Seorang gadis berlari memasuki gedung di sebuah perusahaan, napasnya tersengal-sengal ketika sudah masuk ke dalam.Dia sudah sangat terlambat di hari pertama ia masuk bekerja sebagai sekretaris.
"Akhirnya sampai juga." Dinda mengusap keringat yang membasahi dahinya.
Baru saja mengatur napas, asisten dari CEO berjalan mendekat ke arah Dinda.
"Dinda cepat ke ruang pak Devan, dari tadi dia mencari mu." ujar Arya yang merupakan sahabat dan asisten Devan.
"I-iya Pak, saya akan segera ke sana. Tapi saya tidak tahu ruangannya di mana, " Dinda tersenyum ke arah Arya yang menghela napas berat.
"Mari saya antar."
Dinda mengikuti langkah Arya dari belakang. Mereka berdua berjalan menuju ke ruangan pimpinan perusahaan tersebut.
"Ini ruangan pak Devan, silahkan kau masuk, " titah Arya yang pergi meninggalkan Dinda setelah mengantarkan sampai depan pintu yang bertuliskan pimpinan perusahaan.
Dinda meneguk ludahnya kasar. Dia sangat gugup dan kedua tangannya berkeringat dingin. Ini merupakan hari pertama ia bekerja di sebuah perusahaan yang cukup ternama di kota ini.
"Tenang Dinda, semoga pak Devan tidak marah karna kamu datang terlambat," gumam Dinda pada dirinya sendiri.
Dinda mengetuk pintu tersebut. Namun, tidak ada sahutan di dalam sana. Gadis itu pun memilih masuk ke ruangan tersebut. Di lihatnya Devan tangah berdiri membelakanginya sambil menatap lurus memandang kepadatan jalan kota di balik jendela kaca yang cukup besar. Pria itu masih belum menyadari kehadiran seseorang, mungkin tengah melamun atau memikirkan sesuatu.
"Maaf, Pak Devan memanggil saya? " tanya Dinda. Devan langsung berbalik dan menatap tajam ke arah Dinda. Sedangkan yang diberi tatapan tajam meneguk ludahnya kasar.
"Kenapa terlambat? Kau niat kerja atau tidak dengan saya?!" tanya Devan dengan nada suara yang meninggi.
"Maaf Pak, tadi saya kesiangan bangunnya," ujar Dinda jujur dengan kepala tertunduk.
"Saya paling tidak suka dengan karyawan yang datang tidak tepat waktu dan tidak disiplin sepertimu!" sentak Devan dengan tatapan yang makin menajam.
"Iya Pak, saya janji tidak akan terlambat lagi, sumpah." Dinda mengangkat dua jarinya sambil cengengesan tidak jelas dihadapan bosnya.
"Sekarang kembali ke tempatmu," perintah Devan seakan mengusir.
Namun, Dinda masih setia berdiri di sana menatap ke arah Devan tanpa berkedip. Seakan terpesona dengan ketampanan yang dimiliki pria tersebut.
"Dinda...!!" teriakan Devan membuat gadis itu tersadar dari kekagumannya pada Devan.
" Iya Pak, ada apa?" tanya Dinda seakan tidak tahu apa kesalahannya.
Sedangkan Devan memijit pangkal hidungnya. Dia harus sabar menghadapi tingkah sekretaris barunya tersebut. Kalau bukan karna paksaan dari Vano yang merupakan sepupunya, dia tidak akan menjadikan gadis ini sebagai sekretarisnya , tentu dia takkan mau.
"Kau mendengar apa yang saya katakan? Sekarang cepat keluar dari ruangan saya!" ketus Devan dengan emosi tertahan.
" I-ya Pak, saya keluar." Gadis itu segera keluar dari ruangan Devan.
Sekitar beberapa menit Arya yang merupakan asisten Devan masuk ke ruangan atasannya tersebut.
"Kau kenapa?" tanya Arya yang baru masuk dan di sambut dengan raut wajah Devan yang terlihat pusing, mungkin memikirkan sesuatu.
"Kau tahu, 'kan sekretaris baruku itu, sudah datang terlambat dan juga dia hanya lulusan SMA dan tidak punya pengalaman bekerja di kantor ataupun sebagai sekretaris. Kalau bukan paksaan Vano aku tidak akan mungkin merekrut dia menjadi sekretaris ku," ujar Devan. Arya hanya tersenyum mendengarnya.
"Dev, mungkin Vano yakin dengan kemampuan Dinda. Dia juga baru bekerja, nanti akan aku ajari gadis itu agar dia tahu apa yang harus dikerjakan. Jangan terlalu galak dengan Dinda," nasehat Arya.
••••
Jam menunjukkan pukul dua belas siang, seluruh karyawan berhamburan ke kantin untuk mengisi perut mereka yang minta di isi setelah setengah hari berkutat dengan pekerjaan. Dinda. Gadis itu tengah duduk di pojokan kantin sambil meminum jus jeruknya. Ini hari pertama dia bekerja dan dia belum mendapatkan teman. Eka dan dua temannya berjalan mendekat ke arah Dinda.
"Hei, kamu sekretaris nya pak Devan yah? " tanya Eka.
"Iya, aku sekretaris pak Devan," jawab Dinda tersenyum ramah seakan senang ada yang menegurnya.
"Menurut ku dia tidak pantas menjadi sekretaris pak Devan, terlihat kampungan," bisik Dea pada Andin yang merupakan teman Eka. Mereka memperhatikan penampilan Dinda yang terlihat sederhana dan wajah yang terlihat natural tanpa di polesi make up, hanya pemerah bibir itu pun sedikit memudar.
"Kau lulusan universitas mana?" tanya Eka.
"Aku lulusan SMA," jawab Dinda dengan polos nya.
Tanpa dia sadari jawabannya itu membuat Eka dan teman-teman nya menertawakan Dinda yang mengernyitkan keningnya, bingung dan heran.
"DENGERIN SEMUANYA YANG ADA DISINI! SEKRETARIS PAK DEVAN CUMA LULUSAN SMA!!" teriak Eka mempermalukan Dinda di depan umum. Sontak semua karyawan yang ada di sana menatap dan ikut menertawakan Dinda.
"PANTASNYA JADI OG!" teriak Eka lagi.
"Kau kenapa sih? memang salah kalau aku hanya lulusan SMA?" sahut Dinda tidak terima dengan ucapan Eka.
"Ya salahlah, dasar bodoh di mana-mana orang yang bekerja sebagai karyawan di kantor harus lulusan Universitas, lah kamu SMA. Pantasnya jadi tukang pel di kantor ini." Eka tersenyum miring dan menatap Dinda dengan tatapan mengejek.
"Atau kau diterima jadi sekretaris pak Devan karna...," Eka menjeda ucapannya dan melirik teman-temannya.
"Membayar dengan tubuhamu," lanjut Eka.
Plak
Dinda langsung menampar Eka cukup keras. Sudah habis kesabarannya dengan ucapan Eka yang mempermalukan dirinya dan kini menganggap dia wanita murahan. Dia tidak serendah itu, bukan berarti karna dia menginginkan sesuatu dia harus menjual tubuhnya.
"Cukup sudah kau permalukan ku! Aku bukan wanita murahan yang gila dengan jabatan dan rela menjual tubuh ku!" bentak Dinda dengan tatapan yang menajam.
Eka menatap marah ke arah Dinda sambil memegangi pipinya yang terasa perih dan kebas setelah di tampar.
Plak
Eka balik menampar Dinda dan menyiram baju gadis itu dengan air yang ada di dekatnya hingga baju putih yang terkena air itu menampakkan dal*man Dinda yang menerawang kala terkena air. Gadis itu langsung menutupi dadanya yang kini menjadi tontonan karyawan di sana. Sedangkan Eka tersenyum puas.
Tapi sebuah jas hitam menutupi tubuh Dinda. Membuat gadis itu mendongak. Devan. Pria tersebut yang menutup tubuh Dinda dengan jas hitam miliknya. Devan sudah menyaksikan berdebatan mereka berdua. Awalnya dia tidak ingin ikut campur tapi melihat Dinda yang terpojokkan membuat Devan merasa kasihan dan memilih menolong gadis tersebut.
Tentu Eka dan teman-temannya menatap takut ke arah Devan dengan wajah yang langsung pucat dan Pias.
"DI SINI SAYA MENGGAJI KALIAN UNTUK BEKERJA! BUKAN MENONTON BERDEBATAN DUA ORANG INI DAN MEMBIARKAN SEKRETARIS SAYA DI POJOKKAN! DENGARKAN SAYA BAIK-BAIK, SAYA TIDAK MELIHAT DIA DARI LULUSAN SMP, SMA, ATAU LULUSAN UNIVERSITAS MANA, TAPI KINERJANYA YANG SAYA NILAI!" teriak Devan dengan tegas.
Devan menatap tajam ke arah Eka, Dea dan Andin yang tertunduk takut.
"Dinda, ikut ke ruangan saya," ucap Devan dan berlalu pergi dari sana diikuti oleh Dinda dibelakangnya. Eka menatap sinis ke arah Dinda.
Devan masuk ke ruangannya diikuti dari belakang oleh Dinda. Pria itu masuk ke sebuah ruangan yang terdapat tempat tidur khusus untuknya. Setelah keluar dari ruangan tersebut, pria itu melempar kemeja abu-abu ke arah Dinda. Dengan sigap gadis itu menangkap kemeja yang dilempar Devan.
"Ganti kemeja mu dan pakai kemeja saya," perintah Devan. Karna dia hanya mempunyai kemeja pria, itu pun miliknya.
"Ganti bajunya dimana Pak?"
"Dihadapan saya," Devan dengan wajah kesalnya.
"Bapak mesum!" celetuk Dinda sambil menyilangkan tangannya didada.
"Dasar bodoh! Hal seperti ini kau tanyakan pada saya, gantinya di toilet!" ujar Devan.
Bisa gila dia menghadapi Dinda yang otaknya lemot. Gadis tersebut segera masuk ke toilet dan mengganti kemeja nya yang basah.
Dinda menatap dirinya di pantulan cermin, kemeja Devan kebesaran untuk tubuhnya yang kecil. Tapi gadis itu terlihat senang mengingat bagaimana Devan membelanya tadi.
"Jadi jatuh cinta aku dengan bapak Devan," gumamnya dan tersenyum-senyum.
"Harumnya kemeja bapak Devan, aroma maskulin," ucap Dinda menghirup dalam aroma kemeja Devan.
Dinda keluar dari toilet dan berjalan ke arah Devan yang tengah membaca berkas.
"Bapak Devan..." panggilan Dinda membuat pria itu menoleh ke arah Dinda. Devan hampir tertawa melihat tubuh Dinda yang terlihat kecil memakai kemeja yang kebesaran. Membuat tubuh gadis itu tampak tenggelam.
"Sekarang kau siap-siap, saya ada meeting di restoran."
"Tapi tidak apa-apa bila saya berpakaian seperti ini?"
"Nanti di jalan kita mampir ke butik."
Devan bangkit dari kursi kebesarannya dan melangkah ke arah pintu keluar diikuti oleh Dinda.
Devan dan Dinda sudah berada di mobil yang di sopiri oleh asisten Arya. Di sepanjang perjalanan tidak ada yang berbicara, hening dan hanya bunyi deru mesin mobil. Dinda, gadis itu dari awal naik mobil , tidak pernah lepas memandang ke arah Devan.
Saat ini Dinda duduk di belakang jok mobil samping pria itu. Devan hanya menatap lurus tanpa menyadari sekretarisnya tersebut menatap dirinya.
Devan menoleh ke arah Dinda dan mengernyitkan dahinya pasalnya gadis itu tidak berkedip menatap dirinya. Dia menyentil dahi Dinda sedikit keras, membuat Dinda meringis.
"Aww sakit Pak! Kenapa dahi saya di setil?" Dinda mengusap dahinya.
"Kenapa menatap saya seperti itu?" Devan baik bertanya dan dengan cepat Dinda menggelengkan kepalanya.
"Ti-tidak. Saya hanya ingin melihat sepeda motor berlalu lalang dari jendela mobil," bantah Dinda membela diri.
" Kau pikir saya bodoh! Disampingmu ada jendela, kenapa harus melihat ke arah jendela mobil saya!"
Dinda tersenyum malu-malu setelah ketahuan, sambil menggaruk tengkuknya yang tak gatal.
"Hehe..., saya baru sadar disamping saya ada jendela mobil," ucap Dinda asal sambil cengengesan.
Sementara Devan berdecih melihat itu.
Arya hanya tersenyum melihat berdebatan sahabat tersebut dengan sekretaris barunya. Karna sangat jarang Devan berintetaksi dengan seorang wanita.
"Arya, kita mampir ke toko baju dulu," perintah Devan.
"Siap Pak," sahut Arya.
"Bapak ingin membeli pakaian?" tanya Dinda dengan tampang polosnya.
Devan memejamkan matanya sambil mengusap dadanya.
"Apa kau tidak lihat, baju mu itu. Tidak mungkin saya membawamu bertemu dengan rekan bisnis saya dengan kemeja yang kebesaran ditubuhmu!" ketus
Devan.
Lagi, Dinda hanya cengengesan menampilkan deretan gigi putihnya.
Mobil lamborghini hitam itu sudah sampai di toko yang menjual pakaian dan Devan lebih dulu turun dari mobil.
"Ayo turun," titah Devan. Meminta Dinda segera turun dari mobil.
"Saya Pak?" Dinda menunjuk dirinya sendiri.
"Iya, siapa lagi kalau bukan kau!" ujar Devan ketus .
Dinda mengekori Devan dari belakang kala memasuki toko pakaian. Pria itu memilih-milih kemeja untuk Dinda dan matanya jatuh pada kemeja berwarna hitam.
"Coba pakai yang ini," ujar Devan menyodorkan kemeja pilihannya pada sekretarisnya.
"Kenapa warna hitam, Pak? " tanya Dinda.
"Bila bajumu disiram air, tidak akan menampakkan daleman bajumu," jawab Devan sekenanya. Dengan refleks Dinda langsung menyilang kedua tangannya di dada.
"Tadi Bapak ngintip ya?" tuding Dinda dengan tatapan penuh curiga..
"Heh! Apa yang kau pikirkan, saya tidak mengitip! Punyamu kurang menggoda bagi saya!" Devan langsung menutup mulutnya karna keceplosan.
Bodoh! Kenapa dia harus menjawab seperti itu.
"Maksud Bapak yang kurang menggoda punya aku yang mana?" Kini, Dinda semakin gencar bertanya dengan pria tampan itu.
Sedangkan Devan ingin sekali membenturkan kepalanya ke tembok. Kenapa dia tidak bisa menjaga mulutnya.
"Sudah. Sekarang ganti bajumu. Saya sudah ditunggu klien." ujar Devan sambil melirik arloji yang melingkar di pergelangan tangannya.
Dinda segera masuk ke ruang ganti pakaian. Sekitar sepuluh menit gadis itu sudah mengganti kemejanya.
"Bapak, sudah." Dinda berdiri dihadapan Devan dengan senyuman manisnya.
Pria itu melirik pakaian yang gadis itu kenakan sekilas.
"Sekarang kita ke kasir." Devan berjalan ke arah meja kasir dengan Dinda yang mengikuti dari belakang.
"Berapa kemeja yang dipakai gadis ini? " tanya Devan sambil melirik ke arah Dinda.
"Totalnya tiga juta Pak," ujar penjaga kasir wanita tersebut.
Devan mengeluarkan kartu ATM nya. Dinda melongo mendengar harga kemeja tersebut sambil menatap ke arah kemeja yang dia kenakan sekarang.
Setelah selesai membayar mereka berdua keluar dari toko pakaian tersebut dan memasuki mobil.
"Seharusnya Bapak tidak usah membelikan saya kemeja ini. Pasti uang bapak habis gara-gara beliin kemeja untuk saya " ujar Dinda menatap kasihan pada Devan.
"Kau pikir saya orang yang tidak mampu? Jangankan membelikan kemeja yang kau pakai, saya juga bisa membeli toko pakaian itu kalau saya mau," ujar Devan dengan wajah sombongnya.
Dinda geleng-geleng kepala sambil bertepuk tangan, kagum.
"Wah, Bapak Devan ternyata sultan. Jadi semakin cinta dengan Bapak," ujar Dinda yang langsung bergelayut manja di lengan Devan. Pria itu mendorong kepala Dinda hingga membentur pintu mobil.
"Ish, Bapak kenapa aku didorong?"
" Kau jangan kurang ajar dengan atasan! Apalagi memeluk saya seperti ini!"
" Tapi saya cinta dengan bapak," ujar Dinda dengan tidak tahu malunya. Apalagi dalam mobil itu bukan hanya ada mereka berdua tapi juga ada Arya yang cekikikan melihat wajah merah padam Devan yang menahan marah.
"Kau ini mempunyai malu apa tidak? Saya tidak menyukaimu apalagi mencintai kamu!"ketus Devan penuh emosi. Dinda cemberut mendengarnya tapi sedetik kemudian kembali tersenyum.
" Mungkin sekarang Bapak tidak cinta dengan ku, tapi aku jamin nanti Bapak Devan akan mengejar-ngejar aku minta untuk menerima cinta Bapak, " ujar Dinda dengan penuh percaya diri.
"Cih, dasar tidak tahu malu," balas Devan menatap sinis gadis tersebut.
Mobil berwarna hitam itu sudah sampai di sebuah restoran mewah bintang lima. Devan turun dari mobil diikuti oleh Dinda yang membawa sebuah berkas yang sudah disiapkan untuk membahas meeting hari ini.
"Maaf menunggu lama," ujar Devan sambil berjabat tangan dengan Dodi, rekan bisnisnya.
"Tidak masalah Bapak Devan," balas Dodi tersenyum tipis.
"Ayo silahkan duduk," titah Dodi.
Devan segera duduk di kursi itu dan Dinda berdiri di samping Devan.
"Jadi bagaimana kerja sama kita pak Devan tentang pembangunan hotel di Bali?" tanya Dodi.
"Saya setuju tapi anda yakin membangun hotel di Bali akan sangat menguntungkan?" tanya Devan balik.
"Tentu. Apalagi banyak para turis yang berlibur ke Bali dan tentunya mencari penginapan untuk mereka bermalam. Dan kita mencari lokasi yang strategis agar menjadi hotel yang dipilih para turis," jelas Dodi. Devan manggut-manggut dengan penjelasan rekan bisnisnya.
Dinda, gadis itu tidak lepas menatap Devan. Menurutnya Devan terlihat lebih tampan ketika sedang serius. Gadis itu tersenyum sendiri menatap Devan.
"Ya Tuhan, semoga jodohku Pak Devan. Kalau dia bukan jodohku maka jadikanlah aku jodohnya," ujar Dinda berdoa dalam hati.
Tak terasa meeting mereka berdua sudah selesai. Dan Dodi sudah lebih dulu meninggalkan restoran, dan kini tertinggal Devan dan Dinda.
"Bapak aku lapar," ujar Dinda sambil memegangi perutnya.
"Kau ingin makan apa?" tanya Devan.
Gadis itu duduk di kursi dan membuka buku menu. Seorang pelayan restoran mendekat ke arah mereka berdua setelah Devan memanggil.
"Ayo cepat pilih, kau ingin pesan apa?"
"Aku ingin pesan nasi goreng, mie goreng, tempura, dan minumnya es teh."
Devan terkejut mendengar pesanan Dinda. Bukan dia tak mampu membayar tapi tidak menyangka tubuh sekecil Dinda memiliki n*fsu makan yang besar.
Devan berdiri hendak pergi ke toilet dan saat dia tiba -tiba berhenti seseorang menabrak punggung belakangnya.
Devan berbalik dan mendapati Dinda yang mengusap kepalanya akibat membentur punggung pria tersebut.
"Kenapa mengikutin saya?" tanya Devan heran.
"Aku takut Bapak Devan meninggalkan ku di sini," jawab Dinda sambil tersenyum manis.
"Aku ingin ke toilet, jadi tidak usah mengikutin saya!"
"Tidak mau. Aku ingin ikut dengan Bapak. Aku menunggu di luar toilet, tidak ikut masuk."
"Siapa juga memintamu ikut ke dalam toilet!"
"Bisa saja Bapak minta di temenin," celetuk Dinda terkekeh geli.
Devan hanya menghembuskan napas kasar. Dosa apa dia hingga mendapat sekretaris seperti Dinda .
Bersambung....
Maaf bila cerita yang aku buat kurang menarik atau tidak jelas alur ceritanya.
Terima kasih🙏💕***
Devan menutup laptop , membereskan berkasnya dan akan segera pulang . Pria itu keluar dari ruangannya tapi dia di kagetkan oleh sosok wanita yang berdiri di samping pintu keluarnya.
"Siapa kamu? " tanya Devan, karna wanita itu membelakanginya.
"Ini, aku pak " ujar Dinda berbalik dan tak lupa sambil tersenyum manis pada Devan.
"Ngapain kamu disini? " tanya Devan galak.
"Ih, bapak jangan galak -galak nanti aku takut lo" ujar Dinda sambil tertawa.
"Saya tidak peduli, sekarang jawab ngapain kamu disini? " tanya Devan lagi.
"Aku nungguin bapak" jawab Dinda.
"Saya bukan anak kecil jadi gak usah tungguin saya " ujar Devan dan pergi meninggalkan Dinda.
"Sabar Dinda, memang cinta butuh perjuangan " gumam Dinda dan berlari menyusul Devan.
Pria itu menuju ke parkiran dan menekan tombol kunci mobil, dan saat akan masuk dia kaget melihat Dinda sudah duduk manis di sebelahnya.
"Ngapain kamu disini dan bagaimana bisa kamu sudah duduk disini? "ujar Devan.
" Aku masuknya lewat pintulah pak masa iya lewat kaca mobil ,aku izin nebeng yah pak"ujar Dinda.
"Ayo pak jalan " ujar Dinda dengan tidak tau dirinya. Sedangkan wajah Devan sudah merah padam menahan amarahnya .
"Kau.... " geram Devan.
Devan keluar dari mobil dan membuka pintu sebelahnya dan menarik Dinda keluar dari mobil.
"Aduh! Bapak sakit, jangan kasar " keluh Dinda, sambil meringis merasakan tangannya yang ditarik kasar oleh Devan.
"Keluar dari mobil saya, kamu bisa saja saya pecat dengan kelakuan kamu yang tidak sopan dengan saya" ancam Devan, pria itu masuk ke mobilnya dan menjalankan mobilnya meninggalkan Dinda yang mengusap pergelangan tangannya yang memerah.
"Bapak Devan kasar banget, tapi gak papa malah yang seperti itu tipe aku banget, jadi makin menantang"ujar Dinda sambil tersenyum melambaikan tangannya kearah mobil Devan yang sudah berjalan jauh.
Dinda hendak melangkah kan kakinya tapi tiba-tiba rambutnya ditarik kasar.
" Aww , lepasin rambut aku nenek lampir "celetuk Dinda pada Eka.
" Berani banget kamu panggil aku nenek lampir, dasar wanita murahan "ujar Eka tak mau kalah.
" Jaga ucapan kamu yah, aku bukan wanita murahan, dasar nenek lampir berwujud manusia"ujar Dinda.Eka mengepalkan tanganya dan hendak menampar Dinda.
"Hallo pak Devan " teriak Dinda sambil melambaikan tangannya.
Sontak Eka berbalik kebelakang dan tidak melihat sosok Devan.
"Kabur!! " Dinda berlari meninggalkan Eka yang berteriak .
"Sini kamu wanita murahan!!sialan aku di bohongin "ujar Eka.
" Awas, kamu lihat besok nanti "ujar Eka sambil tersenyum menyeringai.
Dinda berhenti berlari setelah melihat Eka yang tak mengejarnya lagi.
" Ganas banget tuh nenek lampir, perasaan aku gak salah apa- apa sama dia "gumam Dinda.
Gadis itu duduk di halte menunggu bis yang lewat, namun sudah setengah jam bis yang dia tunggu belum datang juga .Sebentara hari sudah mulai gelap.
" Aduh, kok gak ada bis yang lewat sih, mana mau gelap "decak Dinda.
Sebuah mobil berwarna putih berhenti di depan Dinda, membuat gadis itu bingung.Kaca mobil terbuka dan dia adalah Arya. Pria itu baru pulang dari kantor karna ada pekerjaan yang belum selesai .
" Dinda ngapain berdiri disini? "tanya Arya.
" Lagi nunggu bis pak, tapi belum lewat-lewat juga"ujar Dinda.
"Kalau gitu, kamu ikut saya bahaya perempuan disini, apalagi udah mau gelap, ayo masuk " ajak Arya.Dinda terdiam sejenak dan berjalan masuk kedalam mobil Arya.
Pria itu mulai menjalankan mobilnya, di perjalanan hening tidak ada yang bicara.
"Dinda, gimana kerja kamu hari ini? " tanya Arya sekedar basa-basi.
"Lancar kok pak, tapi bapak Devan galak " ujar Dinda.
Arya terkekeh menatap Dinda sekilas dan kembali fokus menyetir.
"Pak Devan memang kaya gitu galak tapi dia baik kok " ujar Arya.
"Oh gitu " jawab Dinda singkat.
"Jadi gak usah di ambil hati, perkataan pak Devan yang nyakitin yah" ujar Arya lembut. Karna memang Arya sosok pria yang lembut dan sangat menghormati seorang wanita , jangan salah banyak wanita yang salah sangka dengan kebaikan Arya, yang menyangka pria tersebut memiliki perasaan lebih, padahal tidak dia memang sosok yang baik.
Berbanding terbalik dengan Devan yang merupakan Bos dan sahabat Arya yang kasar galak ,dan juga dingin.
"pak Arya, pak Devan itu udah punya kekasih belum? " tanya Dinda.
"Kamu suka sama pak Devan? " tanya balik Arya.
"Gak pak cuma nanya aja " jawab Dinda sambil tertawa.
"Pak Devan belum punya kekasih, dia masih betah sendiri " ujar Arya.
"Memang umur bapak Devan berapa? " tanya Dinda lagi.
"Umur pak Devan sudah 32 tahun" jawab Arya.
"Tua banget, pantesnya jadi om aku itu , tapi gak papalah tua, masih hot " gumam Dinda yang tidak terdengar oleh Arya.
"Dinda ini rumah kamu? " ujar Arya berhenti di sebuah rumah yang terlihat sederhana dan didepan pintu sudah berdiri seorang wanita paruh baya.
"Iya pak, makasih udah anterin saya" ujar Dinda, gadis itu keluar dari mobil Arya.
"Makasih ya pak Arya!! " teriak Dinda. setelah mobil itu berjalan meninggal pekarangan rumah Dinda.
Dinda berjalan kearah rumahnya dan mencium tangan ibunya.
"Dinda, kenapa baru pulang nak? " tanya Nia, ibu dari Dinda.
"Tadi Dinda tunggu bis bu, tapi gak ada yang lewat untung ada pak Arya, jadi Dinda ikut dia" ujar Dinda.
"Bos kamu? " tanya Nia.
"Bukan bu, dia assisten bos aku " jawab Dinda.
"Ayo sekarang masuk , mandi, sholat, terus makan " ujar Nia .Dinda masuk kedalam rumah.
Dinda dan ibunya Nia tinggal hanya berdua karna ayah Dinda sudah meninggal dua tahun lalu, akibat penyakit jantung, dan yang mencari nafkah ibu Dinda , sebagai tukang jahit. Dinda yang kasian dengan ibunya itu , berusaha mencari pekerjaan dan untung Syilla mencari pekerjaan untuk dirinya sebagai sekretaris Devan.Dia dulu bekerja di hotel tapi tiba-tiba hotel tersebut mengalami kebangkrutan dan ditutup .
#Arya pangestu, asisten dan sahabat Devan, pria lembut ,baik dan sangat penghormati perempuan. Kebaikannya disalah arti kan oleh para wanita, mereka pikir Arya ada perasaan padahal dia baik kepada siapa saja. Umur 25 tahun masih lajang dan mapan,memiliki bisnis hotel,super market dan usaha lainnya ,dia bekerja menjadi asisten Devan karna orang tua Devan telah menolong keluarga nya yang saat itu di Landa kesulitan ekonomi dan juga memberikan pekerjaan pada ayahnya dulu waktu dia masih duduk di bangku SMA.Tapi kok bisa Dinda kepincut sama Devan bukan sama Arya🤔.
Bersambung....
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!