" Bunda sedang masak apa?", Hanan merangkul pinggang Yasmin dari belakang dengan posesif.
" Nasi goreng untuk sarapan, mas mau kopi atau teh?", Tanya Yasmin lembut.
" Teh saja bun", Jawab Hanan melepas rengkuhannya pada Yasmin.
" Ini mas", Yasmin menaruh secangkir teh hangat dimaja disitu sang suami tengah asyik bermain ponselnya.
" Iya makasih bun", Tanpa melihat Yasmin Hananto berucap.
" Ini mas nasi gorengnya", Yasmin duduk mensejajarkan dengan Hanan seraya menaruh nasi goreng buatannya.
Hanan meraih dan menikmati nasi gorengnya dengan nikmat.
" Bun, bapak mau bilang jika bapak mau menikah lagi, testui ya bun, inshaAlloh bapak akan adil dengan kalian, ibu tenang saja meskipun bapak menikah lagi bapak tetap sayang dan cinta sama bunda, malah semakin sayang bun", Ujar Hananto tanpa beban, seakan masalah poligami itu hal biasa dalam hidup, padahal dia belum pernah melakukan itu, jadi belum tahu hambatan didepan bagaimana.
Deg
Hati Yasmin terasa dicabik cabik sembilu, linu begitu dalam hingga lupa menarik nafas untuk sepersekian detik, air matanya mengucur, mengalir deras membasahi pipinya.
" Tidak usah sedih bunda, percaya sama ayah, ayah hanya cinta sama bunda, dia Dewi namanya seorang janda dengan dua orang anak bun, kasihan dia butuh seorang pelindung", Lagi lagi Hanan berucap santai seakan hanya mengutarakan hendak membeli burung puaraan.
Dan lagi lagi tak ada jawaban dari bibir yang bergetar menahan tangis dan sesaknya dada Yasmin, dia bahkan sudah lrmas dan tak ada tenaga untuk mencerna ucapan yang suami.
" Ya Alloh.... hamba harus apa? Hamba harus kuat, ya Alloh kuatkan hamba, bahkan untuk berdiri saja saat ini hamba rapuh ya Alloh hiks hiks", Hati Yasmin nelangsa.
Suami yang dihormati, diladeni bagai raja, titahnya bagai sabda pandita raja tapi..... huffff
dengan mudah tanpa beban mengutarakan niat menikah lagi.
" Sudahlah bun, jangan menangis ini hanya masalah kebiasaan, nanti jika bapak sudah menikah dan kita hidup bersama akan terbiasa kok, bahkan kita akan lebih bahagia, keluarga kita jadi ramai dengan bertambahnya anggota baru yakni anak anak Dewi".
Sesak, dada Yasmin seperti diganjal batu gunung, suaminya hari ini benar benar berbeda bukan Hanan yang ia kenal selama ini, yang perhatian, penuh kelembutan dan kasih sayang, hari ini dia berubah total, bahkan seperti orang tanpa perasaan, kejam!.
Hanan berdiri untuk bergegas mandi setelah menghabiskan sepiring nasi goreng dan secangkir teh hangat, mengabaikan Yasmin yang masih terpaku dengan kepedihan hatinya.
Sekilas Hanan menatap istrinya, ada sedikit perih tapi ia abaikan, " Hanya soal waktu", dipikirnya begitu.
Dengan langkah tergesa segera ia masuk kamar mandi, bukan kamar mandi seperti di novel novel yang menyatu dengan kamar tidur ya, ini kamar mandi rakyat jelata yang berada didekat dapur dan berukuran kecil hanya 1,5 m x 2 m, seperti punya authorlah🤭, kecil tapi cukup untuk kebutuhan membersihkan badan dan yang lainnya.
Diruang tapi yang menyatu dengan ruang televisi sekaligus, Yasmin masih duduk dengan terisak, bagai mimpi tapi nyata suaminya ingin berpoligami, bagaimana kedepannya saat ini saja hidupnya pas pasan.
Hidup berumah tangga hampir empat belas tahun dengan tiga orang anak, harus dipikir tujuh keliling jika hendak membeli sesuatu diluar kebutuhan sehari hari, lha kok mau poligami, itu baru masalah materi belum menyangkut yang lainnya, kasih sayang, perhatian, waktu, keadilan, hmmm.... Yasmin menarik nafas dalam dan membuangnya perlahan.
" Ya Alloh sanggupkah hamba? Hamba harus apa?", Kembali pertanyaan itu yang hadir dibenak Yasmin.
Kepedihan hatinya tak menghilangkan akal sehat Yasmin untuk berfikir jauh kedepan, apalagi melihat tadi suaminya begitu acuh, santai tanpa beban saat mengucapkannya. Yasminpun berfikir jika memang suaminya sudah tak mencintainya lag, lantas mau apa? Tidak dicintai tapi jga tidak diceraikan, malah dipoligami.
Sementara Hanan merasa plong hati karena niatnya sudah lepas dari bibirnya, berucap untuk menikah lagi, niat yang beberapa minggu ini ingin dia utarakan pada Yasmin tapi masih ragu, takut istrinya minta cerai jika dia menyampaikan maksud ingin menikah lagi.
Sambil bersiul Hanan membasuh rambutnya sebuah botol samphoo ia tuang beberapa tetes isinya diatas telapak tangan kemudian diuraikan pada rambut dengan kedua telapak tangannya, diremas dan di pijit lembut kepalanya dengan busa yang berlimpah, dibilas hingga bersih, tak lupa diapun menggosok tubuhnya dengan sabun mandi, memastikan seluruh tubhnya bersih paripurna.
Tak lupa Hanan juga melihat dirinya dipantulan cernin kecil yang berada di kamar mandi, cermin yang nampak tak cemerlang lagi namun masih bisa untuk melihat bayangan wajahnya yang sudah segar setelah ritual mandinya.
Sebuah handuk yang terlihat mulai pudar warnanya ia gosokkan diatas kepalanya, memastikan semua air yang yang membasahi rambut dan tubuhnya terseka handuk.
Dengan sedikit tergesa Hanan keluar kar mandi menuju kamar untuk segera mengganti pakaian dan merapikan diri, benar benar seperti remaja yang tengah puber, ia Hanan seperti tengah puber kedua.
Lupa jika ada istri yang begitu cantik yang menemani berjuang hampir empat belas tahun, lupa ada tiga anak yang begitu pintar mewarnai harinya, dua anak lelaki Hasan dan Husain dan satu anak perempuan Haya.
Setelah termenung untuk beberapa saat Yasmin kini berada di liteng rumahnya, dia tengah menjemr pakaian yang tadi baru di gilas dimesin cuci.
Pikirannya terbang entah kemana, kecewa hatinya yang tadi tergores kata masih saja menyisakan keperihan dan kini angan itu sedang menerawang membayangkan kelak akan hidup dengan madu istri muda sang suami.
Lantas bagaimana dengan ketiga anaknya? Mampukan Yasmin menjelaskan dengan kata kata yang bisa dicerna dengan usia mereka. Bagaimana jika anaknya kecewa pada sang bapak? Bagaimana kejiwaan mereka jika tahu bapaknya beristri dua, akan ada ibu baru buat mereka, akan ada adik adik baru, bisakah mereka berbagi?
Apakah mereka akan menerima? Bahagia ataukah sebaliknya? Oh, ya Alloh, Yasmin menhela nafas panjang, saat ditarik nafas panjang didadanya terasa di tusuk, sakit.
" Bunda ayah berangkat dulu", Panggilan Hanan sang suami membutarkan lamunan Yasmin.
Tanpa menjawab Yasmin turun ke bawah ke rang tamu fimana sang suami telah bersiap untuk berangkat kerja.
Diulurkannya tangan Yasmin untuk menyalami sang suami, tak ada senyum seperti pagi hari sebelum sebelumnya, tak ada ucapan apapun dari mulut munggil Yasmin hanya sebuah ciuman sekilas dipunggung tangan Hanan.
Hanan mengkertkan kening mendapati reaksi sang istri yang nampak terlihat sedih, namun Hanan kembali berpikir, " Hanya soal waktu, nanti juga akan baik sendiri".
Hanan yakin dirinya bisa adil baik secara materi maupun kasih sayang dan perhatian, poligami itu ibadah tidak akan ada masalah, dipikirnya begitu mudah.
Bersambung......
Setelah kepergian Hanan, Yasmin kemudian ambil air wudhu dan melaksanakan dhuha, dalam doa setelahnya dia menumpahkan segala sakitnya pada sang khaliq.
Sementara Hanan kerja dengan penuh semangat, ganjalan dalam hati yang menjadi beban beberapa waktu ini, kini sudah terlepas, tinggal berencana menyiapkan diri untuk segera menikahi Dewi sang janda pujaan hati.
Dalam angan Hanan sudah terbayang betapa ia akan sangat beruntung bisa mempunyai dua istri yang satu cantik, kalem, lemah lembut namun punya otak berlian sementara sang calon istri mudanya wanita yang pandai bergaul, ramah, bisa membangkitkan suasana dan cantik tentu saja bahkan menurut Hanan Dewi itu bohai.
Senyum senyum sendiri, baru membayangkan saja Hanan sudah segila itu, apalagi jika sudah resmi menikahi Dewi tentu dia akan sangat bahagia.
" Wah.... aku kudu banyak olah raga mulai sekarang, harus mempersiapkan diri supaya lebih sehat dan kuat", Gumamnya, seraya menoleh kanan kiri pada pangkal lengannya.
Seakan Hanan lupa bagaimana reaksi anak anaknya jika ia menikah, tak terpikir sedikitpun dalam benaknya yang tengah dipenuhi ***** dan angan yang belum jelas.
Entahlah Hanan lelaki yang baik untuk keluarganya bisa berubah seperti itu, apakah karena ia sedang puber kedua atau memang selama ini ada sisi lain didirinya yang belum terlihat oleh Yasmin.
Kusak kusuk dikantor Hananpun sebetulnya mulai ada, Ya, Hanan bekerja menjadi guru sekolah Dasar, selain saat ini menjadi wali kelas 4 disekolah tempat ia mengabdi, dia juga mengajar mata pelajaran olah raga.
Hanan jatuh cinta dengan ibu dari muridnya, Dewi namanya seorang janda yang baru saja di tinggal mati oleh suaminya.
Awalnya hanya biasa tetapi setelah pertemuan secara intens dua bulan lalu saat pengambilan raport semester, mereka berbincang mengenai perkembangan Zidan anak bu Dewi, yakni murid Hanan setelah ditinggal oleh bapaknya.
Berawal dari situlah pertemuan itu semakin sering, dan bu Dewi sering memberikan makanan atau sekedar minuman kemasan untuk pak Hanan jika selesai mengajar olah raga.
Ternyata pak Hanan pun sering memperhatikan bu Dewi yang suka berpakaian jilbob, bemper bu Dewi yang besar serta pipi yang cabi dan lesung pipi yang terlihat jika sedang tersenyum memikat pak Hanan hingga hatinya terjerat begitu erat.
" Ada keinginan untuk menikah lagi bu setelah ditinggal bapak?", Tanya pak Hanan ragu ragu pada suatu hari pada bu Dewi, wanita yang berusia 32 tahun itu.
" Ya iya lah pak, saya tidak suka hidup menjanda, suka digosipin tetangga, risih jika hendak pergi jauh sendirian", Jawab bu Dewi sedikit manja.
" Kenapa? Bapak berencana poligami?", Ujar bu Dewi manja dengan senyum manis nan menggoda.
" Ah, ti-tidak bu, anak saya sudah tiga", Jawab Hanan mengalihkan pandangan.
" oh, kirain.... Kalau ada niatan saya bersedia lho pak jadi istri kedua bapak, dinikah siri juga ga papa", Ujar bu Dewi dibuat lebih manja lagi.
Hanan langsung melongo, menyesal tadi menjawab tidak, " kenapa tidak jujur saja tadi ya", Ujarnya penuh penyesalan dalam hati.
" Yakin pak tidak berminat poligami?", Goda bu Dewi manja.
" Bu, gaji saya tidak seberapa, anak saya tiga, istri saya hanya ibu rumah tangga biasa, apa ada wanita yang mau jika saya ajak menjalani poligami?", Ujar Hanan seperti pertanyaan untuk bu Dewi.
" Mungkin ada lah pak, bapak masih terlihat muda dan gagah, ", Ujar bu Dewi sebelum akhirnya ia pergi setelah pamit pada Hanan karena puttinya sudah keluar dari kelas dan merengek minta jajan.
Berawal obrolan itulah rasa percaya diri Hanan melambung, menjadi sering olah raga, merawat diri, bahkan rajin sekali mandi, yang dulu jika mau berangkat ke sekolah ia biasa saja sekarang lebih rapi, sepatu yang biasa disemir jika hari libur saja sekarang hampir setiap hendak dipakai harus kilap, rambutnya pun di pangkas ala ala anak muda, dengan model samping kanan kiri lebih tipis dan disisakan bagian atas lebih panjang dan tebal, dibelakang juga di model ada bentuk segi tiga, terlihat lebih keren sih memang tapi berlebihan untuk pria berusia 40 tahun itu.
Bu Dewi pun suka curi curi waktu untuk bertemu pak Janan jika mengantar putranya kekelas.
Awalnya hubungan mereka itu sangat biasa, formal seperti wali murid dan guru pada umumnya. Tetapi tepat pas ada kegiatan piknik untuk kelas 4-6 dan orang tua murid diperbolehkan ikut jika mau mendampingi anaknya, nah disitulah hubungan mereka menjadi salah.
Keadaan bu Dewi yang mabuk perjalanan yang membuat semakin dekat diantara keduanya.
Didalam bis yang mereka tumpangi kebetulan hanya ada dua guru perempuan dan satu guru lelaki yakni pak Hanan.
Satu guru yang perempuan sudah sepuh dan suka gampang pusing jika diatas kendaraan dan yang satunya tengah hamil.
Maka pak Hanan lah yang menjadi pelayan untuk mereka semua, terutama murid murid yang mabuk perjalanan.
Bu Dewi pun rupanya begitu, mengalami sedikit pusing, mungkin karena semalam dia kurang tidur, dirinya yang seorang janda membuatnya harus kerja ekstra untuk menghidupi kedua anaknya. Jualan on line dan cukup ramai membuat dia harus packing hingga di atas jam satu malam.
" Maaf bu, saya bantu gosokin minyak anginnya sini", Ujar pak Hanan yang melihat bu Dewi lemas bersandar di jok tempat duduk.
Bu Dewi yang memang pusingpun pasrah ketika pak Hanan membuka sedikit penutup kepalanya yang menjuntau di pundaknya. Disingkapnya perlahan, dan memperlihatkan pundak bu Dewi yang bersih dan mulus membuat lak Hanan sedikit bereaksi.
" Sudah pak terima kasih", Ujar bu dewi masih dengan memejamkan matanya.
" Di hirup saja bu supaya bisa rileks, terus kalau bisa ibu tidur saja biar pas nanti sampai sudah segar kembali", Ujar pak Hanan memperbaiki kerudung bu Dewi.
" Iya pak, tetima kasih".Ujar bu Dewi tidak enak jika niatnya ikut piknik karena mau mendampingi putranya malah jadi merepotkan guru dari putranya tersebut.
Pak Hanan pun kembali berjalan maju untuk memastikan semua penumpang dalam kondisi baik tidak ada yang mabuk kendaraan lagi.
" Ada yang pusing? Kalau ada bilang sama bapak ya, terus ini plastik buat yang suka mabuk perjalanan, dipegang jika sewaktu waktu ingin keluar langsung buka biar tidak mengotori area duduk kalian, kasihan nanti teman kalian yang duduk disebelahnya bisa ikut mabuk juga karena mencium aromanya", Ujar pak Hanan matanya memperhatikan anak didiknya satu persatu untuk melihat siapa yang tunjuk tangan untuk dibagi plastik.
" Ibu, ibu pusing tidak?", Tanya pak Hanan pada rekan kerjanya yakni bu Tini, guru yang sudah sepuh.
" Wah, ibu mah kuat apalagi jika sambil karaoke", Jawabnya terkekeh.
Bersambung......
" Ibu itu wanita kuat pak, apalagi piknik begini beliau sangat menikmati makanya awet muda, iya kan bu", Ujar bu guru yang duduk disebelah bu Tini yang tengah hamil.
" Iya, hidup ini harus bahagia biar sehat senantiasa", Jawab bu Tini senang.
" Iya lah, ibu Tini itu ibu bagi kita semua jadi semua rekan kerja dan murid murid selalu mendoakan kesehatan ibu, ayo bu kita karaoke", Pak Hanan minta pada kernet untuk menyiapkan layar dan juga mix.
Perjalanan yang menyenangkan dipagi hari dengan udara yang segar membuat murid murid sudah tidak sabar ingin sampai tempat tujuan.
Pukul sembilan lebih dua puluh lima menit rombongan yang terdiri dari 7 bis sampai tempat tujuan wisata. Sebuah tempat wisata edokasi yang sangat nyaman untuk bermain anak anak dan orang tua.
Kebetulan juga pak Hanan menjadi ketua regu untuk murid murid dan didalamnya ada Zidan sebagai anggota regu dari kelompok pak Hanan, membuat bu Dewi dan pak Hanan bersama terus dalam satu rombongan.
Nah kondisi itu membuat mereka terlihat sangat akrab seharian.
Keakraban yang tercipta hari itulah yang akhirnya membutakan mata hati pak Hanan untuk nekad berpoligami.
Bu Dewi yang cukup jauh lebih muda dari usianya yakni berbeda delapan tahun, bu Dewi yang ceria pembawaannya, latah dan heboh, disitu pak Hanan seperti menemukan dunianya yang lain padahal dikantor guru guru yang lain juga banyak yang ramah dan heboh namun entah apa pak Hanan bisa intens memperhatikan bu Dewi, ataukah karena bu Dewi yang merupakan seorang janda? Entahlah!.
Di rumah dia memiliki seorang istri yang cantik, sopan, lemah lembut, kalen namun sangat pintar, iya istri pak Hanan bu Yasmin dia dikaruniai akal berlian saat sekolah dulu, bahkan beliau seorang sarjana matematika.
Namun pendidikannya itu kini tak terpakai karena pak Hanan tidak memperbolehkan istrinya kerja, dan bu Yasmin yang sangat baik pun hanya bisa patuh pada suami.
Ketika pak Hanan ijin untuk menikah lagi, disinilah bu Yasmin merasa sangat sakit luar biasa, pengorbanannya melepas jabatan di sebuah perusahaan BUMN dulu, waktu masih baru punya anak satu yakni Hasan ia tinggalkan demi kemauan sang suami, tapi nyatanya belum genab empat belas tahun menikah kini pak Hanan sudah mau menduakannya.
Ratapan seorang istri yang hidup pas pasan dan bergantung hanya pada gaji kerja suami ketika dimintai ijin suami hendak poligami itu mungkin lebih menyesakkan dada dibanding ditinggal mati.
Jika suami kaya mungkin masih bisa menghibur diri dengan jalan jalan, makan atau hang out bersama teman atau shoping atau sekedar nongkrong dikafe atau mungkin mencari kegiatan lain seperti kursus untuk menambah ketrampilan lha ini, jangankan untuk melakukan semua itu, untuk bertahan hingga tanggal gajian ke bulan berikutnya juga harus ekstra mikir dan harus menggunakan ilmu matematikanya dengan baik dan teliti
Seharusnya yang punya fikiran itu seharusnya Hanan bukan Yasmin, tetapi nyatanya Yasminlah yang berfikir seperti itu, karena Yasminlah akuntan didalam rumah tangga mereka, Hanan tahunya memberikan jatah gaji pada istrinya untuk memenuhi semua kebutuhan rumah tangga mereka.
Tapi saat ini Hanan lupa berfikir kesana, hati dan pikirannya sedang dipenuhi bunga yang sedang bermekaran, lupa jika saat hendak mengisi bahan bakar untuk motor metiknya saja dia terkadang harus berbagi dengan uang jatah makan atau uang jajan anak.
Dunianya terasa indah dengan hadirnya Dewi yang semakin dekat dan bersedia menjadi istri madunya.
Dewipun lupa, tidak berpikir ulang untuk menerima Hanan, dia untuk saat ini merasa Hanan bisa membagi waktu untuknya, belum berpikir tentang materi, Dewi pikir tidak masalah toh dia juga bisa kok cari uang sendiri dari jualan online meski tak seberapa.
Dewi mengabaikan lamaran seorang Rendi, yang merupakan mantannya di sekolahnya dulu saat sekolah menengah pertama. Dewi tak melirik lelaki berkulit coklat, kekar itu walau tingginya hanya sepantar dirinya itu, Dewi merasa lebih terhormat menjadi istri siri Hanan yang seorang PNS, guru sekolah dasar.
Menurut Dewi Rendi hanya seorang supir OJOL, Dewi malu menjadi istri seorang ojol meski status Rendi adalah duda beranak satu, tapi Dewi tetap memilih pak Hanan yang usianya jauh dari Rendy, Hanan lebih matang.
" Wi, aku serius mau ngelamar kamu, bahkan kakak kamu juga sudah setuju, tinggal restu dari kedua orang tua mu Wi, kita sama sama janda dan duda ditinggal mati, Aku rasa aku mampu menghidupi kita berlima Wi, lagian selain menjadi supir Ojol aku juga punya usaha Wi, jualan gas dan galon isi ulang", Rendi mengiba pada cinta pertamanya itu, berharap masih ada kesempatan kedua setelah dulu mereka tak berjodoh.
" Hiisttt.... Dulu saja waktu masih bujang aku ogah apalagi sekarang!", Ketus Dewi.
Iya dulu mereka putus karena Dewi banyak yang naksir, sehingga Rendi kalah saingan, Dewi memilih yang lebih tampan seperti halnya sekarang meski Hanan sudah lebih tua tapi secara fisik Hanan pemenangnya, Hanan berperawakan bersih, tinggi, badannya bagus, karismatik pula.
Dewi masih seperti ABG yang segala sesuatu masih dilihat dari fisik, tidak berfikir logika. Logikanya dari pada dengan suami orang dan jadi pelakor lebih baik dengan yang single, tidak ada sangkutan dengan wanita lain, dan meskipun Hanan seorang pegawai belum tentu uangnya lebih banyak dari Rendi, itulah mungkin kesalahan awal Dewi saat ini.
Terkadang orang melihat dari segi kecenya, berpikir jika punya suami rapih, klimis dan perlente kehormatannya akan naik, padahal kalau orang melihat dari usaha ya tentu lebih memilih Rendi, meski tidak serapi seperti pegawai tetapi kadang seorang yang hanya jualan dipasar bisa mendapatkan hasil jauh lebih besar dari seorang pegawai, tetapi mungkin secara derajat orang akan lain memperlakukan mereka, itulah kehormatan jika dilihat dari bungkusnya bukan isinya.
Dewi keblinger, hanya memandang penampilan Hanan yang terlihat rapi dan lebih ganteng. Tidak berpikir akan ada, minimal 4 hati yang dia sakiti.
" Pikirin lagi Wi, dari pada jadi pelakor lebih baik jadi istri Rendi satu satunya tidak akan ada yang kamu sakiti", Ujar kakak Dewi saat itu.
" Jangan sok tahu, istri mas Hanan sudah ngijinin, lagian mas Hanan itu orang bijak dan bisa berbagi secara adil kok", Jawab Dewi menjamin sesuatu yang belum terjadi.
" Kamu yakin Wi? Kamu ga takut dipoyok tetangga, atau anak anak pak Hanan tidak akan sedih jika bapaknya nikah lagi, punya istri dua? Lebih baik kamu fikir Wi, jangan karena ***** sementara kamu jadi merasa semua akan baik baik saja padahal jelas yang kalian lakukan itu kurang terpuji", Imbuh kakak Dewi, namun Dewi tak bergeming.
Bersambung......
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!