"Zahra, cepat kau antar kan pesanan ini ke hotel lotus."
"Hotel Lotus, baiklah. Apa aku harus mengantarkannya ke kamar atau hanya menitipkan ke resepsionis?"
"Antar saja ke kamarnya, di nota sudah ada catatan kamarnya. Cepatlah pergi, orangnya sudah menanti sedari tadi."
"He.em okelah. Aku berangkat."
Tanpa berfikir seribu kali lagi Zahra bergegas mengambil jaket dan menyalakan sepeda motor yang terparkir di depan toko tempatnya bekerja. Wushhh, dia melaju dengan kencang agar cepat sampai ke alamat pengiriman.
Zahra adalah tipe wanita pekerja keras. Dia tidak pernah merasa malu saat banyak orang menghinanya "cantik- cantik kok cuma jadi tukang antar makanan."
Bagi dia selagi pekerjaan itu halal dan menghasilkan ya jalanin saja. Toh kalo dia harus malu dan memikirkan pendapat orang, apa ya orang itu akan memenuhi kebutuhan hidup nya. Pasti tidak mungkin kan.
Tok tok tok
"Permisi. Pesan antar dari toko seven"
Seorang lelaki tinggi kekar muncul dari balik pintu.
"Masuklah."
"Terimakasih Tuan, biar saya tunggu disini saja. Ini pesanannya tuan." sambil menyodorkan keresek berisi pesanan tuan bertubuh kekar
"Apa kau tuli?"
"Maaf tuan tapi.."
"Hahaha.. tak perlu berlaga polos di hadapanku."
"Apa maksud tuan?"
Sang tuan kekar langsung menyeret tangan Zahra tanpa menjawab lagi sepatah katapun.
Brugg..
Suara pintu tertutup dengan keras
"Tuan. Ada apa ini. Kenapa kau menyeret ku. Lepaskan tanganku tuan." pinta Zahra merintih
"Cepat duduklah disana." pinta sang tuan menunjuk sofa kosong di depannya.
Zahra duduk di tempat yang ditunjuk sang tuan. Dia mengamati sekeliling ruangan dengan rasa was- was. Terlihat botol- botol bir berserakan di depan matanya. Bau alkohol menyelimuti ruangan.
"Tu.. tuan aku harus segera kembali ke tempatku bekerja. Semua pesanan tuan sudah aku antar." sambil meletakan bungkusan yang masih dipegang ke atas meja
"Hahaha.."
"Kenapa tuan tertawa. Apa ada yang lucu." tanya Zahra memberanikan diri
"Wanita murahan."
Zahra yang sedari tadi duduk langsung beranjak dari tempatnya karena merasa geram dirinya sudah direndahkan.
plakkk...
Tamparan keras mendarat tepat di pipi mulus sang tuan kekar.
"Heii.. gila beraninya kau menamparku." kata sang tuan geram sambil mengelus pipinya yang memerah
"Kau yang gila lelaki hidung belang. Kau pikir kau siapa berani- beraninya mengatai ku wanita murahan. Apa aku pernah berbuat salah padamu. Haha, bahkan aku tak pernah menemui mu sampai datang hari ini, hari sial." kata Zahra dengan emosinya yang meletup- letup
"Rupanya bukan hanya paras mu yang ayu, tapi kau juga jago berakting" senyum sinis muncul di sudut bibir sang tuan
"Kemarilah, kemarilah sang aktris idola" kata sang tuan sambil tangannya meraih hape di saku celananya
cekrek cekrek cekrek
Suara kamera dari hape berbunyi berulang- ulang membidik sang aktris berparas ayu.
"Sialan kau lelaki hidung belang. Singkirkan handphone mu."
"Kemarilah. Ayo kemari wanita murahan."
"Cukup tuan. Apa maksud tuan mengatai ku wanita murahan sedari tadi. Bahkan Tuan sama sekali tak mengenalku." Zahra benar- benar sudah merasakan hawa panas di sekujur tubuhnya
"Hahaha. Aku tak perlu mengenalmu wanita murahan."
"Cukup tuan cukup. Apa mau tuan sekarang."
"Haha. Kau masih bertanya apa mau ku. Dasar murahan."
"Kemarilah wanita murahan."
Sang tuan kekar menarik tangan Zahra dengan paksa. Membawanya ke ranjang di ujung ruangan dan mengikat tangannya di atas ranjang.
"Tuan apa maksudmu tuan. lepaskan aku tuan. Awas. Lepaskan aku." teriak Zahra meronta- ronta. Dia ingin sekali melepaskan diri, tapi tubuhnya yang kecil tidak bisa melawan tubuh kekar sang tuan. Bahkan tendangannya pun tak berarti apa- apa.
"Diam kau. Kau bertanya apa mau ku kan."
"Tapi apa harus seperti ini tuan. Apa salah saya terhadap tuan."
"Tetap diam disini atau aku akan memangsamu. Hahaha."
Tuan kekar beranjak pergi dari ruangan dengan tawa jahatnya meninggalkan Zahra yang sedari tadi ketakutan.
ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ
Di tempat lain di seven tempat Zahra bekerja terlihat Bella yang sedari tadi gelisah memandang hape nya.
drtt drttt
Bella mengangkat telephone yang berdering dengan gugup.
"Hallo" terdengar suara pria dari seberang telephone
"Hallo tuan. Apakah pesanan mu sudah sampai."
"Ya. Kerja yang bagus. Pilihanmu sesuai dengan yang ku mau."
"Tentu tuan. Untuk tuan pastinya akan saya siapkan yang terbaik. Saya pastikan saya tidak akan pernah mengecewakan tuan."
"Ya. Saya akan kirimkan uang yang sudah kita sepakati."
"Baik tuan. Saya akan menunggunya. Selamat bersenang- senang tuan."
Tut Tut Tut
Telephone terputus. Sudah tidak terdengar lagi jawaban dari seberang sana.
Drt drt drtt
Tak berselang lama bunyi handphone terdengar lagi. Kali ini pemberitahuan uang masuk ke rekening sebesar lima puluh juta.
Spontan mata Bella terbelalak tak percaya melihat nominal yang tertulis.
"Lima puluh juta.. Aku kaya Tuhan."
"hahahaha"
"Hahaha.. akhirnya aku bisa menyingkirkan mu Zahra. Hahaha, puas sudah aku. Rasakan Zahra, itu akibatnya orang yang terlalu berani melawan Bella. Haha Bella kok dilawan. Selamat menikmati malam pertamamu Zahra."
"Hahahahaha." tak henti- hentinya Bella tertawa jahat. Jahat sekali, Demi dendam dan uang dia menjual temannya sendiri.
"Apa.. apa maksudmu Bella."
Sontak Bella terbelalak mendengar suara seseorang. Ternyata Nia, teman sekaligus bos di tempat Zahra dan Bella bekerja sedari tadi ada di sana mendengar perkataan- perkataan Bella.
"Bella jawab saya. Apa benar yang baru saja kau katakan. Apa benar kau menjual Zahra pada pria hidung belang."
Nia terus mengintrogasi Bella, tapi Bella masih saja terdiam kaku.
"Bella jawab saya Bella. Apa yang kamu lakukan pada Zahra Bella. Jawab sebelum terlambat Bella. Saya berjanji tidak akan melaporkanmu pada polisi."
Zahra yang sedari tadi kaku dan ketakutan akhirnya luluh dan menceritakan semua perkara yang sedang terjadi.
"Ma.. maafkan aku Nia. Semua yang kau dengar tadi adalah benar."
"Astaga Bella. Bagaimana kau bisa melakukannya Bella. Zahra teman kita. Dia anak yang polos dan baik."
"Apa. Polos kau bilang. Kau tau Nia. Karena Zahra pertemanan kita hancur. Kau lebih memilih dia. Dan satu lagi, dia sudah mengambil semua pelanggan ku. Betapa sulitnya sekarang aku mengumpulkan tips- tips dari para pelanggan Nia. Kau tau kan, aku harus membiayai sekolah adik- adikku. Tapi semenjak kehadiran Zahra, kau lihat sendiri betapa susahnya aku. Aku harus berjuang mati- matian Nia."
Plakkk
Sebuah tamparan keras mendarat di pipi Bella.
"Kau gila Bella. Ku pikir kau adalah teman. Tapi sekarang aku sadar, kau tak lebih baik dari segerombolan setan."
"Terserah kau mau maki aku apa. Kau itu memang sudah buta Nia. Kau dibutakan oleh kepolosan yang dibuat- buat Zahra."
"Kau yang buta. Kau tidak bisa membedakan mana yang teman, mana yang benar dan mana yang salah. Ku doakan kau tidak akan lebih bahagia dari Zahra Bella."
"Cepat pergi dari sini. Aku tidak butuh teman macam kamu."
"Cuihh.. aku juga tidak butuh lagi teman seperti kamu."
Bella pergi meninggalkan ruangan. Dan untuk seterusnya Bella tidak akan diperkerjakan kembali di Seven.
Masih di seven. Nia berusaha keras mencari data pengiriman hari ini. Tapi sayang sekali, berulang kali Nia membolak- balik kertas data, tak juga dia temui alamat terakhir pengiriman.
Tak berselang lama saat Nia sudah benar- benar berputus asa, tukang parkir depan toko masuk ke ruangan untuk meminta air minum.
"Mbak Nia saya mau ambil minum mbak."
"Ahh Pak Ujang kebetulan sekali. Apa bapak tadi melihat saat Zahra keluar." tanya Nia dengan tegas pada pak Ujang selaku tukang parkir.
"Ooh.. mbak Zahra. Tadi saya tanya katanya mau ngantar pesanan ke hotel lotus mbak."
"Hotel lotus. Terus apa Zahra cerita mengirim ke kamar berapa."
"Wahh kalo itu saya tidak tau mbak. Saya tidak tanya apa- apa lagi sama mbak Zahra. Mbak Zahra langsung tancap gas mbak."
"Astaga. Yasudah Pak. Saya pergi dulu, tolong titip toko ya Pak. Nanti saya telephone adik saya untuk datang ke toko."
"Mau kemana mbak Nia."
"Hotel lotus."
"Lah.. mau jemput mbak Zahra."
"Ada urusan pokoknya Pak. Kalo mau ambil minum ambil aja."
Tanpa basa basi lagi Nia bergegas keluar. Melajukan mobilnya dengan kecepatan maksimum. Nia sangat mengkhawatirkan kondisi Zahra. Takut terjadi sesuatu pada Zahra.
Ya. Selain Zahra adalah karyawannya, Nia juga sudah menganggap Zahra sebagai teman sekaligus adik baginya.
ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ
Di hotel lotus kamar 139
Brugg
Terdengar suara bantingan pintu yang keras.
Sang tuan melangkahkan kakinya menuju sofa. Dia duduk dan mulai menyalakan sebatang rokok. Dihisapnya rokok dengan berulang kali meneguk alkohol.
Ditatapnya seorang gadis yang terlihat memelas di wajahnya. Terlihat masih terikat kedua tangannya di atas ranjang. Tapi bukannya merasa kasihan, sang tuan palah berfikir sebaliknya. Dia ingin segera memangsanya. Melampiaskan semua beban dalam dirinya. Menumpahkan amarahnya pada orang lain.
Tak berselang lama kemudian terdengar rancauan dari mulut sang tuan yang terlihat sudah mabuk berat.
"Kau tau wanita murahan. Aku sudah membayar mu mahal. Lima puluh juta harga untukmu. Haha, kau memang gila. Wanita murahan sepertimu meminta lima puluh juta dariku."
"Apa maksud tuan. Aku tak pernah meminta sepeserpun uang pada orang lain, Apalagi pada orang yang sama sekali tak ku kenal seperti tuan." jawab Zahra dengan terisak- isak.
"Dan kau wanita murahan. Kau adalah wanita pertama dalam hidupku yang berani- beraninya menampar pipiku. Hahaha.. kau tau, aku sangat tidak menyukai sikapmu. Kau lancang terhadap tuan mu."
"Dan kau tau. Kau persis sekali dengan Zifana. Pintar sekali. Pintar sekali berpura- pura. Pintar sekali berakting bak wanita polos yang tak tau apa- apa."
"Aku memang tak tau apa- apa. Aku tak tau mengapa tuan mengikatku seperti seorang tahanan." jawab Zahra kesal
"Hahaha.. Zifana. Hebat sekali kau berakting. Dengan cinta palsu mu kau mematahkan hatiku dan ingin mengambil semua kekayaanku. Hahaha.. jangan berharap Zifana. Kau tidak akan bisa."
Zahra semakin ketakutan melihat sang tuan semakin menggila dalam berbicara. Dia benar- benar tak tau apa yang sedang terjadi pada dirinya dan apa yang sedang sang tuan bicarakan.
"Kau tau Zifana. Aku bisa melakukan apapun yang aku mau termasuk membunuhmu. Hahaha."
Terdengar tawa licik memenuhi ruangan.
"Tapi sebelum aku membunuhmu Zifana, aku menginginkan tubuhmu. Haahaha."
Sang tuan mulai berperilaku tak karuan. Dia mendekati tubuh Zahra yang masih terikat kuat di atas kasur. Mencoba meraba seluruh tubuh Zahra.
"Tuan. Apa yang ingin kau lakukan padaku tuan. Lepaskan aku tuan. Aku bukan Zifana. Aku Zahra tuan. Lepaskan aku."
Zahra mencoba sekuat tenaga untuk melepaskan ikatan tangannya namun tetap tak bisa. Ikatan pada tangannya terlalu kuat.
"Zifana, sayangku kau tak perlu berakting lagi di depanku. Aku sudah mengetahui segala kebusukan mu."
Zahra masih saja mencoba bertahan melindungi dirinya. Namun tenaganya tak cukup untuk melawan, bahkan tendangannya tak berarti apa- apa untuk tuan yang berbadan kekar.
"Tuan. Bunuh saja aku." Zahra masih mencoba menghalau tangan sang tuan yang masih saja menggerayangi tubuhnya.
"Tidak sayangku, aku tidak akan membunuhmu secepat itu." sambil terus menggerayangi paras ayu Zahra
"Tuan ku mohon hentikan tuan. Bunuh saja aku tuan." kata Zahra dengan putus asa
Srekk srekkk srekkk
Sang tuan melepas paksa pakaian yang dikenakan Zahra dengan cara merobeknya.
"Tuan. Apa yang kau lakukan. Lepaskan aku tuan." teriak histeris Zahra yang semakin ketakutan. Kini dirinya tak tau lagi apa yang harus dilakukan. Teriakan- teriakan dirinya sedari tadi pun tak memancing seseorang untuk datang menyelamatkannya.
"Cantik. Kau sungguh cantik sayang."
Sang tuan menatap Zahra yang sudah tak berpakaian sehelai pun benang dengan pandangan rakus.
"Tuan kumohon tuan. Lepaskan aku. Aku bukan Zifana yang kau maksud tuan." Zahra masih terus merintih dan mencoba memohon, tapi...
"Tuan.." pekik Zahra keras
Sang tuan sudah menindih tubuh Zahra dengan tubuh kekarnya. ******* paksa bibir Zahra hingga tak terdengar lagi suara lantang Zahra. Memeluknya dengan erat hingga tak memberikan ruang bergerak untuk Zahra.
Dan hubungan yang tak diinginkan pun terjadi saat itu. Hubungan yang kasar yang telah merenggut kesucian gadis polos.
ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ
Nia telah sampai di depan hotel lotus. Segera dia memarkirkan mobilnya dan bergegas memasuki area hotel. Namun sebelum memasuki pintu pertama, kehadiran Nia langsung di hentikan oleh para satpam.
"Mau kemana mbak."
"Maaf pak. Saya sedang buru- buru untuk menemui teman saya di sana."
"Maaf mbak. Tapi untuk saat ini tidak diperbolehkan tamu masuk ke dalam hotel."
"Apa- apaan ini pak. Teman saya sedang dalam bahaya di dalam. Saya mau bertemu dia."
"Maaf mbak. Apa mbak membawa bukti bahwa teman mbak sedang dalam bahaya di dalam. Kalo tidak lebih baik mbak pulang dan kembali lagi kesini satu jam mendatang, karena hotel sedang tidak menerima tamu untuk saat ini."
"Pak saya memang tak membawa bukti. Tapi firasat saya mengatakan teman saya dalam bahaya disana."
"Sudah mbak. Kami tidak menerima alasan apapun. Apalagi hanya sebuah firasat. Silahkan kembali lagi satu jam mendatang."
"Aahh sial. Kenapa tiba- tiba hotel tidak menerima tamu. Ya Tuhan bagaimana keadaan Zahra" ucap Nia dalam hati yang terus mengkhawatirkan keadaan Zahra sedari tadi.
ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ
Kembali ke kamar 139
Terlihat raut sesal di wajah sang tuan yang kian sadar setelah melakukan hubungan yang tak diinginkan.
"What darah. Kenapa banyak sekali darah."
Sang tuan terlihat bingung melihat banyak darah tercecer di ranjang. Kemudian dipandangnya Zahra yang meringkuk di pojok ruangan membalut tubuhnya dengan selimut putih bercorak merah darah. Terlihat dia yang menangis sesenggukan sambil menahan perih di ***********.
"Apa aku telah merenggut keperawanan seorang gadis. Ahh tapi diakan wanita bayaran. Tapi kenapa dia harus menangis." ucap sang tuan dalam hati sambil terus berfikir tak percaya bahwa wanita bayarannya masih perawan.
Di parkiran hotel lotus
Nia masih tampak menunggu kemunculan Zahra dengan gusar. Dipandangnya berulang kali pintu utama hotel, namun belum juga terbuka.
Kegusaran Nia semakin menjadi ketika dia mencoba menghubungi nomor Zahra namun tidak ada jawaban sekalipun darinya.
Ditengah kegusarannya, Nia berfikir untuk menerobos masuk ke dalam hotel. Dia berfikir untuk mencari Zahra dengan segera. Namun seketika dia mengurungkan niatnya karena ajudan- ajudan berwajah beringas terlihat mondar- mandir di setiap sisi hotel.
ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ
Ditengah kebingungan Nia, Zahra yang sedari tadi meratapi kepiluanya mendadak ingin segera pergi dari ruangan terkutuk ini. Tapi dia merasa bingung apa yang harus dia perbuat.
Diliriknya sang tuan yang terlihat diam mematung di atas ranjang, entah apa yang sedang dia pikirkan. Yang jelas, terlihat sama sekali tak ada penyesalan dari raut wajahnya setelah kekejian yang ia perbuat.
"Dasar jahanam. Aku tidak akan pernah melupakan wajah jahanam mu. Dengan kasar kau telah merenggut kesucian yang ku jaga mati- matian. Suatu saat akan ku balas kan sakit ini padamu." ucap Zahra mengutuk sang tuan dalam hatinya.
Tak berselang lama sang tuan terlihat melirik jam di tangannya, kemudian segera bangkit dari atas ranjang. Terlihat dia masuk ke dalam kamar mandi. Dan tak lama kemudian dia keluar dengan pakaian yang sudah rapih.
Zahra yang sedari tadi menatap semua yang dilakukan sang tuan seketika menganga. Dia kaget dengan keindahan Tuhan yang ada di depan matanya. Pria tampan dengan dada yang bidang dan tegap. Postur yang tinggi dan badan yang kekar. Rambut hitam, kulit putih dan mata biru yang menawan.
"Ciptaan Tuhan memang yang paling indah. Sempurna." gumam Zahra dalam hatinya
"Hei Zahra, sadar kau. Dia laki- laki yang sudah merenggut kesucian mu. Jangan pernah kau menaruh hati padanya. Bahkan dia tak lebih baik dari hewan- hewan liar." sontak Zahra menyadarkan dirinya sendiri
Teringat bahwa kesucianya sudah direnggut paksa oleh pria tak dikenalnya, dia merasa terpuruk lagi. Dia berfikir bagaimana masa depanku. Apa ada laki- laki yang mau menerimaku nantinya. Menerimaku dengan segala kekuranganku. Menerimaku, seorang wanita yang tak bisa menjaga kesucian dirinya sendiri.
Huhuhu... Zahra mulai menangis terisak- Isak lagi meratapi masa depannya yang terlihat suram.
"Heii kau. Hentikan tangisanmu. Kau tak perlu terus- terusan berakting." kata sang tuan
Dari kejauhan Zahra hanya menjawab pernyataan sang tuan dengan tatapan tajam.
"Pria yang tak punya perasaan. Jahanam." gerutu Zahra dalam hatinya.
"Heii kau, tak perlu kau menatapku seperti itu. Aku sama sekali tidak takut padamu."
"Aku harus segera pergi. Dan kau, aku akan mengirimkan seseorang untuk mengantarkan pakaianmu." lanjut sang tuan dengan segera pergi meninggalkan Zahra yang sedang berduka sendirian di dalam kamar.
"Ahhh... sial sial kau. Kau pria jahanam. Tak punya perasaan. Lihat saja, hidupmu tak akan pernah lebih bahagia dari diriku. Lihat saja tuan jahanam. Dengarkan aku. Aku mengutuk mu." teriak Zahra mengiringi kepergian sang tuan.
Tak berselang lama dari kepergian sang tuan, terdengar suara ketukan pintu dari luar.
Tok tok tok
"Permisi nona. Ada kiriman untuk anda."
Zahra dengan kesusahan dan menahan perih di *********** mencoba bangkit dan berjalan untuk menuju pintu kamar.
Dibukanya pintu kamar dan terlihat seorang wanita memegang sebuah kotak di tangannya.
"Nona ini kiriman untukmu." sambil menyodorkan kotak di tangannya kepada Zahra.
Zahra segera mengambil kotak yang diberikan padanya dari belakang pintu yang hanya dia buka sedikit.
"Terimakasih kak." ucap Zahra
Tak ingin berlama- lama Zahra langsung menutup pintunya dan segera pergi ke sofa. Dia duduk sembari membuka kotak yang diberikan padanya.
"Ahh ya. Ini kiriman dari tuan jahanam."
Sambil membolak- balik baju yang telah dia pegang.
"Ahh pakaian macam apa ini. Kenapa pendek sekali. Dasar pria hidung belang."
Walaupun Zahra terlihat tidak menyukai pakaian yang diberi sang tuan, Zahra tetap memakainya. Dia berfikir mau pake apalagi kalo tak memakai baju pemberian sang tuan. Walau terlalu pendek setidaknya masih bisa menutupi bagian- bagian terpentingnya.
Setelah selesai merapihkan diri dan berpakaian, Zahra teringat ada kotak kecil pemberian sang tuan yang belum juga ia buka.
Ia bergegas menuju kotak yang ada di sofa dan membukanya.
"Kalung. Apa- apaan ini. Dia kira aku benar- benar menjual diriku. Dasar lelaki hidung belang." diambilnya sebuah kalung yang tersimpan dari kotak. Terlihat kalung terbuat dari emas putih dan hiasan berlian berbentuk abjad 'D' menambah kemewahan pada kalung.
"Apa lagi ini." diambilnya barang di dalam kotak kalung yang ternyata adalah kartu nama.
Dibacanya pelan- pelan dalam hatinya nama yang tercantum.
"Deon Sasaga. Apa perlu aku mengetahui nama pria jahanam sepertimu." gumam Zahra
Drtt drtt drtt
Tiba- tiba terdengar dering hape. Zahra langsung beranjak dari duduknya mencari dimana hapenya yang berdering.
Setelah Zahra tau bahwa Nia yang menelepon, ia mengangkatnya tanpa harus berfikir panjang lagi.
"Hallo Zahra."
"Hallo Nia." jawab Zahra dengan tenang
"Astaga Zahra. Kau darimana saja baru angkat telephone ku. Dimana sekarang kamu. Aku mengkhawatirkan mu." ucap Nia dari seberang telephone
"Aku di hotel lotus Nia."
"Kau benar- benar di hotel lotus. Di kamar berapa sekarang. Tunggu aku disana, aku segera kesana."
"Aahh, tidak usah Nia. Aku akan segera kembali. Kau tak perlu mengkhawatirkan Ku. Lagian apa yang perlu dikhawatirkan." Zahra berusaha menutupi dengan apa yang terjadi dari Nia.
"Zahra." tanya Nia tak percaya
"Ya. Aku baik- baik saja. Aku akan segera kembali."
"Jika kau baik- baik saja, aku menunggumu di parkiran hotel lotus."
"Kau di hotel lotus." tanya Zahra tak percaya
"Ya. Cepat keluar. Aku menunggumu." tegas Nia
Zahra tak percaya bahwa Nia berada di hotel lotus. Ia segera merapihkan pakaian yang dikenakannya dan juga barang pemberian dari tuan Deon.
Setelah dirasa sudah rapi, ia bergegas menuju ruang parkir hotel lotus.
Sesampainya di parkiran, benar saja, terlihat Nia yang sedang menantinya sedari tadi. Zahra terus berjalan menghampiri Nia.
"Zahra. Apa ini yang kau bilang kau baik- baik saja." tanya Nia setelah melihat pakaian yang dikenakan Zahra
"Ya. Aku baik- baik saja Nia." jawab Zahra yang terus saja menutup- nutupi kebenaran
"Tapi sejak kapan kau memiliki pakaian seseksi ini." tanya Nia masih tak percaya
"Seperti yang kau lihat. Sejak sekarang."
Nia masih tercengang dan tak percaya dengan apa yang dia lihat pada diri Zahra. Namun dia berusaha oke dan percaya pada ucapan sahabatnya.
"Kau sudah lihat kan. Aku baik- baik saja. Ayo balik ke toko sekarang." pinta Zahra sambil melangkah masuk ke mobil
Wushhh....
Nia melajukan mobilnya untuk kembali ke toko seven.
Sementara Deon terlihat menyembunyikan senyumnya dari seberang. Ia terus mengamati dari saat pertama Zahra keluar hotel sampai kepergiannya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!