[Tahun 2008]
Masa muda adalah masa yang sangat berharga, masa dimana semuanya keinginan terlihat bercahaya. Nama ku Kim Haru, impian ku saat itu adalah menyelesaikan sekolah SMP, lalu masuk ke sekolah Seni yang sangat bergengsi di Korea Selatan. Setelah itu mengikuti audisi dan trainee di agensi besar dan debut menjadi seorang penyanyi.
Tetapi rencana ku saat itu seketika menjadi buram setelah dia memasuki dunia ku, melihat senyumannya saat itu adalah hal yang terbaik dalam hidupku.
“Hei Haru, kamu udah disini aja? Kenapa gak nunggu kami,” ucap seorang laki-laki yang menyapa ku dan langsung duduk di depanku.
“Ho?! Ha... maaf aku udah lapar, jadi buru-buru ke kantin dulu,” balas ku melempar senyum ke teman sekelas.
Saat aku sedang asyik bercanda dan berbincang dengan teman-temanku, tiba-tiba saja…
“Kebakaran... ! Tolong!!” teriak seorang petugas dapur berlari keluar dari arah dapur kantin.
Seketika kulihat semuanya menjadi sangat bingung dan panik, termasuk aku dan teman- temanku.
“Haru!! Kamu ngapain masih disini, cepat keluar,” ucap salah satu temanku yang mencoba menarik lengan kananku, untuk mengajakku keluar dari kantin.
“Ho, kamu keluar saja dulu. Aku masih mencari seseorang,” kataku menepis tangan temanku.
“Baiklah kalau begitu segera keluar sebelum semakin besar,” balas temanku dengan panik.
“Oke,” sahutku.
Setelah melihat temanku keluar dari ruangan, aku kembali menatap ke arah dapur yang semakin dikepung asap. Tanpa berpikir panjang, tanpa memikirkan cita-cita, dan masa depan ku lagi, aku mengambil taplak meja dan gulungan tisu yang ada diatas meja, aku langsung membasahinya dengan air minum yang juga ada disana.
Lalu dengan cepat aku masuk menembus gumpalan asap yang sudah mengepung dapur saat itu.
Dan siapa yang menyangkah kalau sebelum kebakaran itu adalah saat-saat terakhir aku bisa mendengar dan hidup dengan normal.
Setelah kebakaran itu terjadi, aku harus hidup dalam kepungan trauma. Setiap melihat api, bayang-bayang dan teriakan lirih itu terus menghantuiku.
Hidupku seketika menjadi kacau, dan aku juga harus lebih berusaha lebih keras dari anak-anak lainnya, karena aku adalah anak yang berbeda dari yang lainnya.
Tetapi aku akan buktikan ke mereka kalau aku tidak lemah, aku akan tunjukkan ke mereka semua, bahkan kepada dunia... kalau seorang yang tidak memiliki pendengaran mampu menjadi penyanyi kelas dunia.
....
[Tahun 2022]
Malam yang tenang, ditengah pusat kota Seoul terlihat ramai seperti biasanya, terutama di salah satu venue yang ada di Seoul, bernama Jamsil Olympic Stadium. Dibagian luar sudah terpampang beberapa poster besar yang bertuliskan Haru. Haru sendiri merupakan seorang solois sekaligus aktor yang sedang populer saat ini.
Dari dalam venue terdengar dentuman musik yang menggemah, diiringi suara-suara teriakan para fans yang menghadiri acara tersebut. Haru sebagai penyanyi yang mengadakan acara konser solo tersebut sangat bersemangat diatas panggung, dia bergerak kekiri dan kekanan dengan ditemani beberapa dancer yang menari bersamanya.
Beberapa menit kemudian....
Konser yang sudah berlangsung selama 2 jam itupun akhirnya berakhir. Para fans keluar dari venue secara teratur, sementara Haru langsung menuju ke ruangan pribadinya untuk istirahat.
“Haru, kamu mau makan disini dulu atau langsung pulang?” tanya seorang manajer pribadinya yang bernama Hyunjae.
Haru terlihat tidak perduli dia terus memainkan hp nya yang masih dia pegang dengan kedua tangannya. Melihat orang yang ada dihadapannya bersikap acuh, Hyunjae langsung menepuk satu pundak Haru untuk membuatnya menyadari kehadirannya di tempat itu. Hanya dengan satu tepukan, Hyunjae akhirnya berhasil mengalihkan pandangan Haru dari hp yang dia pegang.
Haru yang menyadari kehadiran sang Manager, segera memasang alat bantu dengar yang dari tadi dia lepas dan diletakkan di atas meja riasnya. “Ada apa Kak, maaf aku gak menyadari kehadiran Kakak,” ucap Haru dengan wajah polosnya.
“Hei, aku kan sudah bilang sama kamu... kalau diruangan sendirian, pakai alat bantu dengar kamu! Apa kamu lupa, kalau kamu hampir celaka waktu itu?” sahut Hyunjae dengan wajah yang sedikit kesal sekaligus khawatir.
Haru yang merasa bersalah seketika memasukkan hp nya kedalam saku jas biru dongker yang dia pakai. “Oke aku mengerti, sekarang kita pulang. Aku akan makan dimobil aja untuk mempersingkat waktu, karena hari ini aku juga sudah sangat capek, dan besok juga masih ada jadwal pembacaan naskah drama.” Senyum lebarnya yang dia lemparkan untuk menenangkan Hyunjae yang sedang kesal pun mengiringi langkahnya menuju mobil.
Sementara Hyunjae hanya bisa menggeleng pelan, dan dia hanya berfikir itu adalah kebiasaan dari Haru yang sering ditunjukkan kepadanya. Obrolan pada malam itu pun selesai, dalam perjalanan pulang Hyunjae mengemudikan mobil seperti biasanya melewati jalanan Seoul yang ramai lancar, sementara Haru terus memakan kimbab panjang yang dia genggam dengan satu tangannya.
Keesokan Harinya~
Haru terbangun dari tidurnya, dia melangkahkan kedua kakinya menuju kekamar mandi untuk menyegarkan badannya. Selesai mandi dia kembali berjalan menuju ruang ganti khusus yang masih ada didalam kamar pribadinya. Didalam ruang ganti itu terlihat tertata dengan rapih baju-baju milik Haru yang sudah digantung berdasarkan jenis pakaiannya.
Sedangkan pada bagian tengah ruang ganti terdapat dua almari kaca yang berukuran sedang, berdiri berdampingan. Satu almari besar untuk tempat alat bantu dengar Haru yang memiliki berbagai bacam ukuran, dari yang kecil sampai yang berukuran standart. Semua alat bantu dengar yang ada diruangan itu adalah desain khusus yang dibuat oleh desainner ternama, dan yang sudah dibuat khusus sesuai kenyamanan Haru.
Sementara almari satunya adalah tempat Haru meletakkan berbagai macam jam tangan koleksinya yang tentu saja memiliki harga yang fantastis. Selesai mengganti bajunya, Haru segera mengambil satu alat bantu dengar dan jam tangan pilihannya untuk dia gunakan dihari itu. Karena jadwal aktivitas Haru pada saat itu cukup padat, dia sengaja memilih alat bantu dengar yang berukuran kecil untuk mendukung berbagai kegiatannya pada hari itu.
Jarum jam yang dipakai Haru pun terus berjalan, dan jarum jam yang terlihat sangat jelas itu sudah menunjukkan pukul 9 siang. Hp Haru yang dari tadi ia letakkan di sakunya terus bergetar, yang menandakan dia mendapatkan sebuah panggilan masuk. Tanpa berpikir Panjang lagi ia segera mengambil hp nya dan menerima panggilan masuk yang ada di hp nya.
Ternyata telepon itu berasal dari Hyunjae yang menyuruhnya untuk segera turun ke tempat parkir, karena ditempat itulah para wartawan atau paparazzi sulit untuk mendapatkan akses masuk. Haru segera melangkahkan kedua kakinya setelah menutup telepon dari Hyunjae, tidak lupa ia juga memakai topi berwarna hitam dan masker mulut yang berwarna hitam juga untuk menutupi wajahnya saat berjalan menuju ke tempat parkir.
Sesampainya ditempat parkir, Haru langsung masuk ke mobil van yang akan mengangkutnya ke lokasi syuting, dan didalam mobil sudah ada Hyunjae yang sudah menunggu Haru di kursi kemudi. Melihat Haru sudah masuk kedalam mobil, Hyunjae mulai terus melirik ke arah Haru yang duduk dikursi belakang melalui kaca spion kecil yang ada dihadapannya, seakan dia ingin menyampaikan sesuatu ke Haru.
Lirikan kecil itu pun secara tak terduga tersampaikan secara tidak langsung ke Haru, hingga membuatnya angkat bicara. “Ada apa Kak? Cepat katakan,” celetuk Haru secara mendadak.
“Ho?!” sahut Hyunjae kebingungan.
Haru mulai mengalihkan tatapannya ke arah spion kecil yang ada didepan. “Aku tahu Kakak dari tadi ngelihatin aku terus, pasti ada yang ingin Kakak sampaikan ke aku, tapi Kakak merasa ragu,” balas Haru.
Sambil mengemudikan mobilnya, Hyunjae sesekali menatap Haru melewati kaca spion untuk menjawab pertanyaan Haru. “Dari mana kamu tahu kalau ada yang mau aku sampaikan?! Memang kelihatan banget ya?” balas Hyunjae bingung.
“Kak, kita ini sudah kenal selama bertahun-tahun, jadi aku tahu dengan sekali lihat. Jadi katakan sekarang apa yang ingin Kakak sampaikan,” kata Haru diiringi helaan nafasnya.
Hyunjae melempar senyum lebarnya sebelum mengatakan apa yang ingin dia sampaikan. “Haru, aku cuman mau menyampaikan... Hemi sudah ada di Seoul, dan dia sedang merencanakan sebuah acara yang diberi nama gangnam fashion week,” kata Hyunjae.
“Apa?! Dari kapan dia sudah ada di Seoul?” Seketika Haru memasang wajah terkejutnya saat mendengar berita terbaru sang Adik.
“Sudah dari 4 hari yang lalu, dan katanya dia akan terus menetap di Korea Selatan, untuk memulai membuka cabang disini,” jawab Hyunjae.
“Itu artinya dia gak akan balik lagi dong ke Paris?” sahut Haru mengerutkan dahinya.
“Iya... mungkin saja,” angguk Hyunjae menyetujui pendapat Haru.
“Terus apa Kakak tahu alasan dia ingin menetap disini?” Haru terus melemparkan pertanyaan yang masih membuatnya penasaran.
“Aku juga kurang tahu kalau masalah itu, lebih baik tanyakan sendiri kalau ketemu,” balas Hyunjae.
Jawaban terakhir Hyunjae itu seketika mengakhiri percakapan mereka berdua, Haru menjadi terdiam dan hanya helaan nafas beratnya yang terdengar. Wajah Haru kini memasang ekspresi cukup serius, dan didalam batinnya tiba-tiba saja bergumam, “Gak boleh begini, dia harus segera balik ke Paris. Kalau tidak, dia akan ikut terluka dalam pertempuran ini.”
Mobil yang dikendarai Hyunjae itu pun terus melaju menembus beberapa kemacetan yang terjadi pada siang itu, sedangkan Haru masih duduk termenung memikirkan cara agar sang Adik tak terlibat dalam rencananya.
Beberapa menit kemudian....
Mobil yang dikendarai Hyunjae pun akhirnya sampai di tempat parkir depan gedung salah satu stasiun televisi yang akan menayangkan dramanya. Ketika dia turun dari mobilnya, dia berpapasan langsung dengan orang yang dia kenal, dia adalah….
.
.
.
Bersambung~
Mobil yang dikendarai Hyunjae pun akhirnya sampai di tempat parkir depan gedung salah satu stasiun televisi yang akan menayangkan dramanya. Ketika dia turun dari mobilnya, dia berpapasan langsung dengan orang yang dia kenal, dia adalah Go Semi. Orang yang akan menjadi lawan mainnya dalam drama, sekaligus cinta pertamanya yang dia temui saat duduk di bangku SMP.
Seketika kedua mata Haru menunjukkan tatapan yang sedikit canggung, berbeda dengan Semi yang langsung menyapa Haru tanpa ragu dengan menundukkan kepalanya sedikit. Sapaan ramah itu hanya bibalas Haru dengan deheman pelan dan tanpa senyum, seperti yang sering dia tunjukkan. Melihat respon Haru yang cuek dan terlihat tidak ramah, Semi pun hanya bisa berfikiran positif, meskipun tampak sedikit keheranan.
Perasaan tak acuh yang ditunjukkan Haru pun mengiringi langkahnya menuju ke ruang pembacaan naskah drama. Setibanya di ruang pembacaan naskah ekspresi Haru seketika berubah, senyum irit yang sebelumnya melekat pada diri Haru, kini berubah menjadi senyum lebar yang menyapa semua staf dan aktor yang akan terlibat dalam syuting drama.
Puas dengan sapaanya, Haru segera duduk ditempat yang sudah diberi tanda dengan namanya. Sementara dibelakang Haru, disusul Semi yang juga baru masuk dan juga memberi sapaan kesemua orang yang ada diruangan sebelum duduk ditempat yang sudah disediakan.
Setelah semua aktor sudah datang, pembacaan naskah itu pun dimulai. Satu persatu aktor dan aktris membaca naskah yang sudah mereka pegang, termasuk Haru dan Semi yang sebagai pemeran utama di drama itu.
Detik jam terus berjalan, pembacaan yang sudah berlalu selama 2 jam itu pun akhirnya selesai, satu persatu para aktor mengambil foto sebagai dokumentasi untuk acara yang diadakan pada hari itu, termasuk 2 sang pemeran utama.
Dengan tatapan yang sedikit canggung dalam hati, Haru mencoba tersenyum dan berpose tepat berada di sebelah Semi. Sementara dengan mudahnya Semi langsung menggandeng Haru tanpa rasa canggung saat akan berfoto dengannya. Tautan tangan Semi yang tiba-tiba saja melingkar ke lengannya itu sontak saja sedikit mengejutkan Haru yang merasa sedikit canggung disebelahnya.
Sesi foto selama 30 menit itu pun akhirnya selesai, dengan cepat Haru langsung melepaskan tautan lengan Semi yang dari tadi melingkar dilengannya. Dia kembali memasang wajah dinginnya, dan segera melangkah pergi meninggalkan Semi yang terlihat sedikit bingung dengan tindakan yang dilakukan Haru.
Sementara Semi hanya menatap ke arah Haru dengan sedikit kebingungan. “Dia memang benar-benar terlihat aneh, perasaan tadi dia ramah banget ke semua staff, tapi sekarang ekspresinya malah dingin banget gitu,” gumamnya.
Sedangkan Haru melangkahkan kakinya menuju Hyunjae yang dari tadi hanya berdiri sambil mengamatinya dari jauh. “Kak, kita balik sekarang,” ucap Haru saat dihadapan Hyunjae.
“Oke,” jawab Hyunjae singkat.
Kini Haru melanjutkan langkahnya, setelah mengatakan ajakannya kepada Hyunjae. “Ah... aku mau latihan dulu, jadi antarkan aku ke agensi,” sahut Haru lagi sambil menoleh ke arah Hyunjae yang berjalan dibelakangnya.
“Oke,” jawab Hyunjae singkat.
Mereka berdua berjalan menuju mobil mereka yang diparkirkan di tempat parkir yang ada diluar gedung. Haru duduk dengan tenang dikursi penumpang tengah sembari memainkan hp nya, kedua pandangan matanya tidak dapat lepas dari hp nya sedikitpun, termasuk saat Hyunjae meminta izin ingin kembali kedalam gedung untuk mengambil barangnya yang ketinggalan, dia hanya menjawabnya dengan deheman singkat.
Terus-menerus Haru menggeser layar hp nya hingga dia tak menyadari Semi berjalan ke arah mobilnya yang dia parkirkan di sebelah mobilnya. Saat dia tak sengaja memalingkan wajahnya, dia baru menyadari kalau mobil Semi sudah terbuka, dan didalam mobil itu sudah ada Semi yang sedang duduk di kursi penumpang bagian tengah.
Seketika kedua mata Haru berkedip secara perlahan sambil terus menatap Semi dari balik jendela mobilnya. “Seandainya keluarga ku gak bermasalah, apa cerita kita akan berbeda?” gumamnya dalam hati.
Kedua mata Haru terus menatap Semi dengan sangat dalam hingga dia tak menyadari Hyunjae sudah berjalan mendekat ke arah mobilnya. Sapaan Semi terhadap Hyunjae pun baru membangunkannya dari lamunannya yang cukup panjang. Saat dia mencoba memahami gerakan bibir dan ekspresi Semi yang sedang berbicara dengan Hyunjae, tiba-tiba saja dia terkejut dengan sorot mata Semi yang menatap langsung ke arahnya dari balik kaca mobil yang gelap dari arah luar.
Meskipun dari sudut pandang Semi hanya terlihat sebuah kaca hitam yang gelap, tapi perasaan canggung masih menyelimuti Haru yang ada didalam mobil, hingga membuatnya sedikit salah tingkah. Hyunjae yang baru masuk mobil pun merasa sedikit terkejut saat melihat tingkah Haru yang salah tingkah dengan menutupi jendela mobil yang ada disebelahnya dengan lengan tangan kanannya.
“Hei, kamu kenapa begitu?” tanya Hyunjae menahan tawanya.
“Ho?! Ah... gak kenapa-kenapa Kak, aku cuman merasa sedikit silau aja dengan cahaya dari luar,” kelak Haru dengan kedua alis terangkat secara bersamaan.
Mendengar jawaban Haru yang terlihat membingungkan, membuat Hyunjae hanya memasang smirk dibibirnya sambil menggeleng pelan. Tanpa melempar kata-kata lagi, Hyunjae segera memacu mobilnya untuk meninggalkan tempat itu.
Setelah 30 menit Hyunjae mengendarai mobil van yang berukuran sedang melewati padatnya jalanan kota Seoul pada siang itu, akhirnya mereka berdua tiba juga ditempat yang dia tuju yaitu agensi Haru.
K entertainment~
Haru turun dari mobil van nya yang sudah berhenti tepat dipintu masuk K entertainment, sebelum masuk dia menyempatkan melambaikan satu tangannya kepada kerumunan para penggemarnya yang sudah menunggunya sejak sebelum dia datang ketempat itu. Lambaian tangan itu tidak lupa juga diiringi dengan senyum lebar yang memancar dari wajah nya.
Meskipun dari sudut pandang penggemarnya senyum Haru tidak terlihat begitu jelas, tetapi dengan sapaan sederhana itu Haru mendapatkan puluhan sorakan dari para fans nya, tapi sapaan hangat itu terpaksa harus dia hentikan saat dia akan masuk kedalam gedung agensinya, dengan memasang kaca mata hitam ke wajahnya, Haru melenggang memasuki gedung agensinya dengan langkah pendek dan tidak terburu-buru.
Saat tiba di eskalator Haru tiba-tiba mendapatkan sebuah pesan dari orang yang dia anggap sangat penting dalam hidupnya, dan dengan satu tangannya, dia segera membuka pesan itu. Kedua matanya seketika terbuka saat membaca beberapa kalimat yang terketik rapih pada layar hp nya.
“Kak Hyunjae balik aja dulu, aku akan disini sampai nanti malam. Kalau sudah selesai akan aku menelpon Kakak.” Sambil memegang hp nya dia mengalihkan tatapannya ke arah Hyunjae yang ada dibelakangnya.
“Oke kalau begitu aku balik dulu, kalau ada apa-apa langsung telepon aku aja,” jawab Hyunjae yang langsung mengalihkan langkah Kakinya meninggalkan Haru setelah tiba diatas ujung eskalator.
Sesampainya di lantai atas, langkah kaki Haru berlanjut ke arah lift. Dia memasuki lift untuk menuju ruangan yang paling atas untuk bertemu seseorang.
Saat dia sudah berada dalam lift dia segera memencet angka 7, lantai dimana semua artis takut menginjakkan kaki mereka di tempat itu, tapi tidak dengan Haru yang sering bolak-balik melangkah ke lantai itu.
Lantai 7~
Haru keluar dari lift dan segera berjalan ke arah sebuah ruangan yang ingin dia tuju, ketika ia sudah berada didepan ruangan tersebut, Haru tidak langsung membuka pintu yang ada dihadapannya itu, dia terlebih dahulu menunjukkan kesopanannya dengan mengetuk ruangan itu dengan pelan. Beberapa detik kemudian, ketukan itupun disambut oleh teriakan dari dalam ruangan, untuk segera menyuruhnya masuk.
Dibukalah pintu tersebut oleh Haru dengan satu tangannya, dan saat ia sudah ada didalam ruangan, dia sedikit terkejut karena sudah ada seorang wanita yang terlihat lebih muda darinya. Iya... dia adalah Hemi, sang Adik kandung Haru dari ibu yang sama. Begitu melihat Haru sudah ada diruangan, Hemi pun segera mengangkat satu tangannya untuk menyapa Haru yang sedang berjalan ke arahnya.
“Ada apa Papa manggil aku? Apa ada yang perlu didiskusikan?” celetuk Haru yang langsung duduk di sofa Panjang yang ada diruangan itu.
Sang Papa yang tadinya sibuk mengecek dokumen, segera memalingkan pandangannya ke arah Haru. “Hei, jangan kaku seperti itu. Memangnya setiap kali Papa manggil kamu, mesti masalah pekerjaan? Kan gak juga,” jawab sang Papa dengan senyuman kecil dibibirnya.
Hemi yang dari tadi terdiam pun ikut angkat suara. “Tau nih, kayaknya selama ini pikiran Kakak cuma tentang pekerjaan,” sahut Hemi.
“Hey, diam kamu! Kenapa kamu bisa ada disini bukannya di Paris,” balas Haru dengan nada tegas.
“Memangnya gak boleh apa aku pulang ke negara ku sendiri? Heeh... dasar aneh! Kayaknya Kakak deh yang harus liburan ke Paris,” jawab Hemi mengangkat kedua matanya keatas.
“Hey!!” pekik Haru.
“Apa?!” sahut Hemi.
“Sudah... sudah... kalian berdua ini apa-apaan sih, sekalinya ketemu malah berantem!” selah sang Papa.
“Lagian kenapa juga Papa nyuruh dia datang ke Kantor,” balas Haru kembali.
“Memang kenapa? Memang Kakak doang yang bisa mondar-mandir di Kantor ini?!” sangkal Hemi melempar sebuah gulungan tisyu kecil.
“Hey!!” Seketika suara Haru meninggi setelah mendapat lemparan tisyu dari sang Adik.
“Hentikan! Papa manggil kalian disini karena ada hal penting yang mau disampaikan, kenapa kalian malah melanjutkan pertengkaran?! Inget, kalian ini sudah pada dewasa... bukan anak-anak yang berumur belasan tahun,” potong sang Papa yang mampu membuat keduanya terdiam.
“Oke, karena kalian sudah terlihat tenang, Papa akan langsung mulai mengatakan alasan memanggil kalian kesini,” ucap sang Papa meneruskan pembicaraannya setelah melihat kedua anaknya diam seribu bahasa.
“Mulai hari ini Hemi akan menjadi ….
.
.
.
Bersambung~
“Mulai hari ini Hemi akan menjadi Manager umum fashion stylist, yang akan menangani semua fashion para idol dan artis yang ada di agensi kita ini, termasuk masalah fashion kamu,” kata sang Papa yang mulai menjelaskan pekerjaan yang akan diberikan ke Hemi.
“Itu artinya kamu gak akan balik ke Paris lagi?” celetuk Haru yang kembali ingin menuntaskan rasa penasarannya.
“Iya, aku akan lebih banyak menghabiskan waktu di Seoul, dan aku juga akan memindahkan pusat HM Love ke Seoul, meskipun nantinya aku tetap harus bolak-balik ke berbagai negara cabang,” jelas Hemi.
“Nah... Haru, kamu sudah dengar sendiri kan? Itu artinya kamu harus bantu Adik kamu untuk mengembangkan brand nya,” sahut sang Papa.
Mendengar ucapan sang Papa, Haru hanya bisa melempar senyum tipisnya sambil menundukkan kepalanya. “Kenapa harus aku? Apa itu artinya aku akan dapat upah dari membantu dia?” balas Haru.
“Benar-benar gak punya hati, sama Adik sendiri aja perhitungan!” sambar Hemi sambil melotot.
“Kamu yang gak punya hati! Minta model terkenal, tapi maunya gratisan,” jawab Haru dengan sedikit menaikan suaranya.
“Hey... hey... hey... hentikan! Kok malah berantem lagi?! Haru, ayolah sebagai saudara bukannya kalian memang harus saling membantu?” potong sang Papa menghentikan perdebatan kakak beradik itu.
“Tau nih!” sahut Hemi.
“Hey!” sambar Haru kembali dengan nada tinggi.
“Hentikan! Begini saja, Hemi kamu buat proposal resmi dan minta tanda tangan Kakak kamu untuk mengajaknya kerja sama. Lalu Haru, jangan pernah menolak proposal itu dan langsung tanda tangani tanpa syarat apapun lagi, karna dalam proposal jelas sudah tertulis semuanya.” Karena sang Papa sangat mengetahui sifat dari anak-anaknya, sang Papa pun mencoba mencari jalan tengahnya.
“Oke kalau begitu gitu saja. Kalau memang sudah tidak ada yang dibicarakan lagi, aku permisi dulu mau latihan.” Merasa sudah tidak ada yang ingin dia sampaikan lagi, Haru pun beranjak dari tempat duduk nya. Sebelum melangkahkan kedua kakinya, dia tidak lupa menundukkan kepalanya terlebih dahulu dengan sopan.
Sementara Hemi yang melihat sang Kakak meninggalkan ruangan terlihat langsung pamit dengan buru-buru dan menyusul langkah kaki sang Kakak. “Hey Kak Haru! Tunggu sebentar,” panggil Hemi yang berhasil menghentikan langkah sang Kakak.
Panggilan lantang Hemi yang memenuhi lorong pun seketika menghentikan langkah Haru, dan membuatnya langsung membalikkan badannya sambil menatap ke arah Hemi. Kedua alisnya pun iku mengerut mengikuti tatapan bingung yang dia lemparkan kepada sang Adik yang memanggilnya.
Dengan langkah cepat Hemi segera menghampiri sang Kakak dan berkata, “Aku sudah menyiapkan proposal yang dikatakan Papa tadi, jadi kalau bisa Kakak ikut aku ke ruangan ku.”
“He?! Secepat itu? Kapan kamu buatnya? Kalau memang sudah buat kenapa malah buang-buang waktu dengan debat seperti tadi?” jawab Haru mengerutkan dahinya.
“Aku cuma mau menguji Kakak aja. Ternyata Kakak tetap gak berubah, dan masih sama seperti dulu,” kata Hemi sambil menarik ujung bibirnya.
“Dasar gila, bisa-bisa nya membuang waktu ku,” balas Haru sembari menghela nafas beratnya.
“Kalau begitu biar gak membuang waktu lagi, kita ke ruangan ku sekarang dan tanda tangani proposal itu,” ajak Hemi yang berjalan lebih dulu.
Melihat sang Adik berjalan mendahuluinya, Haru pun segera menyusul dibelakangnya. Lorong per lorong pun mereka lalui, hingga mereka sampai disuatu ruangan yang terlihat cukup besar dengan satu sofa panjang dan empat sofa pendek lengkap dengan meja kaca yang menghiasi ruangan.
“Oww... ruangan ini lumayan luas juga,” gumam Haru mengagumi seluruh isi ruangan dengan kedua matanya yang tak berhenti-henti menyusuri setiap sudut ruangan.
“Silahkan duduk, aku akan ambilkan proposalnya,” ucap Hemi yang melanjutkan langkahnya menuju meja kerjanya.
Setelah mengambil proposal yang Hemi maksud, dia pun kembali menghampiri Haru yang sudah duduk di sofa panjang yang ada diruangan itu dengan membawa sebuah map hitam ditangan kanannya. “Ini, silahkan Kakak baca dulu, dan kalau ada ada yang kurang kita bisa bicarakan lagi,” kata Hemi dengan menyodorkan sebuah map berwarna hitam yang dibawanya dari meja.
Tanpa melempar kata-kata lagi, Haru segera membaca setiap kata yang terketik rapih dengan teliti. Setelah dia sudah merasa paham dengan apa yang sudah tertulis, dia langsung mengambil bolpoin yang ada dihadapannya. Kemudian dia meletakkannya diatas meja begitu saja, tidak lupa pula ia menutup bolpoin yang sudah ia gunakan dan meletakkannya juga disebelah berkas yang sudah ia tandatangani.
Kedua alis Hemi seketika naik saat Haru telah menyelesaikan apa yang sudah dikerjakannya. “Sudah?! Gitu aja? Gak ada yang ingin Kakak tanyakan tentang isi proposalnya?” tanya Hemi heran.
Kedua tangan Haru dia tautkan satu sama lain sebelum mulai menjawab pertanyaan sang Adik sambil berfikir. “Heeemm... ada tapi bukan soal proposal ini, melainkan hal lain,” balas Haru.
“Apa? Kalau aneh-aneh aku gak akan menjawab pertanyaan Kakak,” ucap Hemi.
“Oke, jadi apa alasan kamu yang sebenarnya ingin pindah ke Seoul? Bukannya di Paris kamu sudah sukses besar, dan meskipun kamu gak ada di Seoul... brand kamu sudah memuncaki pasar Seoul,” tanya Haru yang sesekali menggelengkan kepalanya.
“Eeeemmm... oke, karena Kakak sepertinya sudah tau... aku akan mengatakannya,” jawab Hemi menghentikan ucapannya sejenak.
“Aku ingin membantu misi yang akan Kakak lakukan,” sambung Hemi dengan menurunkan nada suaranya.
“Apa?!” sahut Haru mengangkat kedua alisnya.
“Aku tahu Kakak sedang merencanakan sesuatu untuk mengungkap semua kebusukan Paman kan? Aku juga tahu, kalau pendengaran Kakak hilang juga gara-gara Paman. Karena itu Kakak ingin membalas dendam dengan mencari bukti langsung yang mengarah ke Paman, tapi bukti itu belum cukup.” Hemi sedikit demi sedikit membuka semua yang telah dia sembunyikan sejak lama.
“Dari mana kamu tahu semua itu? Terus gimana kamu bisa tahu, padahal....” Saat Haru ingin melemparkan pertanyaan kembali, saat itu juga kata-kata nya tiba-tiba dipotong.
“Padahal aku ada di Paris?” potong Hemi dengan cepat.
“Heem,” balas Haru singkat.
“Masalah itu gak penting, yang terpenting sekarang aku ingin membantu Kakak dalam melakukan misi Kakak. Meskipun Kakak gak setuju, aku akan tetap lakuin... dan aku gak akan pernah mau balik ke Paris meskipun Kakak memaksa,” kata Hemi dengan tegas.
“Tapi Hemi, langkah yang Kakak ambil ini sangat berbahaya. Kamu bisa saja terluka jika berurusan langsung dengan Paman,” jelas Haru.
“Kalau memang bahaya, kenapa Kakak boleh terluka dan aku gak boleh terluka?” tanya Hemi meninggikan suaranya.
“Hey!” pekik Haru setelah mendengar jawaban sang Adik.
“Sudahlah Kak, toh aku juga sudah dewasa dan bukan anak-anak lagi, jadi tolong perlakukan aku seperti layaknya orang dewasa.” Hemi mencoba terus menenangkan sang Kakak yang masih terlihat marah sekaligus khawatir.
Jawaban sang Adik yang begitu kekeh dalam mengambil keputusan membuat Haru tidak dapat mengeluarkan kata-kata kembali, dia hanya menghelah nafas beratnya sambil menundukkan kepalanya untuk menenangkan pikirannya.
“Oke, tapi ingat... kamu disini hanya membantu Kakak, jadi jangan memperlihatkan langsung didepan Paman,” ucap Haru setelah mendinginkan kepalanya beberapa saat.
“Baik, aku akan menuruti semua arahan Kakak,” jawab Hemi.
Merasa tidak ada yang ingin dia katakan lagi, Haru berdiri dari tempat duduknya dan hendak keluar dari ruangan, tetapi langkah itu tiba-tiba terhenti. “Aku kemarin bertemu Mama, dia sekarang tinggal di Bali Indonesia,” ucap Hemi.
Haru membalik badannya dan menjawab ucapan sang Adik, “Apa Kak Hera baik-baik saja?” tanya Haru yang hampir tidak dapat berkedip.
“Kak Hera baik-baik saja, dia juga menanyakan keadaan Kakak,” jawab Hemi.
“Kamu gak bilang kondisi telinga Kakak kan?” sahut Haru kembali.
Hemi menggelengkan kepalanya dan menjawab, “Enggak, tapi apa menurut Kakak... mereka gak akan tahu kondisi Kakak dari media?”
“Aku yakin mereka gak akan tahu. Karena mereka bukan kpopers, jadi kemungkinan mereka belum mengetahuinya,” kata Haru berkedip pelan.
“Apa selama ini Kakak masih marah sama Mama?” sahut Hemi kembali.
“Marah? Sepertinya lebih tepat dibilang kecewa. Karena keegoisannya, dia lebih memilih pindah sejauh itu.” Dengan mata yang mulai sedikit berkaca-kaca, Haru mulai mengungkapkan apa yang dia pendam selama ini.
“Tapi kan Kak, berkali-kali juga Mama mencoba memperbaikinya. Dia juga berkali-kali mencoba menghubungi Kakak melalui telepon, tapi Kakak gak pernah angkat.” Hemi berdiri dari tempat duduknya dan berjalan mendekat ke arah Haru.
Ucapan Hemi seketika membuat Haru mengeluarkan smirk andalannya. “Itu bukan memperbaiki, tapi mencoba membela diri. Seharusnya dia gak perlu keluar negeri, kalaupun dia ingin menjauh... dia bisa aja pindah ke pulau jeju, bukan malah angkat kaki dari negara yang masih terdapat dua anaknya!!” ujar Haru meninggikan suaranya.
“Kalau memang sudah gak ada yang perlu dibahas lagi, Kakak permisi dulu mau latihan,” sambung Haru.
Setelah menyampaikan unek-unek yang selama ini dia simpan sendiri, Haru pun melenggang pergi dari ruangan untuk menuju ruangan tempat dia berlatih, ketika dia sudah sampai dilantai tiga, tiba-tiba dia bertemu….
.
.
.
Bersambung~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!