"Ini Putriku yang begitu cantik dan baik hati. Namanya Jia, usianya baru menginjak 20 tahun. Saya yakin, Jia akan menjadi Istri yang begitu sempurna untuk Putra Tuan Shilin." Puji Nyonya Howin tersenyum manis membanggakan Putri kandungnya.
"Dan ini Putriku yang malang, namanya Kaili. Dia adalah anak dari Istri pertama Almarhum Suami saya. Tahun ini, Kaili genap berusia 21 tahun. Dan dia memiliki keterbatasan fisik, yaitu tidak bisa melihat. Meski begitu, Kaili tetap bisa melakukan pekerjaan apa pun seperti memasak, membersihkan rumah dan masih banyak lagi yang mampu Kaili lakukan. Tapi, Kaili belum mempunyai keinginan untuk menikah. Jadi, saya sarankan agar Tuan Memilih Jia untuk menikah dengan Putra Tuan yang bernama Lee Yin itu." Sambung Nyonya Howin sambil mengelus rambut Putri kandungnya yang bernama Jia.
"Saya tertarik dengan kedua Putri Nyonya Howin yang begitu cantik. Setelah menimbang dalam bimbang, akhirnya saya memutuskan memilih Kaili untuk menikah dengan Putra saya," jawab Tuan Besar Shilin dengan penuh kewibawaan.
Mendengar ucapan Tuan Shilin, Kaili terlihat begitu gelisah. Ada rasa senang sekaligus takut yang melanda hatinya. Dia senang karena akhirnya dia akan segera menikah. Jika hal itu terjadi, itu artinya lunas sudah janji kepada Almarhum Ayahnya. Tapi, Kaili juga takut—takut calon Suaminya tidak menerima Kekurangannya yang tidak bisa melihat.
Jia dan Nyonya Howin tampak terkejut akan pilihan Tuan Shilin. Bagaimana mungkin Tuan Shilin memilih Kaili yang jelas-jelas memiliki kekurangan fisik. Kenapa Tuan Shilin tidak memilih Putri kandungnya yang cantik, berpendidikan, dan yang pasti tidak memiliki kekurangan fisik sedikit pun. Ibu dan anak itu saling tukar pandang, raut wajah keduanya terlihat sangat kesal dan tak terima.
"Ta—tapi Tuan. Kaili ini buta, dia tidak bisa melihat apa-apa. Bagaimana mungkin Putra Tuan mau menerimanya. Yang ada, Putra Tuan akan sangat malu bila memiliki Istri buta seperti Kaili." Sanggah Nyonya Howin tak terima.
Kaili menundukkan wajahnya dalam. Ada begitu besar kekecewaan terhadap ucapan Ibu tirinya. Hatinya teriris perih, dia tidak menyangka, Ibu tiri yang selama ini begitu menyayanginya. Tega mengatakan kalimat yang terdengar hinaan itu. Sebegitu hina-nya kah dirinya yang tidak bisa melihat.
"Keputusan saya sudah bulat. Nyonya Howin tenang saja, saya akan berinvestasi besar ke perusahaan Nyonya yang kini hampir bangkrut. Anggap saja itu sebagai hadiah kecil dari saya." Ujar Tuan Shilin membuat Nyonya Howin tergoda akan tawaran Tuan Shilin yang sangat menggiurkan.
"Investasi besar," ucap Nyonya Howin dan Jia bersamaan.
"Iya, Investasi besar. Nyonya Howin tidak mungkin menolaknya bukan?" Tanya Tuan Shilin sambil melipat kedua kakinya. Meski usianya sudah tak lagi muda. Tapi ketampanannya tidak luntur barang sedikitpun.
"Sa-saya setuju, Tuan. Saya yakin Putri saya ini sangat cocok untuk Presdir Lee. Walaupun dia buta, dia bisa melakukan apa saja." Jawab Nyonya Howin cepat. Jiwa mata duitannya seketika meronta-ronta kala mendengar tawaran Tuan Shilin.
"Baguslah kalau begitu. Tiga hari lagi adalah hari H pernikahan antara Lee Putra saya dan Kaili Putri Nyonya. Untuk itu, saya harap Kaili akan siap di hari H. Kalau begitu saya permisi." Pamit Tuan Shilin berdiri untuk pergi.
"Terima kasih, Tuan Shlin. Terima kasih banyak." Ucap Nyonya Howin sambil mengantar Tuan Shilin hingga keluar dari rumahnya. Kaili dan Jia juga ikut mengantar Tuan Shilin.
"Sayang, tiga hari lagi kamu akan menikah. Bukankah ini adalah hal baik, Almarhum Ayah dan Ibumu pasti akan sangat bahagia akan berita ini." Ujar Nyonya Howin sambil mengelus rambut Gelombang Kaili.
"Ibu," sambung Jia tak suka.
"Tidak apa-apa, Sayang. Tuan Shilin pasti punya penilaian sendiri terhadap Kaili. Kamu'kan masih punya Jeno pacar kamu." Bujuk Nyonya Howin.
"Tapi'kan Jeno tidak sekaya dan setampan Presdir Lee, Bu." Jawab Jia mengerucutkan bibirnya.
"Sayang, memangnya apa yang bisa Ibu lakukan. Tuan Shilin sendiri yang memilih Kaili. Ibu juga sudah berusaha untukmu." Jawab Nyonya Howin.
"Kamu baik-baik sajakan, Sayang? Maafin Ibu. Ibu tidak bisa membantah Tuan Shilin. Kamu tau sendiri kekuasaan mereka seperti apa. Setidaknya kita bisa menyelamatkan perusahaan Ayahmu." Ujar Nyonya Howin menjelaskan kepada Kaili.
"Aku tidak apa-apa, Ibu. Aku bersedia menikah dengan Predir Lee demi kelangsungan perusahaan Ayah." Jawab Kaili berusaha ikhlas.
"Terima kasih, Sayang. Kamu memang Putri Ibu yang paling baik." Puji Nyonya Howin. "Jia, tolong buatkan minuman vitamin yang biasa untuk Kaili. Kamu ingat pesan Dokter'kan, Kakak kamu ini harus rutin minum vitaminnya, agar matanya berangsur membaik." Sambungnya memberikan perintah pada Putri kandungnya sambil mengedipkan sebelah matanya sebagai kode.
"Baik, Ibu." Jawab Jia dengan raut wajah kesalnya.
"Ayo Sayang kita masuk." Ajak Nyonya Howin sambil menuntun Kaili.
"Ini, kak. Susu Kakak." Ujar Jia sambil memberikan segelas susu ke tangan Kaili langsung.
"Terima kasih, Jia." Jawab Kaili tulus. Tanpa ragu apalagi curiga, Kaili langsung meminum susu itu dengan sekali tegukan.
"Semoga dengan susu bervitamin ini, kamu akan segera bisa melihat lagi ya, Sayang." Ujar Nyonya Howin sambil memasang ekspresi wajah seperti ingin muntah. Sepertinya dia jijik dengan akting baiknya didepan Putri tirinya itu.
"Terima kasih, Jia. Terima kasih, Ibu." Ucap Kaili tulus.
"Sama-sama, sayang. Semoga kamu cepat sembuh. Supaya kamu tidak diremehkan saat menikah nanti." Ucap Nyonya Howin sambil menyenggol lengan Jia.
"Yasudah, kalau begitu kita harus siapkan segala sesuatu untuk pernikahan Kakak. Ayo, aku antar Kakak ke kamar. Kakak harus banyak beristirahat, semua persiapan biar aku dan Ibu yang menyiapkannya." Kata Jia.
"Terima kasih, Jia." Ucap Kaili tulus.
"Sama-sama Kakak, Sayang." Jawab Jia lalu menuntun Kaili hingga ke kamarnya.
Setelah memastikan Kaili aman di kamar. Jia langsung kembali ke ruang tamu untuk menemui Ibunya.
"Ibu, aku tidak suka dengan Kak Kaili. Kenapa Ibu hanya membuatnya buta, kenapa tidak langsung kita bunuh saja dia, sama seperti Ayah." Kesal Jia.
"Kamu ini gimana sih, Sayang. Kalau kita bunuh Kaili. Tidak akan ada keuntungan lebih untuk kita. Kamu ingat apa kata Tuan Shilin, dia akan memberikan kita hadiah berupa investasi besar. Dan itu artinya kita tidak jadi jatuh miskin. Anggap saja kita sudah menjual Kaili untuk mendapatkan uang. Coba kalau kita bunuh dia, kita tidak akan dapat keuntungan dua kali lipat seperti ini." Jelas Nyonya Howin.
"Tapi'kan, Bu. Aku juga mau kali nikah dengan Presdir Lee yang katanya sangat kaya dan tampan itu." Sanggah Jia sambil membayangkan ketampanan Presdir Lee.
"Kamu tidak usah berkhayal untuk bahagia menikah dengan Presdir Lee itu, apa kamu tidak mendengar berita tentangnya. Dia itu sudah punya kekasih yang sangat dicintainya. Kalau ibu lihat dari berita di televisi, itu kekasihnya sangat tinggi, cantik, modis, beuh pokoknya cantik bangat. Jadi, Ibu rasa Tuan Shilin itu menikahi Putranya dengan dipaksa. Ibu yakin kamu tidak akan bahagia menikah dengannya. Biarkan Kakak kamu yang buta itu menderita menikah dengan pria kejam dan dingin seperti Presdir Lee itu." Jelas Nyonya Howin panjang kali lebar.
"Ibu benar juga, baru juga tadi pagi berita keharmonisan antara Presdir Lee dan Kekasihnya itu. Kalau dipikir-pikir tidak mungkin juga mereka berdua putus dan Tuan Shilin langsung mencari penggantinya." Ujar Jia heran.
"Nah, itu maksud Ibu. Ibu rasa Presdir Lee itu masih berhubungan dengan kekasihnya walaupun dia menikah dengan Kakakmu. Ibu yakin dia akan sangat menderita. Oh, Putri Ibu yang cantik itu akan semakin malang hidupnya." Ucap Nyonya Howin.
"Kasihan sekali nasib Kakakku tercinta. Malang sekali hidupnya." Sambung Jia berpura-pura sedih.
Kaili, adalah seorang gadis yang sangat cantik wajahnya, tubuhnya, serta hatinya. Cantiknya memancarkan kesempurnaan, yang bukan hanya terlihat cantik dari luar, tapi juga cantik dari dalam. Mungkin karena dirinya terlalu sempurna. Hingga dia diberikan sebuah kekurangan yaitu tidak bisa melihat.
Kekuarangan, bagi Kaili—tidak bisa melihat bukanlah sebuah kekuarangan. Baginya, tidak bisa melihat adalah cara Tuhan untuk menguji sekuat apa dirinya. Tidak bisa melihat—bukan berarti tidak bisa melakukan apa pun. Hanya matanya yang ditutup oleh Tuhan, agar tidak melihat betapa buruknya orang yang berbuat buruk. Tapi hatinya, hatinya jelas terbuka. Hatinya jelas bisa melihat lebih jelas dan bisa merasakan lebih dalam. Baginya, lebih baik buta mata daripada buta hati.
"Sudah waktunya aku masak makan siang," ujar Kaili sambil mengusap wajahnya.
Turun dari ranjang, tak lupa membawa serta tongkatnya sebagai petunjuk jalannya agar tidak menabrak.
Dengan hatinya, Kaili merasakan dimana letak sendalnya. Begitu mendapatkannya, Kaili langsung memasukkan kakinya.
Kaili berdiri, dengan tongkat terus berada di tangan kanannya sedangkan tangan kirinya dia julurkan kedepan untuk meraba-raba.
Dunia Kaili tidak hitam seperti saat kalian menutup mata. Duniannya hanya berwarna putih polos. Tapi dengan hatinya—Kaili bisa mengingat jelas setiap bagian-bagian disetiap sudut rumahnya. Tak pernah sekalipun Kaili tersesat.
Kaili mengalami buta baru sekitar 2 tahun. Tepatnya, sebulan setelah kematian Ayahnya.
Diawal-awal memang begitu banyak kesulitan yang Kaili alami. Tapi, berkat bantuan Ibu dan Adik tiri yang begitu baik kepadanya. kaili tidak pernah merasa sedih apalagi kesepian. Hidupnya, dia jalani seperti biasa.
Karena dulu Ibunya sangat suka melakukan pekerjaan rumah. Kaili pun juga suka melakukan pekerjaan rumah. Seperti saat ini. Kini, Kaili telah berada di dapur. Membuka kulkas lalu meraba-raba untuk mengetahui apa saja yang ingin dia ambil.
Daging dan berbagai jenis sayuran. Satu persatu, Kaili keluarkan dari dalam kulkas, langkah awalnya adalah membersihkan daging. Begitu selesai, Kaili langsung membersihkan sayuran. Selanjutnya, Kaili memotong wortel, daun kale, dan jenis sayuran lainnya. Dengan Indra peraba dan penciumannya, Kaili dapat dengan mudah mengetahui sayuran apa yang kini dia potong.
Memanaskan panci, lalu menuangakan sedikit minyak zaitun.
Seerr, serrr
Suara minyak yang menolak kehadiran daging. Tapi lama kelamaan, daging meresap semua minyak dan membuatnya menjadi matang sempurna. Dari wanginya, Kaili paham betul bahwa daging yang dia panggang telah matang seutuhnya.
Memejamkan matanya, Kaili menikmati wangi rempah yang telah menyatu dengan daging, yang sah merubah nama menjadi steak—yang terlihat begitu nikmat bila bertemu dengan Indra perasanya.
Setalah menyajikan steak hasil karyanya ke dalam Piring. Kaili langsung mengantarkannya ke atas meja di ruang makan—yang berada tepat didepan ruang masak. Hanya bersekat separuh dinding saja.
Setalah meletakkan steaknya satu persatu. Kaili pun segera kembali ke dapur untuk membuatkan sup sayur kesukaannya. Hanya sekitar 15 menit, Sup sayuran telah matang dan langsung dia letakkan di meja makan.
"Hemm ... Wangi sekali. Kak Kaili yang masak ya, wah, pasti enak banget ini." Puji Jia langsung mengambil posisi duduk.
Jika Jia langsung melahap steak yang tersaji di meja makan, berbeda halnya dengan Nyonya Howin yang masih harus melanjutkan aktingnya untuk berbuat baik di depan Kaili.
"Sayang, sudah ya. Biar Ibu yang bereskan dapurnya, kamu langsung makan gih, pasti kamu lelah'kan." Ucapnya kembali berakting.
"Iya, Ibu." Jawab Kaili menuju ruang makan dengan tongkatnya.
"Ibu, abis makan. Aku akan pergi ke pemakaman Ayah dan Ibuku." Ucap Kaili meminta Izin.
"Ibu antarin ya," tawar Nyonya Howin sambil melahap makanannya.
"Tidak perlu, Ibu. Kaili bisa naik taksi." Tolak Kaili. Nyonya Howin tak menjawab tapi dia memberi kode pada Putrinya Jia.
"Aku saja, aku saja yang temani Kakak, ya?" Tawar Jia dengan wajah kesalnya.
"Tidak usah, Jia. Bukankah kamu akan pergi jalan-jalan bersama Jeno." Tolak Kaili.
"Kakak tau aja," jawab Jia berpura-pura akrab.
"Yasudah kalau begitu, kamu berangkatnya hati-hati ya, Sayang. Ibu tunggu kamu di rumah." Sambung Nyonya Howin.
Sore harinya, setelah mandi dan berpakaian rapi. Kaili, langsung keluar dari rumahnya menuju jalan raya untuk menunggu taksi lewat.
Hanya berdiri saja, biasanya akan ada taksi yang menghampirinya.
"Nona Kaili, Nona mau ke pasar ya?" sapa seorang sopir yang biasanya mengantar Kaili ke pasar.
"Ah tidak, Pak. Saya ingin kepemakaman. Bisa antar saya?" Tanya Kaili.
"Tentu saja, Nona. Ayo silahkan naik." Ucap supir taksi itu sopan.
Hanya 10 menit perjalanan. Kini, Mobil berhenti didepan sebuah toko bunga.
"Nona Kaili, ingin membeli bunga dulu bukan?" Tanya sang supir.
"Iya, pak. Kita sudah sampai di toko bunga ya?" Tanya Kaili.
"Iya, Nona. Kita sudah sampai. Saya akan membeli bunganya untuk Nona." Tawar sang supir.
"Tidak perlu, pak. Saya bisa sendiri." Tolak Kaili lembut.
Kaili segera keluar dari mobil menuju toko bunga. Begitu mendapatkan bunganya, Kaili langsung berbalik badan akan kembali ke mobil.
"Aw!" Teriak seorang anak kecil yang tak sengaja Kaili tabrak.
"Eh, siapa ya? Maaf saya tidak sengaja." Ucap Kaili panik sambil meraba mencari dimana tongkatnya.
"Aw! Lututtu satit," ringis anak kecil yang masih cadel.
"Maafin saya ya, nak. Saya tidak sengaja." Bujuk Kaili.
"Ibu!" Teriak anak kecil itu langsung memeluk erat Kaili.
"Eh, ada apa ini? Dewa, maaf Nona. Anak saya memang sering mengangap semua wanita yang ditemuinya sebagai Ibunya." Ujar seorang pria bule berwajah tampan.
"Tidak apa-apa, Tuan. Sepertinya Dewa sangat merindukan Ibunya." Saut Kaili tersenyum manis walau salah menatap karena dia tidak bisa melihat.
"Ayah, ayo tita bawa pulang Ibu," mohon anak kecil berusia 4 tahun itu. Kaili tersenyum mendengar ucapan Dewa yang terdengar sangat menggemaskan karena bocah lelaki itu tidak bisa menyebutkan huruf k.
"Sayang, dengar Ayah baik-baik. Tante ini bukak Ibu, Ibumu sudah tenang dialamnya." Bujuk Sang bule tampan yang bernama Gerod.
"Tidat mau, Ayah. Dia Ibutu, Ayo bawa pulang Ibu!" Teriak Dewa histeris tak Ingin melepaskan Kaili dan terus memeluk Kaili erat.
"Ayo, sayang. Kita harus pulang, Nenek sudah menunggu kita lama." Ujar Gerod mengambil paksa Putranya. "Sekali lagi saya mohon maaf atas nama Putra saya, Nona." Ucap Gerod tulus.
"Ibu! Ibutu!" Teriak Dewa terus histeris.
"Iya, Tuan. Tidak apa-apa." Jawab Kaili kembali menuju mobil yang telah lama menunggunya.
"Maaf, bapak jadi menunggu lama." Ucap Kaili ketika masuk kedalam mobil.
"Tidak apa-apa, Nona." Jawab sang supir.
5 menit kemudian, Kaili telah berada di hadapan kuburan kedua orang tuanya.
Sedangkan supir yang dulunya adalah adalah supir pribadi Ayahnya. Masih betah berada tak jauh dari Kaili. Biasanya dia akan menunggu hingga Kaili selesai dan mengantarkan lagi Kaili pulang ke rumahnya. Dia melakukan semua itu hanya untuk memenuhi janji kepada almarhum Tuannya. Dia tidak lagi bekerja untuk Kaili—karena Kaili sendiri yang memecatnya dengan alasan tidak punya lagi penghasilan. Perusahaan Ayahnya sudah tidak sesukses dulu, penghasilan perusahaan hanya cukup untuk membayar gaji dan hutang yang menumpuk di bank. Tentu saja semua itu palsu, karena jelas perusahaan Ayahnya bangkrut karena ulah Ibu dan Adik tirinya yang bergaya hidup begitu boros.
"Ibu, Ayah. Kaili datang. Maaf, karena Kaili baru sempat berkunjung. Bagaimana kabar Ibu dan Ayah? Baik-baik saja bukan? Apa dingin dibawah sana?" Tanya Kaili sambil mengelus kedua batu nisan milik Ayah dan Ibunya.
Kaili menarik napas dalam, lalu menghembuskannya lewat mulut. Setelahnya, berulah Kaili kembali melanjutkan ucapannya.
"Ibu dan Ayah kenapa pergi tanpa membawa Kaili. Hidup Kaili begitu berat tanpa Ayah dan Ibu menemani. Sudah dua tahun Kaili tidak lagi bisa melihat seperti dulu, Kaili kangen Ibu dan Ayah." Ujar Kaili tak dapat menahan buliran bening yang sedari tadi meronta ingin keluar.
"Ibu, Ayah. Kaili akan menikah. Tga hari lagi, Kaili tidak tau neraka seperti apa lagi yang akan Kaili masuki. Kaili juga belum melihat seperti apa rupa Suami Kaili kelak. Apakah dia baik dan mau menerima kekurangan Kaili, Kaili tidak tau. Tapi, Kaili yakin, jika Ibu dan Ayah merestui pasti Kaili mampu melewati sebesar apa pun cobaan hidup yang akan Kaili jalani. Ayah ingin bertanya apakah Kaili bahagia? Tentu saja Kaili sangat bahagia, setidaknya ada Ibu dan Adik tiri yang baik dan mau menerima Kaili. Kaili tidak berbohong Ibu, Ayah. Mereka berdua memang baik, mereka tidak seperti Ibu tiri di dongeng yang sering Ibu ceritakan. Ibu tiri yang Kaili punya memang sangat baik. Adik tiri Kaili juga sangat baik, setiap hari dia tidak pernah lupa membuatkan susu bervitamin untukku. Ayah juga tanang saja, Perusahaan yang dulunya Ayah banggakan serta Ayah perjuangan tidak akan jadi bangkrut. Mertua Kaili mau membantu Perusahaan dengan memberikan investasi yang besar. Mereka sangat baik bukan? Kaili yakin, Kaili akan bahagia nantinya. Seburuk apa pun hal yang akan terjadi kedepannya. Kaili akan kuat, Ibu dan Ayah lihat saja nanti. Lihat bagaimana Kaili kalian yang kini sudah sangat dewasa. Kaili berjanji pada Ibu, Kaili akan menjadi istri yang baik seperti Ibu yang melayani Ayah dengan baik. Kalian berdua tidak usah khawatir, sungguh, Kaili baik-baik saja. Walaupun tidak bisa melihat, tidak apa. Kaili masih punya hati yang bukan hanya dapat melihat tapi juga dapat merasakan. Kaili janji akan menjadi Putri Ibu dan Ayah yang sangat kuat dan tidak akan mudah menyerah. Kaili sayang Ibu dan Ayah. Sepertinya hujan akan turun. Kalau begitu Kaili pamit pulang, sampai berjumpa lagi Ayah dan ibu." Ucap Kaili menyeka perlahan air matanya yang tumpah.
"Sayang, Apa kamu ada didalam. Kaili sayang," panggil Nyonya Howin sambil mengetuk pintu kamar Kaili.
"Iya, Ibu. Maaf, tadi aku masih mandi." Ucap Kaili ketika membuka pintu kamarnya.
"Baguslah kalau kamu sudah mandi. Ini, pakai gaun ini. Kita diundang untuk makan malam di Mansion keluarga Tuan Shilin. Kamu dandan yang cantik ya, Sayang." Ujar Nyonya Howin sambil memberikan gaun ketat berwarna putih milik Jia.
"Baik, Ibu. Terima kasih Gaunnya." Jawab Kaili.
"Iya, cepat sedikit ya. Supir yang dikirimkan Tuan Besar Shilin sudah menunggu di depan." Seru Nyonya Howin.
"Baiklah, Ibu." Jawab Kaili langsung menutup pintu kamarnya untuk cepat-cepat bersiap.
"Astaga, gaun ini ketat sekali. Ah iya, tubuhku dan Jia sangat jauh berbeda. Sepertinya aku semakin gemuk." Ucap Kaili sambil meraba tubuhnya yang ia rasa semakin gemuk. Padahal dia tidaklah gemuk sama sekali, hanya saja tubuhnya memanglah sangat ideal bak gitar spanyol. Demgan tinggi 168 cm, lingkaran dada ukuran D dan CD berukuran L, benar-benar sempurna. Siapa saja yang melihatnya tidak akan dapat menolak pesona tubuhnya yang begitu indah.
Dengan menggunakan Gaun ketat berwarna putih itu, semakin memperlihatkan komolekan tubuh idealnya.
Jika tubuhnya begitu seksi, berbanding terbalik dengan wajahnya yang oriental terkesan begitu imut. Hasilnya dia memiliki wajah imut perpaduan cantik. Benar-benar sempurna, kita lihat sebatas apa Presdir Lee yang terkenal dingin itu mampu menahan hasratnya, ketika berhadapan dengan Kaili yang pastinya lebih cantik daripada kekasihnya itu.
Kaili sengaja menggerai rambut panjang gelombangnya agar menutupi bagian punggungnya yang terbuka. Ah, gaun malam ini bukanlah seleranya. Tapi apa boleh buat, dia tidak punya gaun yang indah. Ada sih beberapa. Tapi Kaili yakin, kalau gaunnya sudah tidak sebagus dulu lagi—karena sudah lama sekali. Kaili tidak ingin membuat Ibu dan Adik tirinya malu dengan menggunakan pakaian yang tidak layak. Dia juga tidak ingin direndahkan oleh calon Suaminya nanti bila melihat dia tidak tampil cantik.
30 menit perjalanan. Kini, Kaili, Nyonya Howin, dan juga Jia pastinya. Sudah berada didepan Mansion mewah milik Tuan Besar Shilin pemilik Mou Grup yang sudah mendunia.
"Waw, Kakak benar-benar beruntung akan jadi ratu di istana mewah ini." Ucap Jia kagum akan kemegahan Mansion keluarga Mou.
"Ayo kita masuk," ajak Nyonya Howin menggandeng Kaili sambil melewati barisan pengawal yang berdiri tegak di samping kanan dan kiri mereka.
"Silahkan masuk, Nyonya dan Nona-Nona, Tuan Shilin sekeluarga sudah menunggu di ruang makan." Sapa seorang Nupu yang menyambut mereka dan mengarahkan kemana mereka akan melangkah.
Kaili, Jia dan Nyonya Howin mengekor dibelakang Nupu itu, melewati ruangan besar dengan sofa berwarna gold. Tiang demi tiang besar juga mereka lewati. Lihatlah betapa binar kekaguman begitu terlihat di raut wajah Nyonya Howin dan Juga Jia. Berbeda dengan Kaili yang diam karena memang tidak bisa melihat apa pun. Cukup lama mereka berjalan, hingga tibalah disebuah ruang makan dengan meja dan kursi yang begitu mewah.
"Selamat datang, Nyonya Howin dan selamat datang juga untuk kedua Putrimu yang cantik-cantik." Sambut Nyonya Aeri ramah.
"Ayo salahkan duduk." Sambung Nyonya Aeri lagi. Aeri adalah Ibu dari Presdir Lee, meski sudah paruh baya. Tapi, kecantikannya masih terpancar hingga saat ini.
"Terima kasih, Nyonya Besar Aeri." Jawab Nyonya Howin mengambil posisi duduknya.
"Nyonya Aeri saja, rasanya aku sudah sangat tua bila dipanggil Nyonya besar." Ujar Nyonya Aeri berkelakar.
"Sayang berbicaralah, ah kau kenapa sangat dingin." Ujar Nyonya Aeri pada Suaminya Tuan Shilin.
"Selamat datang calon menantuku Kaili, selamat datang Nyonya Howin dan Jia. Perkenalkan ini Istriku tercinta, Aeri. Dan ini Putriku namanya Yeji, usianya 21 tahun. Dan ini dia Putra pertamaku, namanya Lee Yin Mou. Kalian bisa memanggilnya Lee." Jelas Tuan Shilin memperkenalkan satu persatu anggota keluarganya.
"Hallo, Nyonya Aeri, Nona Yeji, dan Hallo juga Presdir Lee." Sapa Nyonya Howin memasang raut wajah seramah mungkin.
Nyonya Howin tersenyum kecut, saat sapaan ramahnya tidak di jawab atau mendapatkan anggukan kepala dari Yeji ataupun Presdir Lee. Tampaknya mereka berdua sama-sama dingin dan tidak suka banyak bicara.
"Kalau begitu, silahkan dimakan hidangannya." Seru Nyonya Aeri ramah.
Nyonya Howin dan Jia, tanpa merasa malu—langsung mengambil beberapa jenis makanan laut yang terlihat begitu lezat. Keduanya sekatika melupakan Kaili yang masih terdiam, karena tidak hapal dimana letak hidangannya.
"Kaili kenapa tidak makan, Sayang?" Tanya Nyonya Aeri heran.
"Ehm, maaf ... Saya tidak bisa melihat dimana makanannya. Saya takut salah pegang." Jawab Kaili jujur.
"Cih! Mengambil makanannya sendiri saja dia tidak bisa. Bagaimana dia akan menjadi Istriku. Dan melayaniku, Ayah benar-benar sudah gila." Umpat Presdir Lee dalam hatinya.
"Ah iya. Maafkan Ibu, Sayang. Ibu sampai melupakanmu." Ujar Nyonya Howin segera mengambilkan makanan untuk Kaili. "Ayo makanlah, Sayang. Makanya sangat-sangat enak. Pasti Nyonya Aeri yang memasaknya bukan?" Sambungnya memuji Nyonya Aeri—mencari muka.
"Bukan, bukan saya yang memasak. Ini masakan Nupu kami." Ralat Nyonya Aeri membuat Nyonya Howin—terdiam tak enak hati karena salah menebak.
Selesai makan malam, semuanya menuju ruang tamu untuk berbincang-bincang.
"Kamu sangat cantik, Sayang. Beruntung sekali Putraku." Puji Nyonya Aeri mendekati Kaili. "Bukankah kita punya kesamaan, nama kita berdua hampir mirip, Sayang." Sambung Nyonya Aeri lagi.
"Hanya nama, Ibu tidak buta sepertinya." Saut Presdir Lee terlihat begitu tidak menyukai Kaili.
Demi apapun, hati Kaili begitu sakit mendengar hinaan pemilik suara baritone itu. Sudah biasa baginya mendapat hinaan seperti itu. Tapi biasanya dia kebal. Entah kenapa air matanya merontak ingin keluar kala mendengar hinaan itu keluar dari mulut calon Suaminya sendiri.
"Lee jaga ucapanmu. Kaili ini adalah calon Istrimu!" Bentak Nyonya Aeri tak suka mendengat ucapan Putrannya. Lee tampak diam, dia tidak suka membantah kedua orangtuanya. Sedangkan Nyonya Howin dan Jia saling senggol menyenggol. Dari raut wajahnya—mereka berdua tampak begitu senang sekaligus terkejut. Keduanya tidak menyangka bahwa Presdir Lee akan menyatakan ketidaksukaannya secara terbuka didepan semua orang. Mereka berdua begitu yakin kalau Presdir Lee tidak akan menyukai Kaili.
"Kamu baik-baik saja'kan, Sayang. Maafin Lee ya, dia memang seperti itu. Jangan diambil hati ucapannya tadi." Bujuk Nyonya Aeri.
"Tidak apa-apa, Nyonya. Saya baik-baik saja." Jawab Kaili berusaha menunjukan senyuman manisnya walau jelas tampak terpaksa.
"Mommy, mulai sekarang jangan panggil aku Nyonya. Tapi, panggil Mommy." Saut Nyonya Aeri.
"Baik Nyon—eh Mommy." Ucap Kaili gugup membuat Nyonya Aeri tersenyum gemes.
"Mommy, saya permisi ke toilet sebentar." Pamit Kaili akan berdiri.
"Tentu saja, Sayang. Nupu, tolong antarkan menantu saya!" Titah Nyonya Aeri.
"Baik, Nyonya." Jawab sang Nupu sopan sambil membungkukkan badannya.
"Kanan Nona kanan," ujar sang Nupu mengarahkan langkah Kaili yang hampir menabrak pintu toilet.
"Terima kasih, Nupu. Maaf merepotkan." Ujar Kaili.
"Tidak sama sekali, Nona." Balasnya ramah. Karena tak tahan Kaili pun segera menunaikan hajatnya. Begitu selesai, Kaili kebingungan mencari tongkat petunjukkannya. Karena terburu-buru—hingga melupakan dimana dia meletakkan tongkatnya.
"Kau mencari ini," ucap Suara baritone yang Kaili kenal.
"Tu-tuan Lee. Se-sejak ka-pan anda disini!?" Tanya Kaili gugup.
"Astaga, apa dia melihatku tadi. Kenapa aku lupa mengunci pintunya. Ah! Memalukan." Batin Kaili panik.
"Sejak kau membuka celanamu. Boddymu boleh juga." Goda Lee.
"Tuan tidak seharusnya melakukan itu. Ini pelecehan seksual, saya bisa menjerat Tuan dengan undang-undang!" Kesal Kaili.
"Wah! Kalau begitu aku akan masuk penjara. Nanti beritanya begini, Presdir Lee dipenjarakan oleh Istrinya, karena tak sengaja melihat tubuh Istrinya sendiri. Ahahaaha ... Kau lucu juga. Tidak akan bosan juga kalau aku menikah denganmu, aku tidak sabar ingin melihatmu tak berdaya dibawah tubuhku." Ujar Tuan Lee terlihat begitu senang membuat Kaili panik.
"Tuan jangan macam-macam padaku!" Seru Kaili bersiap mengangkat tongkatnya untuk memukul Presdir Lee. Sudah tidak ada apapun dihadapnnya. Hanya udara kosong yang dia pukul dengan tongkatnya.
"Apa dia sudah pergi?" Ucap Kaili meraba menggunakan tongkat di tangan kanannya.
"Astaga, dengan pria seperti apa aku akan menikah. Sepertinya dia sangat mengerikan. Ah, dia sudah melihatku saat pipis, itu benar-benar memalukan." Sambung Kaili lagi.
"Apa ada orang!" Teriak Kaili berusaha mencari seseorang untuk mengantarkannya menuju ruang tamu. Tidak ada sautan, akhirnya Kaili memutuskan untuk mencari jalan sendiri.
"Aku belum hapal tempat ini, kemana dindingnya? Tiang juga apa tidak ada? Astaga, sebesar apa rumah ini! Dimana aku sekarang?" Ucap Kaili frustasi.
Catatan penting
Nupu : Pelayan (China)
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!