NovelToon NovelToon

Cinta Untuk Dia

Terlambat

Seperti hari sebelumnya, pagi ini Amel terlambat lagi datang ke sekolah. Jarak antara sekolah dengan kosnya sangat jauh. Dia berencana pindah kos hari ini supaya tidak terlambat setiap hari.

Amel sudah mendapatkan ultimatum dari wali kelasnya, bahwa jika bulan ini masih terlambat, Amel akan mendapatkan hukum membersihkan seluruh sekolah selama seminggu. Beruntung Amel sudah mendapatkan kos dekat dengan sekolahnya. Cukup berjalan kaki selama sepuluh menit jadi tidak mungkin terlambat lagi.

Amel berjalan dengan cepat masuk melewati lorong sekolah. Suasana sekolah sudah sepi. Semua murid sudah berada di kelas mereka masing-masing. Amel mempercepat langkahnya. Tiba di dekat tangga sekolah, Amel berbelok ke kiri dan.....

"Buuuuugghhh." Amel tidak sengaja menabrak seseorang hingga ia terjatuh.

"Maaf... maaf gue enggak sengaja."

Amel segera meminta maaf dan berdiri sambil menunduk membersihkan pakaiannya tanpa melihat siapa yang dia tabrak.

Tidak ada jawaban apapun dari orang tersebut, Amel pun mengangkat kepala untuk melihat siapa orang yang ditabraknya. Terlihat sosok laki-laki tampan, putih, mata sipit, tinggi 180 CM, mengenakan kemeja putih, celana hitam dan membawa jas di tangannya.

Pria tersebut sedang menatap datar kepada Amel. Tidak ada senyum sama sekali dari laki-laki itu. Dia justru terus memandangi Amel tanpa berkedip dan sempat hening beberapa saat.

"Van ayoook, kok bengong?" teriak seorang wanita yang membuat laki-laki itu menoleh ke wanita cantik yang tadi memanggilnya.

"Hhhmm," gumam laki-laki itu. Sebelum laki-laki itu pergi, dia sempat menatap Amel sebentar lalu berjalan menyusul wanita itu.

Amel yang merasa heran dengan orang itu, seketika bertanya-tanya. "Siapa laki-laki itu? Gue belum pernah ngelihat orang itu sebelumnya."

Amel terus menatap ke arah pria dan wanita itu. Terlihat mereka berdua sudah berjalan menjauh. Amel pun berbalik dan melanjutkan jalan menuju kelasnya.

"Amelia Putriii..! Kamu telat lagi..!" teriak seseorang dari belakang, Amel pun berhenti.

Belum sampai di kelasnya, dia sudah dikagetkan dengan suara nyaring dari belakangnya. Amel segera berbalik. Amel sudah hapal dengan suara nyaring itu, ibu Ratna adalah wali kelas Amel yang memanggilnya tadi. Bu Ratna berjalan menghampiri Amel dan berdiri tepat di depannya.

Amel pun segera menjawab, "Maaf bu, tadi di jalan macet banget jadi saya telat deh." Amel tersenyum lebar menampilkan deretan gigi putihnya.

Bu Ratna menatap Amel dengan marah. "Saya tidak terima alasan apapun! Kamu ingetkan apa yang Ibu bilang kalau kamu telat lagi?"

Amel yang ditatap marah oleh bu Ratna, hanya bisa menunduk dan menjawab dengan lesu, "Iya bu saya ingat. Saya janji besok tidak telat lagi."

"Baik, ini terakhir kali nya kamu telat, sudah masuk kelas sana!" Bu Ratna menunjuk ke arah kelas 11 IPA 1 setelah itu berjalan meninggalkan Amel menuju ruang guru.

Amel berjalan lemas menuju kelasnya. Teman sekelasnya sudah berada di kelas semua. Mereka tidak menggubris kedatangan Amel yang terlambat karena menurut mereka itu sudah biasa. Suasana kelas ramai ada yang baca buku, menulis, ngobrol sambil tertawa ada yang berteriak, bernyanyi, duduk di meja, maen game, dandan, dan banyak lagi.

Amel berjalan menuju mejanya dan langsung ditarik duduk dibangku paling belakang oleh ketiga sahabatnya, yaitu Olive, Bela, dan Lisa.

Mereka dipertemukan saat pertama kali masuk sekolah di kelas 10, di kelas yang sama dengan Amel. Sejak saat itu, mereka dekat dan jadi sahabat. Sekarang pun mereka masih sekelas yaitu 11 IPA 1 yang dikenal dengan murid nya yang cerdas. Kelas 11 dibagi menjadi 6 kelas, yaitu 2 kelas jurusan IPA dan 4 kelas jurusan IPS.

Amel berasal dari kampung dan sedang menuntut ilmu di kota. Tanpa sanak saudara mengharuskannya tinggal sendirian jauh dari keluarganya. Amel anak pertama dari dua bersaudara  Adiknya tinggal bersama ibunya di kampung.

Orang tua Amel sudah berpisah sejak dia kecil, Amel pun tidak tahu alasan kenapa orang tuanya berpisah. Yang dia tahu, ibunya yg selama ini menghidupi dia dan adiknya sampai saat ini sebagai orang tua tunggal.

Beruntung ibunya memiliki warisan dari nenek dan kakeknya sehingga bisa untuk menghidupi kedua anaknya. Ibunya berharap kelak kedua anaknya bisa sukses. Amel sebenarnya anak yang ceria, ramah, tapi jika belum kenal terkesan cuek dan jutek tapi hatinya baik.

"Hhhuuufff." Amel yang lelah seketika menghela napas panjang.

Gadis rambut panjang, hidung mancung, alis tebal, kulit putih, mata kecil, dengan wajah yang memerah dan sedikit keringat membuatnya makin cantik. Walaupun tidak secantik Bela dan Olive, tapi entah kenapa Amel mempunyai aura yang berbeda. Lebih menarik dibandingkan ketiga temannya. Wajahnya tidak membuat bosan.

Ketiga sahabanya menatap iba Amel saat melihat wajah lesunya. "Lo kenapa, Mel?" tanya Bela. Gadis cantik, badan langsing, putih, dan rambut hitam panjang.

"Lo dimarahin bu Ratna lagi, Mel?" Kali ini Olive yang bertanya. Gadis cantik, rambut sebahu, tinggi, dan sedikit berisi.

Sebenernya di antara mereka, Belalah yang paling cantik. Hanya saja, Bela tidak suka berdandan, tidak seperti Olive. Penampilan Olive lebih modis dan lebih percaya diri sehingga membuat Olive lebih menonjol dibandingkan dengan yang lainnya.

Amel menatap Olive dan mengangguk lemah. "Makanya hari ini gue mau pindah kos, biar gue nggak telat lagi."

"Uda dapet kosnya?" tanya Bela lagi.

"Udaah Bel, pulang sekolah gue mau pindahan," jawab Amel lesu

"Ya udah nanti kita bantuin buat pindahan," timpal Lisa, diangguki ketiga sahabatnya.

Amel menatap semua sahabatnya. "Nggak usah deh, gue sendirian aja, barang gue juga cuma dikit."

"Beneran nggak mau dibantuin?" tanya Lisa. Gadis imut yang cenderung pendiem, polos, dan baik. Di antara semua temannya, Lisa yang paling peduli terhadap teman walaupun terkadang lemot.

"Beneran Lis, besok aja pada dateng ke kos gue, bantuin rapi-rapi kos baru gue," jawab Amel lagi.

"Siiap bos," ucap para sahabatnya serempak.

Tidak lama berselang, guru masuk dan pelajaran pun dimulai.

"Kriiiiiing." Bunyi bel, tanda waktunya istirahat.

"Kantin yuk gaes," ajak Olive.

"Yuuuuk, gue juga uda laper banget, belum sempet sarapan tadi pagi," ucap Amel seraya berjalan keluar kelas menuju kantin bersama dengan ketiga sahabatnya.

Mereka berjalan di koridor sekolah menuju kantin sekolah. Suasana kantin yang ramai membuat mereka pun celingak-celinguk untuk mencari bangku yang kosong.

"Gaes disini aja!" panggil Olive seraya melambaikan tangan mengajak sahabatnya duduk.

Ketiga sahabat menoleh ke arah suara Olive yang terdengar dari arah belakang paling pojok yang ada di kantin. Mereka berjalan melewati beberapa siswa lain yang sedang makan.

"Mau makan apa gaes?" tanya Bela sembari menatap para sahabatnya yang baru saja duduk, "tenang gue traktir hari ini," lanjut Bela seraya tersenyum lebar.

Di antara ketiga sahabatnya, Bela memang berasal dari keluarga yang berkecukupan dan bisa dibilang anak orang kaya. Ayahnya bekerja di salah satu bank terbesar di Indonesia sebagai Direktur membuat Bela sering mentraktir teman-temannya.

"Banyak uang nih kayaknya, habis ngerampok di mana, Bel?" canda Amel.

Bela memajukan bibirnya seraya berkata, "Enak aja ngerampok, habis ngepet gue tadi malem. Hasilnya banyak, jadi gue bagi-bagi rejeki sama kalian."

"Emang lo nggak dikasih uang jajan sama ortu lo Bel sampai harus ngepet?" tanya Lisa dengan polosnya.

"Dikasihlah Lis, banyak malah," jawab Bela cuek.

"Terus ngapain lo ngepet kalau udah di kasih uang jajan banyak?" tanya Lisa lagi.

"LISAAA...!!" teriak ketiga sahabatnya.

"Kenapa? Gue cantik ya?" tanya Lisa tanpa dosa sambil tersenyum.

Olive geleng-geleng dengan tingkah Lisa. "Ternyata lemot sama bodoh itu beda tipis gaes."

Bela kemudian berdiri. "Udaah, nggak usah ngeladenin Lisa. Keburu bel masuk. Pada mau pesen apa?"

"Gue mie ayam," ucap Amel cepat.

"Gue soto aja deh, Bel," pinta Olive.

Bela beralih pada Lisa. "Lo mau apa Lis..?" tatap Bela menunggu jawaban Lisa.

"Samain aja deh sama Olive," jawab Lisa tersenyum.

"Okeee." Bela berjalan meninggalkan mereka.

Setelah memesan makanan, Lisa kembali ke tempat duduk. Tidak lama kemudian makanan datang. Mereka makan tanpa bersuara. Setelah selesai makan mereka baru mengobrol.

"Gaeess, gue ada berita baru nih," ucap Olive dengan terseyum.

Lisa yang kepo langsung mendekat ke arah Olive. "Berita apaan, Liv?" tanya Lisa cepat dengan wajah penasaran.

"Dasar tukang gosip," timpal Amel dengan wajah malas ketika melihat ketiga sahabatnya yang nampak antusias.

Olive menarik Amel agar mendekat. "Dengerin dulu Mel, ini berita hot banget."

"Makanan kali hot," cibir Amel lagi. Cuek dan masa bodo itu lah Amel. Dia cenderung tidak peduli dengan hal-hal yang tidak penting.

"Awas aja nanti kalau lo kepo juga," ucap Olive dengan wajah sebal.

Bela yang sudah tidak sabar bertanya lagi pada Olive. "Emang ada berita heboh apaan, Liv?" Menatap penuh tanya.

"Kalian tahu kan kalau kita baru masuk tahun ajaran baru?"

"Terus..?" tanya Lisa.

"Gue baru dapet info, katanya bakal ada tiga orang guru magang yang bakal ngajar di kelas kita," papar Olive sambil tersenyum.

"Hubungannya sama kita apa?" tanya Lisa dan diangguki oleh ketiga sahabatnya.

Olive menghembuskan nafas panjang, seakan lelah dengan pertanyaan sahabatnya. "Aduuh, kalian enggak tau apa  guru yang bakal magang di sini itu ganteng bangeeet," ucap Olive dengan mata berbinar.

Seketika Lisa dan Bela berwajah cerah. "Yang bener, Liv? Tahu darimana lo kalau salah satu guru magangnya ganteng?" tanya Bela penasaran.

Olive langsung menatap Bela. "Taulaah, gue kan udah lihat sendiri," ujar Olive dengan bangga.

"Kok lo gak ngajak kita-kita kalau mau ketemu guru ganteng?" tanya Lisa dengan muka cemberut.

"Gue juga nggak sengaja ngeliha waktu gue mau ke ruangan bu Ratna. Gue nggak sengaja papasan sama mereka. Karena penasaran, gue tanya sama bu Ratna itu siapa, bu Ratna cerita deh," jelas Olive.

Dengan wajah sumringah Lisa bertanya, "Kapan guru magangnya mulai ngajar, Liv?"

Olive mengangkat kedua bahunya secara bersamaan. "Enggak tau gue."

"Giliran cowok ganteng aja, semangat 45 lo Lis. Kalau belajar aja, bawaannya ngantuk," cibir Amel sambil mengibaskan rambut panjangnya ke belakang.

Lisa memutar bola matanya. "Siapa sih yang gak suka cowok ganteng, Mel? Olive aja kalau ngeliat kambing dibedakin mau," timpal Lisa cekikikan.

"Enak aja! itu mah elo Lis," sanggah Olive dengan mata melotot. "Awas aja nanti lo pada naksir sama guru ganteng itu," lanjut Olive lagi.

"Ambil buat lo Liv, kita ngalah buat lo," seru Bela dan diangguki Lisa.

Sementara Amel yang tidak tertarik dengan berita itu memilih berdiri dan berjalan menuju kelas. "Balik kelas yuuk."

"Mel tungguuu," seru ketiga sahabatnya.

Mereka menyusul Amel karena sebentar jam istirahat akan habis dan pelajaran pun akan segera dimulai.

****

"Kriiiingg...."

Bunyi bel pulang sekolah pun terdengar nyaring. Seketika suasana ramai dengan siswa yang berhambur keluar dari kelas, menuju gerbang luar sekolah.

Tidak terkecuali Amel, Olive, Bela, dan Lisa ikut berjalan keluar kelas. Mereka tiba-tiba berhenti saat seseorang keluar dari salah satu ruangan dan langsung menatap wajah keempat gadis cantik itu.

"Belom pada pulang?" sapa Fadil ramah. Fadil adalah kakak kelas mereka yang menjabat sebagai ketua Osis yang berwajah tampan, berdarah timur.

"Ini baru mau pulang, Kak," jawab Amel kemudian diangguki yang lainnya.

Bela hanya bisa menunduk malu saat bertemu Fadil. Bela memang menaruh hati kepada Fadil sejak pertemuan pertamanya saat menjalani masa orientasi siswa.

"Okee, hati-hati dijalan," ucap Fadil tersenyum dan melanjutkan jalannya menuju ruangan osis untuk rapat bulanan dengan anggota osis lainnya.

Bela tidak hentinya terus memandangi pujaan hatinya tanpa bekedip dan tanpa sadar senyum-senyum sendiri. Olive yang menyadari tingkah aneh Bela seketika mengusap wajah Bela dengan tangannya.

Bela yang terkejut ketika ada yang menyentuh wajahnya dengan kasar langsung menoleh ke samping. "Apaan sih Liv, tangan lo bau terasi!" ujar Bela kesal.

"Lo ngeliatnya biasa aja makanya. Awas mata lo copot," balas Olive.

"Giliran tadi orangnya disini, lo diem aja," ucap Amel.

"Gue kan malu. Tiap ketemu kak Fadil pikiran gue jadi kosong. Bingung mau ngomong apa," ungkap Bela.

"Kalau lo kayak gitu terus bisa-bisa kak Fadil keburu di embat yang lain, Bel," ucap Lisa.

Bela yang mendengar kata-kata Lisa langsung terlihat murung. "Terus gue harus gimana dong?" tanya dengan nada lemah.

"Setidaknya lu deketin kak Fadil pelan-pelan ajak ngobrol minimal," saran Amel.

Bela pun tampak berpikir lalu berkata, "Oke nanti gue coba."

"Yaa udah, balik yuuk," ajak Lisa, diangguki ketiga sahabatnya dan berjalan keluar gerbang.

Sampe di depan gerbang, mereka pun berpisah dan pulang kerumah masing-masing. Begitu pun Amel yang sedang berjalan ke jalan raya untuk mencari angkutan umum..

Bersambung...

Pindahan

Amel mempercepat langkahnya berjalan ke arah jalan raya.

"Tiin...Tiiiiiin." Bunyi klakson motor yang terdengar dari belakang. Amel menoleh dan melihat sosok pria berwajah tampan dan sok cool yang sedang mengendarai motor ninjanya

"Ayook naek, gue anter pulang," ajak Raka. Teman sekelas Amel yang sudah dianggap seperti kakaknya sendiri padahal umur mereka hanya beda 8 bulan.

Amel menggeleng. "Nggak usah bang Raka, Amel pulang sendiri aja," tolak Amel.

"Biar cepet sampai, lagian searah juga. Abang mau ke rumah Nita," jelas Raka. Nita adalah pacar Raka.

Sebenarnya Raka terkenal playboy di sekolah Dia sering gonta-ganti pacar dan memiliki banyak fans. Mereka sering cemburu dengan kedekatan Amel dan Raka. Padahal, mereka hanya dekat sebatas adik dan kakak. Terkadang Amel bersikap masa bodo karena memang Amel tidak menyukai Raka, di hatinya ada seseorang yang sudah lama ia sukai.

"Ogaah aah, entar kalau fans Abang ada yang liat boncengin Amel pada salah paham lagi. Bisa-bisa besok Amel dilabrak di sekolah," tolak Amel dengan wajah acuh tak acuh.

"Biarin aja mereka mau mikir apa. Abang bakal marahin kalau ada yang berani ngelabrak kamu," jelas Raka.

"Terus kalau Nita gimana? Cemburu enggak nanti?" tanya Amel sambil menatap Raka.

"Kalau untuk Nita, abang uda pernah jelasin sama dia tau kok, gak bakal marah dia," jelas Raka.

"Buruan naek jangan kebanyakan mikir," ajak Raka tidak sabar seraya memberikan helm kepada Amel untuk dipakai.

Amel pun menurut, memakai helm dan naik ke atas motor, setelah itu melaju dengan kecepatan sedang. Biasanya Raka memacu motornya dengan kecepatan tinggi, berbeda jika dia sedang bersama Amel. Raka mengurangi laju motornya.

"Sampe Mel," ujar Raka yang sudah menghentikan laju motornya di kos Amel yang berwarna hijau yang tampak bersih.

Amel turun, melepas helm dan memberikan helm tersebut kepada Raka seraya berucap, "Makasih bang, hati-hati di jalan. Jangan ngebut bawa motornya," nasehat Amel.

"Iyaaa, bawel," ucap Raka, "Oyyaa, besok jangan telat lagi, Mel. Emang enggak bosen dimarahin terus sama bu Ratna?" lanjut Raka.

"Tenang bang, enggak bakal telat lagi. Soalnya hari ini Amel bakal pindah kos deket sekolah," ungkap Amel.

"Owh, baguslah kalau gitu. Mau pindahan jam berapa?" tanya Raka.

Amel tampak diam, berpikir sebentar lalu menjawab, "Kayaknya malem deh bang, biar adem," ucap Amel sambil nyengir kuda.

"Ya udah, abang bantuin pindahan. Nanti abang ambil mobil dulu di rumah buat angkut barang-barang kamu," usul Raka.

"Nggak usah bang, Amel bisa sendiri kok. Biar naek taksi aja nanti," tolak Amel cepat.

"Kamu uda sering bantuin abang ngerjain tugas, gantian sekarang abang yang bantuin kamu," ujar Raka memaksa, "lagian, sayang uang taksinya. Mendingan buat keperluan yang lain," ucap Raka lagi.

"Okee deh kalau gitu, nanti kesini jam 7 ya abangku yang ganteng," gurau Amel.

Raka mengacungkan jempol tanda setuju. "Kalau gitu abang ke rumah Nita dulu. Nanti malem abang ke sini lagi," ujar Raka.

Amel mengangguk, Raka kemudian melesat pergi dengan motornya. Setelah kepergian Raka, Amel membuka pintu kosnya, masuk ke dalam dan merapihkan barang-barang yang akan dibawa nanti.

Waktu menunjukkan pukul 7 malam. Terdengar suara mobil berhenti di depan kos Amel.

Amel beranjak dari duduknya ketika mendengar suara ketukan pintu. Dia berjalan ke arah depan dan membuka pintunya dan terlihat Raka sudah berdiri depan pintu.

"Uda siap semua barangnya, Mel?" tanya Raka.

"Udah Bang, ayook masuk," ajak Amel seraya berjalan masuk ke dalam.

Amel mengangkat satu kotak dan berjalan keluar menuju mobil. Setelah itu, dia membuka bagasi belakang dan meletakkannya dengan hati-hati. Raka pun membantu mengangkat kotak yang lainnya.

Setelah semua barang selesai dimasukkan ke dalam mobil, Amel lalu menemui pemilik kos sambil memberikan kunci kepada pemiliknya seraya berpamitan dan mengucap terima kasih.

Sementara Raka menunggu di dalam mobil sembari menyetel musik. Tidak lama kemudian, muncul sosok Amel yang sedang berjalan ke arah mobilnya, membuka pintu depan dan duduk di samping Raka. Mobil pun melaju ke jalan yang sudah ramai dengan kendaraan lainnya.

Setelah perjalanan sekitar satu jam, mereka tiba di depan bangunan yang berlantai 2, yang bertuliskan "KOS PUTRI KIRANA"

"Di sini Mel kosnya?" tanya Raka celingak-celinguk.

"Iya Bang, bener," jawab Amel.

"Deket dong dari sekolah," ujar Raka lagi.

"Iya Bang, biar enggak telat terus."

Amel membuka pintu mobil lalu berjalan ke arah ruangan yamg berada di pojok, tempat pengurus kosnya untuk mengambil kunci, sekaligus minta ijin supaya Raka bisa masuk untuk mengangkat barang-barang yang dibawa Amel.

"Ayook Bang masuk tadi Amel uda ijin sama pengurus kosnya."

Amel berjalan ke arah mobil, membuka bagasi belakang dan mengajak Raka masuk sambil mengangkat barangnya menuju lorong kecil. Terdapat 5 kamar di bawah dan 5 kamar di atas. Suasana kos sepi, mungkin karena sudah malam jadi penghuninya sudah masuk ke kamar masing-masing.

"Dimana kamarnya ,Mel?" tanya Raka penasaran.

"Di atas bang, kamar yang paling ujung," jawab Amel seraya menunjuk kamar yang dia maksud.

Raka mengangguk mengerti lalu berjalan mengikuti Amel menaiki tangga. Tibalah mereka di depan kamar bertuliskan angka 10. Amel membuka pintu dan meletakkan barangnya, diikuti Raka. Mereka bolak-balik mengangkat barang yang tersisa hingga akhirnya selesai.

"Aduuh, capek banget," ucap Amel memegangi pinggangnya. "Bang, Amel haus dan laper. Kita cari tempat makan yuuk," ajak Amel.

"Oke deh, abang juga laper," ucap Raka berjalan mengikuti Amel keluar dari kosnya.

Amel sengaja mengajak makan Raka sebagai ucapan terima kasih karena sudah membantunya pindahan hari ini. Padahal, tanpa diminta pun Raka pasti membantu Amel dengan ikhlas.

Mereka berhenti di sebuah tempat makan dekat kampus Dirgantara. Kos Amel memang berada di lingkungan Sekolah Dirgantara. Di lingkungan tersebut ada SMP, SMA, SMK, dan Universitas dalam satu lingkungan, termasuk SMA Dirgantara, tempat Amel menuntut ilmu.

Raka berjalan masuk diikuti Amel. Mereka duduk tidak jauh dari pintu masuk yang berdekatan dengan kasir. Raka membuka menu makanannya setelah mereka duduk.

"Mau makan apa, Mel?" tanya Raka.

"Nasi goreng aja Bang sama es jeruk," jawab Amel.

"Okee." Raka berdiri lalu berjalan ke arah meja kasir untuk memesan makanan.

Sambil menunggu Raka memesan makanan, Amel mengedarkan pandangannya untuk melihat suasana tempat makan itu. Tidak sengaja dia menangkap sosok laki-laki sedang menatap ke arahnya dengan tatapan yang sulit diartikan. Sosok yang tidak asing baginya. Mereka bertatapan cukup lama sampai akhirnya Amel mengalihkan pandangannya.

Amel mencoba mengingat dimana dia pernah melihat orang itu. Setelah lama berpikir, akhirnya Amel ingat. Orang itu adalah orang yang sama yang ditabrak Amel tadi pagi di sekolahnya. "Tapi ngapain orang itu disini?" gumam Amel dalam hati.

Diliriknya lagi orang tersebut yang sedang menikmati makanannya.

"Pakaiannya masih sama dengan yang dikenakan tadi pagi. Apa dia tinggal sekitar sini?" monolog Amel.

Melihat Amel sedang diam, Raka kemudian duduk di samping Amel dan merangkul pundaknya. Amel yang kaget karena ada tangan di pundaknya langsung menoleh ke samping. Ternyata Raka yang sedang tersenyum tanpa beban padanya.

"Bang Raka, lepas..! Malu diliatin orang," ucap Amel dengan wajah kesal seraya menghempaskan tangan Raka.

"Malu sama siapa?" Biasanya juga enggak apa-apa," celetuk Raka.

Sebenernya Amel sudah terbiasa dengan tingkah Raka yang suka menjahilinya seperti itu. Tapi entah kenapa, kali ini Amel merasa risih apalagi ada laki-laki tampan itu disana.

Eh tunggu dulu, kenapa malah bilang dia tampan sih

Amel seketika tersadar dari pikiran anehnya yang membuatnya malu sendiri. Buru-buru Amel menghilangkan orang itu dari pikirannya.

Amel hanya diam dan tidak sengaja lagi melihat ke arah laki-laki tadi. Tatapan orang itu lebih tajam dan dingin dari sebelumnya. Amel pun menunduk dan memainkan ponselnya untuk menghindari tatapan laki-laki itu.

"Mel, mikirin apa sih dari tadi diem aja? Mikir jorok ya?" goda Raka.

Amel memasang muka cemberut lalu menjawab, "Enak aja, Amel ini masih polos Bang, jangan Abang racunin pikiran Amel sama hal-hal kayak gitu."

"Trreeeerrrrtt." Bunyi suara kursi yang bergesekan dengan lantai dan tidak lama terdengar suara langkah kaki mendekat ke arah kasir.

"Meja no.11, berapa..?" Terdengar suara berat dan dingin.

Amel menoleh ke arah suara tersebut, ternyata itu suara pria yang menatapnya tadi.

"Rp.100.000 mas," jawab kasir itu.

Setelah selesai membayar, pria itu melirik sekilas ke arah Amel sebelum berjalan ke arah pintu keluar tanpa disadari oleh Raka.

Amel langsung pura-pura memainkan ponselnya saat tatapan mereka tanpa sengaja bertemu kembali.

Orang itu berjalan menuju mobil berwarna hitam, membuka pintunya lalu menutup kembali. Pria itu duduk termenung memandangi Amel dan Raka dengan tatapan penuh tanya. Tidak lama kemudian orang itu melajukan mobil menjauh dari tempat itu.

Amel yang menyadari orang itu sudah pergi langsung bernapas lega.

"Huufhh.. tatapannya ngeri banget, berasa mau ngulitin gue hidup-hidup tuh orang," batin Amel sambil menoleh ke luar sebentar.

Raka yang melihat keanehan Amel langsung bertanya, "Kenapa Mel?"

"Amel enggak apa-apa Bang," jawab Amel.

"Yang bener, kok muka lo pucet?" tanya Raka dengan tatapan menyelidik.

"Amel enggak apa-apa Bang, cuma capek aja gara-gara pindahan. Belum makan juga dari tadi siang," ucap Amel berbohong.

Tatapan laki-laki tadi terus membayangi pikiran Amel. Tatapan yang tajam dan dingin membuat perasaannya sedikit tidak nyaman. Amel kemudiam menggelengkan kepalanya mengusir pikiran bodohnya itu.

Tidak lama kemudian, makanannya datang. Mereka makan dengan lahap tanpa mengeluarkan suara. Tidak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 10 malam. Raka dan Amel memutuskan untuk segera pulang.

Mereka berjalan beriringan menuju kosan Amel untuk mengambil mobil Raka yang terparkir di sana. Jarak tempat makan tadi hanya berjalan 50 meter dari kosan Amel sehingga mereka lebih memilih jalan kaki dari pada membawa kendaraan.

Sesampainya di kos Amel, Raka pamit pulang karena besok mereka harus bersekolah pagi-pagi.

*********

Pagi ini Amel bangun seperti biasa. Membereskan tempat tidur lalu berjalan masuk ke kamar mandi. Setelah selesai mandi, Amel berjalan menuju lemari mengambil seragam sekolah, menyisir rambut, mengambil tas lalu memakai sepatu dan bersiap untuk berangkat sekolah.

Amel melirik ke arah jam dinding yang menunjukkan pukul 6 pagi sementara jam masuk pukul 7 pagi. Amel memutuskan untuk berangkat lebih awal untuk sarapan di kantin sekolah.

Amel berjalan ke meja belajar yang dekat lemari untuk mengambil ponselnya lalu memasukkan ke dalam tasnya. Setelah itu, diq membuka pintu. Terlihat semua pintu masih tertutup. Penghuni di sini rata-rata mahasiswi kampus Dirgantara, hanya Amel yang masih SMA.

Amel melangkah dengan hati-hati menuruni tangga dan berjalan keluar. Jarak kos dengan sekolah Amel tidak jauh. Amel memutuskan untuk berjalan santai.

Ternyata hanya membutuhkan waktu sekitar 5 menit untuk sampai di sekolah. Amel memasuki gerbang sekolah. Terlihat siswa-siswi lain sudah mulai berdatangan. Amel berjalan melewati lorong sekolah menuju kelasnya.

Amel memasuki ruangan kelasnya. Sudah ada yang datang lebih dulu yaitu Rina, teman sekelasnya. Murid yang pendiam dan jarang sekali bergaul dengan yang lain. Terkadang waktunya dihabiskan untuk membaca buku dan belajar.

Tapi menurut Amel, Rina cukup asik untuk diajak ngobrol. Dia tidak pernah mencampuri urusan orang lain. Rina juga termasuk salah satu murid yang cerdas.

"Tumben dateng pagi, Mel?" tanya Rina.

"Iyaaa, sekarang gue kos deket sekolah jadi bisa datang pagi," jawab Amel tersenyum seraya berjalan ke tempat duduknya yang berada di belakang. Rina hanya mengangguk sebagai tanggapan.

Amel duduk di mejanya, meletakkan tas kemudian mengambil ponsel di dalam tasnya. Tidak lupa dia mengambil uang lalu memasukkan ke saku bajunya.

"Uda sarapan belom, Rin?" tanya Amel.

Rina menoleh ke arah Amel. "Udah tadi dirumah, lo belom sarapan?" tanya Rina balik.

"Belom, ini baru mau sarapan di kantin." Amel kemudian berdiri.

"Mau gue temenin?" tanya Rina lagi.

Amel menggeleng. "Nggak usah deh, gue sarapan sendiri aja." Amel berjalan keluar kelas menuju kantin.

Sesampainya di kantin, Amel langsung memesan nasi uduk dan mencari tempat duduk yang kosong. Pandangannya tertuju pada meja di tengah yang tampak kosong. Amel memutuskan untuk duduk disitu. Saat Amel sedang menikmati makanannya, tiba-tiba terdengar suara kursi yang ditarik seseorang. Suara itu berasal dari kursi di depannya.

Amel mengangkat kepala, terlihat seseorang yang baru saja meletakkan makanan dan minuman di mejanya, lalu dengan santainya duduk di depan Amel tanpa berbicara apapun, seolah tidak ada orang di depannya.

"Triiiingg." Sendok Amel terjatuh ke lantai saat melihat siapa yang berada di depannya. Dia sangat terkejut dengan kedatangan orang tersebut sehingga tanpa sengaja menjatuhkannya. Orang itu adalah Rendi, cowok yang disukai oleh Amel.

Bersambung...

Salah Paham

"Triiiingg." Sendok Amel terjatuh ke lantai saat melihat siapa yang berada di depannya. Dia sangat terkejut dengan kedatangan orang tersebut sehingga tanpa sengaja menjatuhkannya. Orang itu adalah Rendi, cowok yang disukai oleh Amel.

Rendi mengalihkan pandangannya ke bawah, menatap sendok itu jatuh tepat di sebelah sepatu Amel, setelah itu menatap Amel dengan heran. "Kenapa?" tanya Rendi.

Amel yang ditatap Rendi langsung merasa jantungnya berpacu dengan cepat. Setelah mendengar pertanyaan Rendi, Amel kembali tersadar dan segera menjawab, "Tangan Amel keringetan Kak, makanya sendoknya jatuh," jawab Amel asal.

Rendi tidak menanggapi ucapan Amel. Dia memulai makan sarapannya. Suasana hening Amel tidak tahu harus bersikap seperti apa. Dia tidak pernah duduk berdua apalagi mengobrol dengan Rendi.

Sebenarnya tidak berdua juga, di kantin banyak siswa lain. Hanya saja saat ini, mereka duduk di satu meja yang sama dan saling berhadapan dan itu membuat Amel salah tingkah.

Letak meja yang berada di tengah-tengah membuat mereka jadi pusat perhatian. Semua yang ada di kantin diam-diam melirik ke arah mereka. Siapa yang tidak heran saat melihat Rendi duduk satu meja dengan Amel. Padahal, selama ini Rendi selalu duduk sendiri jika di kantin.

Amel mengedarkan pandangannya ke seluruh kantin. Semua meja sudah terisi kecuali satu tempat duduk di depan Siska yang masih kosong.

Siska adalah kakak kelas Amel, anak 12 IPS 2. Semua orang tahu kalau Siska menyukai Rendi. Tapi beda halnya dengan Rendi, dia bersikap seolah tidak peduli dan acuh tak acuh terhadap Siska.

Tidak ada yang mengerti kenapa Rendi bersikap seperti itu. Padahal, Siska termasuk siswi tercantik di sekolahnya. Dia juga populer dengan wajah mungil, tinggi, putih, bersih, rambut panjang, mata bulat, bulu mata lentik, hidung mancung, bibir yang tipis. Seperti boneka barbie yang hidup. Siapapun pasti menyukai Siska.

Di tempat yang sama di meja berbeda, nampak Siska sedang menahan kesal saat melihat Rendi lebih memilih duduk dengan Amel dari pada duduk dengannya. Dia terus menatap tajam ke arah meja Amel dan Rendi dengan tangan terkepal.

Amel yang menyadari ditatap tidak suka oleh Siska kemudian mengalihkan pandangannya. "Tapi kenapa dia malah duduk di sini? Bukannya duduk di depan Siska?" gumam Amel dalam hati sambil menatap ke arah Rendi yang sudah makan dari tadi tanpa memperdulikan Amel yang sedang memandanginya dengan heran.

Tiba-tiba Amel bertanya kepada Rendi karena merasa penasaran. "Kenapa Kakak duduk di sini?"

Mendengar pertanyaan Amel, seketika Rendi berhenti makan. Dia menatap Amel dengan alis yang naik sebelah lalu dengan suara dingin, dia berkata,  "Emang kenapa kalau gue duduk di sini?"

"Eng-enggak apa-apa, Amel cuma tanya aja, Kak," jawab Amel gugup.

"Lo takut Raka marah kalau ngeliat gue duduk sama lo di sini?" tanya Rendi dengan nada tidak suka dan tatapan dingin.

Amel yang bingung dengan arah pembicaraan Rendi, nampak berpikir sejenak. Sepertinya Rendi salah menduga hubungan antara Amel dan Raka.

Amel ingin menjelaskan, tapi dia berpikir lagi, Rendi juga tidak akan peduli dengan penjelasannya. Tidak penting juga untuk Rendi. Akhirnya, Amel pun memilih untuk diam saja.

Rendi yang melihat tidak ada respon dari Amel, akhirnya berdiri. "Oke, gue pergi kalau lo nggak suka gue duduk sini," ucap Rendi berdiri dan berjalan keluar dari kantin.

Amel yang kaget dengan sikap Rendi hanya bisa diam mematung, memandangi punggung Rendi yang mulai menjauh.

Kenapa kak Rendi marah sama gue? Apa ada yang salah sama gue?

Amel memutuskan untuk kembali ke kelasnya dengan wajah bingung. Dia tidak menghabiskan makanannya karena selera makannya tiba-tiba hilang.

Amel terus memikirkan kejadian yang baru saja dialaminya. Sudah lama Amel menyukai Rendi, tapi Amel hanya bisa memendam perasaannya dalam-dalam. Dia tidak mau berharap lebih karena Amel cukup tau diri. Rendi tidak mungkin menyukai gadis seperti dirinya. Dia dan Rendi bagai langit dan bumi.

Rendi adalah siswa yang paling Populer. Wakil Ketua Osis sekaligus kakak kelas Amel. Dia siswa paling tampan di sekolahnya.

Tinggi Rendi sekitar 175 cm, kulit putih, wajah blasteran Jepang-Jerman, dan hidung mancung. Rendy adalah siswa terpintar di kelasnya. Selain pintar dipelajaran, Rendi juga jago dalam permainan basket, sepak bola, dan renang.

Rendi pun menguasai beberapa bahasa asing, juga aktif dalam berbagai organisasi. Rendi berasal dari keluarga kaya dan terpandang. Dengan semua kelebihan yang dimiliki oleh Rendi. Hanya satu kata yang cocok untuk Rendi yaitu SEMPURNA, tapi sikapnya yang cuek dan dingin membuatnya sulit didekati.

Banyak siswi perempuan yang menyukai Rendi. Bahkan banyak yang mengejar dan sampai menyatakan perasaannya langsung kepada Rendi, tapi semua berakhir dengan patah hati. Rendi tidak menggubris mereka sama sekali.

Sesampainya Amel dikelas ternyata sahabatnya sudah datang semua.

"Ameeel!" panggil mereka serempak

Amel mendatangi ketiga sahabatnya lalu duduk di dekat mereka kemudian menyandarkan kepalanya di kursi. Ketiga temannya menatap heran ke arah Amel saat melihat Amel yag tidak bersemangat.

"Lesu amat, kenapa?" tanya Lisa.

"Dimarahin bu Ratna lagi?" timpal Olive.

"Atau uang lo abis?" sahut Bela tidak mau kalah.

Amel membenahi duduknya menghadap ketiga temannya lalu menceritakan kejadian di kantin tadi. Setelah mendengar cerita Amel. Ketiga sahabatnya pun langsung heboh. Mereka juga tahu kalau selama ini Amel menyukai Rendi.

"Masa cuma gara-gara itu dia marah sih, Mel?" tanya Lisa bingung.

"Gue rasa kak Rendi suka sama lo deh, Mel?" Kali ini Olive yang berbicara. Dia menatap Amel dengan wajah serius.

Amel langsung menggelengkan kepalanya dengan kuat. "Nggak mungkinlah, Liv. Lo kira stok cewek cantik di sekolah ini udah abis apa sampe dia bisa suka sama gue?" Amel diam sejenak, "kecuali dia gila atau gue pelet, baru mungkin dia suka sama gue," kata Amel yang tidak setuju pendapat Olive.

"Bener kata Olive, Mel. Mungkin aja dia sudah tergila-gila sama lo jadi nggak mandang apapun," sambung Bela.

"Hahahhaha, itu mah buta, bukannya tergila-gila, Bel." Amel pun geleng-geleng kepala sambil tertawa.

"Ini anak dikasih tau yang bener malah enggak percaya," gerutu Bela.

"Kenapa nggak coba lo tanya aja langsung sama Rendi, Mel?" saran Olive.

"Ogaah aah, nanti yang ada Rendi malah mikir gue cewek aneh, centil, dan kepedean lagi," tolak Amel cepat.

"Namanya juga usaha, Mel," ucap Lisa.

Amel termenung lalu menjawab, "Gue nggak berani dan nggak bisa juga Lis. Duduk di depannya aja tadi gue deg-deg-an."

***********

Ketika bel pulang sekolah berbunyi, Amel dan teman-temannya tidak langsung keluar. Mereka seperti sengaja untuk tidak pulang lebih dulu. "Mel, gue denger Kak Rendi ada tanding basket habis ini," info Olive sambil membenarkan rambutnya.

"Tanding sama siapa?" Amel langsung antusias mendengar nama orang yang disukainya disebut.

"Tanding sama kelas kita," jawab Olive.

"Nonton yukk?" ajak Lisa, "kita kan sudah lama nggak liat kak Rendi mau basket. Pasti keren banget," ucap Lisa sambil menatap ke atas membayangkan Rendi aaat bermain basket.

"Tapi gue malu. Pasti banyak kakak kelas kita juga yang nonton," kata Amel. Setiap Rendi bermain basket, yang utama adalah ada Siska juga di tempat itu. Tidak lupa juga dengan penggemar Rendi yang jumlahnya tidak terhitung.

"Bodolah, kan nggak ada aturan kalau adek kelas nggak boleh nonton," sahut Olive cuek.

Di antara mereka berempat, memang hanya Olive yang memiliki keberanian untuk melawan kakak kelas.

"Iyaa, lagian, kan, Raka tanding wakilin kelas kita. Cuek aja," timpal Bela.

"Iyaaa Mel, lagian kan kak Rendi milik bersama. Selama belum ada kata terucap dari kak Rendi kalau dia sudah punya pacar, berati bebas dong kalau kita mau deketin dia, apalagi kalau cuma ngeliat dong. Gratis kali," sela Bela juga dengan wajah santai.

"Oke deeh, tapi kita makan siang dulu ya? Habis itu kita baru nonton basket."

Mereka mengangguk sambil berjalan menuju kantin. Meskipun sudah waktunya pulang sekolah, tetapi masih banyak siswa yang masih berada di sekolah. Sebagian dari merek mengikuti organisasi di sekolah dan ekstrakulikuler sehingga mereka belum pulang.

Selesai makan, mereka menuju lapangan basket yang sudah dipenuhi oleh murid sekolah mereka. Lebih tepatnya, lapangan basket didomimasi oleh siswi perempuan.

Sebenarnya semua yang ada disitu tidak benar-benar menonton pertandingan itu hanya fokus pada orangnya bukan pada permainannya, tepatnya tatapan mereka terfokus pada Rendi, Raka, dan juga Fadil.

Ketiga pria itu adalah pria tertampan di sekolah mereka. Meskipun begitu, tetap saja Rendi yang memiliki penggemar paling banyak dari mereka bertiga.

Saat tiba di sana, permainan basket sudah di mulai. Sorak sorai terdengar meriah saat Rendi berhasil memasukkan bola dari jarah jauh. Siswi perempuan pun sahut menyahut meneriakkan nama Rendi. "Gilaaa, kak Rendi keren banget, sumpah," ucap Lisa dengan wajah antusias.

"Iyaaa bener, cakep banget calon suami gue," sahut Olive sambil terenyum lebar.

Bela menepuk pundak Olive dengan keras lalu berkata, "Sadar woy, mana mau dia sama lo, Liv."

Olive menatap kesal pada Bela. "Ngerusak khayalan gue aja lo, Bel."

"Udaah, jangan pada ribut," sela Amel sambil terus menatap ke arah Rendi. Tatapannya tidak pernah berpindah sedetikpun dari tubuh Rendi.

Beberapa menit kemudian, Rendi kembali berhasil memasukkan bola, suara teriakan dan sorak-sorai kembali terdengar. Ketika Rendi berbalik, secara tidak sengaja tatapannya bertemu dengan tatapan Amel beberapa detik kemudian Rendi kembali fokus pada bola permainannya.

"Eeh liat nggak, tadi kak Rendi ngeliat ke arah kita. Dia kayak senyum gitu. Gilaa, ganteng banget" ucap Lisa heboh. Karena Lisa berbicara dengan suara keras sehingga membuat Siska yang berada di barisan yang sama dengannya seketika menoleh.

"Heeeh, lo jangan kepedean. Ngaca dong! Mana mungkin Rendi ngelirik cewek kayak kalian. Rendi itu ngeliatin gue," ucap Siska sombong, "dasar kampungan!"

Siska berkata dengan angkuh setelah itu kembali menatap ke arah Rendi. Siska memang duduk tidak jauh dari tempat Amel dan teman-temannya duduk sehingga bisa mendengar ucapan Lisa yang kencang tadi.

Wajah Amel dan ketiganya hanya diam dengan wajah masam dan kesal. "Dia pikir, dia cantik apa?" ucap Olive dengan suara pelan agar Siska tidak mendengarnya.

"Udaah Liv, jangan diladenin. Biarin aja," timpal Amel. Sebenarnya mereka semua bukannya takut dengan Siska, hanya saja mereka menghargai Siska karena dia kakak kelas mereka.

Sorak-sorai kembali terdengar ketika Rendi memasukkan bola ke dalam ring lawan. teriakan-demi teriakkan terdengar menyebutkan nama Rendi. Setelah memasukkan bola, Rendi berbalik, dia melirik sekilas ke arah Amel dan teman-temannya, tatapannya pun tertuju pada Amel beberapa detik kemudian melanjutkan permainnan.

Pada akhirnya pertandingan selesai dan dimenangkan oleh tim Rendi. Meskipun tim lawan kawan, namun nampak siswinya tidak kecewa, mereka justru berteriak histeris ketika tim Rendi memenangkan pertandingan.

"Liat deh, nempel mulu kayak prangko tuh Siska," ucap Olive ketika melihat Siska yang sudah menghampiri Rendi setelah pertandingan selesai. Siska memang langsung menghampiri Rendi dan memberikan air minum padanya, tetapi di tolak oleh Rendi.

"Iyaa, padahal uda berkali-kali ditolak sama kak Rendi, masih aja usaha," cibir Lisa.

"Namanya juga muka tembok," timpal Olive dengan wajah kesal.

Amel hanya diam tidak menanggapi ucapan temannya. Tatapan matanya terus tertuju pada Rendi tanpa berkedip. "Mel, minum untuk gue mana?" Raka dengan entengnya duduk di samping Amel sambil merangkul bahunya yang langsung membuat Amel menoleh.

"Bang, tangannya dong! Main rangkul-rangkul aja, ntar kalau diliat Nita, dia marah looh," gerutu Amel dengan wajah kesal.

Raka terkekeh dengan wajah tak acuh. "Nggak bakal marah dia," ucap Raka dengan enteng, "Mana minum untuk Abang." Raka menyodorkan tangannya pada Amel.

Dengan wajah sewot, Amel mengambil botol minum yang dia beli tadi dan diberikan pada Raka. "Niih minumnya."

"Makasih Beb," ucap Raka sambil memencet gemas hidung Amel. Selalu saja dia bersikap seenaknya, tanpa merasakan perasaan kekasihnya sendiri, padahal Amel sudah berkali-kali memperingatkan pada Raka untuk tidak terlalu dekat dengannya di depan banyak orang. Dia hanya tidak mau jika orang lain salah paham pada mereka.

"Sakiiit, Bang."

Amel menatap kesal pada Raka lalu beralih menatap ke arah Rendi lagi. Saat matanya jatuh pada wajah Rendi, Amel merasa tubuhnya kaku ketika melihat Rendi sedang menatap ke arahnya, entah hanya perasaannya saja atau dia salah lihat, dia merasa kalau Rendi melemparkan tatapan tidak suka ke arah mereka berdua. Setelah berpikir selama beberapa saat, Amel pun menyimpulkan kalau Rendi mungkin menyadari kalau dirinya menatapnya sejak pertandingan dimulai jadi Rendi merasa risih. Itulah yang ada di benak Amel. Karena merasa gugup ditatap oleh Rendi, Amel langsung mengalihkan pandangnnya kepada teman-temannnya.

"Mel, Abang ganti baju dulu ya? Nanti kita pulang bareng," ucap Raka sambil berdiri.

"Iyaa Bang."

Setelah kepergian Raka, Amel dan ketiga temannya berjalan menuju gerbang sekolah. Ketiga temannya langsung pulang, sementara Amel berdiri sambil menunggu Raka di depan sekolah.

Dari kejauhan Amel melihat Rendi sedang berjalan menuju gerbang sekolah bersama dengan Siska. Meskipun berjalan bersama, tetapi Rendi terlihat hanya diam dengan wajah acuh tak acuh dan tidak menanggapi celotehan Siska.

Ketika Rendi akan melewati Amel, terdengar seseorang memanggil Amel dari arah belakang. Rendi berhenti tepat di depan Amel lalu ikut menoleh bersamaan dengan Amel.

Setelah melihat Raka yang memanggil Amel, Rendi mengalihkan pandagannya pada Amel sebentar lalu berlalu dari sana tanpa mengatakan apapun.

Bersambung....

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!