"Selamat ulang tahun.. Selamat ulang tahun.."
Semua orang bernyanyi untuk ku di ulang tahun ku yang baru menginjak 4 tahun. Ada senang, kemudian ada juga sedih yang ku rasakan. Mengingat dengan kondisi keluarga ku yang sempat untuk merayakan ulang tahun ku dan mengajak semua teman yang ku kenal. Saat itu, aku masih kanak-kanak dan belum mengerti apa-apa. Semua mata tertuju pada ku dan aku pun merasa ada hal yang aneh yang sedang mereka lihat.
Aku berjalan pelan menuju ruang kelas ku. Yaps! aku masih duduk di bangku Taman Kanak-kanak. Hari ini adalah hari pembagian hasil ujian akhir. Aku merasa ada yang aneh dengan mereka semua yang terus menerus memperhatikan ku secara tidak wajar. Tapi aku hanya menganggap semua itu angin lalu. Aku bergegas pulang bersama dengan Ibu ku.
Sesampainya di rumah, Aku pun mendapat perlakuan yang sama dari Ayah ku. Ia memandang ku dengan tatapan sinis. dan aku hanya diam tidak bisa berkata apapun. Sebenarnya, tidak ada rasa takut di dalam hati ku. Hanya saja mereka semua bersikap aneh sekali hari ini. Ibu ku mengeluarkan hasil laporan ujian ku semester ini.
"Happ.." Tiba-tiba Ayah memeluk ku dengan kencang. Aku sampai kaget dan tidak bisa bernafas selama kurang lebih 5 detik. Aku makin bingung dengan semua ini. Apa yang sebenarnya terjadi.
"Ayah bangga sama kamu nak." Ucap Ayah. Aku semakin di buat penasaran olehnya.
"Ayah kenapa? Ada apa sama Ara?" Tanya ku dengan nada menggemaskan. Bersikap seolah tidak terjadi apa-apa.
"Kamu.. Kamu Lulus dengan nilai terbaik Ra! dan kamu boleh langsung melanjutkan ke tingkat Sekolah Dasar dengan mudah."
Jadi sekarang aku tahu penyebabnya! Mereka semua mungkin saja bingung dan tidak senang dengan hasil pencapaian yang ku dapatkan. karena kalau di fikir kembali, aku baru saja masuk 1 tahun dan langsung melanjutkan Sekolah Dasar di umur ku yang baru 4 tahun. itu sungguh keajaiban menurut ku. Pantas saja mereka tidak senang.
"Tapi yah.."
-To be continued-
"Tapi yah.. kenapa mereka semua keliatannya gak senang sama Ara? apa yang harus Ara lakuin Yah?" Tanya ku dengan penuh rasa bingung. Ayah hanya terdiam sembari tersenyum dengan pertanyaan yang aku berikan kepadanya. Ia pun langsung berlalu pergi meninggalkan aku seorang diri.
"Ada apa ya?" Tanya ku dengan penuh rasa heran.
*****
Kini, aku sudah duduk di bangku sekolah dasar kelas 1. Aku sungguh tidak menyangka! Kenapa aku bisa secepat ini meninggalkan teman-teman ku yang lain? Lalu, mengapa Ayah dan Ibu ku menyekolahkan ku di tempat yang jauh dari mereka semua. Kenapa??
"Aku kan jadi gak bisa main sama mereka." Gumam ku sebal. Aku berjalan menuju kelas ku. Hari ini adalah minggu ke-2 aku belajar di sekolah ini. Tidak ada kesulitan yang berarti. Aku sangat senang meskipun hanya di depan mereka saja. Aku banyak berkenalan dengan teman-teman lain. Mereka itu sungguh unik. Aku sampai tidak tahan dengan sikap mereka semua. Aku pun duduk di sebelah teman baru ku. namanya Hiruka.
"Hai" Sapa ku dengan penuh kehangatan. Ia hanya tersenyum kemudian melanjutkan aktivitasnya yang sedang mewarnai sebuah gambar.
"Wah. bagus banget. Aku mau lihat boleh?" Tanya ku. Ia mengangguk malu. Kemudian kami pun mewarnai bersama-sama disela jam istirahat pertama. Ternyata, aku sangat menyukai hal ini.
"Ini mengasyikan!" Lirih ku sembari terus memberikan warna kepada gambar yang telah aku warnai sebelumnya.
"Ih kamu jangan pake pensil warna aku. nanti rusak." Ucapnya yang sedikit bernada membentak. Namun, karena terlalu asyik, aku tidak menghiraukan semua yang ia ucapkan. Aku terus saja mewarnai dan tanpa sadar aku memaksa Hiruka.
"Sini aku pinjem." Pinta ku sembari menarik paksa pensil warna milik Hiruka.
"Jangan!"
"Pinjem dong!"
"Ih nanti rusak!" Ia masih tetap berpegang pada ucapannya yang pertama. ia masih tetap tidak memperbolehkan ku meminjam alat mewarnai yang dia punya. Terjadi aksi tarik menarik antara aku dan dia. Berhubung tubuh ku lebih besar dan kuat, ia tak mampu menandingi ku.
"Takkk..." Pensil warna pun terlempar dan Hiruka pun menangis dengan kencangnya. Ibu nya Hiruka yang ternyata adalah wali kelas ku tiba-tiba datang menghampiri kami. Ia dengan sergap langsung mendekap Hiruka dan mendengarkan keluh kesah Hiruka.
"Kenapa Ka? Kamu kok nangis?"
"Ma dia ngerusakin pensil warna aku. Tadi kita tarik-tarikan dan terus hilang gak tau kemana."
Aku tidak tahu apa yang sudah terjadi. Bagaimana bisa aku yang seperti ini bisa mematahkan pensil warna yang terkenal mahalnya dan kualitasnya yang tidak mudah patah itu? Ada rasa bersalah ku sedikit terhadap Hiruka dan Ibu nya. Namun mungkin Ibunya Hiruka fikir 'Wajar. namanya juga anak-anak' , jadi aku tidak begitu terlalu dimarahi dengannya. Tapi apapun yang ku lakukan, pasti semua orang tidak menyukai ku. Aku sungguh tersiksa dengan sifat ku yang seperti ini. Aku pun tidak tahu kenapa aku bisa memiliki sifat seperti ini. Apa mungkin... turunan dari Ayah ku? Entahlah~
Mentari menyapa, pagi pun telah tiba. Aku sudah duduk di bangku kelas 2 Sekolah Dasar. Hari-hari sudah ku lewati dengan susah payah. Aku merasa diri ku bukan seperti anak-anak pada umumnya. Aku mencoba merubah jalan hidup ku. Aku berusaha menjadi layaknya anak-anak pada umumnya. Tidak pernah mengerjakan PR, tidak pernah belajar sebelum mengerjakan ujian, selalu di hukum berdiri di depan kelas, aku pun tidak dapat menerima pelajaran dengan baik dan benar. Aku sudah kehilangan Kecerdasan ku yang menyebabkan ku dapat naik ke kelas 1 SD dengan begitu singkat.
"Apa-apan ini? Peringkat akhir? kamu ini gimana si Ra? Kamu ngecewain Ayah!" Bentak Ayah. Aku merasa sangat sedih ketika Ayah mengucap kata tersebut. di sisi lain, aku merasa, aku sama dengan anak lain pada umumnya.
"Pokoknya, mulai sekarang, kamu harus baca perkalian 10x balik sehabis Sholat. dan 5x balik sebelum tidur!" Lanjut ayah. aku merasa saat itu, aku sedang berada di ambang masalah. dengan pemikiran ku yang tidak jelas ini, malah membawa ku kedalam penyesalan ini karena sudah terlambat menguasai materi yang di ajarkan.
Sore ini, Ayah memesan sebuah lemari untuk menaruh beberapa buku dan baju yang berserakan. Aku ikut dengan ayah dan ibu untuk memesannya kemudian Ayah meminta Abang tukang Becak untuk mengantarkannya kerumah ku. Aku dan adik ku, Shikamaru, menyusul Abang Becak ke depan gang rumah ku.
"TSETTTTT..."
Bayangan itu muncul! aku melihat sebuah film pendek di hadapan ku. aku tidak tahu, mengapa di hadapan ku tersetel film pendek yang menakutkan. Seperti sedang menonton bioskop. Aku mengucek cepat kedua mata ku.
'Apa itu tadi?' Tanya ku dalam hati. Aku merasa kebingungan dengan yang barusan aku lihat.
'Aku ngeliat tukang becak...'
"BRAKKK...."
Tukang becak yang mengangkut lemari ku itu jatuh dari turunan depan gang rumah ku. Ia terperosot ke atas tanah lapang disamping turunan gang rumah ku. Tanpa berfikir panjang, aku langsung memanggil Ayah ku dan Ayah segera menolong tukang becak itu.
'Tadi aku kenapa yaa?' Batin ku masih bergejolak tentang rasa penasaran yang mendalam tentang apa yang aku rasakan barusan. Ayah, apakah dia percaya pada ku jika aku menceritakan ini padanya?
Aku bergegas pulang ke rumah dan segera melihat lemari baru yang sudah Ayah pesankan untuk ku. Aku bersikap seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Aku tidak yakin kalau Ayah akan percaya dengan perkataan anak kecil seperti ku. Pasti mereka para orang dewasa tidak akan percaya. Hari sudah semakin larut, aku harus segera bergegas untuk tidur dan bangun pagi-pagi untuk memulai hari di sekolah besok.
*****
Kelas 3 Sekolah Dasar. aku sudah menginjak usia 7 tahun. Aku senang sekali karena sebentar lagi, Aku akan mendapatkan Adik lagi. Ibu sedang hamil anak ke-4 . Aku fikir, Itu adalah adik Bungsu ku. Aku sangat senang sekali. ya meskipun aku tidak pernah mengeskpresikan kebahagiaan diri ku ini.
Suatu pagi di balkon Kamar, Aku yang sedang melepas seragam merah putih ku, langsung menghampiri Ibu yang sedang bersenda gurau dengan Shikamaru. Aku perlahan mendekat dan mengelus Perut buncit Ibu.
"Shika seneng gak punya adik lagi?" Tanya Ibu kepada Adik ku yang masih berusia 5 Tahun itu. Aku memperhatikan Shika dengan seksama.
"Seneng." Jawab Shika dengan singkat. Aku melihat ekspresi Shika yang tampak ada kekecewaan sedikit di dalamnya. Aku faham kondisinya. Tapi aku tidak mau gegabah. itu mungkin karena aku terlalu dalam ikut campur masalah perasaan Shika.
"Aku ke kamar dulu ya Bu." Gumam Shika. Ibu meng-iyakan ucapan Shika. Aku pun kembali ke kamar ku. melewati kamar Shika, Aku mendapatkan sesuatu.
"Ibu.."
-To be continued-
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!