bayu."

"Jadi itu kamu Clara, duduklah." Ayah Clara mempersilahkannya duduk. Sebelum duduk, Clara melihat sekilas beberapa foto tergeletak di atas meja. Dia hanya bisa menerka-nerka. "foto siapa itu? kenapa aku merasa begitu familiar? apakah itu aku? tapi kenapa denganku?"

Begitu banyak pertanyaan yang terlintas dalam benaknya seketika melihat foto-foto itu. Namun tak satupun yang ia ucapkan. Dia hanya membisu membiarkan kedua orang tua di depannya menatapnya intens. Hati kecilnya berkata lirih pada dirinya sendiri, "selamat kamu masuk ke kandang singa."

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!